2 apakah fungsi teks relief pilar tebing di Berastagi sebagai representasi identitas
dalam kebudayaan Karo?
1.2 Batasan Masalah
Sebuah penelitian sangat membutuhkan batasan masalah agar penelitian tersebut terarah dan tidak terlalu luas sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Adapun yang menjadi
batasan dalam penelitian ini adalah relief yang membentuk sebuah seri cerita tentang penciptaan dunia pada masa awal menurut tradisi masyarakat Karo. Rangkaian relief tersebut
lebih dikenal denga nama Turi-Turin Tembe Doni Nini-Nininta Kalak Karo. Adapun yang dikaji dalam penelitian ini hanyalah relief yang terdapat pada rangkaian relief Turi-Turin
Tembe Doni Nini-Nininta Kalak Karo tersebut.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang dirumuskan, adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut di bawah ini.
1 mengetahui makna yang terkandung dalam teks relief pilar tebing di Berastagi
sebagai representasi identitas kebudayaan masyarakat Karo. 2
mengetahui fungsi teks relief pilar tebing di Berastagi sebagai representasi identitas kebudayaan masyarakat Karo.
1.3.2 Manfaat penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, manfaat hasil penelitian teks relief pilar tebing di Berastagi sebagai representasi identitas kebudayaan Karo ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
1 menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat mengenai teks relief pilar tebing di Berastagi dalam masyarakat Karo.
2 menjadi sumber masukan bagi peneliti lain yang ingin membicarakan tentang teks relief pilar tebing di Berastagi sebagai representasi identitas kebudayaan Karo.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian teks relief pilar tebing di Berastagi sebagai representasi identitas masyarakat Karo secara praktis dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran untuk bahan
pertimbangan penentu langkah-langkah kebijakan pelestarian dan pemeliharaan hasil budaya sebagai identitas. Manfaat praktis ini diperoleh karena merupakan simbol dan lambang
budaya bangsa dan negara yang bersumber dari kebudayaan daerah.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain Alwi, dkk 2003: 588.
2.1.1 Teks
Teks adalah suatu contoh proses dan hasil dari makna dalam konteks situasi tertentu. Pemahaman terhadap teks tidak terlepas dari konteks yang menyertai teks tersebut. Ada teks
dan ada teks lain yang menyertainya yang disebut konteks. Pengertian mengenai konteks tidak hanya meliputi hal-hal tertulis melainkan juga hal-hal yang tanpa kata atau nonverbal
Halliday dan Ruqaiyah, 1992:6.
2.1.2 Relief
Relief bisa merupakan ukiran yang berdiri sendiri maupun sebagai bagian dari panel relief yang lain yang membentuk sebuah seri cerita atau ajaran. Relief sebagai hasil karya
seni pahat dan ukiran tiga dimensi biasanya dibuat diatas medium batu berupa candi, kuil, pilar atau monumen. Relief adalah pahatan yang menampilkan bentuk dan gambar dari
permukaan rata disekitarnya, gambar timbul, dan perbedaan ketinggian pada bagian
permukaan bumi Alwi, dkk, 2003: 943.
2.1.3 Berastagi
Berastagi adalah salah satu kota yang terletak di wilayah Kabupaten Karo yang berada pada ketinggian sekitar 4.594 kaki dari permukaan laut dan dikelilingi barisan gunung-
Universitas Sumatera Utara
gunung. Berastagi juga dikenal dengan julukan kota Markisa Jeruk Manis. Lebih dari itu, Berastagi dikenal sebagai kota yang menyimpan banyak nilai sejarah yang digambarkan
dengan bangunan-bangunan bergaya Eropa sebagai bentuk peninggalan zaman penjajahan kolonialisme Belanda. Selain itu, berastagi juga menyimpan banyak ritus-ritus kebudayaan
Karo. Salah satu diantaranya adalah relief pilar tebing yang menggambarkan kehidupan nenek moyang masyarakat suku Karo sejak penciptaan hingga kelangsungan kehidupan
mereka sebagai masyarakat agraris yang dengan teguh memegang aliran kepercayaan sukuisme Pemena.
2.1.4 Representasi
Representasi menurut Yusuf 2005: 9 merupakan “yang menjadi sebuah tanda a sign untuk sesuatu atau seseorang”. Istilah representasi memiliki dua pengertian. Pertama,
representasi sebagai sebuah proses sosial dari representing. Kedua, representasi sebagai produk dari proses sosial representing.
2.1.5 Identitas
Erickson dalam Yusuf, 2005: 20 mengatakan bahwa identitas merupakan proses yang terjadi secara bertahap pada individu, meskipun demikian inti kelompok kebudayaan
juga merupakan proses pendirian identitas. Sedangkan Abdillah dalam Yusuf, 2005:20 menyebutkan identitas sebagai “proses mencari” dan “pencarian adalah proses” itu sendiri.
Identitas bagi kebanyakan orang adalah selembar kartu nama yang mengukuhkan keberadaan mereka dengan sebuah nama, profesi dan kedudukan. Identitas berarti ciri-ciri
atau keadaan khusus seseorang atau dapat juga berarti jati diri. Beberapa defenisi memberikan pengertian bahwa identitas adalah jati diri dari suatu
konsep. Identitas masyarakat Karo dapat dilihat dari identifikasinya. Suharto dan Tata Iryanto
Universitas Sumatera Utara
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Terbaru 1996: 106 mengatakan bahwa identifikasi adalah “penentuan identitas”.
2.1.6 Kebudayaan
Taylor dalam Sulaeman, 1995: 10 mengatakan bahwa kebudayaan atau peradaban mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang
kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat kebiasaan dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.
Sedangkan Kroeber dan Kluckhon dalam Sulaeman, 1995: 11 menunjukkan definisi kebudayaan adalah:
“Berbagai pola, tingkah laku, pikiran, perasaan, dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapaiannya secara
tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi; pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham,
dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai”.
2.1.7 Masyarakat Karo
Dalam beberapa literatur tentang Karo, etimologi Karo berasal dari kata Haru. Kata Haru ini berasal dari nama kerajaan Haru yang berdiri sekitar abad 14 sampai abad 15 di
daerah Sumatera Bagian Utara. Kemudian pengucapan kata Haru ini berubah menjadi Karo. Inilah diperkirakan awal terbentuknya nama Karo.
Masyarakat Karo mendiami daerah dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Serdang Hulu, dan sebagian Dairi. Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, masyarakat Karo
mempergunakan logat Karo Koentjaraningrat, 1998: 95.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Semiotika
Teori semiotika adalah teori yang relevan untuk penelitian ini. Semiotika berasal dari kata Yunani yaitu semeion ‘tanda’. Halliday dalam Sobur, 2004: 16 mengatakan bahwa
semiotika mulanya berasal dari konsep tanda yang berhubungan dengan istilah semainon penanda dan semainomenon petanda yang digunakan dalam ilmu bahasa Yunani kuno.
Lechte 2001: 191 mengatakan bahwa semiotika adalah teori tentang tanda dan penanda. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda dan makna. Tanda berpedoman pada
suatu hal dan kemudian diwujudkan dalam kata-kata. Dalam teori semiotika semua tanda yang memiliki pesan akan dikategorikan kedalam sebuah penanda. Dalam perkembangan
semiotika, muncul beberapa ahli yang banyak memberikan pemikiran, diantaranya Ferdinand de Saussure 1857-1913, Charles Sanders Pierce 1839-1914 dan Roland Barthes 1915-
1980. Saussure dalam Sobur, 2004: 46 mengembangkan dasar-dasar teori linguistik
umum. Ia menganggap bahasa sebagai sistem tanda yang masing-masing terdiri atas dua sisi yaitu significant penanda atau sesuatu yang dapat dipersepsi sebagai tanda dan signifie
petanda atau isi atau makna tanda itu. Pierce Sobur, 2004: 41 dalam teori Ground Triadik mengemukakan tiga hubungan
tanda dan klasifikasi tanda. Adapun tiga hubungan tanda yang dimaksudkan adalah ground dasar. Representamen menghadirkan sesuatu atau mewakili, dan interpretant penerima,
penafsir, atau pengguna tanda. Teks relief pilar tebing di Berastagi sebagai representasi identitas masyarakat Karo
dapat dikaji dengan tiga hubungan tanda menurut teori Ground Triadik Pierce yaitu: 1
tanda dasar ground yaitu relief itu sendiri. 2
representasi teks relief yaitu makna yang terkandung dalam teks relief.
Universitas Sumatera Utara
3 interpretasi tanda-tanda simbolik teks relief yaitu penerima, penafsir, atau
pengguna relief itu sendiri. Barthes dalam Sobur, 2004:viii menjelaskan dua tingkat dalam pertandaan, yaitu
denotasi denotation dan konotasi connotation. ‘Denotasi’ adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada
realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Sementara, ‘konotasi’ adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang
didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan tafsiran.
Selain itu, Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatnya, akan tetapi lebih bersifat konvensional, yaitu makna-makna yang bersifat dengan mitos. Mitos dalam
pemahaman semiotika Barthes adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial yang sebetulnya arbitrer atau konotatif sebagai sesuatu yang dianggap ilmiah.
2.3 Tinjauan Pustaka
Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, dan pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari. Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon Alwi, dkk 2003: 912.
Penelitian mengenai simbol-simbol dan tanda-tanda verbal dalam kehidupan masyarakat sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, diantaranya Sryana
2007 dalam Skripsinya yang berjudul Simbol Ulos Sebagai Representasi Identitas Batak- Toba. Dalam Skripsi tersebut, Sryana membahas makna-makna yang terkandung dalam ulos
Batak Toba sebagai representasi identitas Batak-Toba. Selain membahas makna, Skripsi tersebut juga membahas fungsi yang mampu diberikan oleh ulos sebagai hasil karya
kebudayaan Batak-Toba.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian tentang Kajian Fungsi Dan Sign Arsitektur Karo, Studi Kasus Rumah Raja Di Kampung Lingga oleh Firman, 2003. Penelitian tersebut mengembangkan penerapan
penggunaan teori tanda secara semiotika untuk memperlihatkan tanda-tanda rumah adat Karo serta fungsi-fungsi yang mewakili bagian-bagian rumah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi adalah letak atau tempat Alwi, dkk 2003: 680. Adapun lokasi penelitian ini adalah di kota Berastagi, Kabupaten Tingkat II Karo, provinsi Sumatera Utara.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penulis melakukan penelitian terhadap objek selama 2 dua minggu.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel; suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan
masalah penelitian Alwi, dkk 2003: 889. Berdasarkan pengertian diatas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini
adalah rangkaian relief pada pilar tebing di Berastagi yang membentuk sebuah cerita penciptaan dunia pada masa awal menurut masyarakat Karo atau lebih dikenal dengan nama
Turi-Turin Tembe Doni Nina-Nininta Kalak Karo. Adapun rangkaian relief tersebut terdiri dari 12 relief.
3.2.2 Sampel
Menurut Arikunto 1998: 117 sampel penelitian adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan Simple Random Sample
Universitas Sumatera Utara
sampel acak sederhana. Sebuah sampel dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai sampel. Dari rangkaian relief yang membentuk cerita Turi-Turin
Tembe Doni Nina-Nininta Kalak Karo tersebut diambil 4 empat relief yang mampu mewakili cerita tersebut.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode adalah cara mendekati, mengamati, menganalisis dan menjelaskan suatu fenomena Kridalaksana, 2001:136. Dan dalam memperoleh data, penelitian ini
menggunakan data lisan dan data tulis. Data lisan diperoleh dari informan etnis Tionghoa dengan menggunakan metode simak dan metode cakap Sudaryanto, 1993:132. Menurut
Sudaryanto 1993:133, disebut metode simak atau penyimakan karena memang berupa penyimakan: dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Disebut
metode cakap atau percakapan karena memang berupa percakapan dan terjadi kontak antara peneliti selaku peneliti dengan penutur selaku narasumber Sudaryanto, 1993:137.
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Dengan demikian sumber data terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari lokasi penelitian
melalui cara-cara berikut: 1
observasi, yaitu pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung ke objek penelitian. Bersamaan dengan observasi diadakan pencatatan dan
pemotretan. 2
wawancara, yaitu cara pengumpulan data dengan mengadakan wawancara mendalam melalui narasumber yang memahami situasi dan kondisi objek
penelitian. Informasi yang diperoleh selanjutnya dicatat dan direkam. Adapun pemilihan untuk menjadi narasumber ditetapkan dengan persyaratan-persyaratan
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Berjenis kelamin pria atau wanita;
2. Berusia 25-48 tahun tidak pikun;
3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di lingkungan masyarakat
Karo dan tidak merupakan keturunan; 4.
Memiliki kebanggaan terhadap kebudayaan Karo; 5.
Sehat jasmani dan rohani; 6.
Mengetahui sejarah dan kebudayaan masyarakat Karo; dan 7.
Dapat berbahasa Indonesia Kartika, 2007: 7. Selanjutnya, data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui sumber-sumber
tertulis seperti: buku cetak, artikel, makalah, dan bentuk karya tulis lainnya untuk mengambil informasi tambahan terkait topik penelitian ini.
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data