Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

2. Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Dalam agama samawi, masalah perkawinan mendapat tempat yang sangat terhormat dan sangat terjunjung tinggi tata aturan yang telah ditetapkan dalam kitab suci. Demikian juga negara-negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, masalah perkawinan merupakan suatu hal yang prinsip dalam kehidupan masyarakat, dan sangat dihormati aturan pelaksanaannya sehingga pelaksanaan perkawinan itu sesuai dengan norma dan prinsip yang telah disepakati bersama. Demikian pula dengan negara Indonesia, masalah perkawinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga pemerintah Indonesia menaruh perhatian yang serius dalam masalah perkawinan ini, yakni dengan membuat aturan perundang-undangan yang mengatur masalah perkawinan ini, di antaranya adalah lahirnya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta beberapa peraturan lainnya yang intinya mengatur tentang perkawinan agar dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan tersebut. 69 Selanjutnya dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, setidaknya ada 6 enam asas yang dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Asas Sukarela, b. Asas Partisipasi Keluarga, 69 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam, h. 2-3 c. Asas Perceraian Dipersulit, d. Asas Poligami Dibatasi Dengan Ketat, e. Asas Kematangan Calon mempelai, f. Asas Memperbaiki Derajat Kaum Wanita, g. Asas Legalitas, h. Asas prinsip Selektivitas. 70 Dan apabila disederhanakan, asas perkawinan itu mengandung pengertian bahwa: a. Tujuan Perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. b. Sahnya Perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing. c. Asas Monogami. d. Calon suami dan isteri harus dewasa jiwa dan raganya. e. Mempersulit terjadinya perceraian f. Hak dan kedudukan suami isteri adalah seimbang. Dalam hal ini, masalah usia perkawinan berkaitan erat dengan asas pada point 4 empat yakni “Calon suami dan isteri harus dewasa jiwa dan raganya”. Penjelasannya adalah bahwa apabila suami isteri dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, diwajibkan kepada calon mempelai untuk saling mengenal. Perkenalan yang dimaksud adalah perkenalan atas dasar moral dan tidak menyimpang dari norma agama yang dianutnya. Orang tua dilarang memaksa anak- anaknya untuk dijodohkan dengan pria atau wanita pilihannya, melainkan diharapkan 70 Lihat Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 173 dapat membimbing dan mengarahkan anak-anaknya agar memilih pasangan yang cocok sesuai dengan ajaran agama yang dipeluk. Sesuai dengan prinsip hak asasi manusia, maka segala bentuk kawin paksa yang pada umumnya berdampak pada praktek nikah di bawah umur sangat dilarang Undang-Undang Perkawinan ini. Prinsip kematangan calon mempelai yang mengandung pengertian bahwa calon suami isteri harus matang jiwa dan raganya adalah untuk dapat melangsungkan perkawinan demi mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian. 71 Kematangan yang dimaksud adalah kematangan umur perkawinan, kematangan berpikir dan bertindak. Prinsip tersebut pun erat kaitannya dengan masalah kependudukan. Karena dengan adanya pembatasan umur pernikahan bagi wanita maka diharapkan laju kelahiran dapat ditekan semaksimal mungkin. Ternyata bahwa batas usia yang rendah bagi wanita untuk menikah mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi. Dengan demikian program Keluarga Berencana dapat berjalan seiring dengan undang-undang perkawinan ini. 72 Sehubungan dengan kedua hal tersebut, maka perkawinan di bawah umur dilarang keras dan harus dicegah pelaksanaannya . Adapun nikah di bawah umur sesuai dengan instruksi Mendagri No.27 Tahun 1983 tentang Usia Perkawinan Dalam 71 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fikih Munakahat dan Undang Undang Perkawinan, Jakarta: Prenada Media Kencana, Agustus 2007, cet ke-2, h. 26 72 DEPAG, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, DEPAG: Dirjen BIMAS Islam Penyelenggaraan Haji, Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001, h. 3 Rangka Mendukung program Kependudukan dan Keluarga Berencana, menjelaskan definisi tentang: Perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilakukan pada usia di bawah usia 16 tahun bagi wanita dan di bawah 19 tahun bagi pria. Penyimpangan dari batas umur minimal perkawinan ini harus mendapat dispensasi terlebih dahulu dari pengadilan. Pengajuan dispensasi dapat diajukan oleh orang tua wali dari calon mempelai dari calon mempelai yang belum batas minimal sebagaimana tersebut di atas. Antara kedua calon mempelai harus ada kerelaan yang mutlak untuk melangsungkan perkawinan yang mereka harapkan. Mereka harus mempunyai suatu kesadaran dan keinginan bersama secara ikhlas untuk mengadakan akad sesuai dengan hukum agama dan kepercayaannya 73 . Dalam hal ini, pihak-pihak berkepentingan tidak dibenarkan membantu melaksanakan perkawinan di bawah umur. Pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi dengan peraturan yang berlaku. Tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan rumah tangga bahagia dan sejahtera dengan mewujudakan suasana rukun dan damai dalam rumah tangga yang selalu mendapat taufik dan hidayah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Agar hal ini dapat terlaksana, maka kematangan calon mempelai sangat diharapkan. umur perkawinan. Kematangan dimaksud adalah kematangan umur perkawinan, kematangan dalam berpikir dan bertindak sehingga tujuan perkawinan 73 Abdul Manan, Aneka Masalah hukum perdata Islam, h. 7 tersebut dapat terlaksana dengan baik. Sesuai dengan hakikat perkawinan itu sendiri. Karena bagi umat Islam, perkawinan bukanlah sekedar suatu ikatan lahiriyah antara seorang pria dan wanita guna memenuhi kebutuhan biologis. Tetapi merupakan sunah Rasulullah saw dan merupakan perbuatan luhur demi mencapai ketenangan sakinah dalam kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu, suatu perkawinan harus dilaksanakan menurut petunjuk Allah swt dan Rasul-Nya 74 . Serta tunduk terhadap aturan-aturan yang telah dibukukan menjadi Undang-Undang Perkawinan Indonesia

E. Penyebab Nikah Di Bawah Umur

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Perkawinan Terhadap Nikah Mut’ah Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Islam

3 111 109

Perlindungan Terhadap Hak-hak Istri pada Perkawinan Poligami Melalui Perjanjian Perkawinan Menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

1 57 112

Undang Undang Nomor I Tahun 1974 dan kaitannya dengan perkawinan antar orang yang berlainan agama: studi tentang praktek pelaksanaannya di DKI Jakarta

0 5 91

Anak luar nikah dalam undang-undang perkawinan No.1 Tahun 1974: analisis putusan MK tentang status anak luar nikah

0 3 86

PENGESAHAN ANAK DI LUAR NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Di Pengadilan Negeri Jepara.

0 1 10

KEDUDUKAN PASAL 2 AYAT 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN TERHADAP KONSEP HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

0 0 11

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERKAWINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM A. Sejarah Hukum Perkawinan di Indonesia - Pelaksanaan Perkawinan Terhadap Nikah Mut’ah Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang

0 0 35

PELAKSANAAN PERKAWINAN TERHADAP NIKAH MUT’AH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI

0 0 10

HAK ASUH ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (ANALISIS PENDEKATAN KOMPARATIF)

0 0 95

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH UMUR BAGI PENGANUT ASAS KEWARGANEGARAAN GANDA (Analisis Normatif Pasal 6 Undang-Undang No.12 tahnn 2006 dan Pasiil 7 Undang-Undang No. 1 tahun 1974) -

0 0 76