Perlawanan pasif Analisa Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Pembagian Dividen

dipenuhi olehnya. Yang paling banyak digunakan ialah usaha menggagalkan pemungutan pajak dengan menghalang–halangi penyitaan dengan cara melenyapkan barang–barang yang sekiranya akan dapat disita oleh fiscus dengan jalan mengganti perusahaan pribadi menjadi suatu perseroan, atau menjual barang–barang yang dapat disita ataupun memindah–tangankan atas nama istri atau orang lain bukan karena keharusan. Sering juga dengan cara mengajukan sanggahan kepada pengadilan negeri terhadap perintah cara penyitaan atau dengan melancarkan surat–surat berisi protes atau keberatan– keberatan.

2. Perlawanan pasif

Hal ini terdiri dari hambatan–hambatan yang mempersukar pemungutan pajak dan yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, dengan demikian perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan dengan teknik pemungutan pajak itu sendiri. 95

C. Tantangan Penerapan Peraturan Pajak Penghasilan

Umumnya, Direktorat Jenderal Pajak menghadapi kesulitan karena transaksi usaha di negara berkembang seperti Indonesia masih mendasarkan diri pada pembayaran tunai, atau dikenal sebagai cash economy. Keadaan ini membuat potensi pajak yang sebenarnya sulit diketahui dan kurang menguntungkan. Kesulitan ini ditambah lagi dengan adanya kelemahan umum sistem penanggulangan kejahatan 95 Brotodihardjo R. Sntoso, Op.cit,. hal. 13-18 Madong Rianto Sitanggang : Analisa Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Pembagian Dividen, 2009 pencurian sumber alam. Akibat kelemahan tersebut, transaksi illegal seperti illegal logging, illegal fishing, serta penyeludupan berbagai jenis barang, termasuk bahan bakar minyak BBM berkembang sampai pada tingkat yang memprihatinkan. Berbagai praktik korupsi juga menambah keragaman hambatan, sehingga menghalangi kehandalan prediksi potensi pajak yang sebenarnya. Menghadapi berbagai hambatan ini, Direktorat Jenderal Pajak dituntut mampu menyajikan strategi yang komprehensip. Dengan demikian, kebijakan pemungutan pajak yang dipilih mampu meningkatkan kepedulian masyarakat bahwa pembiayaan negara adalah masalah yang harus dicari pemecahannya bersama–sama. Dilihat dari tingkat kepatuhannya, pelaksanaan kewajiban perpajakan di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu sekitar 40. Sebagai contoh, masih banyak anggota masyarakat yang seharusnya sudah memiliki NPWP tetapi belum ber–NPWP dan penerimaan pajak tidak langsung masih tinggi. Rendahnya kepatuhan perpajakan ini mengakibatkan ketidak–adilan dalam masyarakat. Artinya pembayar pajak dirugikan oleh adanya free rider sebagian masyarakat yang telah wajib namun tidak membayar pajak. Semakin tinggi kemampuan ekonomi seorang free rider, kerugian pembayar pajak lainnya akan semakin besar. Soalnya, semakin mampu seseorang, semakin banyak fasilitas publik yang mereka dapatkan, seperti pengamanan atas penghasilan mereka atau kemudahan mereka memakai jalan. Oleh karena itu, bila mereka tidak membayar pajak sesuai beban yang seharusnya, masyarakat lain yang rela membayar pajaklah yang akan menangung beban tersebut. Madong Rianto Sitanggang : Analisa Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Pembagian Dividen, 2009 Lonjakan target yang signifikan; tuntutan sektor swasta yang menginginkan berbagai kemudahan tanpa didukung proyeksi pertumbuhan; dan citra negatif yang masih melekat pada institusi perpajakan, mempersulit upaya pengumpulan pajak. Kebijakan pemungutan pajak yang salah dapat berakibat fatal. Beban pajak yang berlebihan pada sektor penunjang pertumbuhan justru dapat mengakibatkan sektor tersebut mati, atau setidaknya keunggulan kompetitifnya berkurang. Oleh karena itu, ketiga unsur di atas perlu dijaga agar tidak berdampak merusak penunjang pertumbuhan. Paling tidak, peningkatan target penerimaan pajak dapat berjalan seiring dengan tingkat kemampuan Direktorat Jenderal Pajak di bidang riset pengukuran potensi dan beban pajak, serta perluasan modernisasi yang didukung komunikasi masa yang efektif. Dalam usaha memperbaiki citra birokrasi pemerintahaan, umumnya terjadi kelemahan pada sisi komunikasi. Ketika birokrasi sedang menyempurnakan sistem, keberhasilan yang dicapai cenderung bertahap sifatnya, namun keberhasilan ini akan segera tertutup oleh distorsi kecil dalam kinerja yang lazimnya masih terjadi. Maka diperlukan strategi komunikasi yang bisa meredam efek negatif yang muncul, seraya menggambarkan bahwa tanda–tanda perbaikan tersebut tidak hilang begitu saja. Dengan demikian masyarakat sadar bahwa proses perbaikan sedang berlangsung. 96 96 Koperasi Pegawai Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Op.cit; hal. 82-84 Madong Rianto Sitanggang : Analisa Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Pembagian Dividen, 2009 Beberapa tantangan yang masih menghadang adalah : 97 1. masih rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat juga Wajib pajak agar bersedia melaksanakan kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya, terlebih dengan self assessment system yang diterapkan. Kondisi ini akan berpengaruh kepada perolehan penerimaan pajak yang optimal. 2. penduduk dan luasnya wilayah yang menjadi potensi subjek pajak dan objek pajak terlalu besar, dibanding jumlah aparat maupun sarana dan prasarana pendukung kerja. Kenyataan ini menyulitkan Direktorat Jenderal Pajak untuk menggarap potensi pajak yang masih ada secara optimal. 3. masih banyak transaksi ekonomi yang dilakukan secara ilegal underground economy seperti illegal logging, illegal fishing, dan sebagainya. Jelas bahwa pajak sulit menembus transaksi seperti ini, sehingga masih banyak potensi pajak diberbagai sektor ekonomi yang belum terjamah. 4. masih terdapat berbagai aturan atau ketentuan di berbagai sektor bisnis misalnya, perbankan, pasar modal, pencucian uang, lalu lintas devisa, dan lainnya yang belum mendukun dengan undang–undang perpajakan. Akibatnya, sulit memungut pajak dari bisnis tersebut dan usaha memperoleh pajak dari sektor–sektor tersebut menjadi kontradiktif. 5. koordinasi, integrasi, sikronisasi, dan simplikasi KISS antar instansi pemerintah masih belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga perolehan data dan 97 Ibid., hal. 80 Madong Rianto Sitanggang : Analisa Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Pembagian Dividen, 2009 informasi dari instansi lain ke Direktorat Jenderal Pajak terhambat, walaupun sudah ada dasar hukumnya, yaitu Keppres No. 74 Tahun 2004. Namun ada masalah mendasar dalam komunikasi yang dilaksanakan pemerintah, yakni umumnya komunikasi massa pemerintah masih kental dengan kesan bahwa birokrasi adalah penguasa yang menentukan segala–galanya. Posisi masyarakat cenderung ditempatkan di bawah, diajari, dan diatur. Melalui komunikasi seperti ini yang dicapai adalah kepatuhan semu, tanpa kesadaran. bagi instansi pajak yang beroperasi di alam demokratis, tentu sikap otoritarian tidak cocok. Sebab, instansi pajak yang cenderung otoriter cenderung menghambat inovasi dan produktivitas sektor usaha. Pasar gelap akan tumbuh subur dan masyarakat akan berusaha menghindar dari sistem perpajakan. Pada gilirannya, sistem perpajakan semakin tidak adil dan mendorong wajib pajak yang patuh menjadi tidak patuh. Soalnya, biaya kepatuhan yang harus mereka tanggung sangat memberatkan. Di samping itu, pemungutan pajak sesungguhnya bertumpu pada landasan yang kontradiktif. Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran, di satu sisi, institusi perpajakan harus melakukan berbagai upaya pengumpulan pajak, yang salah satu inti kegiatannya adalah pengawasan. Di sisi lain, berbagai kebijakan yang dikeluarkan dalam rangka pengumpulan pajak harus tetap ramah pada dunia usaha. Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak memiliki sumber daya manusia yang terbatas, sehingga diperlukan satu strategi yang mampu melibatkan masyarakat. Lebih dari itu, keterlibatan aktif masyarakat dalam memerangi berbagai Madong Rianto Sitanggang : Analisa Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Pembagian Dividen, 2009 penyimpangan pajak harus digalakkan. Masyarakat harus disadarkan bahwa peran mereka bukan sekedar membayar pajak, tetapi juga mengawasi, karena hal ini akan mengurangi beban pajak mereka dan mengurangi persaingan tidak sehat yang menguntungkan kompetitor bisnis mereka. 98

D. Penegakan Hukum Perpajakan 1. Pemeriksaan

Pajak Agar partisipasi masyarakat membayar pajak memadai, kepatuhan melaksanakan kewajiban perpajakan menjadi syarat mutlak. Pentingnya meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat inilah yang menjadi alasan penyederhanaan jenis, tarif, dan tata cara pemungutan pajak. 99 Berdasarkan Pasal 326 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2KMK.012001 ditetapkan bahwa yang menjadi tugas Direktorat Jenderal Pajak sebagai salah satu unit di lingkungan Departemen Keuangan adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perpajakan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, disamping sebagai pelaksana tugas rutin pemerintahan dalam memberikan pelayanan masyarakat, juga untuk mengamankan rencana penerimaan negara dari sektor pajak yang ditetapkan setiap tahunnya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. 98 Ibid., hal. 82-84 99 Ibid., hal. 8 Madong Rianto Sitanggang : Analisa Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Pembagian Dividen, 2009 Menyadari pentingnya peningkatan kinerja pengawasan dan penegakan hukum ini, Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan beberapa upaya perbaikan salah satunya adalah melalui pembentukan Direktorat Intelejen dan Penyidikan sebagai direktorat khusus yang ditugaskan untuk menangani berbagai bentuk tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak. Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan dan kepatuhan kewajiban perpajakan berwenang melakukan pemeriksaan untuk : a. menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib pajak; danatau b. tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor Pemeriksaan Kantor atau di tempat Wajib pajak Pemerikasaan Lapangan yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi satu jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun–tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan. Pemeriksaan dapat dilakukan juga terhadap Wajib pajak, termasuk instansi pemerintah dan badan lain sebagai pemungut pajak dan pemotong pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban Wajib pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib pajak. Hal ini sesuai dengan Madong Rianto Sitanggang : Analisa Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Pembagian Dividen, 2009 Pasal 29 ayat 1 Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 100 Berdasarkan Pasal 12 ayat 1 Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua surat pemberitahuan SPT yang disampaikan Wajib pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidak–benaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib pajak. Pasal 13 ayat 1 Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, memberi wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB, yang pada hakikatnya hanya terhadap kasus–kasus tertentu. Dengan demikian, hanya terhadap Wajib pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban material. Keterangan lain tersebut adalah data konkret yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak, antara lain berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti pemotongan pajak penghasilan. Pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib pajak. Namun, bagi Wajib pajak yang melanggar pertama kali 100 Bunyi Pasal 29 ayat 1 Undang–Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah : Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peratuaran perundang–undangan perpajakan. Madong Rianto Sitanggang : Analisa Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Pembagian Dividen, 2009 ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Oleh karena itu, Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan Wajib pajak. Dalam hal ini, Wajib pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 dua ratus persen dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB. 101

2. Penerapan Sanksi Peraturan Perpajakan