gunung. Berastagi juga dikenal dengan julukan kota Markisa Jeruk Manis. Lebih dari itu, Berastagi dikenal sebagai kota yang menyimpan banyak nilai sejarah yang digambarkan
dengan bangunan-bangunan bergaya Eropa sebagai bentuk peninggalan zaman penjajahan kolonialisme Belanda. Selain itu, berastagi juga menyimpan banyak ritus-ritus kebudayaan
Karo. Salah satu diantaranya adalah relief pilar tebing yang menggambarkan kehidupan nenek moyang masyarakat suku Karo sejak penciptaan hingga kelangsungan kehidupan
mereka sebagai masyarakat agraris yang dengan teguh memegang aliran kepercayaan sukuisme Pemena.
2.1.4 Representasi
Representasi menurut Yusuf 2005: 9 merupakan “yang menjadi sebuah tanda a sign untuk sesuatu atau seseorang”. Istilah representasi memiliki dua pengertian. Pertama,
representasi sebagai sebuah proses sosial dari representing. Kedua, representasi sebagai produk dari proses sosial representing.
2.1.5 Identitas
Erickson dalam Yusuf, 2005: 20 mengatakan bahwa identitas merupakan proses yang terjadi secara bertahap pada individu, meskipun demikian inti kelompok kebudayaan
juga merupakan proses pendirian identitas. Sedangkan Abdillah dalam Yusuf, 2005:20 menyebutkan identitas sebagai “proses mencari” dan “pencarian adalah proses” itu sendiri.
Identitas bagi kebanyakan orang adalah selembar kartu nama yang mengukuhkan keberadaan mereka dengan sebuah nama, profesi dan kedudukan. Identitas berarti ciri-ciri
atau keadaan khusus seseorang atau dapat juga berarti jati diri. Beberapa defenisi memberikan pengertian bahwa identitas adalah jati diri dari suatu
konsep. Identitas masyarakat Karo dapat dilihat dari identifikasinya. Suharto dan Tata Iryanto
Universitas Sumatera Utara
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Terbaru 1996: 106 mengatakan bahwa identifikasi adalah “penentuan identitas”.
2.1.6 Kebudayaan
Taylor dalam Sulaeman, 1995: 10 mengatakan bahwa kebudayaan atau peradaban mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang
kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat kebiasaan dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.
Sedangkan Kroeber dan Kluckhon dalam Sulaeman, 1995: 11 menunjukkan definisi kebudayaan adalah:
“Berbagai pola, tingkah laku, pikiran, perasaan, dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapaiannya secara
tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi; pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham,
dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai”.
2.1.7 Masyarakat Karo
Dalam beberapa literatur tentang Karo, etimologi Karo berasal dari kata Haru. Kata Haru ini berasal dari nama kerajaan Haru yang berdiri sekitar abad 14 sampai abad 15 di
daerah Sumatera Bagian Utara. Kemudian pengucapan kata Haru ini berubah menjadi Karo. Inilah diperkirakan awal terbentuknya nama Karo.
Masyarakat Karo mendiami daerah dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Serdang Hulu, dan sebagian Dairi. Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, masyarakat Karo
mempergunakan logat Karo Koentjaraningrat, 1998: 95.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori