Pemilihan Refrijeran Analisa Termodinamika Siklus Kompresi Uap

Madi Margoyungan : Perencanaan Unit Mesin Pendingin Untuk Kebutuhan Pengkondisian Udara Pada Bangunan Kantor ADPEL Di Medan, 2008. USU Repository © 2009 Dalam hal ini, ada beberapa parameter suhu yang perlu ditetapkan sebagai tahap awal perencanaan yaitu suhu refrijeran dan suhu air dingin. Suhu refrijeran di evaporator direncanakan 32 ºF 0 ºC untuk menghindari pembekuan pada fluida air bila suhu refrijeran direncanakan di bawah titik beku air. Suhu air dingin setelah didinginkan refrijeran dan disuplai ke ruangan tentu saja berada sedikit di atas suhu tersebut. Menurut Edward G. Pita ,suhu air dingin yang disuplai ke ruangan biasanya berkisar antara 40-50 o F 4,4-10 o C sedangkan kenaikan suhu air setelah mengkondisikan ruangan biasanya berkisar antara 5-15 o F 2,8-8,3 o C. Dalam perencanaan ini, suhu air dingin suplai direncanakan 3 o C 37,4 o F dan kenaikan suhu air dingin direncanakan 7 o C 44,6 o F. Pada kenyataannya, karena suhu ruangan yang telah dikondisikan relatif lebih tinggi dari suhu air dingin baik pada jalur pipa suplai maupun jalur balik, terjadi perpindahan panas dari ruangan ke air dingin. Walaupun pada pipa air dingin dililitkan isolasi, pindahan panas tetap terjadi dalam skala kecil. Khusus untuk perencanaan ini, dimana semua ruangan kantor dikondisikan, panas dari ruangan yang berpindah ke air dingin telah menjadi bagian dari cooling load total ruangan yang diserap oleh air dingin. Meskipun demikian, perlu dilakukan penambahan terhadap cooling load total yang telah dihitung untuk mengantisipasi hal ini. Adapun cooling load total yang telah dihitung pada bab 3 yaitu sebesar 1.675.402 Btuhr, telah ditambahkan 10 dari nilainya menjadi 1.842.942 Btuhr. Dengan demikian, penambahan terhadap cooling load total tidak perlu lagi dilakukan dan untuk selanjutnya nilai cooling load ini yang akan menjadi dasar perencanaan komponen- komponen sistem pendingin.

4.2. Pemilihan Refrijeran

Dalam subbab ini, akan dipilih refrijeran yang sesuai untuk sistem refrijerasi ini. Adapun refrijeran tersebut akan dipilih dari beberapa refrijeran yang telah digunakan secara luas untuk pengkondisian udara pada bangunan komersial antara lain R-11, R-12, R-22, R-113, dan R-134a. Adapun pemilihan refrijeran ini didasarkan pada temperatur dan tekanan pada evaporator dan kondensor Dalam perencanaan ini, temperatur kondensor direncanakan 122º F 50ºC berdasarkan kenyataan di lapangan, sedangkan temperatur di evaporator direncanakan 32 ºF 0 ºC Adapun refrijeran yang dipilih, tekanan evaporator dan kondensornya Madi Margoyungan : Perencanaan Unit Mesin Pendingin Untuk Kebutuhan Pengkondisian Udara Pada Bangunan Kantor ADPEL Di Medan, 2008. USU Repository © 2009 harus berada di atas tekanan atmosfer. Hal ini untuk menghindari masuknya udara dan embun ke dalam sistem bila terjadi kebocoran. Selain itu, refrijeran tersebut harus memiliki titik beku di bawah kedua temperatur tersebut. Perbandingan refrijeran- refrijeran tersebut berdasarkan titik beku, titik didih pada tekanan atmosfer, dan tekanan evaporator serta kondensornya berdasarkan Lampiran [L.9 – L.15] dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah : Tabel 4.1. Perbandingan titik beku, titik didih, dan tekanan evaporator dan kondensor berbagai refrijeran Refrijeran Titik beku o C Titik didih o C Tekanan evaporator Bar Tekanan kondensorBar R-11 R-12 R-22 R-113 R-134a -111 -136 -160 -36,6 -96,6 23,7 -29,8 -40,8 45,9 -26,15 0,4 3,081 4,98 0,1504 2,928 2,361 12,17 19,43 1,097 13,18 Dari tabel di atas, terlihat bahwa R-11 dan R-113 tekanan evaporatornya di bawah tekanan atmosfer sehingga ketiga refrijeran tersebut tidak dipilih dalam perencanaan ini. Karena R-12, dan R-22 termasuk bahan perusak ozon BPO, maka dalam perencanaan ini dipilih R-134a.

4.3. Analisa Termodinamika Siklus Kompresi Uap

Perencanaan sistem refrijerasi ini juga dilengkapi penukar kalor. Adapun diagram alir sistem refrijerasi, diagram P-h dan diagram T-s berdasarkan siklus kompresi uap dapat dilihat pada gambar 4.1, 4.2, dan 4.3 berikut. Madi Margoyungan : Perencanaan Unit Mesin Pendingin Untuk Kebutuhan Pengkondisian Udara Pada Bangunan Kantor ADPEL Di Medan, 2008. USU Repository © 2009 Gambar 4.2. Diagram alir sistem refrijerasi siklus kompresi uap Gambar 4.3. Diagram P-h siklus kompressi uap Gambar 4.4 Diagram T-s siklus kompressi uap Madi Margoyungan : Perencanaan Unit Mesin Pendingin Untuk Kebutuhan Pengkondisian Udara Pada Bangunan Kantor ADPEL Di Medan, 2008. USU Repository © 2009 Proses-proses yang terlibat dalam sistem refrijerasi siklus kompresi uap ini antara lain :  Proses pemasukan kalor di evaporator pada suhu dan tekanan konstan 1-2  Jalur Hisap Suction Line 2-3, terjadi kenaikan temperatur pada tekanan konstan yang disebabkan oleh pindahan panas antara pipa hisap dan pipa cair pada Heat Exchanger Double Pipe. Hal ini dilakukan untuk memastikan refrijeran yang masuk ke kompresor tidak lagi mengandung kondensat.  Proses kompresi isentropis di kompresor 3-4  Proses pembuangan kalor di kondensor 4-5-6, yang terbagi dua yaitu proses desuperheating 4-5 dan proses kondensasi 5-6. Proses kondensasi berlangsung pada suhu dan tekanan konstan.  Jalur Cair liquid line 6-7, terjadi penurunan temperatur pada tekanan konstan yang disebabkan pindahan panas antara pipa hisap dan pipa cair pada Heat Exchanger Double Pipe untuk memastikan refrijeran yang masuk ke katup ekspansi berada dalam fase cair seluruhnya. Penurunan temperatur biasanya direncanakan berkisar antara 5 o F – 15 o F berdasarkan buku pedoman Carrier [Lit.12]. Dalam sistem ini, penurunan temperatur direncanakan sebesar 5 o F. Berdasarkan proses-proses di atas, keadaan fisik refrijeran R-134a dari titik 1 – 7 dapat ditentukan secara lengkap sebagai berikut. Titik 2: T 2 = 0 o C ° Dari tabel saturasi [L.14], P 2 = 0,2927 MPa h 2 = h g 0,2928 MPa = 398,68 kJkg Titik 5: T 5 =40 o C ° Dari tabel saturasi [L.14], P 5 = 1,0165 MPa h 5 = h g 1,0165 MPa = 419,58 kJkg Titik 6: T 7 = 40 o C – 2,78 o C = 37,22 o C Dari tabel saturasi [L.14], didapat: P 7 = P 6 = 1,0165 MPa h 7 ≈ h f 1,0165 MPa = 252,21 kJkg h 3 dapat ditentukan dari persamaan kesetimbangan energi pada penukar kalor sebagai berikut: Q in = Q out T 6 =40 o C ° P 6 = P 5 = 1,0165 MPa Dari tabel saturasi [L.14], h 6 = h f 1,0165 MPa = 256,35 kJkg T 7 direncanakan turun 5 o F atau sekitar 2,78 o C dari T 6 sehingga didapat: Madi Margoyungan : Perencanaan Unit Mesin Pendingin Untuk Kebutuhan Pengkondisian Udara Pada Bangunan Kantor ADPEL Di Medan, 2008. USU Repository © 2009 r m  × h 3 – h 2 = r m  × h 6 – h 7 h 3 – h 2 = h 6 – h 7 h 3 – 398,68 = 256,35 – 252,21 h 3 = 402,82 kJkg Titik 3: P 3 = P 2 = 0,2928 MPa Dari tabel uap jenuh [L.15], didapat: h 3 = 402,9 kJkg T 3 = 4,58 o C s 3 = 1,743 kJkg.K Titik 4: s 3 = s 4 = 1,743 kJkg.K isentropis Dari tabel uap jenuh [L.15], didapat: P 4 = P 5 = 1,0165 MPa T 4 = 48,83 o C, h 4 = 429,3kJkg Titik 1: Berdasarkan sifat-sifat fisik di atas, dapat dihitung besaran-besaran penting siklus kompresi uap sebagai berikut: h 1 = h 7 = 252,21 kJkg.K throttling T 1 = 0 o C Secara lengkap, hasil perhitungan sifat-sifat fisik refrijeran di atas dapat ditampilkan pada Tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Nilai P, h, dan T dari titik 1 – 7. - RE = h 2 – h 1 = 398,68-252,21= 146,47 kJkg - COP = 5 , 5 98 , 402 3 , 429 252,21 68 , 398 3 4 1 2 = − − = − − h h h h - Q evaporator = Q cooling load = 542 kW = r m  × h 2 – h 1 - 7 , 3 252,21 68 , 398 542 1 2 = − = − = h h Q m load cooling r  kgs - kW kW Q h h m P load cooling r 1796 , 542 98 , 402 3 , 429 7 , 3 , 3 4 = − × = − × =  Titik P kPa h kJkg T ° C 1. 292.8 252,21 2. 292.8 398.68 3. 292.8 402.98 4,58 4. 1016,5 429,3 48,83 5. 1016,5 419,58 40 6. 1016,5 256,35 40 7. 1016,5 252,21 37.22 Madi Margoyungan : Perencanaan Unit Mesin Pendingin Untuk Kebutuhan Pengkondisian Udara Pada Bangunan Kantor ADPEL Di Medan, 2008. USU Repository © 2009

BAB 5 KOMPONEN UTAMA SIKLUS KOMPRESI UAP