Kronologi Pembunuhan Munir Peninjauan kembali (PK) kasus Munir dalam perkara terpidana Pollycarpus menurut Hukum Acara Pidana di Indonesia dan Hukum Islam

29

BAB III DESKRIPSI TENTANG PENINJAUAN KEMBALI KASUS MUNIR

A. Kronologi Pembunuhan Munir

Untuk memulai pembahasan mengenai proses hukum kasus Munir, akan kita mulai dengan terlebih dahulu mengetahui tentang proses kematian aktivis HAM Munir yang tergolong sebagai kematian yang misterius, mengingat bahwa kematiannya disebabkan oleh racun arsenik serta tempat kematiannya yang sangat mencengangkan yakni di dalam pesawat Garuda sebuah pesawat terbang milik Indonesia yang notabene adalah maskapai milik instansi pemerintah. Berikut ini adalah kronologi proses pembunuhan Munir berdasarkan monitoring persidangan yang dilakukan oleh Kontras dan KASUM Komite Solidaritas Aksi Untuk Munir. 1 Berdasarkan temuan investigasi yang dilakukan oleh tim pencari fakta TPF 2 kasus munir, serta berdasarkan keterangan para saksi didapat narasi fakta tentang kronologi pembunuhan Munir sebagai berikut. 3 Bahwa terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto yang sejak tahun 1999 telah melakukan berbagai kegiatan dengan dalih untuk menegakkan negara kesatuan republik Indonesia NKRI, melihat sosok Munir, S.H, yang merupakan ketua 1 http:www.kontras.orgmunirsidang.php 2 Anggota TPF terdiri atas Sdr. Brigjend Pol.Drs. Marsudhi Hanafi SH., MH; Sdr. Asmara Nababan; . Sdr. Bambang Widjajanto; . Sdr. Hendardi; . Sdr. Usman Hamid; Sdr. Munarman;. Sdr. Smita Notosusanto; Sdr. I Putu Kusa; . Sdri. Kamala Tjandrakirana; Sdr. Nazarudin Bunas; Sdri. Retno L.P. Marsudi; Sdr. Arif Havas Oegroseno; Sdr. Rachland Nashidik; Sdr. dr. Mun’im Idris 3 Detail kronologi pembunuhan Munir akan Penulis lampirkan. 30 dewan pengurus Kontras dan direktur eksekutif Imparsial merupakan orang yang seringkali mengidentifikasi dirinya adalah pelopor dan penggerak pembangunan demokrasi serta pembela Hak-Hak Asasi Manusi HAM, dimana dalam berbagai kesempatan, Munir seringkali melontarkan kritikan tajam dan negatif terhadap beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai oleh Munir dan kawan-kawan seperjuangannya sebagai sesuatu yang melanggar ketentuan undang-undang serta tidak mencerminkan demokrasi serta mencederai hak-hak kemanusiaan. Namun dimata terdakwa Pollycarpus serta pihak-pihak tertentu, kegiatan yang dilakukan oleh Munir dianggap sebagai sesuatu yang sangat mengganggu dan menghalangi pelaksanaan program-program pemerintah, sehingga hal ini membuat terdakwa dan pihak-pihak tertentu merasa tidak terima dan terganggu. Berbagai kegiatan Munir, S.H diatas membuat terdakwa merasa perlu untuk menghentikan kegiatan korban Munir, dengan merencanakan cara-cara yang matang. Untuk memuluskan rencana tersebut terdakwa memulai untuk menyusun langkah-langkah serta cara bagaimana menghilangkan nyawa Munir. Rencana tersebut dimulai dengan memantau berbagai aktifitas dan kegiatan Munir, baik secara langsung maupun tidak langsung, sampai akhirnya terdakwa mendapat kabar bahwa Munir akan melakukan perjalanan ke Belanda demi melanjutkan pendidikannya. Kemudian untuk memastikan keberangkatan Munir, pada tanggal 4 September 2004 Polly menghubungi Munir yang ternyata diterima oleh istrinya Suciwati, Suciwati memberitahukan bahwa Munir akan berangkat tanggal 6 31 September 2004. Setelah memperoleh kepastian tanggal keberangkatan Munir ke Belanda, terdakwa Pollycarpus mengusahakan cara agar dapat berangkat bersama-sama Munir, yakni dengan cara meminta perubahan tugas penerbangan sebagai ekstra crew, sedangkan sesuai jadwal tugasnya terdakwa harus ke Peking China tanggal 5 hingga 9 September 2004, perubahan jadwal penerbangan terdakwa tersebut tertuang dalam nota perubahan nomor : OFA21904 tanggal 6 September 2004 yang dibuat oleh Rohainil Aini, yang menurut terdakwa surat tersebut sebagai surat tugas atas dirinya karena tugas dari saksi Ramelgia Anwar selaku Vice President Corporate Security PT. Garuda Indonesia, yang mana kemudian penugasan tersebut tidak pernah ada. Namun karena alasan tersebut maka diterbitkanlah General Declaration bagi keberangkatan Terdakwa ke Singapura sebagai Extra Crew dinyatakan untuk melaksanakan tugas Aviation Security, sementara tugas Aviation Security tersebut bukanlah merupakan spesialisasi tugas Terdakwa yang tugas pekerjaannya di lingkungan PT. Garuda Indonesia adalah sebagai Pilot, atau setidak-tidaknya Terdakwa tidak mempunyai surat khusus sebagai Aviation Security. Selanjutnya pada tanggal 6 September 2004 tibalah waktunya Munir dan terdakwa Pollycarpus untuk berangkat ke Singapura untuk transit sebelum berangkat ke Belanda, namun sebelum keberangkatan, Munir dan terdakwa sempat bertemu dan berbincang, terdakwa menanyakan tempat duduk Munir yang oleh munir ditunjukkan yakni no. 40 kelas ekonomi, namun kemudian terdakwa menawarkan tempat duduknya yang bernomor 3 K di kelas bisnis kepada korban 32 Munir, yang mana hal ini dilakukan untuk mempermudah terdakwa untuk melaksanakan rencananya. Hal inipun dilaporkan oleh terdakwa kepada saksi Brahmanie Hastawati selaku purser pesawat, bahwa ada perubahan tempat duduk, dengan tujuan menghilangkan berbagai kecurigaan. Sesaat setelah pesawat tinggal landas Oedi Iriato selaku pramugara pesawat bergegas menyiapkan welcome drink kapada para penumpang, sementara terdakwa Pollycarpus bergegas menuju pantry dekat bar premium. Terdakwa memasukkan racun ke dalam orange juice karena terdakwa tahu bahwa Munir tidak minum alkohol, sedangkan welcome drink hanyalah orange juice dan wine. Saat itu Munir duduk bersebelahan dengan Lie Khie Ngian yang berkewarganegaraan Belanda. Saksi Yeti Susmiarti yang bertindak sebagai pramugari kemudian menawarkan welcome drink kepada Munir dan Lie Khie Ngian, sementara terdakwa, Oedi Irianto, dan Yeti Susmiarti tahu dan dapat memastikan bahwa Lie Khie Ngian yang warga belanda pasti akan mengambil wine, sedangkan Munir tanpa ragu mengambil orange juice yang telah dicampur dengan racun arsen. Pada saat bersamaan terdakwa terus mengamati segala kegiatan yang telah direncanakannya. Pada pukul 23.32 wib, atau kurang lebih 120 menit perjalanan, pesawat dengan nomor penerbangan GA-974 mendarat di bandara Changi Singapura untuk transit. Pukul 00.45 wib pesawat tinggal landas dari bandara Changi Singapura, selang 15 menit setelah pesawat tingal landas, Munir mulai merasa mual akibat reaksi dari racun arsen dalam tubihnya, yang mengakibatkan korban 33 mual dan muntah-muntah, mendapati keadaan korban yang demikian, crew pesawat memutuskan untuk membawa korban ke bisnis class untuk dibaringkan dan sempat mendapat perawatan dari dokter Dr. Tarmizi. Namun dua jam sebelum mendarat Munir dinyatakan meninggal dunia akibat sakit perut dan muntaber, selanjutnya Dr. Tarmizi membuatkan surat kematian. Namun berdasarkan hasil visum et repertum yang dibuat pro justitia dari Kementrian Kehakiman lembaga Forensik Belanda tanggal 13 Oktober 2004 yang ditandatangani oleh dr. Robert Visser, dokter dan patolog bekerja sama dengan dr. B. Kubat, menerangkan bahwa berdasar otopsi yang telah dilakukan dari tanggal 8 September 2004 hingga 13 Oktober 2004, menyimpulkan bahwa kematian Munir disebabkan konsentrasi arsen yang meningkat sangat tinggi dalam tubuh Munir. Demikianlah paparan singkat tentang kronologi Pembunuhan Munir.

B. Proses Hukum Kasus Munir