Metode Dakwah Mad’u Objek
memanggil, menyeru ke jalan Allah SWT. Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan. contohnya :
1 Metode Ceramah : Ceramah adalah suatu teknik atau metode
dakwah yang banyak diwarnai oleh karakteristik bicara seorang da’i pada suatu aktifitas dakwah.
2 Percakapan antar pribadi : Percakapan pribadi atau individual
conference adalah perca kapan bebas antara seorang da’i dengan
individu-individu sebagai sasaran dakwahnya. 3
Debat : Metode debat pada dasarnya adalah untuk mencari suatu kebenaran dari apa yang telah diajarkan Islam secara baik dan
benar, dan bukan untuk mencari kemenangan 4
Diskusi : Metode diskusi ini dimaksudkan untuk merangkai objek dakwah agar berpikir dan mengeluarkan pendapatnya serta ikut
menyumbangkan ide-ide
dalam kemungkinan-kemungkinan
jawaban dari pemecahan masalah. b.
Dakwah bil qolam : metode dakwah ini menggunakan keterampilan tulis menulis. Dakwah dengan metode ini mempunyai kelebihan tersendiri.
Yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta jangkauannya lebih luas. Karena sebuah karya akan terus bermanfaat dan
tidak akan musnah sekalipun penulisnya telah wafat. c.
Dakwah Bil hal : istilah dakwah bil hal dipergunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui aksi atau tindakan atau perbuatan nyata. Metode
ini merupakan sebuah kerangka kerja kongkret dalam melaksanakan setiap
kerja dakwah dalam masyarakat, sehingga akan lebih efektif jika ditunjang dengan konsep yang matang. Dakwah ini lebih berorientasi pada
pengembangan masyarakat.
24
Dari banyak model, cara ataupun metode dakwah yang dikemukakan oleh para ahli. Di dalamnya terdapat pula wacana tentang metode pendekatan dakwah
struktural dan kultural. Menurut
Muhammad Sulthon,
dakwah dapat
dikategorisasikan berdasarkan dua pendekatan, pendekatan struktural dan kultural. Sesuatu dapat
dikategorisasikan sebagai dakwah struktural jika betul-betul berdakwah secara intensif mengupayakan ajaran Islam mengejawantah di struktur pemerintah.
Untuk itu, kecenderungan dakwah ini sering kali mengambil bentuk dan masuk kedalam kekuasaan, terlibat dalam proses eksekutif, yudikatif, dan legislatif serta
bentuk-bentuk struktur sosial kenegaraan lainnya. Dengan demikian aktifitas dakwah ini banyak memanfaatkan struktur sosial, politik, ekonomi maupun
lainnya.
25
Sedangkan menurut Masnun Thahir, Islam struktural adalah pendekatan dakwah di mana dalam pendekatan ini memandang proses islamisasi dilakukan
secara legal formal melalui struktur kelembagaan. Karena proses islamisasi ini dilakukan secara legal formal maka untuk melakukannya membutuhkan bantuan
24
M. Munir, Metode Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 1997, cetakan kedua, h. 34.
25
Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, Yogyakarta: Pustaka Remaja, 2003, h.23.
dari berbagai perangkat sturktural. Jika kita berbicara dalam tataran negara, maka perangkat tersebut adalah parlemen.
26
Sedangkan dakwah kultural diartikan sebagai dakwah yang melakukan pendekatan terhadap kultur budaya masyarakat atau dakwah dengan
memperhatikan potensi dan kecenderungan masyarakat setempat. Dalam artian yang luas dakwah kultural dipahami sebagai kegiatan dakwah yang
memperhatikan kombinasi yang harmonis antara nilai-nilai Islam dengan kebiasaan masyarakat. Sehingga dakwah ini dipandang dapat mengurangi
benturan-benturan saat penyebaran Islam.
27
Dalam pengertian khusus, dakwah kultural adalah kegiatan dakwah dengan memperhatikan, memperhitungkan dan
memanfaatkan adat istiadat, seni, dan budaya lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Selanjutnya yang disebut dengan Islam Kultural menurut Masnun Thahir adalah adalah sebuah upaya pendekatan dakwah tidak melalui struktur legal
formal. Melainkan proses islamisasi secara kultural yaitu proses dakwah dengan mengakulturasi budaya lokal. Diharapkan dengan melalui pendekataan budaya ini
akan mampu menggerakkan perubahan masyarakat the society aimed movement.
28
Dari kedua metode pendekatan tersebut, penulis tidak mengartikan keduanya kepada pengertian struktural sebagai sebuah pembentukan negara Islam,
26
Masnun Thahir, Tulisan Dalam Jurnal Istiqra, Nomor 01, 2007. h. 174
27
Syamsul Hidayat, Dakwah Kultural dan Pemurnian Ajaran Islam, Yogyakarta: LSB PP Muhammadiyah, 2002, h. 38
28
Masnun Thahir, Tulisan Dalam Jurnal Istiqra, Nomor 01, 2007. h. 174
dan kultural sebagai pemisah antara Islam dan politik. Ataupun mengartikan ini dengan problematika boleh atau tidaknya Islam berpolitik.
Bahtiar Efendy mengatakan, tidak ada satu pun pengertian khusus mengenai politik Islam atau sebaliknya. Karena masing-masing pemikir dan
pelaku tidak mempunyai satu rumusan tunggal mengenai hal tersebut yang dapat diterima secara universal.
29
Untuk itulah fokus penelitian ini adalah bagaimana melihat kiprah dakwah seorang da’i selama berkarir di lingkup birokrasi kekuasaan. Senada dengan ini,
penulis mengutip pendapat Ibnu Khaldun, bahwa dalam bermasyarakat manusia memerlukan seorang pemimpin yang berkuasa. Dengan kekuasaan itu ia dapat
melaksanakan tugasnya dalam masyarakat secara efektif. Jika penguasa itu mengajak kebaikan kepada jalan Allah SWT, maka pemimpin dan rakyatnya akan
sama- sama mendapatkan pahala”
30
. Itulah alasan mengapa berdakwah dalam lingkup kekuasaan juga menjadi penting.