wawancara dengan pihak Bank BTN Cabang Pemuda Medan dalam hal ini Ibu Erika Rizki Prawitasari selaku karyawan
bagian analisis kredit untuk mendapatkan fakta di lapangan. 5.
Teknik Analisis Data Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode
penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer
dan data sekunder. Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk
menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang
menjadi objek kajian.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan gambaran isi dari sebuah skripsi. Sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam bab-bab yang menguraikan
sebelumnya secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Penulis membuat sistematika dengan membagi
keseluruhan ke dalam lima bab yang terperinci. Adapun sistematika penulisan yang dimaksud adalah sebagai
berikut: BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini, penulis menguraikan tentang
hal yang bersifat umum serta alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan, manfaat penulisan, metode penelitian,
keaslian penulisan, serta sistematika penulisan. BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN Dalam bab ini dipaparkan tentang pengertian perjanjian,
syarat-syarat sahnya perjanjian, jenis-jenis dan asas-asas perjanjian, wanprestasi dan akibat-akibatnya, pembelaan
debitur wanprestasi, dan perbuatan melawan hukum onrechtmatige daad.
BAB III TINJAUAN MENGENAI KREDIT PADA BANK
Dalam bab ini dipaparkan mengenai bank secara umum, kredit, prinsip pemberian kredit pada bank, perjanjian kredit
dan jaminan kredit, dan kredit bermasalah dalam perbankan. BAB IV
UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM KREDIT USAHA RAKYAT PADA BANK STUDI
PADA BANK BTN CABANG PEMUDA MEDAN Dalam bab ini dipaparkan mengenai gambaran umum
mengenai Bank Tabungan Negara, syarat serta prosedur pemberian kredit usaha rakyat pada bank, faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya kredit macet dalam kredit usaha rakyat, dan upaya penyelesaian kredit macet dalam
kredit usaha rakyat pada bank.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab penutup ini diuraikan mengenai kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang
dikemukakan serta saran atas permasalahan tersebut.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian
Dalam praktik istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. Banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua
istilah tersebut seolah merupakan pengertian yang berbeda. Burgerlijk Wetboek selanjutnya disingkat BW menggunakan istilah overeenkomst
dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III titel Kedua tentang “Perikatan-perikatan yang
Lahir dari Kontrak atau Perjanjian” yang dalam bahasa aslinya bahasa Belanda, yaitu: “Van verbintenissen die uit contract of overeenkomst
geboren worden”. Pengertian ini juga didukung pendapat banyak sarjana, antara lain: Jacob Hans Niewenhuis, Hofmann, J. Satrio, Soetojo
Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Mariam Darus Badrulzaman, Purwahid Patrik, dan Tirtodiningrat. Yang menggunakan istilah kontrak
dan perjanjian dalam pengertian yang sama.
17
Subekti mempunyai pendapat yang berbeda mengenai istilah “perjanjian atau persetujuan” dengan “kontrak”. Menurut Subekti istilah
kontrak mempunyai pengertian lebih sempit karena ditunjukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.
18
17
Agus Yudha Hernoko, “Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial”. Kencana, Jakarta. 2010. Halaman 13
18
Subekti,“Hukum Perjanjian”. Intermasa, Jakarta. 1996. Halaman 1selanjutnya disingkat Subekti-III
Sedangkan sarjana lain, Pothier
tidak memberikan pembedaan antara kontrak dengan perjanjian, namun membedakan pengertian contract dengan convention pacte. Disebut
convention pacte yaitu perjanjian dimana dua orang atau lebih menciptakan, menghapuskan opheffen, atau mengubah wijzegen
perikatan. Sedangkan contract adalah perjanjian yang mengharapkan terlaksananya perikatan.
19
Terhadap penggunaan istilah kontrak dan perjanjian, Agus Yudha Hernoko sependapat dengan beberapa sarjana yang memberikan
pengertian sama antara kontrak dengan perjanjian. Halini disebabkan fokus kajian beliau berdasarkan pada perspektif Burgerlijk Wetboek BW,
di mana antara perjanjian atau persetujuan overeenkomst mempunyai pengertian yang sama dengan kontrak contract. Selain itu, dalam praktik
kedua istilah tersebut juga digunakan dalam kontrak komersial, misal: perjanjian waralaba, perjanjian sewa guna usaha, kontrak kerjasama,
perjanjian kerja sama, kontrak kerja konstruksi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kedua istilah tersebut akan digunakan bersama-sama, hal ini
bukan berarti menunjukkan adanya inkonsistensi penggunaan istilah, namun semata-mata memudahkan pemahaman terhadap rangkaian kalimat
yang disusun.
20
Sebagaimana telah dijelaskan di muka, perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan, yang menciptakan
kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Kewajiban
19
Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., Halaman 14
20
Ibid., Halaman 15
yang dibebankan pada debitor dalam perjanjian, memberikan hak pada pihak kreditor dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan prestasi
dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut. Pelaksanaan prestasi dalam perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian
adalah pelaksanaan dari perikatan yang terbit dari perjanjian tersebut. Dalam hal debitor tidak melaksanakan perjanjian yang telah disepakati
tersebut, maka kreditor beerhak menuntut pelaksanaan kembali perjanjian yang belum, tidak sepenuhnya, atau tidak sama sekali dilaksanakan atau
yang telah dilaksanakan secara bertentangan atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, dengan atau tidak disertai dengan penggantian berupa bunga,
kerugian, dan biaya yang telah dikeluarkan oleh kreditor.
21
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.” Menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata merumuskan tentang
“kontrak atau perjanjian” adalah sebagai berikut:
22
Subekti memberikan definisi “perjanjian” adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
23
21
Kartini Muljadi Gunawan Widjaja, “Perikatan yang Lahir dari Perjanjian”. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2003. Halaman 91Selanjutnya disingkat Kartini Muljadi Gunawan
Widjaja -I
22
Subekti-I, Op. Cit., Halaman 338
23
Ibid.
Sedangkan KRMT Tirtodiningrat memberikan definisi perjanjian adalah suatu perbuatan
hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk
menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang- undang.
24
Jika kita perhatikan dengan saksama, rumusan yang diberikan dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut ternyata
menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian
lahirlah kewajiban atau prestasi satu atau lebih orang pihak kepada satu atau lebih orang pihak lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut.
Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana salah satu pihak adalah
pihak yang wajib berprestasi debitor dan pihak lainnya adalah adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut kreditor. Masing-masing pihak
tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu
atau lebih badan hukum.
25
Sedangkan menurut R. Setiawan rumusan yang terdapat dalam Pasal 1313 KUH Perdata selain tidak lengkap juga sangat luas. Perumusan
tersebut dikatakan tidak lengkap karena hanya menyangkut persetujuan “perbuatan” maka didalamnya tercakup pula perwakilan sukarela
zaakwaarneming dan perbuatan melawan hukum onrechtmatigedaad.
24
A. Qirom Syamsudin Meliala, “Pokok-pokok Hukum Perikatan Beserta Perkembangannya”. Liberty, Yogyakarta. 1985. Halaman 8
25
Kartini Muljadi Gunawan Widjaja-I, Op., Cit., Halaman 92
Sehubungan dengan hal itu, maka beliau mengusulkan untuk diadakan perbaikan mengenai definisi perjanjian tersebut yaitu menjadi:
26
1 Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu
perbuatan subjek hukum yang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum yang sengaja dikehendaki oleh subjek hukum.
2 Menambahkan perkataan “atau lebih saling mengikatkan dirinya”
dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Atas dasar alasan-alasan tersebut yang dikemukakan di atas, maka
perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Sehingga dapat mencerminkan apa yang dimaksud perjanjian itu adalah
“Suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat diketahui bahwa dalam suatu perjanjian itu terkandung adanya beberapa unsur, yaitu:
27
1 Essentialia
Unsur ini mutlak harus ada agar perjanjian sah merupakan syarat sahnya perjanjian.
2 Naturalia
Yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada
dalam perjanjian karena sudah merupakan pembawaan atau melekat pada perjanjian.
26
R. Setiawan,” Pokok-Pokok Hukum Perikatan”. Putra A. Bardin, Bandung, 1999. Halaman 49
27
Sudikno Mertokusumo, “Mengenal Hukum Suatu Pengantar”. Liberty, Yogyakarta, 1988. Halaman 98
3 Accidentalia
Yakni unsur yang harus dimuat atau disebut secara tegas dalam perjanjian.
B. Syarat-syarat Sah Perjanjian