pada masa sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan diuraikan sebagai berikut:
1. Pendidikan Islam Sebelum Kemerdekaan
Pendidikan Islam sebelum kemerdekaan memiliki ruang gerak yang sempit dan diwarisi peraturan serta kebijakan yang menghambat pendidikan Islam untuk
berkembang, yaitu dengan adanya kebijakan pemerintah Hindia Belanda berupa ordonansi guru.
19
Ordonansi pertama yang dikeluarkan pada tahun 1905 mewajibkan setiap guru agama Islam untuk meminta dan memperoleh izin
terlebih dahulu, sebelum melaksanakan tugasnya sebagai guru agama, sedangkan ordonansi kedua yang dikeluarkan pada tahun 1925, hanya mewajibkan guru
agama untuk melaporkan diri. Pada tahun yang sama. Pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan yang
lebih ketat lagi, berupa tidak semua orang kyai boleh memberikan pelajaran mengaji.
20
Hal ini terkait dengan Snouck Hourgronje yang pernah mengemukakan usul untuk memberikan pengawasan ketat kepada para pegawai agama.
21
Hal ini menunjukan Kedua ordonansi ini dimaksudkan sebagai media pengontrol bagi
pemerintah kolonial untuk mengawasi sepak terjang para pengajar dan penganjur agama Islam di negeri ini. Peraturan itu mungkin disebabkan oleh adanya gerakan
organisasi pendidikan Islam yang sudah tampak tumbuh seperti Muhammadiyah, Partai Syarikat Islam, dan lain-lain.
Pada tahun 1926, Ordonansi Guru disalahgunakan oleh Pemerintah lokal untuk menghambat gerakan ummat Islam. Peristiwa itu dialami oleh kalangan
Muhammadiyah di Sekayu Palembang. Pada waktu itu, pengurus Pusat yang akan
19
Ordonansi guru adalah surat perintah mengenai kebijakan pada Hindia Belanda untuk guru agama yang ditekankan yakni guru agama Islam diharuskan mendapatkan surat ijin mengajar oleh
pemerintah Hindia Belanda. Jelas ini akan menyudutkan, karena fakta dilapangan untuk mendapatkan ijin dipersulit. Apalagi untuk guru-guru agama yang mempunyai misi pergerakan
dan pembaharuan yang bersifat radikal. Biasanya diperlakukan bagi guru-guru yang pernah mendapat pengaruh dari pembaharu dari luar, seperti Muhammad Abduh, Jamaludin Al-Afghani,
dll. Karena mereka dianggap akan memperkuat umat Islam dan mengancam keberadaan pemerintahan Hindia Belanda. Baca,
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1996, Cet. VIII, h. 199
20
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah ed. Terj, Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islmaondererricht Door, oleh Abdurrahman, Jakarta, PT. Pustaka LP3ES Indonesia,
1994, Cet. II, h. 111
21
Karel A. Streenbrink, Pesan tren, madrasah, Sekolah….h. 108
meresmikan Sekolah Muhammadiyah setempat tiba-tiba dilarang, padahal sebelumnya mereka sudah memberitahukan rencana kegiatan itu kepada Residen
Palembang.
22
Oleh karena Ordonansi Guru pada hakikatnya adalah kebijakan yang digunakan untuk mematikan gerakan pembaharuan terutama pendidikan
Islam yang sedang digalakkan. Kebijakan lain yang menghambat selain Ordonansi Guru yakni Ordonansi
Sekolah Liar. Sejak Tahun 1880 pemerintah kolonial secara resmi memberikan izin untuk mendidik pribumi.
23
Pada tahun 1932 keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan menutup madrasah yang tidak ada izinnya atau memberikan
pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah kolonial yang disebut Ordonansi Sekolah Liar.
24
Peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya gerakan Nasionalisme- Islamisme tahun 1928, berupa sumpah pemuda.
25
Agaknya perlu dicatat beberapa faktor yang ikut mewarnai situasi menjelang lahirnya ordonansi pengawasan ini. Salah satu faktornya adalah Pemerintah
kolonial pada saat itu terpaksa mengadakan penghematan, berhubung merosotnya ekonomi dunia, dan memperendah menghambat segala aktifitas termasuk dalam
bidang pendidikan khususnya Islam. Kebijaksanaan ini membawa akibat sangat majunya pendidikan Kristen di Indonesia. Sementara itu keinginan orang-orang
Indonesia untuk memperoleh pendidikan Barat juga semakin berkembang. Ketidak mampuan pemerintah kolonial dalam mengatasi arus yang justru sejalan
dengan apa yang digalakannya selama ini, mengakibatkan bermunculannya sekolah suw
asta pribumi, yang kemudian dikenal sebagai “sekolah liar”. Tetapi karena pengelola dan kurikulum sekolah ini dinilai tidak memenuhi syarat yang
ditentukan pemerintah, maka ijazah sekolah tersebut tidak diakui dikantor-kantor
22
Maksum Muchtar, Madrasah, Sejarah Perkembangannya Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001 h. 116
23
Suwendi, Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004, Cet. I, h. 81
24
Maksum Muchtar, Madrasah, Sejarah Perkembangannya ….h. 118
25
Sumpah Pemuda adalah sebuah komitmen dari pemuda-pemuda yang ingin lepas dari segala bentuk penjajahan. Isi dari sumpah pemuda yakni 1. Kami putra-putri Indonesis mengaku
bertanah air satu, tanah air Indonesia, 2. Kami putra-putri Indonesis mengaku berbangsa satu, Bangsa Indonesia, 3. Kami putra-putri Indonesia mengaku berbahasa satu, Bahasa Indonesia.
resmi. Sekolah liar ini selalu didirikan oleh orang-orang Indonesia dan dimasuki oleh anak-anak Indonesia.
Adapun pendidikan yang berdiri pada masa Hindia Belanda, yaitu Pesantren dan Sekolah Belanda. Disinilah adanya dualisme pendidikan yang sengaja
diciptakan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Meskipun pesantren dianggap sebagai lembaga yang sederhana dan masih banyak menyimpan kelemahan.
Namun gerak perkembangannya tetap di bawah pengawasan pemerintahan Belanda agar tidak membahayakan. Melihat dari sejarahnya, dualisme pendidikan
hampir dialami oleh umat Islam dikarenakan untuk memisahkan dan membuat jarak antara Islam dan Penguasa.
2. Pendidikan Islam Setelah Kemerdekaan