Analisis Hukum Islam Terhadap Prosedur Peninjauan Kembali Kasus

68

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Prosedur Peninjauan Kembali Kasus

Munir Pada bab sebelumnya telah penulis paparkan tentang berbagai macam persoalan dalam upaya penyelesaian kasus pembunuhan terhadap aktifis pejuang HAM Munir. Dalam pengungkapan kasus ini telah terjadi sebuah terobosan pada prosedur hukum acara pidana yang telah menyentak berbagai pihak, terobosan tersebut sekaligus sebagai sebuah pembelajaran bagi kita semua bahwa kebenaran sudah seyogyanya harus ditegakkan. Pada bab-bab sebelumnya penulis sudah memaparkan beberapa teori dan argumentasi hukum sebagai upaya agar kebenaran materiil dapat dicapai. Hukum acara pidana telah mengatur bahwa pengajuan PK secara formil adalah menjadi hak bagi terpidana atau ahli warisnya, dengan demikian tertutuplah peluang bagi jaksa untuk mengajukan PK. Namun dalam perjalanan penuntasan kasus pembunuhan Munir ditemukan bukti-bukti yang semakin membawa kita semua pada titik terang siapakah dalang pembunuh Munir, namun ironisnya adalah justru bukti-bukti tersebut ditemukan saat secara formil tertutup sudah upaya hukum yang menjadi hak jaksa sebagai pengemban amanat hati publik, karena hanya menyisakan upaya hukum PK yang notabene hanyalah menjadi hak terpidana atau ahli warisnya, sementara terdakwa Pollycarpus tentu tidak akan mem PK dirinya sendiri karena telah diputus bebas pada sidang kasasi. Kiranya apa yang dilakukan oleh jaksa dengan mengajukan PK terhadap putusan kasasi MA tentang kasus pembunuhan Munir merupakan sesuatu yang 69 perlu kita apresiasi, mengingat independensi dan tekad yang besar untuk menegakkan hukum oleh lembaga peradilan kerapkali mendapatkan tekanan dari oknum penguasa yang berkepentingan. Beberapa alasan yang membuat upaya PK yang ditempuh oleh jaksa adalah karena ditemukannya bukti-bukti baru novum, dan jaksa memohon kepada para hakim demi penegakan hukum agar pasal 263 bisa ditafsiri secara ekstensif mengingat begitu kuatnya bukti-bukti yang ditemukan. Jaksa juga menggunakan UU No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, yang tidak memberikan limitasi pengajuan PK hanya untuk terpidana atau ahli warisnya melainkan pihak-pihak yang berkepentingan di pengadilan. Cara-cara yang dilakukan baik oleh hakim maupun jaksa dalam upaya PK bukannya tanpa resiko, karena dengan demikian kepastian hukum yang menjadi tuntutan setiap proses penyelesaian perkara menjadi dipertanyakan. Bagaimanakah hukum Islam merespons persoalan ini. upaya PK yang dilakukan oleh jaksa seolah ingin menegakkan hukum dengan melanggar hukum demikian kata pengacara Pollycarpus, karena telah menerobos ketentuan hukum acara yang ada. Salah satu karakter yang membuat hukum Islam mampu bertahan hingga saat ini adalah kemampuannya beradaptasi dengan berbagai bentuk kebudayaan dengan melintasi ruang dan jaman, tanpa merubah prinsip utamanya. 24 Ruang 24 Prof. Dr. Emeretus John Gilissen, Prof. Dr. Emeretus Frits Gorle, Sejarah Hukum........hal. 391 70 ijtihad telah memberikan wahana dan wacana agar hukum Islam mampu merespons berbagai persoalan hukum dengan baik. “Engkau lebih mengerti urusan duniamu” Demikianlah Rasulullah berpesan, pesan ini menggambarkan betapa Rasul memiliki pandangan yang begitu luas terhadap persoalan hukum dalam tubuh umat Islam mengingat wilayah kekuasaan Islam yang bertambah besar. Sejarah merekam dengan indah diskusi antara Nabi Muhammad dengan Mu’adz bin Jabal sesaat sebelum beliau mengutusnya untuk menjadi qadli di Yaman, 25 ﻌﺷ ﻦﻋ ﺮﻤﻋ ﻦﺑ ﺺﹾﻔﺣ ﺎﻨﹶﺛﺪﺣ ﹴﺱﺎﻧﹸﺃ ﻦﻋ ﹶﺔﺒﻌﺷ ﹺﻦﺑ ﺓﲑﻐﻤﹾﻟﺍ ﻲﺧﹶﺃ ﹺﻦﺑﺍ ﻭﹺﺮﻤﻋ ﹺﻦﺑ ﺙﹺﺭﺎﺤﹾﻟﺍ ﻦﻋ ﻥﻮﻋ ﻲﹺﺑﹶﺃ ﻦﻋ ﹶﺔﺒ ﻦﻣ ﺺﻤﺣ ﹺﻞﻫﹶﺃ ﻦﻣ ﹴﻞﺒﺟ ﹺﻦﺑ ﺫﺎﻌﻣ ﹺﺏﺎﺤﺻﹶﺃ ﺍﹰﺫﺎﻌﻣ ﹶﺚﻌﺒﻳ ﹾﻥﹶﺃ ﺩﺍﺭﹶﺃ ﺎﻤﹶﻟ ﻢﱠﻠﺳﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻰﱠﻠﺻ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﹶﻝﻮﺳﺭ ﱠﻥﹶﺃ ﹶﻟﹺﺇ ﺎﺘﻛ ﻲﻓ ﺪﹺﺠﺗ ﻢﹶﻟ ﹾﻥﹺﺈﹶﻓ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﹺﺏﺎﺘﻜﹺﺑ ﻲﻀﹾﻗﹶﺃ ﹶﻝﺎﹶﻗ ٌﺀﺎﻀﹶﻗ ﻚﹶﻟ ﺽﺮﻋ ﺍﹶﺫﹺﺇ ﻲﻀﹾﻘﺗ ﻒﻴﹶﻛ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﹺﻦﻤﻴﹾﻟﺍ ﻰ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﹺﺏ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﹺﻝﻮﺳﺭ ﺔﻨﺳ ﻲﻓ ﺪﹺﺠﺗ ﻢﹶﻟ ﹾﻥﹺﺈﹶﻓ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﻢﱠﻠﺳﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻰﱠﻠﺻ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﹺﻝﻮﺳﺭ ﺔﻨﺴﹺﺒﹶﻓ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﺎﹶﻟﻭ ﻢﱠﻠﺳﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻰﱠﻠﺻ ﻭ ﻩﺭﺪﺻ ﻢﱠﻠﺳﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻰﱠﻠﺻ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﹸﻝﻮﺳﺭ ﺏﺮﻀﹶﻓ ﻮﹸﻟﺁ ﺎﹶﻟﻭ ﻲﹺﻳﹾﺃﺭ ﺪﹺﻬﺘﺟﹶﺃ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﹺﺏﺎﺘﻛ ﻲﻓ ﻪﱠﻠﻟ ﺪﻤﺤﹾﻟﺍ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﻟﺍ ﹶﻝﻮﺳﺭ ﻲﺿﺮﻳ ﺎﻤﻟ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﹺﻝﻮﺳﺭ ﹶﻝﻮﺳﺭ ﻖﱠﻓﻭ ﻱﺬﱠﻟﺍ ﻪﱠﻠ Artinya : Mengabarkan kepada kami Hafsha bin Umar dari Syu’bah dari Abu ‘Aun dari Harits bin ‘Amr dan dari saudaraku mughiroh bin Syu’bah dari Unas dari keluarga Himsha dari sahabat Mu’adz bin Jabal, ketika Rasulullah. Saw hendak mengutus Mu’adz ke Yaman beliau bertanya : “Bagaimanakah engkau menguhukumi persoalan hukum yang diserahkan kepadamu?” Mu’adz menjawab : “Aku akan menguhukumi dengan kitab Allah“, Rasul bertanya : “ Jika tidak kau temukan dalam kitab Allah ?”, Mu’adz menjawab : “ Maka dengan sunnah Rasulullah “, Rasul bertanya : “ Jika tidak kau temukan dalam kitab Allah dan juga dalam sunnah Rasulullah ?’, Mu’adz menjawab : “ Aku akan berijtihad dengan pendapatku, tidak meringkas ijtihad dan tidak meninggalkan keluasan ijtihad ”, Rasulullah pun memukul tanda senang punggung Mu’adz sambil berkata “ Segala puji bagi Allah 25 Abu Daud, Sunan Abu Daud, juz 6 Kairo : Dar el-Hadits, 2001, hal. 425 71 yang benar-benar menolong utusan Rasulullah yang telah diridloi oleh Rasulullah. H.R. Abu Daud. Hadits ini kiranya mencukupi sebagai alat analisa terhadap upaya jaksa yang mengajukan PK dengan menerobos peraturan yang tertulis dalam hukum acara pidana di Indonesia. Karena ijtihad merupakan upaya untuk menemukan hukum yang mungkin belum terungkap atau bahkan tidak kita dapati aturannya secara jelas dalam al-Qur’an. 26 PK merupakan aturan hukum yang dibuat oleh sebuah sistem hukum modern, dimana aturan mengenai PK tidaklah diketemukan dalam sistem hukum Islam, tetapi bahwa apa yang telah dilakukan oleh jaksa dengan mengajuan PK walaupun dengan menerobos aturan hukum yang ada merupakan suatu upaya untuk menegakkan keadilan, dimana hal ini merupakan tujuan tertinggi dari adanya hukum Islam secara khusus dan tujuan hukum secara umum. Pernyataan yang dipaparkan oleh Ahmad Hasan berikut ini kiranya adalah gambaran dari tradisi hukum Islam awal yang paling sederhana yang sudah memberikan ruang berijtihad bagi persoalan yang baru, meski dalam beberapa kasus harus “melanggar” hukum yang sudah ada : Teori hukum dalam Islam tentunya telah ada dalam bentuknya yang sederhana pada masa sahabat nabi, ketika mereka berhadapan dengan kondisi- kondisi yang baru. Mereka tentu telah berfikir mengenai sumber hukum dan metode penalaran untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang baru. Dalam 26 Lihat.... Drs. Moh. Adib Bisri, Terjemah Al-Faraidul Bahiyyah, Kudus : Menara Kudus, tt, hal. 33 72 kasus-kasus tertentu mereka membuat aturan sendiri dan melanggar praktek yang sudah berlaku. 27 Kisah berikut ini barangkali dapat kita pakai sebagai pengayaan wacana, meskipun kisah ini sangat berbeda kasus dan konteksnya. Pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, terjadi musim paceklik yang berkepanjangan sehingga kemiskinan dimana-mana dan dalam kadarnya yang sangat memprihatinkan, dalam kondisi demikian khalifah Umar pernah menolak untuk memberlakukan hukuman potong tangan bagi para pencuri, dimana hukuman ini tertera dalam al-Qur’an serta disepakati oleh umat Islam Arab selama bertahun-tahun. 28 Dan ternyata banyak kisah yang menuturkan bahwa para khalifah awal umat Islam banyak sekali melakukan terobosan hukum, 29 menghapus hukum yang lama dan menggantinya dengan hukum yang baru, meski lagi-lagi hanya seputar perubahan hukum materiil, tetapi bahwa terobosan hukum selalu diperlukan guna menata kehidupan masyarakat yang lebih baik. Beberapa informasi diatas kiranya memberikan informasi kepada kita bahwa upaya untuk menerobos hukum yang sudah tertulis sesungguhnya sudah dikenal sejak lama, selama bahwa terobosan hukum yang dilakukan adalah didasarkan pada kaidah ijtihad yang benar serta untuk kepentingan hukum dan membawa keadilan dan kedamaian bagi warga masyarakat. 27 Ahmad Hasan, Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup………….hal. xvi-xvii 28 http:www.nu.or.idpage.php data diakses tanggal 30-09-09 29 Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta : Kencana, 2008, cet. VIII, hal. 239- 240 73 Upaya PK yang dilakukan oleh jaksa dalam kasus munir terhadap Pollycarpus adalah dalam kerangka memenuhi keadilan dan menemukan kebenaran agar ketentraman dalam masyarakat dapat diwujudkan. Bukti-bukti baru yang ditemukan oleh jaksa adalah alasan kuat yang membuat MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh jaksa, meski dengan menerobos aturan hukum acara yang ada. Tetapi perlu dicermati pula bahwa upaya jaksa dalam menerobos hukum acara bukanlah dilakukan secara serampangan dan sembarangan, melainkan berdasar pada yurisprudensi kasus Mukhtar Pakpahan serta dengan menafsirkan pasal 263 secara ekstentif dengan merujuk pada UU No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang tidak memberikan limitasi terhadap siapa yang berhak mengajukan PK, lebih dari itu bahwa PK diajukan adalah karena adanya bukti baru yang lebih valid yang dapat menunjukkan kebenaran, yang mana jika tidak diproses maka ini benar-benar melukai rasa kadilan dalam masyarakat. Bukankah dalam al-Qur’an telah diperintahkan agar kita memutuskan setiap kasus hukum dengan adil. ¨βÎ öΝä.ããΒùƒ β ρ–Šσè? ÏM≈Ζ≈Β{ ’Î γÎ=÷δ Œ Îρ ΟçFôϑ3m ÷ Ĩ¨Ζ9 β θßϑä3øtB ÉΑô‰èø9Î 4 ¨βÎ −ΚÏèÏΡ ä3ÝàÏèƒ ÿÏ Î 3 ¨βÎ β. Jè‹Ïÿœ ZŽÅÁ ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ : ٥٨ Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. Q.S. An-Nisa’ [4] : 58 74 ‾ΡÎ Ζø9“Ρ 7ø‹9Î =≈GÅ3ø9 Èd,sø9Î Νä3ósGÏ9 ÷ Ĩ¨Ζ9 ÿÏ3 7 ‘ 4 ωρ ä3? ÏΖÍ←‚ù=Ïj9 Vϑ‹ÅÁz ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ : ١٠٥ Artinya : Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang Telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang orang yang tidak bersalah, Karena membela orang-orang yang khianat Q.S. An-Nisa’ [4] : 105 30 Mencermati prosedur pengajuan PK yang dilakukan oleh jaksa diatas memang bertentangan dengan prosedur hukum acara pidana yang berlaku, dan sudah selayaknya mendapatkan tanggapan yang beragam. tetapi keadilan dan kebenaran juga tidak boleh dikesampingkan karena hal tersebut menjadi cita-cita tertinggi dibentuknya hukum. Lalu bagaimanakah pandangan hukum Islam menyikapi prosedur PK yang dilalui oleh jaksa. Menilik percakapan antara Nabi dan Mu’adz diatas, kiranya dapat kita dapati suatu kondisi dimana prosedur PK yang dilakukan oleh jaksa mengindahkan betul konsep “tidak meringkas ijtihad dan meninggalkan keluasan ijtihad”, karena jaksa menerobos aturan hukum acara dengan ketentuan hukum acara itu sendiri. Artinya walaupun PK yang diajukan jaksa adalah dengan menerobos aturan hukum yang sudah tertulis, namun terobosan itu dilakukan 30 ayat Ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan pencurian yang dilakukan Thumah dan ia menyembunyikan barang curian itu di rumah seorang Yahudi. Thumah tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh bahwa yang mencuri barang itu orang Yahudi. hal Ini diajukan oleh kerabat-kerabat Thumah kepada nabi s.a.w. dan mereka meminta agar nabi membela Thumah dan menghukum orang-orang Yahudi, kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang itu ialah Thumah, nabi sendiri hampir-hampir membenarkan tuduhan Thumah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi. Lihat ........ 75 berdasarkan kaedah-kaedah hukum yang juga mendapatkan legitimasi, baik secara teori maupun yurisprudensi. Dengan demikian menurut penulis prosedur PK yang dilakukan oleh jaksa sudah sangat Islami.

C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Argumentasi Hukum Dalam