Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia atau masyarakat selama hidupnya pasti mengalami suatu perubahan. Perubahan bagi masyarakat maupun bagi orang-orang di luar yang menelaahnya dapat menjadi peristiwa menarik atau mencolok dan dapat pula menjadi hal yang tidak menarik untuk diperbincangkan. Perubahan ada yang berjalan dengan sangat cepat dan ada pula yang lambat. Perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-normal sosial, dan lain sebagainya. Perubahan dalam masyarakat telah ada sejak zaman dahulu, namun dewasa ini perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepat, sehingga untuk menghadapinya harus ada yang berperan dalam membina dan membimbing masyarakat dalam mengarungi perubahan yang ada maupun yang akan terjadi. Manusia memiliki karakter yang beraneka ragam. Tujuan hidup manusia pun memiliki makna masing-masing, walaupun terkadang dalam hidup ini terdapat suatu wadah yang telah disajikan oleh Allah SWT, bahwa sesungguhnya kegiatan manusia yang dijalani dan diperjuangkan selalu bertujuan kepada sebuah status sosial. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa seseorang yang berada di muka bumi ini ingin memiliki status sosial yang baik. Status yang dimiliki oleh seseorang adalah sebuah peranan, baik peranan di bidang agama, sosial, politik, ekonomi atau pun budaya. Konsep “pemikiran” dapat dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam diri seseorang, sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah SWT yang banyak dikutip: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri”. 1 Jadi, pemikiran menyangkut suatu wujud batiniah ada dalam diri manusia yang sangat berperan penting dalam membentuk, mempertahankan dan mengembangkan sesuatu yang ada dalam masyarakat seperti kejayaan, keruntuhan dan masa depan. 2 Agama merupakan pegangan dan pandangan hidup bagi masyarakat dan berperan di hampir seluruh bidang kehidupan, terutama dalam hal bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari. Peranan sosial agama ini haruslah dilihat terutama bagi sesuatu yang mempersatukan di mana dalam pengertian harfiahnya agama menciptakan suatu ikatan bersama, yaitu dengan adanya kewajiban-kewajiban sosial keagamaan yang membantu mempersatukan mereka. Dengan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam masyarakat serta cenderung melestarikan nilai-nilai sosial. 3 1 Bunyi ayat tersebut adalah sebagai berikut: + ,- . 012 3 456 7012 89 : -  1 = 6 ?A B2 : -  1 =CEFG H6 3 02 I6 J2 K . L012 M= 6 2NOPR 8 SJ - 1 TU J VW2 Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” Q.S. Al-Ra’du13: 11 2 Taufik Abdullah, Ensiklopedi Dunia Islam, “Pemikiran dan Peradaban” Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2002, h. 1 3 Elizabeth K. Notingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994, h. 42 Kehidupan manusia yang terbentang sepanjang sejarah selalu dibayang- bayangi oleh apa yang disebut agama. Bahkan, dalam kehidupan sekarang pun dengan kemajuan teknologi supra modern manusia tidak luput dari agama. Agama lahir pada babak sejarah pra modern. Sebelum masyarakat dan dunia diwarnai dengan perkembangan pesat ilmu dan teknologi, Peter L. Berger, sebagaimana yang dikutip oleh Dadang Kahmad, melukiskan agama sebagai suatu kebutuhan dasar manusia, karena agama merupakan sarana untuk membela diri terhadap segala kekacauan yang mengancam hidup manusia. 4 Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat, dan tidak dapat hidup menyendiri. Akan tetapi manusia memerlukan hubungan satu dengan yang lainnya, mereka memerlukan beberapa sarana penunjang perkembangan hidupnya. Adanya beberapa orang manusia yang mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat seperti hidup di gua di tengah hutan belantara, menjauhi pertemuan- pertemuan dengan manusia lainnya, sebenarnya menyalahi kodrat manusia itu sendiri. Namun yang pasti, seluruh umat manusia di dunia ini hidup bermasyarakat di lingkungannya. Hasan Shadily, sebagaimana yang dikutip oleh G. Karta Sapoetra, mengatakan: “masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan satu atau karena sendirinya bertahan secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lainnya.” 5 4 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2003, Cet. Ke-3, h. 119 5 G. Karta Sapoetra R.G. Widyaningsih, Teologi Sosiologi Bandung: Amigo, 1982, h. 41 Di dalam fenomena kehidupan beragama dan masyarakat, modernisasi merupakan warna dan nada dalam berkehidupan yang di dalamnya banyak memiliki pertentangan, perbedaan, persamaan, dan kerja sama. Hal tersebut terjadi dalam menjalani dan memahami tentang apa yang sebenarnya, harus dilakukan oleh seorang individu atau kelompok. Di dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama, bukan hanya keselarasan dan keseimbangan yang perlu di bina, akan tetapi fakta-fakta yang memiliki penyimpangan, perbedaan, maupun perpecahan konflik, sebenarnya hal ini yang sangat perlu diperhatikan dan diselesaikan. Menurut Soerjono Soekanto, 6 modernisasi adalah suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomi dan politik. Modernisasi biasanya merupakan perubahan sosial yang terarah, yang didasarkan pada perencanaan yang biasa dinamakan social planning. Modernisasi merupakan suatu persoalan yang harus dihadapi masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan ruang lingkupnya. Oleh karena itu prosesnya meliputi bidang- bidang yang luas, menyangkut proses disorganisasi, masalah-masalah sosial, konflik antar kelompok, hambatan-hambatan terhadap perubahan dan sebagainya. Sedangkan disorgansiasi adalah proses pudarnya atau melemahnya norma- norma dan nilai-nilai dalam masyarakat karena adanya perubahan. Perwujudan disorganisasi yang nyata adalah timbulnya masalah-masalah sosial. Masalah ini dapat dirumuskan sebagai penyimpangan terhadap norma-norma kemasyarakatan yang merupakan persoalan bagi masyarakat pada umumnya. 6 Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, Jakarta: RajaGrafindo, Persada, 2000, h. 346 Dalam menilai norma-norma agama perlu adanya pemikiran-pemikiran dan pertimbangan yang sempurna. Hal ini berarti setiap pemikiran yang sudah melekat dalam agama, mengalami kegoyahan karena adanya suatu perubahan dalam perkembangan zaman. Pada awalnya, proses disorganisasi yang biasanya berupa industrialisasi, pengangguran merupakan persoalan yang meminta perhatian mendalam. Di sinilah peranan agama pun tergangggu karena adanya faktor-faktor kehidupan dan pemikiran yang serba rasional, sehingga segala sesuatu yang bersifat irasional dan immaterial sangat sulit untuk dipercayai. Dalam hal ini, ulamalah yang sangat berperan dalam kehidupan bermasyarakat karena kebanyakan umat Islam yang ada di Indonesia ini khususnya masyarakat pedesaan termasuk golongan rakyat awam dan orang-orang yang berpengetahuan sangat sederhana serta tidak mempunyai keahlian dalam masalah agama yang ada. Kenyataan yang terlihat di desa Cimande Hilir yang menjadi sasaran dari studi ini menunjukkan bahwa sebagian ulama atau tokoh masyarakat di desa tersebut enggan atau tidak mau menerima perubahan sosial pada diri mereka dan pada masyarakat di sana, padahal kalau kita tahu pentingnya teknologi pada zaman modern sekarang ini akan banyak membantu kehidupan masyarakat di sana. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji pemikiran ulama dalam perubahan sosial, terutama dalam penerimaan teknologi modern seperti: alat pengeras suara TOA, radio, handphone dan lain sebagainya. Hal ini mengingat di zaman yang modern ini masih ada sebagian tokoh masyarakat atau ulama yang masih berpegang teguh pada ajaran agama yang diwariskan oleh orang tua mereka sejak mereka masih kanak-kanak. Menurut mereka, alat-alat tersebut adalah buatan orang-orang kafir atau Yahudi yang menurut mereka tidak boleh digunakan atau dipakai. Padahal seandainya mereka mau menggunakan alat-alat itu, banyak manfaatnya dari pada mudarat- nya bagi kehidupan mereka sehari-hari. Namun sebagian ulama menginginkan adanya perubahan yang terjadi di sana agar masyarakat tahu tentang pentingnya teknologi pada abad sekarang ini. Hasil pengkajian itulah yang kemudian penulis tuangkan dalam sebuah karya tulis skripsi yang berjudul “Islam dan Perubahan Sosial” Studi atas Persepsi Pemikiran Ulama terhadap Penerimaan Teknologi Modern di Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin Bogor Bogor.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah