Hak Dan Kesehatan Reproduksi Menurut Islam

dianggap dewasa dan mampu memikul urusan keluarga, masyarakat, dan negara. Sehingga negara menganggap bahwa anak yang sudah mencapai usia 18 tahun sudah cukup dewasa, dapat diberi hak memilih dan dipilih sebagai wakil rakyat. Pada usia 21 tahun ini pula tentunya sudah lebih matang tanggung jawabnya terhadap sesuatu yang terpikul atas pundaknya, seperti kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga. 90

C. Hak Dan Kesehatan Reproduksi Menurut Islam

Agama Islam, sesuai dengan namanya, sangat memberikan perhatian yang sangat serius terhadap masalah kesehatan dalam arti yang luas. Islam mengenal konsep dinamis tentang kesehatan 91 Didalamnya tercakup pengertian shihhah kesehatan, ialah keadaan jasmani yang memungkinkan seluruh anggota tubuh manusia berjalan dengan baik dan normal. Di dalam shihhah terkandung pengertian ’afiyah, ialah keadaan yang lebih utama dan luas dari shihhah yang dampaknya menjangkau kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Kesehatan merupakan salah satu karunia Allah yang menurut Nabi saw. sering terlupakan. Kita baru merasa betapa mahalnya nikmat sehat yang harus dijaga ini adalah kesehatan reproduksi. Membicarakan hak-hak kesehatan reproduksi dalam Islam, maka tak dapat dipisahkan dari perspektif corak fikih pemberdayaan perempuan fikih al-Nisa’. Tentu saja fikih al-Nisa’ di sini bukan dalam cakupannya secara makro meliputi seluruh aspek perempuan dalam soal ibadah dan muamalah, melainkan lebih 90 Peunoh Daily, Hukum Perkawinan Islam...h. 133 91 MA. Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqh Sosial, h. 87 ditujukan kepada persoalan-persoalan yang khusus, yakni soal reproduksi perempuan atau dalam istilah fikih kontemporer sering disebut dengan huquq al-ummahat. Meskipun khas bagi kaum wanita, fikih al-Nisa’ mempunyai kaitan erat dengan kaum laki-laki. 92 Dalam konteks kekinian, harus ada komitmen yang jelas dan tegas dari semua komponen masyarakat untuk mewujudkan hak-hak reproduksi bagi perempuan. Hak reproduksi secara luas dapat diartikan dengan kekuasaan dan sumber daya yang dimiliki kaum perempuan. Yaitu, kekuasaan untuk dapat memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan fertilitas, kehamilan, perawatan anak, kesehatan ginekologis ilmu kandungan, aktivitas sesual serta sumber daya untuk melaksanakan keputusan- keputusan secara aman dan efektif. Dengan demikian, hak reproduksi bisa diartikan sebagai kesempatan dan cara agar seorang perempuan mampu dan sadar untuk memutuskan serta melaksanakan keputusan-keputusannya secara aman dan kondusif. 93 Islam pun telah mengatur tentang hak-hak kesehatan reproduksi yang termuat dalam Al-Qur’an, Al-Sunnah, dan Ijma’ para ulama. Aturan ini bertujuan untuk memuliakan dan menjunjung tinggi derajat manusia, laki-laki dan perempuan. Sebagai pengemban fungsi reproduksi, perempuan ibu memiliki hak-hak yang harus 92 MA. Sahal Mahfudz, “Islam dan Hak Reproduksi Perempuan: Perspektif Fiqh”, dalam Syafiq Hasyim ed. Menakar Harga Perempuan Bandung: Mizan, P3M dan TFF, 1999, cet. ke-1, h. 113 93 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan, h. 170-17 dipenuhi oleh sang ayah suami. Secara garis besar terdapat tiga kategori hak-hak kaum perempuanibu sebagai pengemban reproduksi: 94 Pertama, hak jaminan keselamatan dan kesehatan. Hak ini mutlak mengingat resiko sangat besar yang bisa terjadi pada kaum ibu dalam menjalankan fungsi-fungsi reproduksinya, mulai dari menstruasi, berhubungan seks, mengandung, melahirkan, dan menyusui. Kedua , adalah hak jaminan kesejahteraan, bukan saja selama proses-proses vital reproduksi mengandung, melahirkan, menyusui berlangsung, tapi juga di luar masa- masa itu dalam statusnya sebagai isteri dan ibu dari anak-anak, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an: y  M -MxIP~ 4 †J3 :2 C ‚ M G F xIP~ ? Artinya: Dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara maruf. Al-Baqarah 2: 233 Besar nafkah yang harus diberikan kepada isteri adalah disesuaikan pada kebutuhan di satu pihak dan kemampuan suami di lain pihak. Yang terpenting adalah anggota keluarganya tidak diterlantar. Al-Qur’an meletakkan tanggung jawab kepada suami untuk memberi nafkah kepada isterinya, meskipun isteri mempunyai kekayaan dan pendapatan. Isteri tidak diwajibkan memberi suaminya apa yang didapatkan atas jerih payahnya sendiri. 94 Masdar F. Mas’udi, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan..., h. 75-76 Bahkan jika si suami miskin dan dia kaya, suami harus memberinya nafkah sesuai kemampuannya. Pemberian nafkah tersebut meliputi makanan, tempat tinggal, dan pakaian tho’am, maskan, dan kiswah. 95 Ketiga, hak ikut mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan perempuan isteri khususnya yang berkaitan dengan proses-proses reproduksi. Hak kategori ini, kiranya jelas dapat dipahami dari penegasan umum ayat Al-Qur’an tentang bagaimana suatu keputusan yang menyangkut pihak-pihak dalam lingkup apa pun harus diambil secara bersama. -Ra J 1 CM -Rd‡ [w Artinya: ...”sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka ; Asy-Syura 42:38 ”Tidak satu keputusan yang menyangkut orang lain bisa diambil secara sepihak, juga urusan reproduksi antara suami-isteri.” Sebagai pengemban fungsi reproduksi, perempuan ibu memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh sang ayah suami. 96 Selain itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan hak-hak dan kesehatan reproduksi. Antara lain adalah; 1. Memilih Pasangan Islam adalah ajaran spritual moral berdasarkan kesadaran manusia sebagai hamba Allah. Sebab itu mana yang menjanjikan kebaikan kemaslahatan bagi hamba 95 Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan Dalam Islam, Yogyakarta: LSPPA Lembaga Studi dan Pengembangan Perempuan dan Anak, Agustus 2000, h. 177-178 96 Masdar F. Mas’udi, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan…, h. 77 Allah, itu yang diunggulkan. Dalam memilih pasangan atau jodoh, mana yang baik lahiriyah maupun batiniyah, duniawi maupun ukhrowinya bagi yang bersangkutan, itulah yang patut jadi pilihan. 97 Tentunya dengan tetap memperhatikan tujuan pernikahan, membangun keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. 2. Menikmati Hubungan Seks. Hubungan seks bagi wanita itu selain merupakan sebuah kewajiban, tetapi juga sebuah hak. Bedanya adalah apabila hubungan seks bagi perempuan isteri adalah hak, maka baginya ada ruang untuk memilih, apakah akan melakukannya atau tidak, juga ruang untuk memilih waktu dan caranya. Hubungan seks tersebut itu pun bisa merupakan kenikmatan baginya Namun jika semata-mata sebagai kewajiban melayani suami, maka tidak mustahil hubungan seks akan lebih dirasakan sebagai beban, bahkan mungkin derita. 98 Menurut Zaitunah Subhan, kebersamaan di dalam menikmati hubungan seksual adalah merupakan hak perempuan dan laki-laki secara seimbang sebagai suami isteri. Sehingga tidak ada yang menikmati sementara yang lain menderita. Berdasarkan asas keadilan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan, persoalan hubungan seksual sesungguhnya dapat berlaku terhadap suami ketika dia menolak melayani isterinya. Ibnu Abbas pernah mengatakan ”aku suka berdandan untuk isteriku seperti dia suka berdandan untukku” Ucapan ini mengandung arti bahwa suami dan isteri perlu saling memberi dan menerima dalam suasana hati yang menggairahkan . 99 3. Kehamilan Mengenai penciptaan manusia, Al-Qur’an menyatakan: 97 Masdar F. Mas’udi, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan…, h. 89 98 Ibid., h. 105-106 99 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan, h. 172-173 \EE [ x HDˆC[ 4 [x d [ ‰P x 4 [x D… [ ‰P x D…= 4 Š=,  I-MTG P E, 4 Š= n‹ \EE n,IPŒ•€ J Ž P 4 U • C 9P 3 4  TGDn J l ? ,N ‹ 4 Artinya: ”Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang. Lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain, Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik ”. QS. Al-Mu’minun:14 Penjelasan Al-Qur’an tersebut sejalan dengan ilmu kedokteran dan embriologi modern, termasuk diciptakannya panca indera. Seperti pendengaran, penglihatan, dan hati. 4. Kontrasepsi Dan Keluarga Berencana Masalah Keluarga Berencana dalam Islam pada mulanya merupakan kontroversi yang seru di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat agama. 100 Sampai kini pun kontroversi itu belum selesai dan mungkin tidak akan bisa selesai. Ada pihak yang mendukung dan ada yang menolaknya. Berbeda dengan ulama di Saudi, misalnya, ulama Indonesia umumnya cenderung membolehkan ikhtiar mengatur kehamilan tanzhim al-nasl, sebagaimana yang dikehendaki pemerintah. Tetapi keputusan Islam sendiri atas hukum ini, tergantung apakah Keluarga Berencana itu maslahah atau tidak bagi umat? Kemaslahatan ini harus jadi kunci utama karena dampak pemakaian kontrasepsi ditanggung manusia sendiri. Karena 100 Masdar F. Mas’udi, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan…, h. 134 sebagai manusia, pilihan apapun yang dilakukan oleh kaum perempuan merupakan suatu hak yang dijamin oleh Deklarasi Hak Asasi Manusia, termasuk dalam hal ini adalah melakukan Keluarga Berencana. Karena Keluarga Berencana sendiri bagi perempuan bukan suatu kewajiban. 101 Sehingga apabila Keluarga Berencana bagi seorang wanita ibu tidak memberikan kemaslahatan, maka tidak boleh dipaksakan dan harus dicarikan solusi yang tepat dan aman sehingga tidak merugikan sang ibu. 5. Aborsi Menurut kedokteran, aborsi adalah berhentinya dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 dua puluh minggu dihitung dari haid terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram atau panjangnya kurang dari 25 cm. Dalam fikih sendiri aborsi ada lima macam, spontan al-isqath al-dzati, darurat al-isqath al-dlaruri, khilaftidak sengaja khata’, menyerupai kesengajaan syibh ’amd , dan sengaja dan terencana al-’amdu. Masing-masing itu ada sanksi hukumnya, dari yang teringan tidak ada sanksi sampai terberat hukuman pidana sesuai usia kandungan. 102 Meski di Indonesia, isu aborsi masih kontroversial karena adanya asumsi hanya terjadi pada kasus luar pernikahan, tapi Majelis Ulama Indonesia MUI sendiri tidak menutup rapat-rapat mengenai aborsi ini. Dalam fatwanya No. 42005 tentang Aborsi 101 Abdul Moqsit Ghazali, Badriyah Fayumi, Marzuki Wahud, dan Syafiq Hasyim, Keluarga Berencana Dalam Islam, Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan , Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda, LKIS, Rahima, Maret 2002, h. 101 102 Lihat Ulfah Ansor, Fikih Aborsi..., h. 38-39 disebutkan, aborsi bisa dilakukan bila kehamilan disebabkan perkosaan atau incest hubungan seks sedarah, dan dilakukan saat usia janin tidak lebih dari 40 hari. 103 Hak-hak reproduksi perempuan dalam Islam seperti telah dijelaskan, sesungguhnya begitu lengkap komprehensif. Tetapi masalahnya seberapa jauh hak- hak itu telah terpenuhi, atau diupayakan secara sungguh-sungguh untuk dipenuhi.

D. Hak Dan Kesehatan Reproduksi Menurut Kesehatan

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Perkawinan Terhadap Nikah Mut’ah Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Islam

3 111 109

Perlindungan Terhadap Hak-hak Istri pada Perkawinan Poligami Melalui Perjanjian Perkawinan Menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

1 57 112

Undang Undang Nomor I Tahun 1974 dan kaitannya dengan perkawinan antar orang yang berlainan agama: studi tentang praktek pelaksanaannya di DKI Jakarta

0 5 91

Anak luar nikah dalam undang-undang perkawinan No.1 Tahun 1974: analisis putusan MK tentang status anak luar nikah

0 3 86

PENGESAHAN ANAK DI LUAR NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Di Pengadilan Negeri Jepara.

0 1 10

KEDUDUKAN PASAL 2 AYAT 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN TERHADAP KONSEP HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

0 0 11

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERKAWINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM A. Sejarah Hukum Perkawinan di Indonesia - Pelaksanaan Perkawinan Terhadap Nikah Mut’ah Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang

0 0 35

PELAKSANAAN PERKAWINAN TERHADAP NIKAH MUT’AH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI

0 0 10

HAK ASUH ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (ANALISIS PENDEKATAN KOMPARATIF)

0 0 95

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH UMUR BAGI PENGANUT ASAS KEWARGANEGARAAN GANDA (Analisis Normatif Pasal 6 Undang-Undang No.12 tahnn 2006 dan Pasiil 7 Undang-Undang No. 1 tahun 1974) -

0 0 76