Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang yang sesuai dengan syariah Islam. Umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada asset financial dan investasi pada asset riil. Seorang investor yang berinvestasi dengan harapan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang, sebagai imbalan atas waktu dan risiko yang terkait dengan investasi. Salah satu alasan utama melakukan investasi adalah mempersiapkan masa depan sedini mungkin melalui perencanaan kebutuhan yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan saat ini. Adanya suatu perencanaan investasi adalah jauh lebih baik daripada tidak sama sekali Ahmad Rodoni, 2009:46. Menurut Eko Pratomo 2007:14, selain kebutuhan akan masa depan, seseorang melakukan investasi karena dipicu oleh banyaknya ketidakpastian atau hal yang tidak terduga dalam hidup ini keterbatasan dana, kondisi kesehatan, musibah, kondisi pasar investasi dan laju inflasi yang tinggi. Tetapi dengan adanya alternatif instrumen efek investasi memungkinkan seseorang bisa memenuhi kebutuhan masa depan, dengan menentukan prioritas kebutuhan, menetapkan perencanaan yang baik serta implementasi secara disiplin. 2 Pasar modal merupakan salah satu wahana investasi bagi masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, penerbitan produk-produk investasi di pasar modal sangat penting artinya sebagai alternatif bagi investor dalam menginvestasikan dananya. Salah satu bentuk investasi tersebut adalah reksadana Bapepam-LK, 2012:1. Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung resiko atas investasi mereka. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal dan mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, tetapi hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas Heri Sudarsono, 2008:199. Menurut Mankiw 2006:88, keunggulan utama dari reksadana adalah karena reksadana memungkinkan orang-orang yang hanya memiliki sedikit dana untuk melakukan diversifikasi. Menurut Eko Pratomo dan Ubaidillah 2005:12, Don‟t put all your eggs into one basket Prinsip ini merupakan peringatan yang sangat sering dikumandangkan kepada semua investor. Intinya adalah karena semua investasi mengandung risiko, sehingga jangan sekali-kali menempatkan seluruh dana investasi dalam satu pihak bank atau perusahaan tempat berinvestasi, karena jika hal itu dilakukan dan terjadi sesuatu dengan pihak tersebut, maka habislah semua dana investasi yang dimiliki. Saat ini, reksadana syariah merupakan investasi yang menarik bagi masyarakat yang ingin berinvestasi sesuai dengan syariah. Reksadana syariah merupakan alternatif investasi yang hanya menempatkan dana pada debitor 3 yang tidak melanggar batasan syariah, dalam fundamental maupun operasional perusahaan, sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia MUI. Sebagai salah satu instrumen investasi, reksadana syariah memiliki kriteria yang berbeda dengan reksadana konvensional pada umumnya. Dimana perbedaan ini terletak pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi yang harus berpedoman pada sumb er Alqur‟an dan Hadist serta hukum Islam yang lainnya. Mekanisme transaksi reksadana dalam konsep Fiqih Muamalah berjalan menggunakan akad wakalah yaitu antara investor dengan manajer investasi. Dan Mudharabh antara manajer investasi dengan perusahaan Abdul Hamid, 2009:79. Dalam penyusunan portofolio investasinya, reksadana syariah hanya dapat menempatkan dananya ke dalam instrumen-instrumen investasi yang terbebas dari riba dan praktek-praktek tidak halal menurut syariah. Pada instrumen pasar modal, reksadana syariah hanya menempatkan dananya pada emiten atau perusahaan atau pihak-pihak penerbit instrumen investasi yang tidak melakukan usaha-usaha yang bertentangan dengan prinsip kehalalan syariah seperti riba, perjudian, pornografi, minuman haram alkohol, babi, dan hiburan yang bertentangan dengan syariah dan lain-lain. Untuk itu fungsi dan tugas seorang manajer investasi pada reksadana syariah menjadi lebih luas daripada manajer investasi konvensional yaitu menyusun strategi portofolio yang baik agar menghasilkan return optimal dan outperform dibandingkan dengan reksadana lain, dengan tetap menjamin kehalalan proses investasi yang dilakukan Abdul Hamid, 2009:80. 4 Menurut Usman 2000 dalam Hariandy Hasbi 2010:64, investor dalam berinvestasi dapat memilih 4 jenis reksadana berbasis syariah, antara lain: 1 reksadana syariah saham, jenis reksadana ini menawarkan imbal hasil yang tertinggi jika dibandingkan reksadana lainnya. Tentunya, imbal hasil yang tinggi ini juga diimbangi oleh tingkat risiko yang cukup tinggi; 2 reksadana syariah campuran, reksadana ini menempatkan investasi dalam efek ekuitas serta hutang. Reksadana jenis ini lebih aman pada kondisi pasar dimana terjadi volatilitas yang cukup tinggi dikarenakan investasi ditempatkan di berbagai instrumen, baik itu saham, obligasi, maupun pasar uang; 3 reksadana pendapatan tetap, jenis reksadana ini menawarkan imbal hasil terendah jika dibandingkan beberapa reksadana lainnya. Namun, tingkat risiko yang ditawarkan juga rendah; 4 reksadana terproteksi, reksadana ini memberikan proteksi sebesar 100 dari nilai investasi awal dengan syarat dan ketentuan khusus yang berlaku, reksadana ini cenderung diinvestasikan pada instrumen pasar modal dan pasar uang yang lebih aman. Salah satu ukuran kinerja investasi untuk reksadana syariah adalah Nilai Aktiva Bersih NAB. Menurut Heri Sudarsono 2008:218, nilai aktiva bersih berasal dari nilai portofolio reksadana yang bersangkutan. Aktiva atau kekayaan reksadana dapat berupa kas, deposito, SBPU, SBI, surat berharga komersial, saham, obligasi, right, dan efek lainnya. Sementara kewajiban reksadana dapat berupa fee manajer investasi yang belum dibayar, fee Bank Kustodian yang belum dibayar, pajak-pajak yang belum dibayar, fee broker yang belum dibayar serta efek yang belum dilunasi. 5 Nilai Aktiva Bersih merupakan jumlah aktiva setelah dikurangi kewajiban- kewajiban yang ada. Sedangkan NAB per Unit Penyertaan merupakan jumlah NAB dibagi dengan jumlah nilai Unit Penyertaan yang beredar outstanding yang telah beredar dimiliki investor pada saat tertentu. NAB per sahamunit dihitung setiap hari oleh Bank Kustodian setelah mendapat dana dari Manajer Investasi dan nilainya dapat dilihat dari surat kabar yang dilihat reksadana bersangkutan setiap hari. Besarnya NAB bisa berfluktuasi setiap hari, tergantung dari perubahan nilai efek dari portofolio. Meningkatnya NAB mengindikasikan naiknya nilai investasi pemegang saham per unit penyertaan. Begitu juga sebaliknya, menurun berarti berkurangnya nilai investasi pemegang saham per unit penyertaan. Perkembangan reksadana syariah di Indonesia dari tahun 2008 sampai tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Reksadana Syariah Tahun Jumlah Reksadana Syariah Total NAB Rp Miliar 2008 37 1.814,80 2009 46 4.629,22 2010 48 5.225,78 2011 50 5.564,79 2012 54 8.050,07 Sumber: Bapepam, Statistik Pasar Modal Syariah 2012 Perkembangan reksadana syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Apabila dilihat dari statistiknya pada Tabel 1.1 di atas, dapat dilihat pada kurun waktu tahun 2008 sampai 2012 pertumbuhan jumlah reksadana syariah di Indonesia menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan yang paling signifikan terjadi pada tahun 2007- 6 2008, yaitu naik 22 dari 26 reksadana syariah di tahun 2007 menjadi 37 reksadana syariah di tahun 2008. Kemudian pada tahun 2009 meningkat menjadi 46 reksadana syariah. Namun pada periode tahun 2009 hingga 2012, peningkatan jumlah reksadana syariah tidak terlalu signifikan. Dan secara kumulatif pada bulan Desember 2012 terdapat 54 reksadana syariah yang tercatat di pasar modal Indonesia. Selain jumlah reksadana syariah yang meningkat, total Nilai Aktiva Bersih NAB juga terus mengalami peningkatan selama periode 2008 hingga 2012. Sampai Desember 2012 total NAB reksadana syariah mencapai Rp 8.050,07 miliar dan telah terdapat 54 reksadana syariah yang dinyatakan efektif oleh Bapepam. Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Pesatnya perkembangan reksadana syariah tidak terlepas dari kehadiran Undang-Undang tentang Pasar Modal Indonesia No.8 tahun 1995 berisi 116 pasal yang diberlakukan pada awal tahun 1996 dan juga telah diluncurkannya Pasar Modal Syariah oleh Bapepam yang bekerjasama dengan Dewan Syariah Nasional DSN yang diawasi langsung oleh Dewan Pengawas Syariah DPS, yang diharapkan agar semua pihak yang terlibat di pasar modal merasa melindungi hak-hak masyarakat dari praktek-praktek perdagangan yang merugikan. Disamping itu adanya regulasi dan institusi baru ini memberikan peluang kepada manajer investasi dan bank kustodian untuk menyelenggarakan reksadana syariah. Pesatnya peningkatan jumlah reksadana syariah ini juga tidak terlepas berkat terciptanya iklim usaha yang kondusif yang diberikan oleh otoritas pasar modal Bapepam dan DSN atau DPS Abdul Hamid, 2009:81. 7 Perkembangan reksadana syariah juga tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang mendasarinya. Perubahan yang terjadi pada faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi reksadana syariah baik secara positif maupun negatif. Variabel yang dapat digunakan untuk menganalisis reksadana syariah adalah Nilai Aktiva Bersih NAB. Terdapat 4 faktor yang diduga mempengaruhi NAB reksadana syariah, yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS, inflasi, nilai tukar rupiah, dan jumlah uang beredar. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 1011PBI2008, Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut sebagai SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS bagi bank syariah dijadikan sebagai alat instrumen investasi, sebagaimana Sertifikat Bank Indonesia SBI di bank konvensional. Menurut Virlandana dan Hermana 2005, hubungan NAB dengan SBIS menunjukkan korelasi kuat negatif. Jadi jika SBIS menurun maka NAB meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa NAB merupakan alternatif investasi yang lebih menarik pada saat tingkat suku bunga bank syariah menurun. Jika tingkat SBIS menurun akan mempengaruhi iklim investasi di pasar modal dan pasar uang syariah. Dengan turunnya SBIS, maka investasi akan berpindah ke 8 instrumen-instrumen yang memberikan tingkat keuntunganbagi hasil yang lebih tinggi di pasar modal, misalnya reksadana syariah. Situasi ekonomi lainnya seperti kondisi ekonomi makro yang mempengaruhi NAB reksadana adalah inflasi. Menurut Rahardja dan Manurung 2004:155, inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya. Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik. Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan. Sebab dalam sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga bersifat umum dan terus-menerus. Menurut Ali dan Beik 2012, inflasi berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek dengan korelasi positif terhadap NAB reksadana syariah. Hal ini terjadi karena ketika inflasi mengalami peningkatan, maka bank sentral akan merespon dengan menaikkan suku bunga dan bonus SBIS untuk mengurangi jumlah uang beredar. Kenaikan bonus inilah yang kemudian menjadi insentif bagi para investor yang menginginkan return yang tinggi, untuk berinvestasi pada reksadana syariah, sehingga NAB reksadana syariah mengalami peningkatan. Kondisi ekonomi makro yang kedua adalah nilai tukar rupiah. Menurut Sadono Sukirno 2006:397, kurs valuta asing atau kurs mata uang asing 9 menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Menurut Suta 2000 dalam Rahmi Hifdzia 2012:8, fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi dalam negeri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dollar misalnya akan memberikan dampak terhadap perkembangan persaingan produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan karena meningkatnya nilai ekspor dibandingkan nilai impor, sebaliknya akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Memburuknya neraca pembayaran negara akan berpengaruh terhadap cadangan devisa, berkurangnya cadangan devisa akan mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal. Keadaan ini, bagi investor asing akan cenderung melakukan penarikan modal sehingga terjadi capital inflow. Dalam hal ini menyebabkan menurunnya NAB reksadana karena pengelolaan dana investasi reksadana yang sebagian dialokasikan pada saham mengakibatkan kemungkinan investor yang menginvestasikan dananya pada reksadana saham akan melakukan penarikan modal sehingga NAB reksadana pun mengalami penurunan. 10 Makro ekonomi berikutnya dalam penelitian ini adalah jumlah uang beredar. Menurut Veithzal Rivai 2007:7, uang beredar dalam arti luas, yang sering juga disebut sebagai likuiditas perekonomian dan diberi simbol M2, didefinisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik yang terdiri dari uang kartal C, uang giral D, dan uang kuasi T. Dengan kata lain, M2 adalah M1 ditambah dengan tabungan dan deposito berjangka atau disebut juga uang kuasi T. Menurut Manurung 1996 dalam Muhamad Alhidadi Muchtar 2005:61, peningkatan jumlah uang beredar dikaitkan dengan business cycle expansion. Adanya peningkatan jumlah uang beredar akan mendorong bertambahnya sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga perusahaan dapat melebarkan ekspansi usahanya lebih luas yang akhirnya meningkatkan kinerja perusahaan. Meningkatnya kinerja perusahaan akan merangsang para investor melirik saham perusahaan tersebut sehingga berdampak positif terhadap harga saham. Ketika jumlah uang beredar di masyarakat semakin bertambah sehingga ekspektasi harga-harga barang dan jasa akan naik inflasi mengakibatkan tingkat suku bunga deposito dalam perekonomian menurun. Penurunan tingkat suku bunga deposito menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk menginvestasikan dananya di pasar saham dengan harapan akan memperoleh keuntungan yang lebih besar, sehingga akan berdampak pada peningkatan permintaan saham di pasar modal. Hal ini juga menyebabkan meningkatnya NAB reksadana karena pengelolaan dana investasi reksadana sebagian dialokasikan pada saham. 11 Beberapa peneliti yang juga meneliti mengenai reksadana syariah, diantaranya Prantik Ray dan Vina Vani 2005 dengan judul penelitian “Neural Network Models for Forecasting Mutual Fund Net Asset Val ue”. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa variabel Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, Inflasi dan Pasar Ekuitas memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pergerakan NAB pada periode 1999-2004 di India, sedangkan Output Nasional yang dicerminkan dalam Indeks Produksi Industri memiliki pengaruh yang sangat diabaikan pada return reksadana. Annisa Sholihah 2008 dalam penelitiannya ditemukan bahwa JII dan Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja reksa dana syariah. Dan Inflasi menjadi variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi kinerja reksa dana syariah. Sedangkan SWBI dan IHSG tidak memiliki pengaruh. Elena dan Alexandru 2011 dalam penelitiannya ditemukan bahwa dalam analisis pasar AS, kenaikan inflasi menyebabkan tren kenaikan reksadana saham, dengan harapan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Kemudian, tingkat bunga yang lebih rendah di AS menjadikan masyarakat berinvestasi dalam aset pendapatan tetap moneter dan obligasi. Sementara dalam industri investasi Rumania, korelasi ini tidak dapat dibuktikan karena tingkat NAB reksadana saham yang sangat kecil. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah terhadap USD, dan Jumlah Uang Beredar M2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini 12 terdiri dari tiga perusahaan reksadana syariah dengan jenis yang berbeda, yaitu Reksa Dana Syariah BNP Paribas Pesona Amanah yang merupakan jenis reksadana saham, Danareksa Syariah Berimbang yang merupakan jenis reksadana campuran, dan Reksadana Haji Syariah yang merupakan jenis reksadana pendapatan tetap. Penelitian ini dilakukan pada periode Januari 2008 hingga Desember 2012. Periode tersebut dipilih untuk melihat bagaimana pengaruh SBIS sebagai salah satu instrumen perbankan syariah, serta Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Jumlah Uang Beredar sebagai indikator perekonomian nasional dalam mempengaruhi perubahan NAB Reksadana Syariah. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah ”.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh risiko infasi dan nilai tukar terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) pada reksa dana syariah studi pada PT. Danareksa Investment Management Tahun 2007- 2012

2 7 121

Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah

10 32 105

ANALISIS PENGARUH INFLASI , BANK INDONESIA RATE , NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP NILAI AKTIVA BERSIH DANAREKSA SYARIAH BERIMBANG : PERIODE Analisis Pengaruh Inflasi , Bank Indonesia Rate , Nilai Tukar Rupiah Terhadap Nilai Aktiva Bersih Danareksa Syariah B

0 1 14

ANALISIS PENGARUH INFLASI , BANK INDONESIA RATE , NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP NILAI AKTIVA BERSIH DANAREKSA SYARIAH Analisis Pengaruh Inflasi , Bank Indonesia Rate , Nilai Tukar Rupiah Terhadap Nilai Aktiva Bersih Danareksa Syariah Berimbang : Periode J

1 1 20

Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah

0 1 12

Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah

0 0 2

Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah

0 0 11

Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah

0 0 31

Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah

0 3 3

Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah

0 0 6