Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

sebagai kesadaran spiritual. Gejala ini makin tumbuh khususnya di kalangan masyarakat kota. Begitu juga di kalangan pemuda dan berpendidikan . 4 Dakwah menyeru manusia untuk kembali kepada nilai-nilai Islam secara maksimal, sehingga bisa dilakukan oleh siapapun, di manapun dan apapun profesinya. Apakah ia seorang ekonom, pengusaha, pendidik, teknokrat, birokrat, buruh, petani dan politikus sekalipun. 5 Untuk itulah dakwah bukan sesuatu yang antagonis bagi semua aspek, akan tetapi merupakan lahan dakwah yang potensial. Sebagaimana Allah SWT berfirman :                                   Artinya: Katakanlah: Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya kitab-kitab- Nya dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk. QS. AL- A’raf: 158 Dakwah yang merupakan titik berat di sini adalah yang menyangkut segi duniawi atau segi mu’amalah, yaitu segi hubungan manusia dengan lingkungannya termasuk yang berkaitan dengan kekuasaan. Dalam Kaidah Islam dinamakan al- baraatul ashliyah yang berarti bahwa “dalam urusan hidup 4 Kurdi Mustofa, Dakwah Di Balik Kekuasaan Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012. Cet. Pertama, h.67 5 Sa’id Al-Qahthani, Menjadi Da’i Yang Sukses Jakarta :Qitshi Press, 2005 cetakan pertama, h.81 keduniaan, semua perkara dibolehkan, kecuali yang terlarang. Termasuk untuk memasuki dunia yang lekat dengan kekuasaan. 6 Diceritakan dalam sejarah, bahwa Nabi Yusuf pernah terlibat dalam pemerintahan dan menjadi Menteri Perbendaharaan Negara, beliau menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemerintahan negara dengan professional. Keterlibatan Nabi Yusuf dalam pemerintahan yang kufur didasarkan atas pertimbangan rasional dan profesional. Beliau masuk dalam pemerintahan adalah hal yang sulit terelakkan. Karena ketika itu penguasa melihat beliau sebagai orang yang dapat dipercaya dan memiliki keahlian. Momentum ini dimanfaatkan oleh Nabi Yusuf untuk menyebarkan nilai-nilai ketauhidan kepada Allah SWT. Belajar dari kisah Nabi Yusuf, barangkali memasuki wilayah kekuasaan, meski kufur, apabila dipergunakan untuk kepentingan pengembangan risalah Islam, hal itu diperbolehkan bahkan lebih baik. 7 Membuka file perjalanan dakwah Islam dalam lingkup birokrasi atau kekuasaan di Indonesia senantiasa menarik untuk dibicarakan. Salah satu asumsinya adalah, bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, sehingga sebenarnya Islam mempunyai power yang cukup besar untuk masuk ke dalam segala sistem yang ada pada kekuasaan. Akan tetapi pada kenyataannya, justru terjadi pasang surut dalam perjalanannya, khususnya di era Orde Baru. Di 6 Yahya Muhaimin, Dakwah Islam dan Partisipasi Politik Yogyakarta : Prima Duta, 1983, cetakan pertama, h. 86 7 Syarifudin Jurdi, Pemikiran Politik Islam Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008, cetakan pertama, h. 125 era tersebut, Islam dalam posisi yang tidak menguntungkan, terpinggirkan dan dijauhkan dari peran-peran penting di kelembagaan negara 8 . Pada tahun 1980-an secara terang-terangan pemerintah Orde Baru melarang pemakaian jilbab di sekolah negeri. Kemudian kebijakan yang tak kalah menyakitkan bagi umat Islam pada masa itu adalah ketika penguasa membuat kebijakan pembatasan aktivitas masjid hanya pada ibadah ritual belaka. Masjid tidak dibolehkan menggelar kegiatan yang bentuknya mengumpulkan masyarakat. 9 Serangkaian kebijakan pemerintah tersebut dianggap sebagai upaya melumpuhkan potensi-potensi umat Islam. Kejadian-kejadian di atas tentu saja mejadi bagian kecil dari potret kelam perjalanan panjang dakwah Islam di masa Orde Baru. Tentang bagaimana terjadinya dikotomi yang sangat nampak antara penguasa dengan Islam. Sehingga rasanya sangat sulit bagi seseorang yang ingin berdakwah di kalangan penguasa Orde Baru. Dalam kondisi saat itu, pilihan aktivitas umat Islam tidak banyak. Ia bisa berdakwah sesuai dengan kriteria pemerintah atau justru melawannya dengan segala resiko yang dihadapinya. Tentunya di setiap perubahan akan selalu menimbulkan harapan dan kekhawatiran. Perpaduan keduanya itulah yang lazim disebut kewaspadaan. Kewaspadaan yang paling efektif adalah kewaspadaan dalam bentuk partisipasi 8 Usamah Hisyam, Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring Jakarta : Dharmapena Citra Media, 2012, cetakan pertama, h. 245 9 Kurdi Mustofa, Dakwah Di Balik Kekuasaan Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012, cetakan pertama, h. 7 aktif. Mengambil bagian secara aktif tidak berarti bersikap masa bodoh, akan tetapi justru harus bersikap kritis dalam bentuk amar ma’ruf nahi munkar. 10 Akan tetapi kesulitan-kesulitan seperti itu tidak lekas membuat sosok pejuang dakwah mengurungkan niatnya untuk mencoba berdakwah di kalangan penguasa. Di sinilah muncul sosok Kurdi Mustofa, da’i yang memiliki kejelian strategi dakwah yang tanpa harus berhadapan konfrontatif dengan pemerintah. Strategi itu adalah masuk ke dalam struktur pemerintahan yang saat itu justru sedang menyempitkan ruang gerak dakwah. Ketika itu pilihan strategi ini tidak banyak dipikirkan dan dilakukan oleh para da’i. Sebab ketika itu memasuki panggung kekuasaan sudah diibaratkan memasuki dunia yang gelap dan kotor. Kurdi Mustofa ketika itu adalah alumni Fakultas Dakwah IAIN Walisongo yang kemudian memilih untuk masuk ke dalam dunia militer sebagai seorang Perwira Pembina Mental. Saat itu peran militer sungguh sangat dominan dan strategis dalam menentukan perjalanan roda pemerintahan dan menentukan dinamika sosial politik di Indonesia. Untuk itulah Kurdi Mustofa memilih dunia militer sebagai lahan dakwah yang menantang dan potensial, serta menjadi momentum untuk memberikan pemahaman tentang Islam yang rahmatan lil alamin di kalangan militer. 11 Peran seorang da’i di lingkup kekuasaan memang tidak ringan, terlalu kompleks persoalan yang harus dihadapi. Tapi itulah yang menjadi pembeda 10 Kafrawi Ridwan, Metode Dakwah Dalam Menghadapi Masa Depan Jakarta, PT. Golden Terayon Press, 1987, h.17 11 Kurdi Mustofa, Dakwah Di Balik Kekuasaan Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012. Cet. Pertama, h.143 antara da’i yang berada dalam struktur kekuasaan dengan da’i yang berada dalam lingkup masyarakat kebanyakan atau kultural. Mayjen TNI Purn Drs. H. Kurdi Mustofa, MM bukanlah nama yang asing dikalangan militer dan pemerintah. Jenjang karirnya sangat menarik dan cukup panjang. Memulai karir sebagai Perwira Pembina Mental di lingkungan Kodam III17 Agustus Sumatra Barat kemudian menjadi Advisor Panglima Angkatan Bersenjata Brunnei Daarussalam dalam bidang pembinaan keagamaan, kemudian menjabat sebagai Staf Ahli Pusat Pembinaan Mental TNI, sempat menjabat sebagai Asisten Deputi Politik Dalam Negeri di Menko Polkam, Sekertaris Pribadi Presiden hingga pindah menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial. Kini setelah pensiun dari militer dan aktivitas lainnya dalam lingkup kekuasaan, Kurdi Mustofa justru memilih panggilan hatinya untuk berdakwah bil hal, yaitu dengan menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia IPHI Periode 2010-2015. Menurutnya, organisasi IPHI mempunyai potensi sebagai sumber kekuatan moral, sosial dan ekonomi. 12 Berdakwah melalui kekuasaan memang sangat potensial dan efektif, karena seperti banyak kita ketahui bahwa birokrasi menggunakan sistem top-down yang masih sangat kental. Jadi, siapapun pemimpinnya maka akan ditiru dan dituruti. Karena dakwah dengan model seperti ini diharapkan tidak akan lahir kegiatan-kegiatan yang banyak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Inilah mengapa alasan bahwan berdakwah dalam lingkup birokrasi atau kekuasaan 12 www.iphi.web.id, diakses pada Sabtu, 27 April 2013, pukul 19:21 sangat efektif. Karena dalam pengertian yang luas inilah, dakwah bukan cuma berkaitan dengan persoalan menambah jumlah pemeluk Islam, akan tetapi yang paling utama adalah bagaimana dakwah dapat berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan kemanusiaan. 13 Beranjak dari latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud untuk menulis skripsi yang berjudul “Dakwah Dalam Birokrasi: Analisis Kiprah Dakwah Mayjen TNI Purn Drs. H. Kurdi Mustofa, MM ”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1

. Pembatasan Masalah Banyak hal yang bisa dibahas dan digali mengenai kiprah dakwah pada sosok Mayjen TNI Purn Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Baik berdakwah di dalam struktur birokrasi kekuasaan ataupun dakwah di luar struktur kekuasaan. Akan tetapi penulis membatasi tulisan ini pada Kiprah Dakwah Mayjen TNI Purn Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama berada dalam lingkup birokrasi pemerintahan. Pembatasan ini penting agar tidak melenceng ke persoalan lain. 2 . Perumusan Masalah Dari pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut: 13 Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003, cetakan pertama, h.5 a. Bagaimana kiprah dakwah Mayjen TNI Purn Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama menjadi birokrat pemerintahan? b. Apa bentuk gagasan dan rekomendasi Mayjen TNI Purn Drs. H. Kurdi Mustofa, MM yang berwujud kepentingan dakwah Islam selama berkiprah dalam birokrasi pemerintahan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui Kiprah dakwah Mayjen TNI Purn Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama menjadi birokrat pemerintahan. b. Untuk mengetahui bentuk gagasan dan rekomendasi dakwah Mayjen TNI Purn Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama berkiprah dalam birokrasi pemerintahan. 2 . Manfaat Penelitian Sedangkan hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, yaitu:

a. Secara Akademis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan tentang dakwah dalam birokrasi bagi khazanah keilmuan Islam. Serta dapat memberikan referensi bagi peminat dakwah.

b. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi kalangan praktisi, dan aktivis dakwah yang konsen di bidang dakwah birokrasi khususnya. Serta umumnya bagi para praktisi dakwah yang menjadikan dunia birokrasi sebagai sarana untuk menyebarkan arus informasi dakwah.

D. Metode Penelitian

1 . Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu metode yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif berupa data- data tertulis atau lisan dari objek penelitian yang dapat diamati. Adapun metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan yang merupakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif yaitu metode dengan menghimpun data actual denga melakukan wawancara dengan narasumber serta observasi secara langsung. Kemudian memaparkan data serta menarik kesimpulan dari analisis tersebut sesuai dengan data yang didapatkan di lapangan. 14

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia IPHI, Matraman-Jakarta Timur dan di Perumahan Pura Melati Indah, Jatirahayu-Pondok Gede, kediaman pribadi objek 14 Wahyu Ms. Petunjuk Praktis Membuat Skripsi Surabaya : Usaha Nasional, h. 42