suatu perusahaan akan terancam jika antara jumlah pinjaman dengan besarnya modal tidak reasonable.
4. Prinsip Perbandingan antara Pinjaman dan Aset. Alternatif lain
untuk menekan risiko dari suatu pinjaman adalah dengan memperbandingkan antara besarnya pinjaman dengan aset, yang
juga dikenal dengan gearing ratio.
D. Perjanjian Kredit dan Jaminan Kredit
1. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUH Perdata, dalam Pasal
1754 KUH Perdata dijelaskan, “pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain suatu
jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan iniakan mengembalikan
sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.
102
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok prinsipil yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan
adalah assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjinya
perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitor.
103
102
Sentosa Sembiring, Op. Cit., Halaman 191
103
Hermansyah, Op. Cit., Halaman 71
Menurut Ch. Gatot Wardoyo dalam tulisannya berjudul “Sekitar Klausula-klausula Perjanjian Kredit Bank”, bahwa perjanjian
kredit mempunyai beberapa fungsi, di antaranya:
104
a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok,
artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menunjukkan batal atau tidak batalnya perjanjian lain
yang mengikutinya. Misalnya perjanjian pengikatan jaminan;
b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai
batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditor dan debitor;
c. Perjanjian kredit sebagai alat untuk melakukan monitoring
kredit.
Perjanjian kredit perbankan pada umumnya mempergunakan bentuk perjanjian baku standard contract, dimana isi atau klausula-
klausula perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir, tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu.
Calon nasabah debitor tinggal membubuhkan tandatangan saja apabila bersedia menerima isi perjanjian tersebut, tidak memberikan
kesempatan kepada calon debitor untuk membicarakan lebih lanjut isi atau klausula-klausula yang diajukan pihak bank. perjanjian baru ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang sifat praktis dan kolektif. Pada tahap ini, kedudukan calon debitor sangat lemah, sehingga
menerima saja syarat-syarat yang disodorkan oleh pihak bank, karena jika tidak demikian calon debitor tidak akan mendapatkan kredit yang
dimaksud.
104
Rachmadi Usman, Op. Cit., Halaman 264
Dalam kenyataanya, banyak diantara pakar-pakar hukum baik yang menolak dan menerima kehadiran perjanjian baku ini. Beberapa
pakar hukum yang menolak kehadiran perjanjian baku ini karena dinilai:
105
a.
Kedudukan pengusaha di dalam perjanjian baku sama seperti pembentuk undang-undang swasta legio
particuliere wetgever, karenanya perjanjian baku bukan perjanjian;
b.
Perjanjian baku merupakan perjanjian paksa dwangcontract;
c.
Negara-negara common law system menerapkan doktrin unconscionability. Doktrin ini memberikan wewenang
kepada perjanjian demi menghindari hal-hal yang dirasakan sebagai bertentangan dengan hati nurani. Perjanjian baku
dianggap meniadakan keadilah.
Sebaliknya beberapa pakar hukum menerima kehadiran perjanjian baku sebagai suatu perjanjian karena:
106
a. Perjanjian baku diterima sebagai perjanjian berdasarkan
fiksi adanya kemauan dan kepercayaan fictie van wil en vertrouwen yang membangkitkan kepercayaan bahwa
para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu;
b. Setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggung
jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan pada formulir
perjanjian baku, tanda tangan itu membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertandatangan mengetahui dan
menghendaki isi formulir yang ditandatangani. Tidak mungkin seseorang menandatangani apa yang tidak
diketahui isinya;
c. Perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat,
berdasarkan kebiasaan yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.
105
Ibid., Halaman 265
106
Ibid., Halaman 266
Dengan demikian pemberian kredit wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis, baik dengan akta dibawah tangan
maupun akta notarial. Perjanjian kredit disini berfungsi sebagai panduan bank dalam perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian, dan
pengawasan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank, sehingga bank tidak dirugikan dan kepentingan nasabah yang mempercayakan
dananya kepada bank terjamin dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, sebelum pemberian kredit dilakukan, bank harus sudah memastikan
bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi
bank.
107
2. Jaminan Kredit
Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Untuk
mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi
107
Loc. Cit., Halaman 264
kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.
108
Undang-undang Perbankan yang diubah melalui Pasal 29 ayat 3 mengamanatkan bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan
wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
Sebelumnya, dalam Pasal 8 dan Pasal 15 Undang-Undang Perbankan yang diubah menyatakan bahwa dalam memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan
kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan
yang diperjanjikan. Selain itu bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Inilah yang dinamakan dengan jaminan pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, yakni berwujud keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi
kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan.
109
Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 2369KEPDIR Tanggan 28 Februari 1991
tentang Jaminan Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan
108
Hermansyah, Op. Cit., Halaman 72
109
Rachmadi Usman, Op. Cit., Halaman 281
jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitor untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan menurut
ketentuan Pasal 1 butir 23 yang dimaksud dengan agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank
dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
110
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau
kreditor bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah
disepakati bersama.
111
Kegunaan jaminan kredit adalah untuk:
112
a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk
mendapat pelunasan dari agunan apabila debitor melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada
waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian;
b. Menjamin agar debitor berperan serta dalam transaksi untuk
membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri
sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang- kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat
diperkecil;
c. Memberikan dorongan kepada debitor untuk memenuhi
janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitor
danatau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.
110
Hermansyah, Op. Cit., Halaman 73
111
Ibid.
112
Rachmadi Usman, Op. Cit., Halaman 286
Jaminan kredit bank dapat digolongkan menjadi:
113
a. Jaminan Perorangan Personal Guaranty
Jaminan perorangan atau jaminan pribadi adalah jaminan seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin
dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitor. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan perseorangan
adalah suatu perjanjian antara seseorang berpiutang kreditor dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin
dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang debitor. Ia bahkan dapat diadakan di luar tanpa pengetahuan si
berutang tersebut.
b. Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh kreditor terhadap
debitornya, atau antara kreditor dengan seorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban
dari debitor. Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditor dengan
debitornya, tetapi juga dapat diadakan antara kreditor dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya
kewajiban-kewajiban dari si berutang debitor.
113
Hermansyah, Op. Cit., Halaman 74
E. Kredit Bermasalah dalam Perbankan