perbaikan ekonomi dan peningkatan daya beli masyarakat telah banyak memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Namun, empat masalah gizi kurang yang dikenal semenjak
pelita I hingga sekarang masih ada walaupun dalam taraf jauh berkurang DEPKES,2008
A. Kurang Energi Protein
Kurang energi protein disebabkan oleh kekurangan makanan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak hal ini
dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa,
KEP menurunkan produktifitas kerja dan derajat kesehatan, sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit DEPKES.2008
B.
Anemia Gizi Besi
Masalah anemia gizi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kekurangan zat besi. Angka nasional prevalensi anemia gizi besi baru
dikumpulkan pada tahun 1999 melalui survey Kesehatan rumah Tangga untuk ibu hamil, yaitu sebesar 70 dan pada tahun sebelumnya mencatat prevalensi
AGB untuk ibu hamil sebesar 63,5 dan balita 55,5 . Terlihat bahwa angka anemia gizi besi malah menigkat dr tahun sebelumnya DEPKES,2008
C.
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
Kekurangan iodiumterutama terjadi didaerah pegunungan, dimana tanah kurang mengandung iodium. Sering di daerah Bukit Barisan Sumatra, daerah
pegunungan di Jawa, Bali, NTB, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya. Didaerah tersebut GAKI terdapat secara endemik DEPKES,2008
2.1.8.2. Masalah Gizi Lebih
Masalah gizi lebih baru muncul dipermukaan pada awal tahun 1998. Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu, terutama di
perkotaan menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama dalam pola makan. Pola makan tradisional yang dulunya tinggi karbohidrat, tinggi serat
kasar dan rendah lemak, berubah kepola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat kasar dan tinggi lemak. Sehingga menggeser mutu makanan
menjadi tidak seimbang. Perubahan pola makan ini depercepat dengan makin kuatnya arus budaya makanan asing yang disebabkan oleh kemajuan teknologi
informasi dan globalisasi ekonomi DEPKES,2008.
Data antroprometri anak balita BBU yang dikumpulak melalui susenas dan dianalisis oleh director Bina Gizi Masyarakat Depkes dengan menggunakan
Kriteria +0,2 SB, sebagai ambang batas gizi lebihkegemukan, menunjukkan bahwa dalam 10 tahun prevalensi gizi lebih pada balita meningkat dari 0,77
hingga 4,485 DEPKES,2008
2.1.9. Antropometri Gizi
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometn artinya ukuran dari tubuh. Pengertian ini
bersifat sangat umum sekali Nyoman Supariasa,2002
Dari definisi tersebut di atas dapat ditarik pengertian bahwa antrepometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : Berat badan, Tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di
bawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status- gizi dari berbagai ketidak keseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini
biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti, lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh Nyoman Supariasa,2002.
Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah: Nyoman Supariasa,2002
Alatnya mudah didapat dan digunakan
Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif. Contohnya, apabila terjadi kesalahan pada pengukuran lingkar lengan atas
pada anak balita, maka dapat dilakukan pengukuran kembali tanpa harus