BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia yang hidup pada sebuah jaman yang serba canggih ini dengan iptek sebagai andalannya, terkadang sering memberikan perubahan-perubahan
yang tidak pasti baik dalam bidang hukum, politik, budaya, moral, norma, nilai dan etika kehidupan yang semua itu berakselerasi dengan cepat. Semakin
cepat perubahan itu, maka semakin maju pula masyarakat dan tuntutan hidup yang harus dipenuhi oleh masing-masing individu juga semakin meningkat.
Akibat bertambahnya kebutuhan hidup pada masyarakat modern maka manusia dalam hidupnya selalu mengejar waktu, mengejar benda, dan
mengejar prestise. Dari sinilah manusia akan memikirkan diri sendiri atau merasa bahwa ia perlu terlebih dahulu memikirkan kepentingan dirinya
egois. Sikap ini selanjutnya akan berakibat pada timbulnya persaingan hidup dan pada gilirannya orang kehilangan pegangan hidup, hanyut terbawa arus
globalisasi. Dengan hilangnya pegangan hidup itu manusia menjadi tidak
mempunyai jati diri. Peniruan-peniruan sering mereka lakukan imitasi untuk bisa dikatakan mempunyai jati diri. Karena itulah orang sering tidak mampu
mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga menimbulkan ketegangan atau stres pada dirinya yang pada akhirnya harus menghadapi
berbagai penderitaan, dan jiwa mereka dipenuhi rasa gelisah dan khawatir
.
Menurut Ahmad Najid Burhani, secara alamiah manusia merindukan kehidupan yang tenang dan sehat, baik jasmani maupun rohani. Kesehatan
yang bukan hanya menyangkut badan, tetapi juga kesehatan mental
1
. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad pun bukan hanya
dipersembahkan bagi pemeluknya kaum muslimin saja, tapi juga untuk seluruh umat manusia. Semua umat Islam tahu bahwa Islam mampu
menjawab segenap persoalan yang terjadi pada umat manusia di muka bumi ini. Sayangnya banyak orang yang enggan mengakui sifat ‘alamiyah
universal Islam ini. Allah SWT dalam mensyariatkan segala sesuatu atas hambanya pasti
menyertakan hikmah di dalamnya. Namun demikian, bukan kewajiban hamba itu untuk mengetahui hikmah tersebut, tetapi jika ia mengetahui hikmah-
hikmah tersebut, maka itu lebih baik, karena akan memotifasinya untuk istiqamah dalam melaksanakan syariah Allah SWT itu.
Harus diyakini bahwa Allah SWT tidak memerintahkan suatu perintah kecuali pasti ada manfaat bagi hamba yang mentaatinya. Demikian pula
sebaliknya, Allah tidak melarang sesuatu kecuali pasti ada muhlarat untuk hamba yang melanggarnya.
Sebuah kata yang mungkin sering terdengar ditelinga, kata tersebut merupakan sebuah perbuatan yang melanggar aturan atau syari’at yang telah
ditentukan oleh Allah, tentunya bagi umat Islam mempunyai makna yang luas. Kata tersebut yaitu “maksiat”.
1
Ahmad Najib Burhani,, Manusia Modem Mendamba Allah Renungan Tasawuf Positif, Jakarta: Hikmah, 2002, hal. 175
Dari awal mulanya penciptaan manusia yaitu Nabi Adam kata tersebut sudah dilakukan, Nabi Adam melanggar perintah Allah dengan mengambil
buah Khuldi. Akhirnya Nabi Adam dikeluarkan dari surga atas kemaksiatan yang ia perbuat. Iblis terusir dari rahmat Allah Swt karena maksiat. Dan
sungguh rontoknya seluruh peradaban di muka bumi ini, hanya disebabkan satu kata. Itu tiada lain adalah ‘maksiat.’ Tiada yang beruntung seseorang
dalam melakukan maksiat. Hal terbaik yang harus dikerjakan adalah meninggalkannya.
Maksiat tidak hanya dilakukan oleh kaum durjana, ia bahkan dapat membuat seorang shaleh tergelincir dan membuat para kekasih Allah
terperosot. Karenanya berhati-hatilah dari perbuatan maksiat. Sungguh dalam berbuat maksiat tidak ada seorang pun yang beruntung
Contoh-contoh yang penulis terangkan diatas telah jelas sekali bahwa kemaksiatan telah meraja-lela dimuka bumi ini. Melakukan suatu dosa atau
maksiat sangat mempengaruhi kepribadian, jiwa dan hati. Allah SWT telah jelas menerangkan didalam al-Quran, surat Ar-Ruum
ayat: 41, bahwa kerusakan yang timbul di muka bumi ini adalah disebabkan oleh perbuatan manusia sendiri sebagai berikut:
⌧
☺ ⌧
⌧
Artinya : ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan
yang benar.
2
Ar-Ruum: 41 Adapun Hati terbagi menjadi dua bagian, yaitu hati yang merupakan
tempat ‘Arsy Rahman, yang di dalamnya terdapat cahaya, kehidupan, kebahagiaan, kesenangan dan segala bentuk kebajikan. Sedangkan hati yang
kedua adalah hati yang menjadi tempat bercokolnya syaitan. Didalamnya terdapat kesempitan, kegelapan, kesedihan, kecemasan, ketakutan, duka cita
3
. Hati adalah sumber kebaikan dan keburukan seseorang. Bila hati
penuh dengan ketaatan kepada Allah, maka perilaku seseorang akan penuh dengan kebaikan. Sebaliknya, bila hati penuh dengan syahwat dan hawa nafsu,
maka yang akan muncul dalam perilaku adalah keburukan dan kemaksiatan. Menurut Kartini Kartono, mental yang sehat adalah kemampuan
seseorang memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapatkan kebersihan
jiwa, dalam pengertian tidak terganggu oleh ketegangan, ketakutan dan konflik batin
4
. Hati nurani adalah salah satu aspek terdalam dalam jiwa manusia yang senantiasa menilai benar salahnya perasaan, niat, angan-angan,
pemikiran, hasrat, sikap dan tindakan seseorang, terutama dirinya sendiri. Sekalipun hati nurani ini cenderung menunjukkan apa yang benar dan apa
yang salah, tetapi ternyata tidak jarang mengalami keragu-raguan dan
2
Yayasan Penterjemah Al-Qur’anPenafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an. Raja Fahd. 1971.
3
M. Shalih al-Munjid, Terapi Mengatasi Kecemasan, Robbani Press, Jakarta. Cet ke-II, h.1-3
4
Kartono, Kartini, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental, Bandung: Mandar Maju, 1989 hal. 4
sengketa batin, sehingga seakan-akan sulit menentukan mana yang benar dan mana yang salah.
5
Tempat untuk memahami dan mengendalikan diri itu ada di hati. Hatilah yang menunjukkan watak dan siapa diri kita sebenarnya. Hati atau
kalbulah yang membuat manusia mampu berprestasi, bila hati bening dan jernih, insya Allah, keseluruhan diri manusia akan menampakkan kebersihan,
kebeningan, dan kejernihan.
6
Di antara fungsi hati, menurut Al-Ghazali, adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
7
Allah telah menciptakan hati sebagai tempat Dia bersemayam. Fungsi hati adalah untuk mengenal Tuhan, mencintai Tuhan,
menemui Tuhan, dan pada tingkat tertentu, melihat Tuhan atau berjumpa dengan-Nya. Hati yang berpenyakit ditandai dengan tertutupnya mata batin
seseorang dari penglihatan-penglihatan rohaniah. Terkadang hati diserang oleh penyakit dan sakitnya bertambah parah,
tetapi tidak disadari oleh pemiliknya. Bahkan bisa membuat hati beku dan mati. Seseorang dapat menyadari apabila kesibukan-kesibukan menghampiri,
begitu banyak pikiran-pikiran, sehingga Sholat sebagai sarana mengingat Allah, terlewati dengan sekedarnya, kalau bisa bacaan-bacaannya sedemikan
cepatnya agar bisa melanjutkan aktivitas lain. Ada kalanya sholat serasa indah dan penuh makna, tetapi kebanyakan lainnya begitu cepat tanpa meninggalkan
kesan. Disinilah hati akan mulai terpengaruhi, karena serba terburu-buru,
5
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, Yogkayarta:
Yayasan Insan Kamil-Pustaka Pelajar Offset, 2001. h. 147
6
Herwono dan M. Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid: Memperbaiki Diri Lewat Manajemen Qalbu,
Bandung: Hikmah-Mizan, 2002 h. 226-227
7
http:www.semaian.netagritechindex.php?option=com=viewid=24Itemid=157 7
Juli 2008
sampai-sampai tidak merasakan indahnya kedamaian tatkala sholat dan ketenangan setelahnya.
Ketika seseorang menyadari ada yang tidak beres dengan hatinya, serasa penuh stress dan tidak tenang bahkan penuh angan-angan yang
berlebihan, maka detik itu hatinya mulai sakit, dan setiap penyakit harus diobati agar kembali sembuh. Adapun untuk mengobati hati kita haruslah
bersabar. Untuk mengobati Hati, kita harus telaten dan sabar, karena ini akan
sangat berat dan susah, karena cobaan-cobaan yang muncul dari diri kita masing-masing. Adapun makanan yang bergizi untuk Hati adalah Iman dan
Obat yang dimaksud adalah Al-quran. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, salah satu tanda kesehatan Hati adalah meninggalkan kesenangan dunia
hingga berlabuh ke Akhirat dan bertempat disana dunia seakan-akan dirinya bagian dari penduduk akhirat.
8
Allah Maha pengasih lagi maha penyayang, barangsiapa yang berusaha mencari kedamaian dan ketenangan Jiwa dengan jalan yang Allah telah
syariatkan, tentulah Allah tidak akan menyia-nyiakan. Allah akan menumbuhkan ketenangan kepada Hatinya, sehingga seluruh perkara-perkara
kehidupan di dunia tersusah sekalipun dihadapi dengan senyum ketenangan. Tentunya seseorang pernah merasakan kegagalan dalam sebuah ujian di kuliah
ataupun kehidupan, terkadang kegagalan ini ada karena ketergesa-gesaan mereka sendiri, sehingga semua serasa semrawut dan tidak bisa konsentrasi
8
http:ikider.deindex.php?option=com_contenttask=viewid=35Itemid=30 7 Juli
2008
dalam ujian yang akan dihadapi, ini karena pikiran dipenuhi kesibukan- kesibukan dan hati menjadi tidak bisa fokus.
Penyakit hati adalah kesedihan, kemarahan, dendam, iri hati, kesombongan dan semua sifat buruk lainnya. Bila disimpan, menyebabkan
kesulitan mencari keseimbangan, bahkan kehilangan keseimbangan.
9
Banyak penyakit hati yang sulit dihilangkan, ketika seseorang mengalami penderitaan akibat perbenturan ego. Penyakit hati dapat
menyebabkan benturan itu meluap setiap kali mengalami masalah. Pada jenis penyakit hati ini, selalu saja tak ada yang ingin disalahkan. Jarang yang ingin
mengintropeksi dirinya ketika mengalami benturan dalam hidupnya. Penyakit hati menimbukan gangguan psikologi dan gangguan ini
berpengaruh pada kesihatan fizikal.
10
Contoh penyakit hati adalah dengki, iri hati, dan dendam kepada orang lain. Dendam adalah rasa marah yang
tersimpan jauh di dalam hati, sehingga memporak-porandakan hati. Akibat dari menyimpan dendam dihati, akhirnya menjadi tertekan berkepanjangan.
Adapun akibat dari iri hati ialah kehilangan perasaan tenteram. Orang yang iri hati tidak dapat menikmati kehidupan yang normal kerana hatinya tidak
pernah tenang sebelum melihat orang lain mengalami kesulitan. Dia melakukan berbagai hal untuk memuaskan rasa iri hatinya. Bila ia gagal, ia
akan jatuh kepada tekanan dan kekecewaan. Penyakit-penyakit hati secara tidak langsung dapat diketahui melalui
tanda-tandanya secara lahiriyah yang mengisyaratkan tentang kehadirannya. Tanda-tanda tersebut banyak sekali, yang paling nyata di antaranya ialah sikap
9
http:www.mahoni30.orgindex.php?Itemid=36id=34option=com 7 Juli 2008
10
Ibid, www. semaian.com
bermalas-malasan dalam mengerjakan berbagai macam ketaatan, merasa berat berbuat kebajikan, sangat terikat pada syahwat hawa nafsu, sangat cenderung
kepada kelezatan dunia, sangat ingin memperluas kesejahteraan di dalamnya serta lebih lama berdiam di sana.
11
Menurut Ibnu Qoyyim, dosa dan maksiat karena hati yang sakit menyebabkan seseorang terus terjerumus dalam perbuatan yang menjauhkan
dirinya dari Allah. Hal itu berakibat pada hilangnya berkah, rasa malu, dan kenikmatan yang seharusnya diterima oleh hamba serta berujung pada syirik,
cinta dunia, laknat, dan kehancuran
12
Dari sinilah maka penyakit hati lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk dari penyakit-
penyakit tubuh ditinjau dari berbagai segi dan arah yang paling merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan madharat
atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagiaan di dunia, dan bermudharat bagi akhiratnya.
Jelaslah perbuatan maksiat jika dilakukan terus-menerus akan membuat keresahan dalam hati, setiap orang melakukan hal-hal yang berbau
dosa secara tidak langsung hatinya merasakan keresahan dan kegelisahan yang membuat dirinya ragu-ragu untuk melakukan hal tersebut.
Jadi adakah kemaksiatan yang seseorang lakukan akan mempengaruhi hati? Bagaimana dan atas jalan apa maksiat itu mempengaruhi hati? Dari itu
penulis dalam kesempatan ini mencoba memberikan sebuah masukan bagi civitas akademika yang penulis tuangkan dalam skripsi dengan judul
11
As-Sayyid Al-Allamah Abdullah Hadad,, Menuju Kesempurnaan Hidup,Bandung: Mizan, 1992, hal. 88-89
12
Ibnu Qoyyim, Penawar Hati Yang Sakit. Jakarta: Gema Insani, 2003, hal. 23
”Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn Al-Qayyim Al Jauziyyah”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah