Penggunaan Kata Bermakna Denotasi dan Konotasi

45 dua kata atau lebih yang sama makna denotatifnya, namun berbeda makna konotatifnya.

c. Penggunaan Kata Umum dan Khusus

Kata umum dan kata khusus dikategorikan berdasarkan ruang lingkupnya. Maksudnya, ruang lingkup kata khusus lebih sempit daripada kata umum. Makin umum ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, makin sempit ruang lingkup suatu kata makin khusus sifatnya. Karena kata umum susah dipahami pembaca pendengar, penggunaannya dalam karangan harus selektif karena pemakaiannya yang berlebihan akan mengakibatkan karangan tersebut kabur bahkan tidak jelas sama sekali. Kata khusus hiponim ialah bentuk istilah yang maknanya terangkum oleh bentuk kata umum superordinat-nya yang bermakna lebih luas, misalnya kata mawar, melati, anggrek, dahlia masing-masing hiponim terhadap kata bunga sebagai superordinatnya. Kata Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Kong Hu Chu adalah kata khusus hiponim terhadap agama superordinat. Hubungan semantiknya adalah antara makna umum superordinat dan makna khusus spesifik hiponim atau antara anggota taksonomi dengan nama taksonominya. 32

d. Penggunaan Kata Abstrak dan Konkret

Kata-kata abstrak ialah kata-kata yang sulit dipahami oleh pembaca pendengar karena referennya berupa konsep. Konsep ialah gambaran dari objek atau proses yang berada di luar bahasa dan memahaminya harus 32 Ibid., h. 84. 46 menggunakan akal-budi. Kata peradaban – misalnya – tidak dapat ditunjukkan dengan hanya memperlihatkan sesuatu benda, gambarnya atau replika modelnya, namun harus dijelaskan dengan definisi yang panjang- lebar, bahkan dengan literatur yang tidak sedikit. Kata konkret ialah kata- kata yang mudah dipahami karena referennya dapat dilihat, didengar, dirasakan, atau diraba. Kata monyet – misalnya – referennya dapat ditunjukkan dengan cara melihat gambarnya. Di samping itu, untuk menunjukkan referennya, orang bisa pergi ke hutan atau ke kebun bianatang dengan cara melihat menunjukkan benda aslinya. Ditinjau dari aspek morfologis, kata benda nomina yang dibentuk dengan ke-an dan pe-an sebagian besar menjadi kata abstrak, 33 misalnya keadilan, kekuasaan, kelainan, kebodohan, perbedaan, perselisihan, pendidikan, dan sebagainya. e. Penggunaan Bentuk Idiomatik Idiom adalah adalah: 1 konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna hanya karena yang lain, 2 konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota- anggotanya. 34 Keraf mendefinisikan idiom dengan pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis 33 Ibid., h. 83. 34 Markhamah, dkk., Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2009, h. 26. 47 atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya. 35 Misalnya kata kambing hitam pada kalimat, “Dalam peristiwa kebakaran itu hansip menjadi kambing hitam, padahal dia tidak tahu apa- apa.” Makna kambing hitam secara keseluruhan tidak sama dengan makna kambing dan hitam. Berikut ini adalah kata-kata yang bersifat idiomatik dan tidak idiomatik, Kata idiomatik betul Kata tidak idiomatik salah Hormat akan Hormat kepada Hormat terhadap Hormat atas Hormat sama Terdiri atas Terdiri dari Bertemu dengan Bertemu sama Gambar tabel 1. 2. C. Syair Syair adalah bentuk kesusastraan yang paling tua. Para ahli ‘aruud اﻠ ﻌ ﺮ ﻮ ض 36 mengatakan bahwa pengertian syair sama dengan nazm اﻠ ﻧ ﻇ ﻢ , 37 yaitu مﻼﻜﻟا 35 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Cetakan ke-15 Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 109. 36 Secara etimologis ﻋ ﺮ و ض ‘Arud adalah اﻠ ﺼ ﻌ ﺐ اﻠ ﻄ ﺮ ﯿ ﻖ jalan yang sulit, اﻟ ﻨﺎ ﺤ ﯿﺔ aspek, اﻠ ﺳ ﺤ ﺎ ب awan tipis, اﻠ ﻣ ﺷ ﺮ ﻓﺔ ﻤ ﻜ ﺔ kota Mekah, اﻟ ﻣ ﻧ ﻮ ﺮ ة اﻟ ﻣ ﺪﯿ ﻨﺔ kota Medinah. Secara istilah ‘Aruud adalah ﺕﺎﻓﺎﺣﺰﻟﺍ ﻦﻣ ﺎﺮﺘﻌﻳ ﺎﻣﻭ ﺎﻫﺪﺳﺎﻓ ﻭ ﺮﻌﺸﻟﺍ ﻥﺍﺯﻭﺃ ﺢﻴﺤﺻ ﻪﺑ ﻑﺮﻌﻳ ﻝﻮﺻﺄﺑ ﻢﻠﻋ . Ilmu yang dapat mengetahui benar dan salahnya sebuah pola irama syair dilihat dari segi zihaaf dan ‘illahnya. Abdussalaam Syaraaqy, Al-‘Aruud wa al-Qaafiah, Tanta: Al-Tijariyah, 1945, Cet. Ke-6, h. 3.