Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam (Tagetes erecta L) Serta Uji Aktivitas Antibakteri Dan Antioksidan

(1)

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI

DAUN BUNGA TAHI AYAM (Tagetes erecta L) SERTA

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN

ANTIOKSIDAN

SKRIPSI

DENNY ANTA DONA PUTRA PINEM

080802061

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI

DAUN BUNGA TAHI AYAM (Tagetes erecta L) SERTA

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN

ANTIOKSIDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DENNY ANTA DONA PUTRA PINEM

080802061

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK

ATSIRI DAUN BUNGA TAHI AYAM (Tagetes erecta L) SERTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

DAN ANTIOKSIDAN

Kategori : SKRIPSI

Nama : DENNY ANTA DONA PUTRA PINEM

Nomor Induk Mahasiswa : 080802061

Program Studi : SARJANA (S-1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui di

Medan, Agustus 2012

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Cut Fatimah Zuhra,S.Si, M.Si Dr.Mimpin Ginting,MS NIP: 197404051999032001 NIP:195510131986011001

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr.Rumondang Bulan Nasution,MS NIP: 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI

DAUN BUNGA TAHI AYAM (Tagetes erecta L) SERTA

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN

ANTIOKSIDAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2012

DENNY ANTA D.P PINEM 080802061


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah melimpahkan kasih dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Sains di Fakultas MIPA USU. Adapun judul skripsi ini adalah “Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam (Tagetes erecta L) serta Uji Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan”.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr.Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU

2. Ibu Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, MSc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA-USU.

3. Bapak Dr.Mimpin Ginting,MS selaku pembimbing I serta Ibu Cut Fatimah Zuhra, S.Si, M.Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai 4. Bapak dan Ibu staf pengajar FMIPA USU serta staf pegawai di Jurusan Kimia 5. Asisten Laboratorium Kimia Organik : B‟Cristy, K‟Cilo, Samuel, Mutiara,

Bayu, Sion, Egitarius, Naomi, Despita, dan Rimenda yang selalu memberikan dorongan serta semangat untuk penulis. Serta teman-teman yang membantu dalam lancarnya penelitian hingga selesai : B‟Roby, K‟Yemima, B‟Aspriadi, K‟Merry, Defi, Mono, Sondang, Noaksen, B‟Frans, B‟Mirza, K‟Yusni, dan teman-teman seperjuangan stambuk 2008 serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu namun tulus membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Secara Khusus penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda tercinta I.Pinem dan Ibunda A Br Tarigan yang senantiasa memberikan doa serta dukungan moril dan materil hingga akhirnya penulis menyelesaikan studi. Serta tak lupa terima kasih untuk abang ku Aleksander Pinem, adik Ku Oktavianta Pinem, dan adik ku Ocky Boy Pinem yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

Mengingat keterbatasan kemampuan dan waktu yang ada, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk segala saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian Tuhan Yesus Memberkati.


(6)

ABSTRAK

Minyak atsiri daun bunga tahi ayam (Tagetes erecta L) diisolasi dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat stahl. Daun bunga tahi ayam dihidrodestilasi selama ± 4-5 jam menghasilkan minyak atsiri sebesar 0,03 % (v/b). Komponen kimia minyak atsiri daun bunga tahi ayam yang dianalisis menggunakan GC-MS menunjukkan ada 15 senyawa dan senyawa utamanya yaitu Piperiton (52,94%), Eugenol (9,18%), Limonen (8,85%), 3,7,-dimetil,-1,3,7-Oktatriena (6,70%), Terpinolena (6,25%), dan 2,6,6-trimetil,-2,4-sikloheptadienon (5,68%). Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun bunga tahi ayam dilakukan dengan metode difusi agar terhadap bakteri Basillus subtilis, Eschercia coli, dan Salmonella sp yang menunjukkan terbentuknya zona bening. Aktivitas antioksidan dari minyak atsiri daun bunga tahi ayam menunjukkan nilai dengan IC50 sebesar 150,95 mg/L.


(7)

IDENTIFICATION OF CHEMICAL COMPONENTS IN ESSENTIAL OIL OF TAGETES LEAVES (Tagetes erecta L) ALSO

ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST AND ANTIOXIDANT

ABSTRACT

Essential Oil of the tagetes leaves (Tagetes erecta L) have isolated with hydrodestillation method use stahl. Tagetes leaves have hydrodestillation during ±4-5 hours resulting essential oil amount 0,03 % (v/b). Chemical component in essential oil of tagetes leaves have analysed use GC-MS shown there were fifteen compounds and the major are Piperitone (52,94%), Eugenol (9,18%), Limonen (8,85%), 1,3,7-Octatriene-3,7,-dimethyl (6,70%), Terpinolene (6,25%), and 2,4-Cycloheptadiene-1-on(5,68%). Antibacterial activity test of tagetes leaves have done using diffuse agar method to Basillus subtilis, Escherchia coli and Salmonella sp bacteria show a retardation area. Antioxidant activity of essential oil of tagetes leaves showed activity with IC50 values 150,95 mg/L.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Lokasi Penelitian 3

1.7 Metodologi Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunga Tahi Ayam ( Tagetes erecta L) 4

2.1.1 Manfaat Bunga Tahi Ayam 5

2.2 Minyak Atsiri 7

2.2.1 Isolasi Minyak Atsiri dengan Destilasi 8

2.2.2 Komposisi Kimia Minyak Atsiri 9

2.2.3 Biosintesis Minyak Atsiri 10

2.3 Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri dengan GC-MS 14

2.3.1 Kromatografi Gas 14

2.3.1.1 Gas Pembawa 15

2.3.1.2 Sistem Injeksi 15

2.3.1.3 Kolom 16

2.3.1.4 Fase Diam 16

2.3.1.5 Suhu 17

2.3.1.6 Detektor 17

2.3.2 Spektroskopi Massa 17

2.4 Spektroskopi Inframerah 20

2.5 Bakteri 21

2.5.1 Bakteri Gram Positif 22

2.5.1.1 Basillus 22

2.5.1.2 Streptococcus mutan 22

2.5.2 Bakteri Gram Negatif 22

2.5.2.1 Salmonella sp 22

2.5.2.2 Esherichia coli 23

2.6 Antioksidan 24


(9)

2.6.2 Fungsi Zat Antioksidan 25 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat-alat 27

3.2 Bahan-bahan 28

3.3 Prosedur Penelitian 29

3.3.1 Penyediaan Sampel 29

3.3.2 Isolasi Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam dengan Alat

Destilasi Stahl 29

3.3.3 Analisis Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam dengan GC-MS

dan FT-IR 29

3.3.3.1 Analisa GC-MS 29

3.3.3.2 Analisa Spektroskopi FT-IR 30

3.3.4 Pengujian Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 31 3.3.4.1 Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) dan Subkultur Bakteri 31 3.3.4.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA) 31

3.3.4.3 Suspensi Bakteri 31

3.3.4.4 Uji Antibakteri Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 31 3.3.5 Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 32

3.3.5.1 Pembuatan Larutan DPPH0,3Mm 32

3.3.5.2 Pembuatan Variasi Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 32

3.3.5.3 Uji Aktivitas Antioksidan 32

3.3.5.3.1 Larutan Blanko 32

3.3.5.3.2 Uji Aktivitas Antioksidan Sampel 32

3.4 Bagan Penelitian 33

3.4.1 Isolasi Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 33

3.4.2 Pengujian Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 34

3.4.2.1 Subkultur Bakteri 34

3.4.2.2 Uji Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 35 3.4.3 Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 36

3.4.3.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,3mM 36

3.4.3.2 Pembuatan Variasi Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 37

3.4.3.3 Uji Aktivitas Antioksidan 38

(a) Uji Larutan Blanko 38

(b) Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri 38 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 39

4.1.1 Penentuan Kadar Minyak atsiri 39

4.1.2 Hasil Analisa dengan GC-MS 39

4.1.3 Hasil Analisa FT-IR 42

4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri 43

4.1.5 Hasil Uji Antioksidan Minyak Atsiri 44

4.2 Pembahasan 44

4.2.1 Minyak Atsiri Hasil Proses Destilasi dengan Alat Stahl 44

4.2.2 Analisa Minyak Atsiri Daun Bunga tahi Ayam 45

4.2.3 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri 72


(10)

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 75

5.2 Saran 75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Hasil Hidrodestilasi Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 39 Tabel 4.2 Hasil Analisa GC-MS minyak atsiri daun bunga tahi ayam 41 Tabel 4.3 Hasil pengukuran diameter zona bening beberapa kultur bakteri

oleh minyak atsiri daun Bunga tahi ayam 43

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Absorbansi Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 44


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Bunga Tahi Ayam 5

Gambar 2.2. Biosintesis Terpenoid 12

Gambar 2.3. Perubahan senyawa monoterpen 13

Gambar 2.4. Reaksi Biogenetik beberapa seskuiterpen 14

Gambar 2.5. Diagram spektrometer massa 18

Gambar 4.1. Kromatogram hasil analisa GC-MS minyak atsiri

daun bunga tahi ayam 40

Gambar 4. 2. Spektrum FT-IR 42

Gambar 4.3. Zona Hambat dari minyak atsiri daun bunga tahi ayam terhadap bakteri Basillus subtilis, Escherchia coli, dan Salmonella sp 43 Gambar 4.4. Spektrum massa senyawa mirsena dengan RT 7,892 45

Gambar 4.5. Pola Fragmentasi Senyawa Mirsena 46

Gambar 4.6. Spektrum massa senyawa limonen dengan RT 8,583 47

Gambar 4.7. Pola Fragmentasi senyawa Limonen 48

Gambar 4.8. Spektrum massa senyawa 3,7-dimetil,-1,3,6,-Oktatriena

dengan RT 9,167 49

Gambar 4.9. Pola Fragmentasi senyawa 3,7-dimetil,-1,3,6,-Oktatriena 50 Gambar 4.10. Spektrum massa senyawa 3,7-dimetil,-1,3,7,Oktatriena

dengan RT 9,458 51

Gambar 4.11. Pola Fragmentasi senyawa 3,7-dimetil,-1,3,7,Oktatriena 52 Gambar 4.12. Spektrum massa senyawa Terpinolena dengan RT 9,992 53

Gambar 4.13. Pola Fragmentasi senyawa Terpinolena 54

Gambar 4.14. Spektrum massa senyawa Linalool RT 13,433 55

Gambar 4.15. Pola Fragmentasi senyawa Linalool 56

Gambar 4.16. Spektrum massa senyawa Terpineol dengan RT 14,192 57

Gambar 4.17. Pola Fragmentasi senyawa Terpineol 58

Gambar 4.18. Spektrum massa senyawa beta-Kariofilena dengan RT 14,308 59

Gambar 4.19. Pola Fragmentasi senyawa beta-Kariofilena 60

Gambar 4.20. Spektrum massa senyawa alpha Terpineol dengan RT 15,258 61 Gambar 4.21. Spektrum massa senyawa Piperiton dengan RT 15,783 62

Gambar 4.22. Pola Fragmentasi senyawa Piperiton 63

Gambar 4.23. Spektrum massa senyawa P-cymen-8-ol dengan RT 16,933 64

Gambar 4.24. Pola Fragmentasi senyawa P-cymen-8-ol 65

Gambar 4.25. Spektrum massa 2,6,6-trimetil,-2,4-Sikloheptadienon

dengan RT 17,983 66

Gambar 4.26. Pola Fragmentasi 2,6,6-trimetil,-2,4-Sikloheptadienon 67 Gambar 4.27. Spektrum massa senyawa Nerolidol dengan RT 19,033 68

Gambar 4.28. Spektrum massa senyawa Eugenol dengan RT 20,425 69

Gambar 4.29. Pola Fragmentasi senyawa Eugenol 70


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan 79

Lampiran 2. Pembuatan Variasi Konsentrasi Sampel 80

Lampiran 3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan 81

3.1 Perhitungan % Peredaman 81

Lampiran 4. Perhitungan Nilai IC50 82

Lampiran 5. Grafik %Peredaman Vs Konsentrasi 83

Lampiran 6. Kromatogram minyak atsiri daun bunga tahi ayam 84 Lampiran 7. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa Mirsena

yang terkandung dalam minyak atsiri daun bunga tahi ayam 85 Lampiran 8. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa Limonen

yang terkandung dalam minyak atsiri daun bunga tahi ayam 86 Lampiran 9. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa 3,7-dimetil,1,3,6- Oktatriena yang terkandung dalam minyak atsiri daun

bunga tahi ayam 87

Lampiran 10. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa 3,7-dimetil,1,3,7- Oktatriena yang terkandung dalam minyak atsiri daun

bunga tahi ayam 88

Lampiran 11. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa Terpinolena yang

terkandung dalam minyak atsiri daun bunga tahi ayam 89 Lampiran 12. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa Linalool yang

terkandung dalam minyak atsiri daun bunga tahi ayam 90 Lampiran 13. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa Terpineol yang

terkandung dalam minyak atsiri daun bunga tahi ayam 91 Lampiran 14. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa β-Kariofilena yang terkandung dalam minyak atsiri daun bunga tahi ayam 92 Lampiran 15. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa α-Terpineol yang terkandung dalam minyak atsiri daun bunga tahi ayam 93 Lampiran 16. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa Piperiton yang

terkandung dalam minyak atsiri daun bunga tahi ayam 94 Lampiran 17. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa P-Cymen-8-ol yang terkandung dalam minyak atsiri daun bunga tahi ayam 95 Lampiran 18. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa 2,6,6-trimetil, 2,4

Sikloheptadienon yang terkandung dalam minyak atsiri daun

bunga tahi ayam 96

Lampiran 19. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa Nerolidol yang

terkandung dalam minyak atsiri daun bunga tahi ayam 97 Lampiran 20. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa Eugenol yang

terkandung dalam minyak atsiri daun bunga tahi ayam 98 Lampiran 21. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa 1H-Indol yang


(14)

ABSTRAK

Minyak atsiri daun bunga tahi ayam (Tagetes erecta L) diisolasi dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat stahl. Daun bunga tahi ayam dihidrodestilasi selama ± 4-5 jam menghasilkan minyak atsiri sebesar 0,03 % (v/b). Komponen kimia minyak atsiri daun bunga tahi ayam yang dianalisis menggunakan GC-MS menunjukkan ada 15 senyawa dan senyawa utamanya yaitu Piperiton (52,94%), Eugenol (9,18%), Limonen (8,85%), 3,7,-dimetil,-1,3,7-Oktatriena (6,70%), Terpinolena (6,25%), dan 2,6,6-trimetil,-2,4-sikloheptadienon (5,68%). Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun bunga tahi ayam dilakukan dengan metode difusi agar terhadap bakteri Basillus subtilis, Eschercia coli, dan Salmonella sp yang menunjukkan terbentuknya zona bening. Aktivitas antioksidan dari minyak atsiri daun bunga tahi ayam menunjukkan nilai dengan IC50 sebesar 150,95 mg/L.


(15)

IDENTIFICATION OF CHEMICAL COMPONENTS IN ESSENTIAL OIL OF TAGETES LEAVES (Tagetes erecta L) ALSO

ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST AND ANTIOXIDANT

ABSTRACT

Essential Oil of the tagetes leaves (Tagetes erecta L) have isolated with hydrodestillation method use stahl. Tagetes leaves have hydrodestillation during ±4-5 hours resulting essential oil amount 0,03 % (v/b). Chemical component in essential oil of tagetes leaves have analysed use GC-MS shown there were fifteen compounds and the major are Piperitone (52,94%), Eugenol (9,18%), Limonen (8,85%), 1,3,7-Octatriene-3,7,-dimethyl (6,70%), Terpinolene (6,25%), and 2,4-Cycloheptadiene-1-on(5,68%). Antibacterial activity test of tagetes leaves have done using diffuse agar method to Basillus subtilis, Escherchia coli and Salmonella sp bacteria show a retardation area. Antioxidant activity of essential oil of tagetes leaves showed activity with IC50 values 150,95 mg/L.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan beberapa jenis tanaman minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, buah atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony, 1994).

Bunga Tahi ayam (Tagetes erecta L) merupakan herba semusim dengan tinggi pohonnya berkisar 0,5-1,5 meter, mempunyai bunga majemuk bentuk cawan, tangkai panjang dengan daun pembalut berbentuk lonceng, kepala putik bercabang dua. Daun tagetes sering digunakan untuk penangkal serangga (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991), dan seduhan daun ini digunakan untuk penurun panas badan dan sebagai tonikum untuk mata serta obat luka. Beberapa flavonoid seperti kuersetagenin, tagettin, kaemferol dan kaemferitin terdapat di dalam daun tagetes (Perry, 1980).

Selain itu tanaman ini juga banyak dimanfaatkan sebagai pewarna dan pakan ternak, karena tingginya kandungan karotenoid pada daun. Pakan ternak tersebut khususnya diberikan untuk unggas supaya menghasilkan telur dengan warna kuning tua. Senyawa β-karoten, trans-lutein, lutein ester dan xantofil digunakan sebagai pewarna makanan, pewarna kosmetik, antioksidan, antikarsinogen, dan produk obat-obatan ( Anonim I, 2010).


(17)

Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bunga Tahi Ayam (Tagetes erecta L) terhadap Kematian Larva Ulat Daun Kubis sebagai bahan yang ramah lingkungan, hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun bunga tahi ayam dapat membunuh 50 % larva ulat daun kubis. Penelitian tentang pengaruh ekstrak etanol daun bunga tahi ayam terhadap kematian larva ulat daun kubis dapat digunakan sebagai insektisida bahan yang ramah lingkungan (Marfuah, 2009).

Penentuan komposisi minyak atsiri Tagetes minuta yang tumbuh di Saudi Arabia, hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisa GC-MS didapatkan 29 senyawa yang terdapat dalam Tagetes minuta (Kadriya, 2004).

Karakterisasi senyawa kimia dan uji aktivitas antijamur minyak atsiri capitula

(Tagetes patula L) dari Indian terhadap jamur Botrytis cinerea dan Penicillium digitatum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisa GC-MS didapatkan 30 senyawa dan aktif terhadap jamur Botrytis cinerea dan Penicillium digitatum (Romagnoli, 2005)

In-Vitro Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Bunga Tagetes erecta L

(Compositae) Telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukan nilai IC50 3,4 mg/L (Chivde, 2011).

Berdasarkan hal diatas maka, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi komponen kimia minyak atsiri daun bunga tahi ayam dan uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Basillus subtilis, Escheria coli, dan Salmonella sp serta aktivitas antioksidannya.

1.2. Permasalahan

1. Jenis senyawa kimia apakah yang ditemukan pada minyak atsiri daun bunga tahi ayam ?

2. Apakah minyak atsiri daun bunga tahi ayam dapat bersifat sebagai antibakteri terhadap bakteri Basillus subtilis, Escherchia coli dan Salmonella sp?


(18)

1.3. Pembatasan Masalah

2. Daun bunga tahi ayam diperoleh dari pasar 3 padang bulan Medan Kec.Medan Selayang

3. Minyak atsiri daun bunga tahi ayam diuji terhadap bakteri Basillus subtilis,

Escherchia coli, dan Salmonella sp

4. Sebagai antioksidan dipakai minyak atsiri daun bunga tahi ayam

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui komponen kimia minyak atsiri yang terkandung di dalam daun bunga tahi ayam dengan analisa FT-IR dan GC-MS

2. Untuk menguji aktivitas antibakteri dari minyak atsiri daun bunga tahi ayam terhadap bakteri Basillus subtilis, Escherchia coli dan Salmonella sp

3. Untuk menguji aktivitas antioksidan dari minyak atsiri daun bunga tahi ayam

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai komponen kimia minyak atsiri serta memberikan informasi tentang sifat antibakteri dari daun bunga tahi ayam terhadap bakteri Basillus subtilis, Escherchia coli dan Salmonella sp demikian juga informasi tentang sifat antioksidan daun bunga tahi ayam.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian untuk destilasi menggunakan alat Stahl dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan, untuk uji antibakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU Medan, untuk uji antioksidan dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian USU Medan, analisa spektroskopi FT-IR dilakukan di salah satu perusahaan swasta di Medan dan GC-MS dilakukan di Laboratorium FMIPA UGM Yogyakarta.


(19)

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimen. Daun bunga tahi ayam (Tagetes erecta L) yang diperoleh dari Pasar 3 Padang Bulan Kecamatan Medan Selayang dihaluskan dan diisolasi melalui proses destilasi dengan alat Stahl kemudian minyak yang diperoleh dianalisa komponen kimianya menggunakan alat GC-MS dan analisa FT-IR serta dilakukan uji sifat antibakteri dari daun bunga tahi ayam (Tagetes erecta L) dengan metode difusi agar. Uji antibakteri dilakukan terhadap bakteri Basillus subtilis, Escherchia colidan Salmonella sp serta Uji sifat antioksidan dengan metode DPPH (1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil)


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bunga Tahi Ayam (Tagetes erecta L)

Berdasarkan taksonomi tanaman, daun bunga tahi ayam termasuk dalam:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Tagetes

Spesies : Tagetes erecta L

Morfologi dari daun bunga tahi ayam yaitu: a.Akar

Akar dari Tagetes erecta merupakan akar tunggang. Akar jenis ini umum ditemukan pada tumbuhan biji belah (dicotyledonae). Jika diamati, akarnya berwarna putih kekuningan. Jika ditinjau dari anatominya, pada akar tagetes erecta biasa ditemukan rambut akar. Fungsinya adalah untuk membantu tanaman mengambil air dan mineral dari tanah. Rambut akar ini merupakan bagian dari epidermis akar (Anonim II, 2007).

b. Batang

Batangnya tumbuh tegak dan bercabang-cabang. Warnanya adalah putih kehijauan jika pucuknya masih muda dan hijau jika sudah dewasa. Tinggi tanaman ini berkisar 30 cm hingga 120 cm. Pada sekujur batangnya, tumbuh daun majemuk yang berujung runcing dan tepinya bergerigi. Lapisan terluarnya merupakan epidermis


(21)

batang. Bagian batang yang disebut korteks, disusun oleh parenkim korteks (Anonim II, 2007).

c.Daun

Daun tunggal, menyirip menyerupai daun majemuk. Bentuknya memanjang hingga lanset menyempit, dengan bintik kelenjar bulat dekat tepinya, warnanya hijau d.Bunga

Bunganya merupakan bunga majemuk. Bunga ini berbentuk cawan dengan tangkai yang panjang. Memiliki organ-organ bunga yang lengkap, berupa putik dan benang sari pada tengah bunga, warnanya kuning atau orange.

Bunga tahi ayam sering disebut sebagai kenikir, randa kencana dan ades (Indonesia), tahi kotok (Sunda), amarello (Filipina), African Marigold, Astec Marigold, American Marigold, Big Marigold (Inggris). Tagetes erecta L termasuk kedalam keluarga Compositae (Asteraceae) dan mempunyai 59 species. Tanaman ini merupakan salah satu herba hias yang biasa digunakan sebagai tanaman pagar dan pembatas. Secara komersial sebagai bunga potong, karena mempunyai bentuk bunga yang unik dan warnanya yang mencolok (Anonim I, 2010)

Gambar.2.1.Bunga Tahi Ayam (Tagetes erecta L)

2.1.1 Manfaat Bunga Tahi Ayam

Masyarakat Indonesia menggunakan bunga tagetes untuk mengobati infeksi saluran pernafasan, anti radang, mengencerkan dahak, mengatasi batuk dan obat untuk luka. Masyarakat Filipina menggunakan bunga Tagetes dalam pengobatan anemia, menstruasi yang tidak lancar, rematik dan sakit pada tulang. Banyak Negara yang masyarakatnya menggunakan bunga Tagetes untuk penyakit mata dan sedatif. Di


(22)

bidang pertanian, bunga Tagetes efektif dalam pencegahan nematoda pengganggu tanaman sehingga digunakan sebagai tanaman tumpang sari, penangkal serangga, herbisida dan anti jamur. Minyak atsiri dari bunga tagetes efektif menghambat pertumbuhan bakteri, antijamur pada saprolegnia, ferax serta sebagai larvasida pada

culex quinquefasciatus, dan Aedes aegypti (Anonim I, 2010)

Mungkin karena baunya yang tidak seharum bunga mawar, cempaka dan lain-lain, bunga tahi ayam tidak begitu diminati orang. Walaupun demikian faktor bau tersebut tidak menyebabkan masyarakat menjauhkannya sebagai tanaman hias, karena sebenarnya bunga tahi ayam mempunyai khasiat yang tinggi dari segi pengobatan herba dan tradisional. Menurut, Ketua Pusat Sumber Genetik Tumbuhan Bio sains UPM, Serdang Selangor, Dr.Moh.Said Saad, tanaman ini mujarab untuk mengobati luka-luka pada anggota tubuh. Pada dasarnya tumbuhan ini mempunyai khasiat yang baik sebagai pengobatan herba karena tumbuhan ini mempunyai sifat antiseptik. Sifat antiseptik tumbuhan tagetes erecta L ini, terdapat pada lendir yang keluar dari daunnya yang segar. Berdasarkan pengakuan beberapa pengamal pengobatan tradisional, daun bunga tahi ayam ini juga dapat untuk mengobati pembengkakan atau pun terseliuh pada anggota tubuh tertentu. Cara pemakaiannya dengan meremas beberapa helai daunnya dan diletakkan di tempat yang bengkak. Kemudian dibalutlah dengan sehelai kain dan dibiarkan hingga rasa bengkak hilang (Anonim III, 2009).

Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah bunganya. Bunga bisa dikeringkan untuk penyimpanan. Namun , daun dan minyaknya juga berkhasiat untuk obat. Larutan bunga bisa digunakan untuk membunuh belatung pada tanaman. Caranya, giling bunga (3g) sampai halus, lalu tambahkan satu liter air. Saring dan siap digunakan untuk menyemprot tanaman.

Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian, Kandungan pyrethrin dan minyak menguapnya secara in vitro berkhasiat bakterisidal dan Fungsidal.


(23)

Contoh Pemakaian :

- Batuk rejan (pertusis)

Rebus daun bunga tahi ayam yang kering (15 g) dan gula enau (secukupnya) dengan dua gelas air sampai airnya tersisa satu gelas. Setelah dingin, saring dan minum airnya sehari dua kali, masing-masing setengah gelas.

- Sakit gigi

Rebus daun bunga tahi ayam kering (15 g) dengan dua gelas air sampai tersisa satu gelas. Setelah dingin, saring dan minum airnya sehari dua kali. Masing-masing setengah gelas

- Sakit mata

Cuci daun bunga tahi ayam segar, lalu rebus. Setelah dingin, saring dan gunakan untuk mencuci mata yang sakit dengan gelas mata (Widyaningrum, 2006)

2.2. Minyak Atsiri

Minyak yang terdapat dalam alam terbagi menjadi 3 golongan yaitu minyak mineral (mineral oil), minyak nabati dan hewani yang dapat dimakan (edible fat) dan minyak atsiri (essential oil). Dalam tanaman, minyak atsiri mempunyai 3 fungsi, yaitu: 1) membantu proses penyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, 2) mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan dan 3) sebagai cadangan makanan dalam tanaman. Minyak atsiri dalam industri digunakan untuk pembuatan kosmetik, parfum, antiseptik, obat-obatan, “flavoring agent” dalam bahan pangan atau minuman dan sebagai pencampur rokok kretek (Ketaren, 1985).

Ditinjau dari sumber alami minyak atsiri, substansi mudah menguap ini dapat dijadikan sebagai ciri khas dari suatu jenis tumbuhan karena setiap tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang berbeda. Dengan kata lain, setiap jenis tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang spesifik. Memang ada beberapa jenis minyak atsiri yang memiliki aroma yang mirip, tetapi tidak persis sama, dan sangat bergantung pada komponen kimia penyusun minyak tersebut (Agusta, 2000).


(24)

Minyak atsiri dihasilkan di dalam tubuh tanaman dan kemudian disimpan dalam berbagai organ. Penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri dibuat dalam kelenjar minyak atsiri. Kelenjar minyak atsiri ada yang terdapat di dalam tanaman (disebut “kelenjar internal”) dan diluar tanaman (disebut”kelenjar eksternal”) (Koensoemardiyah, 2010).

2.2.1 Isolasi Minyak Atsiri dengan Destilasi

Destilasi dapat didefenisikan sebagai cara penguapan dari suatu zat dengan perantara uap air dan proses pengembunan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Destilasi merupakan metode yang paling berfungsi untuk memisahkan dua zat yang berbeda, tetapi tergantung beberapa faktor, termasuk juga perbedaan tekanan uap air (berkaitan dengan perbedaan titik didihnya) dari komponen-komponen tersebut. Destilasi melepaskan uap air pada sebuah zat yang tercampur yang kaya dengan komponen yang mudah menguap daripada zat tersebut ( Pasto, 1992).

Beberapa jenis bahan tanaman sumber minyak atsiri perlu dirajang terlebih dahulu sebelum disuling. Hal ini untuk memudahkan proses penguapan minyak yang terdapat di dalamnya karena perajangan ini menyebabkan kelenjar minyak dapat terbuka selebar mungkin. Tujuan lainnya yaitu agar rendemen minyak menjadi lebih tinggi dan waktu penyulingan lebih singkat (Lutony, 1994).

Minyak atsiri, minyak mudah menguap, atau minyak terbang merupakan campuran dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam. Penyulingan dapat didefenisikan sebagai proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut. Proses penyulingan sangat penting diketahui oleh para penghasil minyak atsiri. Penyulingan suatu campuran yang berwujud cairan yang tidak saling bercampur, hingga membentuk dua fase atau dua lapisan. Keadaan ini terjadi pada pemisahan minyak atsiri dengan uap air. Penyulingan dengan uap air sering disebut


(25)

dilakukan dengan cara mendidihkan bahan tanaman atau minyak atsiri dengan air. Pada proses ini akan dihasilkan uap air yang dibutuhkan oleh alat penyuling.

Dalam pengertian industri minyak atsiri dibedakan tiga tipe destilasi, yaitu: 1.Penyulingan Air

Bila cara ini digunakan maka bahan yang akan disuling berhubungan langsung dengan air mendidih. Bahan yang akan disuling kemungkinan mengapung diatas air atau terendam seluruhnya (Sastrohamidjojo, 2004). Minyak atsiri dari beberapa jenis bahan seperti bubuk buah badan dan bunga mawar cocok diproduksi dengan cara ini sebab seluruh bagian bahan harus tercelup dan dapat bergerak bebas dalam air mendidih (Lutony, 2002).

2.Penyulingan uap dan air

Dalam metode penyulingan ini, digunakan alat serupa dandang yang didalamnya mempunyai penyangga berupa lempengan yang berlubang-lubang seperti halnya dandang untuk menanak nasi. Di atas lubang-lubang ini ditempatkan bahan tanaman yang akan disuling. Bila dandang tersebut dipanaskan maka air akan mendidih dan uap air akan keluar lewat lubang-lubang itu kemudian keluar lewat pendingin, setelah melewati bahan bahan yang akan disuling (Koensoemardiyah, 2010).

3.Penyulingan uap

Penyulingan uap disebut juga penyulingan tak langsung. Didalam proses penyulingan dengan uap ini, uap dialirkan melaui pipa uap berlingkar yang berpori dan berada di bawah bahan tanaman yang akan disuling. Kemudian uap akan bergerak menuju ke bagian atas melalui bahan yang disimpan di atas saringan (Lutony, 2002). Sistem penyulingan ini baik digunakan untuk mengekstraksi minyak dari biji-bijian, akar dan kayu-kayuan yang umumnya mengandung komponen minyak yang bertitik didih tinggi dan tidak baik dilakukan terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan dan air (Ketaren, 1985).

2.2.2 Komposisi Kimia Minyak Atsiri

Pada umumnya variasi komposisi minyak atsiri disebabkan oleh perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode ekstraksi yang dipergunakan dan cara penyimpanan minyak.


(26)

Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur Nitrogen (N) dan belerang (S). Pada umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1. Golongan Hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan hidrokarbon terbentuk dari unsur Hidrogen (H) dan Carbon (C). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam alam dan minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren), diterpen (4 unit isopren) dan politerpen, serta parafin, olefin dan hidrokarbon aromatik.

2. Oxygenated hydrocarbon

Komposisi kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, oksida, ester dan eter. Ikatan atom carbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan jenuh dan ikatan tidak jenuh umumnya tersusun dari terpen. Komponen lainnya terdiri dari persenyawaan fenol, asam organik yang terikat dalam bentuk ester misalnya lakton, kumarin dan turunan furan misalnya quinones.

Pada umunya sebagian besar minyak atsiri terdiri dari campuran persenyawaan golongan hidrokarbon dan Oxygenated hidrocarbon. Disamping itu minyak atsiri mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil yang merupakan komponen tidak dapat menguap (Ketaren, 1985).

2.2.3 Biosintesis minyak atsiri

Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak atsiri di dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah turunan terpena yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang terbentuk dari biosintesis asam sikimat melalui jalur fenil propanoid (Agusta, 2000). Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid yaitu asam asetat yang telah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat.


(27)

Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP yang selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasai isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen.

Sintesa terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP, dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu per satu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya adalah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarbosilasi, dan sebagainya


(28)

Berikut adalah Gambar Reaksi Biosintesa Terpenoid

CH3 C SCoA

O

CH3 C SCoA

O

+ CH3 C

O

CH2 C O

SCoA CH3 C SCoA O

Asetil koenzim A Asetoasetil koenzim A

CH3 C OH

CH2 C

O

SCoA

CH2 C SCoA

O

H

CH3 C OH

CH2 CH2 OH CH2 C

O

OH CH

3 C

OPP

CH2 C O O

-Asam mevalonat

CH2 CH2 OH

- OPP - CO2

CH3 C CH

CH2 H

CH2 OPP

Isopentenil pirofosfat (IPP) CH3 C

CH3

CH CH2 OPP

Dimetilalil pirofosfat (DMAPP)

OPP OPP H IPP DMAPP OPP Monoterpen Geranil pirofosfat OPP H OPP Farnesil pirofosfat Seskuiterpen 2 X Triterpen OPP H OPP Diterpen 2 X Tetraterpen Geranil-geranil pirofosfat


(29)

Untuk menjelaskan hal diatas dapat diambil beberapa contoh monoterpen. Dari segi biogenetik, perubahan geraniol, nerol dan linalool dari yang satu menjadi yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjalani reaksi-reaksi sekunder berikut, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi reduksi menghasilkan sitronelal.

Berikut ini adalah contoh perubahan senyawa monoterpen

CH2OH

Geraniol

(trans) Mirsen

OH

Linalool

CHO

Sitronelal

CH2OH

Nerol (cis)

CHO

Sitral - H2O

O H , O

Gambar 2.3 Perubahan senyawa monoterpen

(Achmad, S. 1986)

Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farnesil pirofosfat dan trans-farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua isomer farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi antara geraniol dan nerol. Perubahan farnesil pirofosfat menjadi seskuiterpen terlihat pada contoh sebagai berikut


(30)

OH

Farnesol

OPP

CH2

Humulen

OPP

H2C Trans-Farnesil pirofosfat

cis-Farnesil pirofosfat

- H+

- H+

Bisabolen

Gambar 2.4 Reaksi biogenetik beberapa seskuiterpena

2.3 Analisa Komponen Kimia Minyak atsiri dengan GC – MS 2.3.1 Kromatografi Gas

Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase bergerak (Yazid, 2005). Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003).

Dalam teknik kromatografi, semua pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari masing-masing komponen di antara kedua fase tesebut. Senyawa atau komponen


(31)

yang tertahan (terhambat) lebih lemah oleh fase diam akan bergerak lebih cepat daripada komponen yang tertahan lebih kuat. Perbedaan gerakan antara komponen yang satu dengan yang lainnya disebabkan oleh perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan atau penguapan diantara kedua fase. Jika perbedaan-perbedaaan ini cukup besar, maka akan terjadi pemisahan secara sempurna (Yazid, 2005).

Sekarang ini sistem GC-MS sebagian digunakan sebagai peran utama untuk analisa makanan dan aroma, petroleum, petrokimia dan zat-zat kimia di laboratorium. Kromatografi gas merupakan kunci dari suatu teknik anlitik dalam pemisahan komponen mudah menguap, yaitu dengan mengkombinasikan secara cepat analisa sehingga pemecahan yang tinggi mengurangi pengoperasian. Keuntungan dari kromatografi gas adalah hasil kuantitatif yang bagus dan harganya lebih murah. Sedangkan kerugiannya tidak dapat memberikan indentitas atau struktur untuk setiap puncak yang dihasilkan dan pada saat proses karakteristik yang didefenisikan sistem tidak bagus (Mcnair, 2009).

2.3.1.1 Gas Pembawa

Gas pembawa yang paling sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan karbondioksida (CO2). Keuntungannya adalah karena semua gas ini tidak reaktif dan dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dikemas dalam tangki tekanan tinggi. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Gas pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain harus inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom), murni, dan mudah diperoleh (Agusta, 2000).

2.3.1.2 Sistem Injeksi

Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efesien. Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu :

a. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100% masuk menju kolom.

b. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.


(32)

c. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup; dan

d. Injeksi langsung ke kolom (on colum injection), yang mana ujung semprit dimasukkan langsung ke dalam kolom.

Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap, karena kalau penyuntikkannya melalui lubang suntik, dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi (Rohman, 2009)

2.3.1.3 Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas (Rohman, 2009). Keberhasilan suatu proses pemisahan terutama ditentukan oleh pemilihan kolom. Kolom dapat terbuat dari tembaga, baja tahan karet, aluminium, atau gelas. Kolom dapat berbentuk lurus, melengkung, atau gulungan spiral sehingga lebih menghemat ruang (Agusta, 2000).

2.3.1.4 Fase Diam

Fase diam disapukan pada permukaan dalam medium, seperti tanah diatome dalam kolom atau dilapiskan pada dinding kapiler. Berdasarkan bentuk fisiknya, fase diam yang umum digunakan pada kolom adalah fase diam padat dan fase diam cair. Berdasarkan sifatnya fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, sedikit polar, setengah polar (semi polar), dan sangat polar. Berdasarkan sifat minyak atsiri yang non polar sampai sedikit polar, untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom dalam fase diam yang bersifat sedikit polar. Jika dalam analisis minyak atsiri digunakan kolom yang lebih polar, sejumlah puncak yang dihasilkan menjadi lebar (lebih tajam) dan sebagai puncak tersebut juga membentuk ekor. Begitu juga dengan garis dasarnya tidak rata dan terlihat bergelombang. Bahkan kemungkinan besar komponen yang bersifat nonpolar tidak akan terdeteksi sama sekali (Agusta, 2000).


(33)

2.3.1.5 Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis kromatografi gas dan spektrometri massa. Umumnya yang sangat menentukan adalah pengaturan suhu injektor dan kolom. Kondisi analisis yang cocok sangat bergantung pada komponen minyak atsiri yang akan dianalisis (Agusta, 2000).

2.3.1.6 Detektor

Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2009).

2.3.2. Spektrometri Massa

Pemboman molekul oleh sebuah arus elektron pada energi mendekati 70 elektron volt dapat menghasilkan banyak perubahan pada struktur molekul. Salah satu proses yang terjadi yang disebabkan oleh pemboman dengan elektron adalah keluarnya sebuah elektron dari molekul sehingga terbentuklah kation radikal [M.]+. Ion berenergi tinggi ini serta hasil fragmentasinya merupakan dasar bagi cara analisis spektrometri massa (Pine, 1988).

Sampel dimasukkan, diuapkan dan diumpankan dalam suatu aliran yang berkesinambungan ke dalam kamar pengionan. Di dalam kamar ini, sampel melewati suatu aliran elektron berenergi tinggi, yang menyebabkan ionisasi beberapa molekul sampel menjadi ion-ion molekul. Setelah terbentuk sebuah ion molekul dapat mengalami fragmentasi dan penataan ulang. Proses ini berjalan sangat cepat (10-10-10 -16

detik). Partikel yang berumur panjang yang dapat dideteksi oleh pengumpul ion dan hanya produk-produk fragmentasinya menunjukkan peak. Setelah radikal-radikal ion dan partikel-partikel lain itu terbentuk, mereka diumpankan melewati dua elektroda, lempeng pemercepat ion, yang mempercepat partikel bermuatan positif. Dari lempeng


(34)

pemercepat, partikel bermuatan positif menuju ke tabung analisator, di mana partikel-partikel ini dibelokkan oleh medan magnet sehingga lintasannya melengkung.

Jari-jari lintasan melengkung bergantung pada kecepatan partikel, yang pada gilirannya bergantung pada kuat medan magnet; voltase pemercepat dan m/e partikel. Pada kuat medan dan viltase yang sama, partikel dengan m/e tinggi akan memiliki jari-jari yang lebih besar, sedangkan yang m/e nya rendah akan mempunyai jari-jari yang lebih kecil (lihat gambar berikut)

Gambar 2.5 Diagram sebuah spektrometer massa

Arus uap dari pembocor molekul masuk ke dalam kamar pengion ditembak pada kedudukan tegak lurus oleh seberkas elektron yang dipancarkan dari filamen panas. Satu dari proses yang disebabkan oleh tabrakan tersebut adalah ionisasi dari molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbentuk ion molekul bermuatan positif (a). Karena molekul senyawa organik mempunyai elektron berjumlah genap maka proses pelepasan satu elektron menghasilkan ion radikal yang mengandung satu elektron tidak berpasangan.

M - e M

( a)

M + e M

(b)

Proses lain, molekul yang berupa uap tersebut menangkap sebuah elektron membentuk ion radikal bermuatan negatif (b) dengan kemungkinan terjadi jauh lebih kecil daripada ion radikal bermuatan positif (Sudjadi, 1985).


(35)

Pada sistem GC-MS ini, yang berfungsi sebagai detektor adalah spektrometer massa itu sendiri yang terdiri dari sistem analisis dan sistem ionisasi, dimana Electron Impact ionization (EI) adalah metode ionisasi yang umum digunakan (Agusta, 2000). Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk :

1. Menentukan massa suatu molekul

2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra)

3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola frakmentasinya

Ketika uap suatu senyawa dilewatkan dalam ruang ionisasi spektrometer massa, maka zat ini dibombardir atau ditembak dengan elektron. Elektron ini mempunyai energi yang cukup untuk melemparkan elektron dalam senyawa sehingga akan memberikan ion positif, ion ini disebut dengan ion molekul (M+). Ion molekul cendrung tidak stabil dan terpecah menjadi frakmen-frakmen yang lebih kecil. Frakmen-frakmen ini yang akan menghasilkan diagram batang (Dachriyanus, 2004).

Spektrometer mampu menganalisis cuplikan yang jumlahnya sangat kecil dan menghasilkan data yang berguna mengenai struktur dan indentitas senyawa organik. Jika efluen dari kromatofrafi gas diarahkan ke spektrometer massa, maka informasi mengenai struktur untuk masing-masing puncak pada kromatogram dapat diperoleh. Karena laju aliran yang rendah dan ukuran cuplikan yang kecil, cara ini paling mudah diterapkan pada kolom kromatografi gas kapiler. Cuplikan disuntikkan ke dalam kromatografi gas dan terkromatografi sehingga semua komponenya terpisah. Spektrum massa diukur secara otomatis pada selang waktu tertentu atau pada maksimum atau tengah-tengah puncak ketika keluar dari kolom. Kemudian data disimpan di dalam komputer, dan daripadanya dapat diperoleh hasil kromatogram disertai integrasi semua puncak. Disamping itu, kita dapat memperoleh spektrum massa masing-masing komponen. Spektrum ini dapat dipakai pada indentifikasi senyawa yang pernah diketahui dan sebagai sumber informasi struktur dan bobot molekul senyawa baru (Gritter, 1991).

Dalam spektrometer massa, reaksi pertama suatu molekul adalah ionisasi awal-abstraksi (pengambilan) sebuah elektron. Hilangnya sebuah elektron menghasilkan ion molekul. Dari peak untuk radikal ion ini, yang biasanya adalah peak yang paling


(36)

kanan dalam spektrum, bobot molekul senyawa itu dapat ditentukan. (Ingat, ini adalah bobot molekul untuk sebuah molekul yang mengandung isotop-isotop tunggal dan bukanlah suatu bobot molekul rata-rata). Timbul pertanyaan, „elektron mana yang terlepas dari molekul?.” Pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan tepat. Diduga bahwa elektron dalam orbital berenergi- tertinggi (elektron yang paling longgar) adalah elektron yang pertama-tama akan lepas. Jika sebuah molekul mempunyai elektron-elektron n (menyendiri), maka salah satunya akan dilepaskan. Jika tidak terdapat elektron n, maka akan dilepaskan sebuah elektron pi. Jika tidak terdapat elektron n maupun pi, maka ion molekul akan terbentuk dengan lepasnya sebuah elektron sigma (Fessenden, 1986).

Peningkatan penggunaan GC-MS banyak digunakan yang dihubungkan dengan komputer dimana dapat merekam dan menyimpan data dari sebuah analisis akan berkembang pada pemisah yang lebih efesien. Karena komputer dapat diprogram untuk mencari spektra library yang langka, membuat indentifikasi dan menunjukkan analisis dari campuran gas tersebut (Willett, 1987).

2.4. Spektroskopi Inframerah

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada pelbagai panjang gelombang absorpsi masing-masing gugus fungsi disebut

Spektroskopi inframerah. Suatu spektrum inframerah ialah suatu grafik dari panjang gelombang atau frekuensi, yang secara berkesinambungan berubah sepanjang suatu daerah sempit dari spektrum elektromagnetik, versus transmisi-persen (%T) atau

absorbansi (A) (Fessenden, 1986). Spektroskopi inframerah digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa organik dan juga analisis kuantitatif. Spektrum inframerah memberikan puncak-puncak maksimal yang jelas sebaik puncak minimumnya (Khopkar, 2003). Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah (Creswell, 2005).

Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang daripada 100 cm-1 diserap oleh sebuah


(37)

molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan ini tercatu dan dengan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri (Silverstein, 1981).

Spektrum inframerah dapat diperoleh dari gas, cairan atau padatan. Spektrum gas atau cairan yang mudah menguap dapat diperoleh dengan memuaikan cuplikan kedalam suatu sel yang telah dikosongkan. Teknik fase uap ini terbatas karena secara nisibi sejumlah besar senyawa tidak mempunyai tekanan uap cukup tinggi agar menghasilkan spektrum yang dapat dimanfaatkan (Silverstein, 1981).

2.5.Bakteri

Kelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam, yang berhubungan dengan makanan dan manusia adalah bakteri. Adanya bakteri dalam bahan pangan dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan atau menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan (Buckle, 2007). Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil (berukuran mikroskopi). Bakteri rata-rata berukuran lebar 0,5-1 mikron dan panjang hingga 10 mikron (1mikron = 10-3 mm). Itu berarti pula bahwa jasad renik ini tipis sekali sehingga tembus cahaya. Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk melihat bagian-bagiannya. Untuk melihat bakteri dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan zat warna, pewarnaan ini disebut pengecatan bakteri.

Cat yang umum dipakai adalah cat Gram. Diantara bermacam-macam bakteri yang dicat, ada yang dapat menahan zat warna ungu dalam tubuhnya meskipun telah didekolorisasi dengan alkohol atau aseton. Dengan demikian tubuh bakteri itu tetap berwarna ungu meskipun disertai dengan pengecatan oleh zat warna kontras, warna ungu itu tetap dipertahankan. Bakteri yang memberi reaksi semacam ini dinamakan

bakteri Gram positif. Sebaliknya , bakteri yang tidak dapat menahan zat warna setelah didekolorisasi dengan alkohol akan kembali menjadi tidak berwarna dan bila diberikan pengecatan dengan zat warna kontras, akan berwarna sesuai dengan zat warna kontras. Bakteri yang memperlihatkan reaksi semacam ini dinamakan bakteri Gram negatif (Irianto, 2006).


(38)

Beberapa bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif yang penting dan diketahui dapat menyebabkan kerusakan pangan dan keracunan pangan.

2.5.1Bakteri Gram Positif 2.5.1.1Basillus

Berbentuk batang dan membentuk spora. Sering menimbulkan permasalahan pada industri pengalengan karena sporanya sangat tahan terhadap panas. Basillus antracis menyebabkan penyakit anthrax pada manusia dan hewan, B.subtilis

(B.mesentericus) menyebabkan suatu tipe kerusakan yang disebut dengan ropiness

pada roti, dan B.cereus dapat menyebabkan keracunan pangan (Gaman, 1992). 2.5.1.2 Streptococcus mutan

Spesies Streptococcus berbentuk bulat yang dapat dijumpai secara tunggal, berpasangan atau berbentuk rantai. Bakteri ini termasuk bakteri gram positif. (Tortora, 2001). Bakteri ini berperan nyata dalam produksi susu dan sayur-sayuran (Buckle, 2007). Pengamatan bahwa kerusakan gigi salah satunya disebabkan oleh

Streptococcus mutan. Glukan melekat erat pada permukaan gigi dan pada bakteri, yang membawa streptococcus berhubungan sangat erat dengan email gigi (Volk dan Wheeler, 1984)

2.5.2 Bakteri Gram Negatif 2.5.2.1 Salmonella sp

Salmonella merupakan salah satu genus dari Enetrobacteriaceae, berbentuk batang gram negatif, anaerob fakultatif dan aerogenik. Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakeri penyebab infeksi. Jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu antara 5 - 47oC, dengan suhu optimum 35 - 37oC. Beberapa sel tetap dapat hidup selama penyimpanan beku. Di samping itu,salmonella dapat tumbuh pada pH 4,1 - 9,0 dengan pH optimum 6,5 - 7,5. Nilai pH minimum bervariasi bergantung kepada serotipe, suhu inkubasi, komposisi media dan jumlah sel. Pada pH di bawah 4,0 dan di atas 9,0 salmonella akan mati secara perlahan.


(39)

Salmonella mungkin terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak selalu menimbulkan perubahan dalam hal warna, bau, maupun rasa dari makanan tersebut. Makanan-makanan yang sering terkontaminasi oleh salmonella yaitu telur dari hasil olahannya,ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (Supardi, 1999).

2.5.2.2 Escherchia coli

Escherchia berbatang pendek. Habitat utamanya adalah usus manusia dan hewan. Escherchia coli dipakai sebagai organisme indikator, karena jika terdapat dalam jumlah yang banyak menunjukkan bahwa pangan atau air telah mengalami pencemaran (Gaman, 1992).

Perbedaan bakteri gram positif dan gram negatif

Gram Positif Gram Negatif

1.Mengandung Mg ribonukleat 1.Tidak mengandung Mg

ribonukleat 2.Sangat sensitif terhadap zat warna

trifenilmetan

2.Kurang sensitif terhadap zat warna trifenilmetan

3.Sensitif terhadap penisilin 3.Sensitif terhadap streptomysin 4.Tahan basa,tidak larut dalam KOH 1% 4.Sensitif terhadap basa, larut

dalam KOH 1%

5.Kisaran isoelektrik pH 2,5-4 5.Kisaran isoelektrik pH 4,5-5,5 6.Biasanya berbentuk Coccus atau batang

pembentuk spora kecuali Lactobacillus & Cyanobacterium

6.Biasanya berbentuk batang non spora kecuali Neisseria

7.Dapat bersifat tahan asam 7.Tidak tahan asam

(Novel, S. 2010)

2.6. Antioksidan


(40)

Di dalam tubuh kita terdapat senyawa yang disebut antioksidan yaitu senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas, seperti: enzim SOD (Superoksida Dismutase), gluthatione, dan katalase. Antioksidan juga dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten serta senyawa fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran seperti buah tomat, pepaya, jeruk dan sebagainya (Prakash, 2001).

Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Sunarni, 2005).

Senyawa antioksidan memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap pengaruh buruk yang disebabkan radikal bebas. Radikal bebas diketahui dapat menginduksi penyakit kanker, arteriosklerosis dan penuaan, disebabkan oleh kerusakan jaringan karena oksidasi (Kikuzaki dan Nakatani, 1993).

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya. Persyaratan (sesuai peraturan/undang – undang) : Antioksidan sebagai bahan tambahan pangan batas maksimum penggunaannya telah diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 772/Menkes/Per/IX/88, antioksidan yang diizinkan penggunannya antara lain asam askorbat, asam eritrobat, askorbil palmitat, askorbil stearat, butil hidroksilanisol (BHA), butil hidrokinin tersier, butil hidroksitoluen, dilauril tiodipropionat, propil gallat, timah (II) klorida, alpha tokoferol, tokoferol, campuran pekat (Wisnu Cahyadi, 2008).


(41)

2.6.2 Fungsi Zat Antioksidan

Berkaitan dengan fungsinya, senyawa antioksidan di klasifikasikan dalam tiga tipe antioksidan, yaitu:

1. Primary Antioxidants (Antioksidan Utama / Antioksidan Primer) Termasuk di sini:

- SOD (Superoxide Dismutase) - GPx (Glutathion Peroxidase)

- Metalbinding protein seperti Ferritin atau Ceruloplasmin.

Antioksidan primer ini bekerja untuk mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Ia mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh Antioksidan ini adalah enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas.

2. Secondary Antioxidants (Antioksidan Kedua/ Antioksidan Sekunder)

Antioksidan ini berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh: antioksidan sekunder : vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat, bilirubin dan albumin.

3. Tertiary antioxidants (Antioksidan Ketiga / Antioksidan Tersier)

Antioksidan jenis ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksidan reduktase. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit misalnya kanker (Kosasih, 2004)

Pengujian antiradikal bebas senyawa-senyawa bahan alam atau hasil sintesis secara UV-Tampak dapat dilakukan secara kimia menggunakan DPPH (difenilpikril hidrazil). DPPH berfungsi sebagai senyawa radikal bebas stabil yang ditetapkan secara spektrofotometri melalui persen peredaman absorbansi. Peredaman warna ungu merah pada panjang gelombang (λ) 517 nm dikaitkan dengan kemampuan minyak atsiri sebagai antiradikal bebas. Kereaktifan dari golongan senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai antiradikal bebas ditentukan adanya gugus fungsi –OH (hidroksil) bebas dan ikatan rangkap karbon-karbon, seperti flavon, flavanon, skualen, tokoferol, β-karoten, Vitamin C dan lain-lain (Rahmawati, 2004).


(42)

Beberapa nilai IC50 untuk senyawa antioksidan (mcg/mL)

Asam askorbat : 1,96 +/- 0,013

Alpa-tokoferol : 7,3 +/- 0,308

Sayur-sayuran : 4,7

Gamma oryzanol : 50 +/-0,408

Pohon pinus OPC : 4,0 – 13,5

Quercetin : 2,457 +/-0,192

Asam Ferulat (FRAC) : 31,3 +/-0,327


(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat Alat Stahl

GC-MS Shimadzu

Spektrofotometri Inframerah (FT-IR) Shimadzu

Gelas Erlenmeyer 250 mL Pyrex

Gelas ukur 100 mL Pyrex

Labu destilasi 2000 mL Pyrex

Pipet serologi Pyrex

Pipet tetes Cawan petri Bunsen

Tabung reaksi Pyrex

Kertas cakram Oxoid

Jarum ose Jangka sorong

Hot Plate stirer Cimarec2

Aluminium foil

Autoklaf Yamato SN20

Fortex Fisons whirh mixer

Kapas

Neraca analitis Mettler AE 2000


(44)

Labu ukur 25 mL Pyrex

Labu ukur 100 mL Pyrex

Kuvet

Spektrofotometer UV-Visible Spectronic 300

3.2 Bahan-bahan Daun bunga tahi ayam

Na2SO4Anhidrous p.a Merck

Etanol 96 % p.a Merck

Alkohol 70 % Aquadest

Nutrien Agar (NA) p.a Oxoid

Mueller Hinton Agar (MHA) p.a Oxoid

Larutan Standart Mcfarland

DPPH p.a Aldrich

Basillus subtilis Escherchia coli Salmonella sp


(45)

3.3 Prosedur Penelitiaan 3.3.1 Penyediaan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun bunga tahi ayam yang diperoleh dari Pasar 3 Padang Bulan Kecamatan Medan Selayang.

3.3.2 Isolasi Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam dengan Alat Destilasi Stahl Sebanyak 500 gram daun bunga tahi ayam dipotong kecil-kecil dan dimasukkan kedalam labu alas 2000 mL ditambahkan air secukupnya, dipasang pada alat penyuling stahl, dan dididihkan selama ± 5-6 jam hingga minyak atsiri menguap sempurna. Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan air. Kemudian lapisan minyak dimasukkan kedalam botol vial, ditambahkan Na2SO4 anhidrous pada botol vial untuk mengikat air yang mungkin masih tercampur dengan minyak atsiri dan disimpan ditempat sejuk, dalam botol dan ditutup rapat. Minyak yang diperoleh dianalisa kandungan kimianya menggunakan alat GC-MS dan analisis FT-IR dan dilakukan uji aktivitas terhadap bakteri serta antioksidan.

3.3.3Analisis Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam dengan GC-MS dan Analisis FT-IR

3.3.3.1 Analisa GC-MS

Cuplikan dimasukkan kedalam gerbang suntik pada sebuah alat GC-MS. Selanjutnya kondisi disesuaikan dengan kondisi dibawah ini kemudian diamati kromatogram yang dihasilkan oleh recorder dan mass recorder serta mass spektra masing-masing senyawa.

Kondisi alat GC-MS yaitu:

Kolom : Rastek Rxi-5MS

Panjang : 30 meter

Gas Pembawa : Helium

Pengion : EI

GC-2010

Column Oven Temperatur : 60oC Injection Temperature : 215 oC


(46)

Injection Mode : Split Flow Control Mode : Pressure

Pressure : 12 kPa

Total Flow : 81,5 mL/min

Column Flow : 0,51 mL/min

Linear Velocity : 26 cm/sec

Purge Flow : 0,3 mL/min

Split Ration : 158,4

Equilibrium Time : 0,5 min

GCMS-QP2010

Ion Source Temperature : 250 oC Interface Temperature : 215 oC

Solvent Cut Time : 1 min

Detector Gain Mode : Relative

Detector Gain : 0,00 kV

MS

Start Time : 1,20

End Time : 38 min

ACQ Mode : Scan

Event Time : 0,50 sec

Scan Speed : 1250

Start m/z : 28

End m/z : 600

3.3.3.2 Analisa Spektroskopi FT-IR

Minyak atsiri dioleskan pada plat KBr hingga terbentuk lapisan tipis transparan dan diukur spektrumnya dengan alat spektrofotometer FT-IR model I.R-420.


(47)

3.3.4 Pengujian Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 3.3.4.1 Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) dan Subkultur Bakteri

Dimasukkan 4 gram media NA ke dalam gelas Erlenmeyer, dilarutkan dengan 200 mL aquadest yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Dituang kedalam cawan petri, dibiarkan media memadat. Digoreskan bakteri Basillus subtilis yang berasal dari isolat secara aseptik kedalam media yang sudah memadat. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35oC. Dilakukan dengan cara yang sama terhadap bakteri Escherchia coli dan Salmonella sp.

3.3.4.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

Dimasukkan 7,6 gram media MHA ke dalam gelas Erlenmeyer, dilarutkan dengan 200mL aquadest yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan lalu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit.

3.3.4.3 Suspensi Bakteri

Dimasukkan 10mL aquadest yang telah disterilkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan Basillus subtilis, yang sudah disubkultur ke dalam aquadest dengan menggunakan jarum ose yang sudah steril. Dimasukkan bakteri hingga kekeruhan aquadest sama dengan kekeruhan standar mcfarland. Dilakukan dengan cara yang sama terhadap bakteri Eschercia coli dan Salmonella sp

3.3.4.4 Uji Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam

Dimasukkan 0,1mL suspensi Basillus subtilis, kedalam media MHA yang sebelumnya telah dibiarkan memadat didalam cawan petri lalu diratakan dengan menggunakan hockey stick dan dibiarkan sesaat. Dimasukkan kertas Cakram yang telah dibasahi oleh minyak atsiri daun bunga tahi ayam (Tagetes erecta L) kedalam cawan petri yang telah berisi bakteri dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35oC. Setelah itu diukur zona bening yang ada disekitar kertas cakram dengan menggunakan jangka sorong. Dilakukan perlakukan yang sama terhadap bakteri Eschercia coli dan Salmonella sp


(48)

3.3.5 Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam Dengan Metode DPPH

3.3.5.1 Pembuatan Larutan DPPH

Larutan DPPH 0,3mM dibuat dengan melarutkan 11,85 mg serbuk DPPH dalam etanol p.a dalam labu takar 100 mL, kemudian dihomogenkan

3.3.5.2 Pembuatan Variasi Minyak Atsiri Daun Bunga tahi Ayam

Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam dibuat larutan induk 1000 ppm ; dengan melarutkan 0,025 g minyak atsiri dengan pelarut etanol p.a dalam labu takar 25 mL. Kemudian dari larutan induk dibuat larutan 100 ppm, dari larutan 100 ppm dibuat lagi variasi konsentrasi 4,8,12 dan 16 ppm untuk uji aktivitas antioksidan

3.3.5.3 Uji Aktivitas Antioksidan 3.3.5.3.1 Larutan Blanko

Sebanyak 1 mL larutan DPPH 0,3 mM ditambahkan 2,5 mL etanol p.a, dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Setelah itu, diukur absorbansi dengan panjang gelombang maksimum 515 nm

3.3.5.3.2 Uji Aktivitas Antioksidan Sampel

Sebanyak 1 mL larutan DPPH 0,3mM ditambahkan 2,5 mL minyak atsiri daun bunga tahi ayam dengan konsentrasi 4 ppm, dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap . Setelah itu diukur absorbansi dengan panjang gelombang maksimum 515 nm. Dilakukan dengan perlakuan yang sama untuk konsentrasi 8,12 dan 16 ppm.


(49)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Isolasi Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam Dengan Destilasi Stahl

500 gram Daun bunga tahi ayam Segar yang telah diiris

dimasukkan kedalam labu Stahl 2 liter ditambahkan air secukupnya

dirangkai alat Stahl

dipanaskan hingga keluar uap air bersama minyak

Lapisan Minyak Lapisan Air

dimasukkan kedalam botol vial ditambahkan Na2SO4 Anhidrous

didekantasi

Minyak Atsiri Residu

Analisa FT-IR Analisa GC-MS Uji Antibakteri Uji Antioksidan


(50)

3.4.2 Pengujian Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam 3.4.2.1 Subkultur Bakteri

4 gram media NA (Nutrien Agar)

Dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer 250mL

Dilarutkan dalam 200 mL aquadest sambil diaduk dan dipanaskan

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit

Media NA (Nutrien Agar) steril

Dituangkan ke dalam cawan petri steril

Dibiarkan memadat

Digoreskan bakteri basillus subtilis secara aseptik ke dalam media NA yang telah memadat

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35oC

Bakteri


(51)

3.4.2.2 Uji Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam

7,6 g media MHA (Meuller Hilton Agar) 10 mL aquadest steril

Dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer 250 mL

Dilarutkan dengan 200 mL aquadest sambil dipanaskan dan diaduk Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Media MHA (Meuller Hilton Agar)

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang steril

Dimasukkan bakteri Basillus subtilis yang sudah disubkultur dengan menggunakan jarum ose

Disamakan kekeruhanya dengan standart Mcfarland

Dilakukan perlakuan yang sama untuk pembuatan suspensi bakteri Escherchia coli dan Salmonella sp

Suspensi bakteri Dituang ke dalam cawan petri

yang steril

Dibiarkan memadat Dimasukkan 0,1 mL suspensi bakteri ke dalam media MHA

Disebarkan dengan menggunakan hockey stick

Dimasukkan kertas cakram yang ditetesi dengan minyak atsiri daun bunga tahi ayam diatas permukaan media yang berisi bakteri

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35oC

Diukur zona bening antibakteri disekitar cakram dengan jangka sorong


(52)

3.4.3 Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam Dengan Metode DPPH

3.4.3.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

11,85 mg DPPH

Dimasukkan kedalam labu takar 100mL Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

Dihomogenkan


(53)

3.4.3.2 Pembuatan Variasi Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam

0,025 gram Minyak Atsiri

dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL ditambahkan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan

25 mL larutan induk 1000 ppm

dipipet 2,5 mL larutan induk 1000 ppm

dipipet 1 mL dengan pipet volume dimasukkan kedalam labu takar 25 mL diencerkan dengan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan

larutan 4 ppm

dipipet 2 mL dengan pipet volume dimasukkan kedalam labu takar 25 mL diencerkan dengan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan

larutan 8 ppm

dipipet 3 mL dengan pipet volume dimasukkan kedalam labu takar 25 mL diencerkan dengan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan

larutan 12 ppm

dipipet 4 mL dengan pipet volume dimasukkan kedalam labu takar 25 mL diencerkan dengan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan

larutan 16 ppm dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL ditambahkan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan

25 mL larutan induk 100 ppm


(54)

3.4.3.2Uji Aktivitas Antioksidan a. Uji Blanko

1 mL larutan DPPH 0,3 mM

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi Ditambahkan 2,5 mL etanol p.a Dihomogenkan

Dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap Diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515 nm

Hasil

b.Uji Minyak Atsiri

1 mL larutan DPPH 0,3 mM

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi Ditambahkan 2,5 mL minyak atsiri 4 ppm Dihomogenkan

Dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap Diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515 nm

Hasil


(55)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Penentuan Kadar Minyak Atsiri

Minyak Atsiri daun bunga tahi ayam diperoleh dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Proses ini dilakukan secara triplo. Hasilnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam yang diperoleh dengan Metode hidrodestilasi

Berat Sampel (g)

Hidrodestilasi

Rata-rata

I II III

500 g 0,15 mL 0,14 mL 0,16 mL 0,15 mL

4.1.2. Hasil Analisa dengan GC-MS

Minyak atsiri yang dihasilkan secara hidrodestilasi dianalisis dengan Gas Chromatography – Mass Spectroscopy (GC-MS). Kromatogram GC dari daun bunga tahi ayam hasil hidrodestilasi adalah diperoleh 15 puncak senyawa (gambar 4.1) dan masing-masing senyawa dari hasil interpretasi seperti pada tabel 4.1


(56)

Gambar 4.1. : Kromatogram hasil analisa GC minyak atsiri daun bunga tahi ayam


(57)

No Rumus Molekul Kadar (%) Waktu Retensi (Menit)

Puncak Fragmen Nama Senyawa

Yang diduga 1 C10H16 0,94 7,892 136, 121, 107, 93,

79, 69, 53, 41, 28

Mirsena 2 C10H16 8,85 8,583 136, 121, 107, 93,

79, 68, 53, 39, 28

Limonen 3 C10H16 0,80 9,167 136, 121, 105, 93,

79, 67, 53, 41, 28

3,7-dimetil- 1,3,6-Oktatriena

4 C10H16 6,70 9,458 136, 121, 105, 93, 79, 67, 53, 41, 28

3,7-dimetil-1,3,7-Oktatriena 5 C10H16 6,25 9,992 136, 121, 105, 93,

79, 67, 53, 39, 28

Terpinolena 6 C10H18O 0,39 13,433 136, 121, 107, 93,

71, 69, 41, 28

Linalool 7 C10H18O 0,46 14,192 154, 136, 121, 111,

93, 71, 67, 41, 28

Terpineol

8 C15H24 2,93 14,308 204, 189, 175, 161,

147, 133, 120, 105, 93, 79, 69, 55, 41, 28

Beta-Kariofilena

9 C10H18O 1,20 15,258 136, 121, 107, 93, 81, 59, 43, 41, 28

Alpha-Terpineol 10 C10H16O 52,94 15,783 152, 137, 124, 110,

95, 82, 67, 54, 39, 28

Piperiton

11 C10H14O 0,80 16,933 150, 135, 115, 105, 91, 77, 65, 43, 39, 29

P-simen-8-ol

12 C10H14O 5,68 17,983 150, 135, 121, 107, 91, 79, 67, 53, 39, 28

2,6,6-trimetil,2,4-sikloheptadienon 13 C15H26O 0,85 19,033 189, 161, 148, 136,

123, 107, 93, 71, 69, 43, 41, 28

Nerolidol

14 C10H12O2 9,18 20,425 164, 149, 131, 121, 103, 91, 77, 65, 55, 39, 28

Eugenol

15 C8H7N 2,01 24,817 117, 90, 74, 63, 51,39, 28


(58)

4.1.3 Hasil Analisis dengan FT-IR

Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam

Hasil analisis spktrofotometri inframerah (FT-IR) dari minyak atsiri daun bunga tahi ayam menghasilkan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang (cm-1) sebagai berikut :

1. Pada bilangan gelombang 3328,105 cm-1 puncak melebar menunjukkan adanya vibrasi ulur –OH

2. Pada bilangan gelombang 2959,42-2871,59 cm -1 puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ikatan C-H strecing yang didukung oleh puncak sedang vibrasi C-H Sp3 bending pada bilangan gelombang 1437,63- 1020,86 cm-1

3. Pada bilangan gelombang 1669,25-1638,60 cm-1 puncak tajam menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=O


(59)

4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri

Sifat antibakteri minyak atsiri daun bunga tahi ayam menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan beberapa bakteri patogen yaitu Basillus subtilis, Escherchia coli dan Salmonella sp.

(a) Basillus subtilis (b) Escherchia coli (c) Salmonella sp

Gambar 4.3. Zona Hambat dari minyak atsiri daun bunga tahi ayam terhadap bakteri (a) Basillus subtilis, (b) Escherchia coli, (c) Salmonella sp

Hasil pengujian minyak atsiri daun bunga tahi ayam terhadap pertumbuhan bakteri gram positif Basillus subtilis serta pertumbuhan bakteri gram negatif

Escherchia coli dan Salmonella sp setelah inkubasi 1 x 24 jam dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3. Hasil pengukuran diameter zona bening beberapa kultur bakteri oleh minyak atsiri daun bunga tahi ayam

Bakteri Diameter Zona Bening Minyak Atsiri (mm)

Basillus subtilis 20

Escherchia coli 16


(60)

4.1.5 Hasil Uji Antioksidan Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam

Minyak atsiri daun bunga tahi ayam dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH radikal bebas untuk diperoleh nilai IC50 dengan dilakukan pengamatan secara spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 515 nm. Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH (peredaman warna ungu DPPH).

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Absorbansi Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam

Sampel Absorbansi

Blanko 0,982

4 ppm 0,961

8 ppm 0,949

12 ppm 0,940

16 ppm 0,928

Dari persamaan regresi linier diperoleh nilai IC50 = 150,95 mg/L

4.2 Pembahasan

4.2.1 Minyak Atsiri dari Hasil Destilasi dengan Alat Sthal

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh minyak atsiri daun bunga tahi ayam (Tagetes erecta L) rata-rata sebanyak 0,15 mL dari 500 gram daun bunga tahi ayam. Jadi kadar minyak atsiri adalah 0,03 % (v/b) yang diperoleh dari perhitungan berikut:

% kadar minyak atsiri = minyak x100%

ayam tahi bunga daun berat

atsiri volume

= 100%

500 15 , 0

x g mL


(61)

Minyak atsiri daun bunga tahi ayam yang diperoleh berwarna kuning pucat. Kadar minyak atsiri yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan Tagetes minuta yang tumbuh di Saudi Arabia 0,3 % ( Kadriya, 2004). Kecilnya kadar minyak atsiri yang diperoleh kemungkinan disebabkan karena daun bunga tahi ayam yang diperoleh dari Pasar 3 Padang Bulan Medan masih muda. Kadar minyak atsiri tumbuhan dipengaruhi oleh kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, bagian organ yang disuling, perlakuan bahan sebelum ekstraksi, metode ekstraksi yang digunakan, perlakuan terhadap minyak atsiri setelah ekstraksi (Ketaren, 1986)

4.2.2 Analisis Minyak Atsiri daun bunga tahi ayam

1. Puncak dengan RT 7,892 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16.Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136 diikuti puncak-puncak fragmentasi pada m/e 121, 107, 93, 79, 69, 53, 41, 27. Dengan membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library, yang lebih mendekati adalah senyawa golongan monoterpen yaitu mirsena sebanyak 0,94 % dengan spektrum seperti gambar 4.4

a

b

Gambar 4.4 Spektrum massa senyawa mirsena dengan RT 7,892 Keterangan : a : Senyawa Mirsena dari Sampel


(62)

Selanjutnya pola fragmentasi dari senyawa mirsena tersebut secara hipotesis seperti pada gambar 4.5

C

H3C

H3C

CH CH2 CH2 C

CH2

CH CH2 + e

-2e

C

H3C

H3C

CH CH2 CH2 C

CH2

CH CH2

m/e = 136

- CH3

C

H3C

CH CH2 CH2 C

HC

CH CH2

m/e = 121

- CH2=CH2 Mirsena

H

C

H3C

CH CH2 CH C CH

CH C CH CH2

-H

C

H3C

CH2

m/e = 41 m/e = 93 C

H3C

H3C

CH CH2 CH2 C

CH2

CH CH2

m/e = 136


(63)

2. Puncak dengan waktu retensi (RT) 8,583 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16. Data spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136 diikuti dengan puncak-puncak fragmentasi pada m/e 121, 107, 93, 79, 68, 53, 39. Dengan membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan spektrum pada library yang lebih mendekati adalah senyawa golongan monoterpen yaitu Limonen sebanyak 8,85 % dengan spektrum seperti gambar 4.6

a

b

Gambar 4.6 Spektrum massa senyawa limonen dengan RT 8,583

Keterangan a: Senyawa Limonen dari sampel b: Standart Library


(64)

Selanjutnya pola fragmentasi dari senyawa Limonen tersebut secara hipotesis seperti pada gambar 4.7

H3C

C CH3

CH2

Limonen

+ e

- 2e

H3C

C CH3

CH2

m/e = 136

C CH3

CH2

H3C

-H3C

C CH3

CH2

m/e = 68

- CH3

C CH2

m/e = 53

Retro Diels alder

H3C

C CH3

CH2

m/e= 136


(65)

3. Puncak dengan waktu retensi (RT) 9,167 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16. Data spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136 diikuti puncak-puncak fragmentasi pada m/e 121, 105, 93, 79, 67, 53, 41, 27. Dengan membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan spektrum pada library yang lebih mendekati adalah senyawa golongan monoterpen yaitu 3,7-dimetil,1,3,6-Oktatriena sebanyak 0,80 % dengan spektrum seperti pada gambar 4.8

a

b

Gambar 4.8 Spektrum massa senyawa 3,7-dimetil ,3,6,-Oktatriena dengan RT 9,167

Keterangan, a : Senyawa 3,7-dimetil,1,3,6,-Oktatriena dari sampel b : Standart Library


(66)

Selanjutnya pola fragmentasi dari senyawa 3,7-dimetil,1,3,6,-Oktatriena tersebut secara hipotesis seperti pada gambar 4.9

CH2 CH C

CH3

CH CH2 CH C

CH3

CH3

+ e

-2e

CH2 CH C

CH3

CH CH2 CH C

CH3

CH3

m/e = 136 - CH3

CH2 CH C

CH3

CH CH2 CH C

CH2

- CH2=CH2

3,7-dimetil,1,3,6-Oktatriena

CH2 CH C

CH3

CH CH2 CH C

CH3

CH3 m/e=136

H

m/e = 121

CH3

m/e = 93

CH3 C CH

-m/e = 53


(1)

Lampiran 16. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa Piperiton yang terkandung dalam Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam


(2)

Lampiran 17. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa P-Cymen-8-ol yang terkandung dalam Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam


(3)

Lampiran 18. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa 2,4

Sikloheptadienon,2,6,6-trimetil yang terkandung dalam Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam


(4)

Lampiran 19. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa Nerolidol yang terkandung dalam Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam


(5)

Lampiran 20. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa Eugenol yang terkandung dalam Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam


(6)

Lampiran 21. Pita Serapan Spektrofotometri Massa Senyawa 1H-Indole yang terkandung dalam Minyak Atsiri Daun Bunga Tahi Ayam