Apabila terjadi wanprestasi, maka kreditur mempunyai beberapa pilihan atas berbagai macam kemungkinan tuntutan. Kemungkinan pilihan
tersebut adalah berupa tuntutan:
58
1 Pemenuhan perjanjian;
2 Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;
3 Ganti rugi saja;
4 Pembatalan perjanjian;
5 Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi.
Tuntutan-tuntutan tersebut tidak lain dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi kreditur, agar dapat mempertahankan
kepentingannya terhadap debitur yang tidak jujur. Namun demikian, hukum juga memperhatikan dan memberikan perlindungan bagi debitur
yang tidak memenuhi kewajibannya, jika hal itu terjadi bukan karena kesalahan atau akibat kelalaiannya.
E. Pembelaan Debitur Wanprestasi
Menurut Subekti seorang debitur yang dituduh lalai, dapat mengajukan beberapa alasan untuk membebaskan diri, pembelaan tersebut
yaitu:
59
1. Mengadakan pembelaan adanya keadaan memaksa overmacht atau
force majeur.
58
Subekti-III, Op. Cit., Halaman 53
59
Ibid., Halaman 45
Dengan mengajukan pembelaan ini, debitur berusaha menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu
disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa
yang timbul di luar dugaan tadi.
2. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai exceptionon
adimpleti contractus. Mengenai pembelaan semacam ini, tidak disebutkan dalam
suatu undang-undang. Akan tetapi prinsip mengenai pembelaan semacam ini dijelaskan pada pasal 1478 KUHPerdata yang isinya
adalah: “Si penjual tidak diwajibkan menyerahkan barangnya, jika si pembeli belum membayar harganya, sedangkan si penjual tidak
mengizinkan penundaan pembayaran tersebut.”
3. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut
ganti rugi rechtsverwerking. Alasan lain yang dapat membebaskan debitur yang dituduh
melakukan kelalaian dalam melaksanakan prestasi dan memberikan alasan untuk menolak pembatalan perjanjian adalah pelepasan hak
atau rechtsverwerking. Maksud dari hal tersebut adalah suatu sikap dari pihak kreditur yang dapat disimpulkan oleh pihak debitur bahwa
pihak kreditur tidak akan menuntut ganti rugi dari pihak debitur.
F. Perbuatan Melawan Hukum Onrechtmatige daad
Perihal perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan seseorang yang melawan hukum, diatur dalam Pasal 1365 BW. Pasal ini
menetapkan bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum onrechtmatige daad mewajibkan orang yang melakukan perbuatan itu, jika karena
kesalahannya telah timbul kerugian, untuk membayar kerugian itu. Apakah artinya perkataan onrechtmatige daad ini? Jawabnya atas
pertanyaan ini amat penting bagi lalu lintas hukum. Mula-mula para ahli hukum begitu pula hakim menganggap demikian, hayalah perbuatan-
perbuatan yang melanggar undang-undang atau sesuatu hak subjectief recht orang lain saja. Lama kelamaan pendapat yang demikian itu
dirasakan sangat tidak memuaskan. Dan pada suatu hari Hoge Raad telah meninggalkan penafsiran yang sempit itu dengan memberikan pengertian
baru tentang “onrechtmatige daad” dalam putusannya yang sangat terkenal, yaitu putusan tanggal 31 Januari 1919. Dalam putusan itu
dinyatakan, “onrechtmatig”, tidak saja perbuatan yang melanggar hukum atau hak orang lain, tetapi juga tiap perbuatan yang berlawanan dengan
“kepatutan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat terhadap pribadi atau benda orang lain”.
Putusan Hoge Raad ini begitu pentingnya hingga sering dipersamakan dengan suatu revolusi dalam dunia kehakiman. Banyak
sekali perbuatan yang dulu tidak dapat digugat di depan hakim, sekarang
diartikan sebagai “onrechtmatig”: jika dapat dibuktikan bahwa dari kesalahan si pembuat itu telah timbul kerugian pada orang lain, maka si
pembuat itu akan dihukum untuk mengganti kerugian itu. Selanjutnya menurut Pasal 1367 BW seseorang juga
dipertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan orang lain yang berada di bawah pengawasannya atau yang bekerja padanya.
Lazimnya pasal ini diartikan terbatas limitatief, yaitu seseorang dapat dipertanggungjawabkan perbuatan orang lain, hanya dalam
hubungan dan hal-hal berikut: 1.
Orang tua atau wali untuk anak yang belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan mereka melakukan kekuasaan orang tua atau
perwalian itu padanya.
2. Majikan untuk buruhnya, dalam melakukan pekerjaan yang
ditugaskan pada mereka 3.
Guru sekolah dan kepala tukang untuk murid dan tukangnya selama mereka ini di bawah pengawasan mereka.
60
60
Subekti-II, Op. Cit., Halaman 133
BAB III KREDIT PADA PERBANKAN DI INDONESIA
A. Bank Secara Umum