Komponen anamnesis saat pemeriksaan antenatal

Ibu hamil sering menanyakan pada tenaga kesehatan saat pemeriksaan antenatal adalah kenaikan berat badan pada bayi normal atau tidak. Hal ini berkaitan dengan Dedeh 2011 mengenai pertanyaan saat kontrol kehamilan menyatakan bahwa pertanyaan mengenai kondisi bayi dan berat badan sering ditanyakan pada saat kontrol pemeriksaan. Namun, pertanyaan tersebut akan muncul saat ibu hamil merasakan keluhan nya menganggu jika tidak terkait dengan masalah kehamilan para ibu hamil kurang waspada terhadap tanda gejala lain seperti preeklampsia. 2. Komponen pemeriksaan fisik Komponen pemeriksaan fisik dalam mendeteksi preeklampsia ini penting untuk dilakukan karena tujuannya untuk menyelamatkan persalinan aman yang sehat dan bayi yang sehat. Selain manfaat untuk ibu hamil, pemeriksaan fisik yang lengkap ini juga memiliki manfaat bagi puskesmas antara lain; status ibu hamil yang berisiko preeklampsia diwilayah tersebut dapat didata, dapat menurunkan angka kematian ibu AKI dan angka kematian bayi AKB yang di akibatkan oleh preeklampsia, serta dapat mendeteksi angka kejadian preeklampsia pada ibu hamil. Komponen pemeriksaan fisik ialah salah satu pemeriksaan antenatal dalam mendeteksi preeklampsia. Sebagian besar ibu hamil menyatakan pada pemeriksaan antental mengukur tekanan darah, menimbang berat badan, tes denyut jantung janin dan Leopold merupakan pemeriksaan fisik yang sering dilakukan oleh petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan pemeriksaan fisik dalam mendeteksi preeklampsia menurut Marshall 2000 ialah pemeriksaan fisik tekanan darah apabila tekanan darah meningkat pada trimester kedua, mungkin salah satu tanda preeklampsia, penyakit yang berbahaya untuk ibu hamil dan bayi. Pemeriksaan fisik berat badan dapat menunjukkan apabila pola kenaikan berat badan ibu hamil penting bagi perkembangan bayi. Kenaikan berat badan yang luar biasa, lebih dari 0,9 Kg dalam satu minggu, merupakan tanda pertama dari preeklampsia. Selain itu, tes refleks dan inspeksi daerah periorbital merupakan pemeriksaann fisik yang jarang dilakukan oleh petugas kesehatan. Petugas kesehatan dan ibu hamil menyatakan bahwa pemeriksaan fisik dalam mendeteksi preeklampsia sampai saat ini belum terlaksana dengan baik, karena masih ada beberapa komponen penting yang belum dilakukan untuk mendeteksi preeklampsia. Sebagian besar ibu hamil menyatakan bahwa pemeriksaan fisik dalam mendeteksi preeklampsia yang jarang dilakukan ialah tes refleks, inspeksi daerah periorbital. Hal tersebut masih belum sesuai dengan Depkes RI 2007 dan Marshall 2000 yang menyatakan bahwa pemeriksaan fisik pada ibu hamil yang berisiko preeklampsia harus dilakukan secermat mungkin. Pemeriksaan ini memerlukan ketelitian sehingga didapat diagnosa yang tepat dan pengobatan yang akurat. Pengkajian refleks tendon dalam, hiperrefleksia merupakan temuan yang umum. Hal ini harus didokumentasi dalam catatan medis sehingga petugas kesehatan dapat mengetahui kondisi normal klien. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Ariyanti 2010 yang menyatakan dari delapan informan tujuh informan belum patuh terhadap standar pelayanan antenatal, ada bagian yang belum dilaksanakan di antaranya penyuluhan, pengukuran panggul, dan patela reflek. Menurut Wheeler 2003 dan Bobak 2005 banyak petugas kesehatan menganggap hiperrefleksia sebagai tanda preeklampsia. Biasanya kejadian hiperefleksi terjadi sampai +3. Selain tes refleks, pembengkakan yang luas akan tampak kemudian. Sementara pembengkakan kaki dan lutut dianggap normal pada kehamilan, pembengkakan wajah dan jari. Bila wajah ibu hamil menjadi lebih gemuk dan ia tak dapat melepas cincinnya, ia perlu menghubungi dokter. Pada preeklampsia edema terjadi dibeberapa bagian seperti bengkak dimata, wajah, jari. Sehingga tes refleks dan inspeksi daerah bengkak harus perlu dicermati agar risiko preeklampsia dapat segeri diatasi. Tujuan pemeriksaan fisik ini adalah untuk mendeteksi penyulit atau komplikasi-komplikasi kehamilan. Dengan demikian dapat membantu mengurangi angka kesakitan dan kematian ibu dan janin. Pada umumnya pemeriksaan fisik di puksesmas ini sudah mengikuti pedoman pelayanan antenatal yang di berikan depkes akan tetapi pada pelaksanannya masih belum maksimal. Pada ibu hamil yang beresiko preeklampsia sebaiknya perlu dilkaukan tes refleks sebagai data penambah pada preeklampsi dan hasil dari inspeksi dearah periorbital sebaiknya dicatat baik hasilnya negatif atau positif. Deteksi dini preeklampsia selain pemeriksaan fisik ialah pemeriksaan laboratorium dengan melakukan tes protein uria. Ibu hamil melakukan pemeriksaan laboratorium pada trimester awal dan trimester akhir. Petugas kesehatan bidan menyatakan bahwa Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan biasanya cek golongan darah , Hb dan cek urin melihat jumlah protein uria. Hal ini berkaitan dengan Marshall 2000 mengenai pemeriksaan urin pada kunjungan antenatal bahwa sampel urin biasanya diperiksa pada setiap kali kunjungan untuk melihat kadar protein dan gula. Banyak wanita hamil yang normal mengeluarkan urin yang mengandung sedikit gula. Protein diperiksa untuk mendeteksi preeklampsia, tetapi penambahan berat badan dan tekanan darah merupakan indikator awal adanya penyakit preeklampsia.

3. Edukasi Antenatal pada Ibu yang Berisiko Preeklampsia

Pendidikan kesehatan masyarakat merupakan hal yang mutlak dipahami pelaksanaannya oleh semua unsur petugas kesehatan. Petugas kesehatan menyatakan bahwa frekuensi penyuluhan di Puskesmas Ciputat biasanya sebulan sekali atau dua kali sebulan. Penyuluhan yang dilakukan sebulan sekali itu biasanya diadakan di Posyandu. Selain itu juga kadang suka diadakan di aula puskesmas yang berada dilantai dua. Hal ini masih belum efektif dikarenakan frekuensi penyuluhan masih kadang-kadang dilakukan padahal pendidikan antenatal merupakan bagian terpenting pada asuhan maternitas. Setiap kontak dengan ibu hamil dapat memberikan kesempatan bagi petugas untuk melakukan pendidik atau penyuluhan. Pada penelitian ini peneliti melihat ada kurang intensitas penyuluhan terkait ibu hamil yang berisiko preeklampsia atau materi lainnya saat pemeriksaan antenatal. Tenaga kesehatan menyatakan bahwa waktu yang sempit, tidak sesuai keluhan dan pasien yang banyak yang menjadi alasan tidak dilakukan penyuluhan. Hal ini belum sesuai dengan penyuluhan yang baik dipelayanan kesehatan menurut Depkes 2007 Rumah Sakit yang menyelengarakan kelas-kelas penyuluhan sebagai kelompok diskusi kecil guna meningkatkan informan peserta dan memberi kesempatan kepada mereka untuk menanyakan segala aspek mengenai kehamilan, pusksesmas dan kelompok-kelompok kesehatan dalam masyarakat seperti posyandu, juga melakukan hal serupa. Kelas-kelas semacam ini dapat diselenggarakan pada siang dan malam hari untuk memberikan kesempatan bagi ibu yang bekerja. Ibu hamil menyatakan bahwa mengenai ibu hamil yang berisiko preeklampsia belum saya dapatkan informasinya dari tenaga kesehatan selama saya melakukan kunjungan antenatal. Hal ini masih belum efektif untuk mendeteksi preeklampsia menurut Dainur 1995 disebabkan karena sebagian besar para ibu memiliki pengetahuan yang rendah disamping itu pula dengan sosial budayaekonomi yang belum memadai untuk menerima pembaharuan serta modernisasi pelayanan kesehatan dengan teknologi, sehingga sudah wajar apabila ibu-ibu khususnya, memerlukan informasi- informasi yang jelas untuk memudahkan pemahaman serta untuk dilaksanakan dilingkungannya bagi kesejahteraan keluarga serta anggotanya dimasyarakat. Petugas kesehatan menyatakan penyuluhan individu yang diberikan biasanya terkait yang ada didalam buku KIA atau KMS. Setiap ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal mereka tidak pernah lupa membawa KMS tersebut. Hali ini berkaitan mengenai manfaat KMS menurut WHO 2000 menyatakan dalam KMS ibu hamil tercetak informasi untuk membantu promosi kesehatan dan pencegahan. Dibeberapa negara dimana KMS telah diperkenakan, terdapat peningatan kontak dibuat oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan pelayanan. Frekuensi kontak meningkatkan komunikasi, sehingga tercipat peluang lebih banyak lagi. Sampai saat ini, baik dinegara maju dan berkembang bila program kesehatan ibu dan anak menghendaki setiap ibu hamil memeriksakan kandungannya secara teratur dipuskesmas, maka harus dilakukan penggerakan dan pemeberdayaan, pembinaan suasana lingkungan sosialnya dan advokasi kepada pihak-pihak yang dapat mendukung perilaku mereka. Pada penelitian ini penggunaan KMS masih belum efektif untuk membantu promosi kesehatan dan preventif dikarenakan pada pelaksanaanya KMS hanya dijadikan sebagai laporan perkembangan kehamilan selama awal kehamilan sampai setelah persalinan. Petugas kesehatan menyatakan bahwa penyuluhan yang dilakukan pada ibu hamil yang berisiko preeklampsia mengenai tanda-tanda bahaya kehamilan khususnya terkait preeklampsia pernah dilakukan. Hal ini berkaitan dengan bahaya preeklampsia menurut Marshall 2000 bahaya preeklampsia adalah ancaman serangan mendadak. Bila kondisi ibu hamil tak membaik sekalipun aktivitas sudah dikurangi, mungkin aia memerlukan perawatan rumah sakit. Oleh karena itu, puskesmas perlu menggalakan konseling atau penyuluhan mengenai ibu hamil yang berisiko preeklampsia. Supaya kejadian preeklampsia segera terdeteksi dan ditangani. Pada penyuluhan yang dilakukan puskesmas umumnya sudah mengikuti pedoman yang sudah ditetapkan akan tetapi pada pelaksanaan dan pentingnya informasi yang diberikan masih belum maksimal. Penyuluhan yang sudah dilakukan membuktikan bahwa masih ada yang belum mendapatkan informasi mengenai risiko preeklampsia. Hal ini berkaitan mengenai pendidikan antenatal menurut Farrer 2001 merupakan bagian terpenting pada asuhan maternitas dan setiap orang yang terlibat dalam asuhan ini memliki tanggung jawab untuk melanjutkan pendidikan tersebut. Tenaga kesehatan tidak boleh beranggapan bahwa seorang wanita yang pernah mengalami kehamilan tidak memerlukan petunjuk dan nasihat lagi secara formal atau informal pada kehamilan berikutnya. Tenaga kesehatan harus ingat bahwa setiap kehamilan merupakan pengalaman yang unik dan pada kehamilan kedua atau kehamilan berikutnya akan ditemukan gejala kelainan ringan serta risiko yang berbeda.