Persyaratan Kesesuaian Pilihan Kata Diksi

42 dirasakan pada saat pertama kali ia dipakai. Tetapi karena terlalu sering dipakai, segera akan lusuh dan kehilangan tenaganya. 5. Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan. 6. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang idiom yang mati. 7. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial.

2. Peranti-peranti Diksi a. Penggunaan Kata Bersinonim

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sinonimi adalah hubungan antara bentuk bahasa yang mirip atau sama maknanya, sedangkan sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk bahasa lainmuradif. 28 Keraf mendefinisikan sinonimi dengan suatu istilah yang memiliki pengertian 1 telaah mengenai bermacam-macam kata yang memiliki makna yang sama, dan 2 keadaan di mana dua kata atau lebih memiliki makna yang sama. Sebaliknya, sinonim adalah kata-kata yang memiliki makna yang sama syn = sama, onoma = nama. 29 Kata-kata yang bersinonim ada yang dapat menggantikan dan ada pula yang tidak. Karena itu, kita harus memilihnya secara tepat dan seksama. Misalnya, kata dibuat bersinonim dengan dibikin, diciptakan, dan 28 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi ke-4 Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 1315. 29 Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h. 34. 43 dikreasikan. Dalam penggunaan kalimat, keempat kata tersebut tidaklah semuanya bisa saling menggantikan satu sama lain. 30

b. Penggunaan Kata Bermakna Denotasi dan Konotasi

Makna denotatif disebut juga makna yang sebenarnya, makna objektif, makna apa adanya, makna polos, atau makna konseptual. Makna konotatif disebut juga makna asosiatif, yaitu makna yang ditimbulkan oleh sikap sosial dan sikap pribadi karena adanya rasa tambahan dari makna konseptual tadi. Makna denotatif biasanya berdasarkan logika, sedangkan makna konotatif biasanya berdasarkan nilai rasa semata. 31 Tabel di bawah ini akan mempermudah kita untuk memahami perbedaan antara contoh kata yang bermakna denotasi dan konotasi, Kata Makna Denotatif Makna Konotatif Berpulang ke rahmatullah Mati Ada unsur doa, sakral, hormat, agamis 30 Markhamah, dkk., Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2009, h. 13. 31 Mahmudah Fitriyah ZA dan Ramlan Abdul Gani, Pembinaan Bahasa Indonesia Ciputat: UIN Jakarta Press, 2007, h. 79. 44 Mangkat Mati Hanya berlaku untuk raja, kaum bangsa- wan Tutup usia Mati Orang yang dihormati, sudah sangat tua Tewas Mati Mengeri- kan, tragis Gugur Mati Pahlawan, pejuang Meninggal dunia Mati Orang biasa Mampus Mati Marah, benci, kasar Gambar tabel 1. Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa ada keterkaitan antara sinonim dengan makna denotatif dan konotatif. Jadi, sinonim adalah 45 dua kata atau lebih yang sama makna denotatifnya, namun berbeda makna konotatifnya.

c. Penggunaan Kata Umum dan Khusus

Kata umum dan kata khusus dikategorikan berdasarkan ruang lingkupnya. Maksudnya, ruang lingkup kata khusus lebih sempit daripada kata umum. Makin umum ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, makin sempit ruang lingkup suatu kata makin khusus sifatnya. Karena kata umum susah dipahami pembaca pendengar, penggunaannya dalam karangan harus selektif karena pemakaiannya yang berlebihan akan mengakibatkan karangan tersebut kabur bahkan tidak jelas sama sekali. Kata khusus hiponim ialah bentuk istilah yang maknanya terangkum oleh bentuk kata umum superordinat-nya yang bermakna lebih luas, misalnya kata mawar, melati, anggrek, dahlia masing-masing hiponim terhadap kata bunga sebagai superordinatnya. Kata Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Kong Hu Chu adalah kata khusus hiponim terhadap agama superordinat. Hubungan semantiknya adalah antara makna umum superordinat dan makna khusus spesifik hiponim atau antara anggota taksonomi dengan nama taksonominya. 32

d. Penggunaan Kata Abstrak dan Konkret

Kata-kata abstrak ialah kata-kata yang sulit dipahami oleh pembaca pendengar karena referennya berupa konsep. Konsep ialah gambaran dari objek atau proses yang berada di luar bahasa dan memahaminya harus 32 Ibid., h. 84.