Analisis Kelayakan Pengembangan Bisnis Domba (Studi Kasus : Peternakan Domba Tawakkal Desa Cimande Hilir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor)

(1)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama dari sektor pertanian. Salah satu sub sektor pertanian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah peternakan, karena berbagai lapisan masyarakat Indonesia sangat membutuhkan pangan hewani guna mendapatkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas. Sektor peternakan juga memberikan sumbangan besar terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam sektor pertanian. Tabel 1 menunjukkan subsektor peternakan berkontribusi positif terhadap pergembangan PDB dengan kontribusi rata-rata sebesar 12,6 persen.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Subsektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan (Miliar Rupiah) 2004-2009

Subsektor 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

Tanaman Bahan Makanan

122.611,7 125.801,8 129.548,6 133.888,5 141.800,2 148.691,6 Perikanan 37.056,8 38.745,6 41.419,1 43.652,8 45.752,6 48.253,2 Tanaman

Perkebunan

39.548,0 39.810,9 41.318,0 43.135,6 44.792,6 45.887,1 Peternakan 31.672,5 32.346,5 33.430,2 34.220,7 35.425,3 36.743,6 Kehutanan 17.333,18 17.176,9 16.686,9 16.503,6 16.439,6 16.793,8 Keterangan : *) Angka sementara

Sumber : Kementan RI 2011

Pembangunan subsektor peternakan sampai saat ini tetap mempunyai peranan penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan, baik untuk meningkatkan gizi masyarakat maupun untuk memperluas lapangan kerja di sektor pertanian. Kebutuhan daging yang tinggi di Indonesia tidak didukung dengan pasokan daging yang besar pula. Lebih jauh lagi, pasokan daging yang berkualitas masih didominasi oleh impor, padahal negara Indonesia berpotensi sebagai produsen daging yang berkualitas mengingat potensi ketersediaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tinggi (Sukria & Krisnan 2009).

Kebutuhan akan produk peternakan dan olahannya yang tidak terpenuhi membuat peluang impor produksi peternakan ke Indonesia. Tabel 2 menunjukkan rata-rata peningkatan produk impor peternakan mencapai 2,77 persen pada tahun 2009.


(2)

2 Tabel 2. Perkembangan Nilai Impor Komoditi Peternakan Indonesia Juli 2009

(US$ 000)

No Jenis Komoditi 2008 2009 % Perubahan Jan-Juli 09 thd jan-Jul 08 Jan-Juli Jan-Jul

I Ternak 211.311,69 245.109,75 15,99

II Hasil Ternak Pangan 722.850,68 714.888,85 -1,10

1 Bahan Pangan 490.634,09 512.111,24 4,38

a. Daging 142.536,20 142.797,15 0,18

b. Susu 268.000,15 298.030,65 11,21

c. Mentega 52.566,15 36.772,26 -30,05

d. Keju 23.481,45 29.575,87 25,95

e. Yoghurt 160,14 306,76 91,55

f. Telur Konsumsi 3.889,99 4.628,56 18,99 2 Bahan Selain Pangan 232.216,60 202.777,61 -12,68

Total 934.162,37 959.998,60 2,77

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2009

Pengembangan peternakan mempunyai peranan sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Hal ini tercermin dalam misi pembangunan peternakan, antara lain sebagai penyedia protein, energi, vitamin, serta mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian dan menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan, membantu menciptakan lapangan kerja dan melestarikan serta memanfaatkan sumberdaya alam pendukung peternakan.

Tabel 3. Rata-rata Konsumsi Protein (kg/kapita) Nasional Menurut Kelompok Makanan 2006- 2010

Komoditi Konsumsi Protein (kg/kapita)

2006 2007 2008 2009 2010

Padi-padian 23.33 22.43 22.75 22.06 21.76

Ikan 7.49 7.77 7.94 7.28 7.63

Telur dan susu 2.51 3.23 3.05 2.96 3.27

Daging 1.95 2.62 2.4 2.22 2.55

Minyak dan lemak 0.45 0.46 0.39 0.34 0.34

Sumber : BPS (2011)1

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa konsumsi protein nasional menurut kelompok makanan masih rendah dan cenderung mengalami fluktuasi dengan tren yang masih meningkat. Konsumsi protein yang rendah dikarenakan kondisi perekonomian masyarakat yang mengakibatkan penurunan daya beli terhadap

1

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Rata-rata Konsumsi Protein (gram) per Kapita Menurut Kelompok Makanan 2006 - 2010. http://www.bps.go.id/ [10 November 2011]


(3)

produk daging. Harga daging yang meningkat dari tahun ke tahun merupakan salah satu faktor yang membuat rendahnya konsumsi daging Indonesia.

Gambar 1. Info Harga Beberapa Jenis Daging Rp/Kg di Jawa Barat Tahun 2007-2011

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 2(diolah)

Peningkatan konsumsi masyarakat akan bahan pangan protein dan jumlah penduduk dari tahun 2000 hingga 2010 yang mencapai 15,2 persen (BPS 2011). Dalam kurun satu tahun peningkatan nilai impor komoditi peternakan dan olahannya mencapai 2,77 persen. Peningkatan Impor komoditi periode Juli 2009 ini terjadi pada peningkatan impor ternak sebesar 15,99 persen. Hal ini menggambarkan bahwa permintaan masyarakat Indonesia akan komoditi ternak dan olahannya masih tinggi dan belum dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri.

Menurut Suswono (2010) tingkat konsumsi daging masyarakat Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan masyarakat di kawasan Asia Tenggara. Akan tetapi, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri saja, belum dapat dipenuhi secara mandiri (swasembada) sehingga harus impor. Untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri pemerintah masih harus impor rata-rata

2

[Disnak] Dinas Peternakan. 2011. Info Harga Bulanan. http://www.disnak.jabarprov.go.id [15 November 2011]


(4)

4 26 persen dari kebutuhan, apalagi tingkat konsumsi daging bagi masyarakat setiap tahunnya terus meningkat.3

Tabel 4. Konsumsi Daging per Kapita di Daerah Asia Tenggara pada Tahun 1995 2005

Negara Konsumsi Daging (Kg/Kapita/Tahun) Pertumbuhan (%)

1995 2005 1995-2005

Brunei Darussalam 70,2 60,6 -1,5

Indonesia 9,7 10,0 0,3

Kamboja 13,3 16,4 2,1

Laos 14,4 17,6 2,0

Malaysia 52,2 51,3 -0,2

Myanmar 8,2 23,0 10,8

Singapura 23,9 29,6 2,2

Thailand 28,5 26,7 -0,6

Vietnam 18,8 34,9 6,4

Sumber : Food And Agriculture Organization (2009)

Dalam rangka peningkatan produksi pertanian pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada peningkatan 39 komoditas unggulan nasional. Komoditas unggulan nasional tersebut terdiri atas tujuh komoditas tanaman pangan, sepuluh komoditas hortikultura, 15 komoditas perkebunan, dan tujuh komoditas peternakan. Agar posisi swasembada tersebut dapat berkelanjutan, maka target peningkatan produksinya harus dipertahankan minimal sama dengan pertumbuhan permintaan dalam negeri, dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk secara nasional, permintaan bahan baku industri dalam negeri, kebutuhan stok nasional dalam rangka stabilitas harga serta pemenuhan peluang ekspor (Kementan 2009). Adapun target untuk tujuh komoditas peternakan selama kurun 2010-2014, sasaran produksi dan pertumbuhan tahunannya dapat dilihat pada Tabel 5.

3

Suswono 2010. Konsumsi Daging Masyarakat Indonesia Rendah. http://www.antaranews.com [15 November 2011]


(5)

Tabel 5. Sasaran Produksi Peternakan Nasional 2010-2014 (000 Ton)

No Komoditas 2010 2011 2012 2013 2014 Pertumbuhan (%/Tahun) (Ribu Ton)

1 Daging Sapi 412 439 471 506 546 7,30

2 Daging Kerbau 42 42 42 42 42 0,32

3 Daging

Kambing/Domba

133 138 145 153 161 4,95

4 Daging Babi 232 235 239 243 247 1,66

5 Ayam Buras 324 342 364 378 401 5,47

6 Itik 29 29 30 31 33 3,71

7 Sapi Perah (susu segar)

728 854 986 1.125 1.297 15,56

Sumber : Kementerian Pertanian (2009)

Domba merupakan hewan ternak kecil yang memiliki banyak kegunaan dan manfaat, disamping dapat menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat, maka produk lainnya juga dapat dimanfaatkan sesuai dengan komoditas yang dihasilkan oleh ternak tersebut. Dilihat dari aspek sumberdayanya, domba banyak dibutuhkan oleh masyarakat peternak untuk dikembangkan lebih jauh. Keberadaan ternak ini dengan berbagai macam jenis, baik jenis lokal maupun bukan lokal disamping merupakan sumber plasma nutfah hewani ternak, juga modal usaha bagi peternak yang membudidayakan ternak dan domba tidak hanya menciptakan lapangan kerja dan usaha namun juga memberikan penghasilan (Winarso & Yusja 2010).

Tabel 6. Populasi Ternak Ruminansia di Indonesia Tahun 2007-2010 (000 ekor) Jenis Ternak

TAHUN Perubahan

(%/thn)

2007 2008 2009 2010*

Kambing Sapi Potong Domba Babi Kerbau Kuda Sapi Perah 14.470 11.515 9.514 6.711 2.086 401 374 15.147 12.257 9.605 6.338 1.931 458 393 15.815 12.760 10.199 6.975 1.933 475 399 16.821 13.633 10.932 7.212 2.005 495 409 16 18 14 7 -3 2 32 Keterangan

* = Angka Sementara

Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2011)

Domba merupakan penyumbang daging terbesar ke-3 dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging nasional setelah sapi potong dan kambing, sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan. Domba telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai


(6)

6 tabungan dan sumber protein dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pola usaha ternak domba sebagian besar berupa usaha rakyat untuk menghasilkan bibit atau penggemukan.

Jenis ternak domba dapat menghasilkan beberapa macam komoditas diantaranya berupa ternak hidup dari hasil reproduksi, daging, susu, maupun limbah kotoran ternak yang banyak manfaatnya bagi usaha budidaya pertanian tanaman pangan. Ternak domba, disamping dipandang sebagai penghasil berbagai jenis komoditas utama, maka bagian-bagian dari hasil produksi ternak ini merupakan bahan baku bagi proses produksi selanjutnya. Selain penghasil daging, juga penghasil kulit, tulang, jeroan, darah dan bulu. Produk tersebut merupakan bahan baku industri hilir berikutnya (Winarso & Yusja 2010).

Ternak domba memegang peranan penting dalam pengadaan bahan makanan di Indonesia. Selain sebagai sumber protein hewani, ternak domba juga mempunyai fungsi sosial, baik yang berkaitan dengan rekreasi maupun dalam upacara keagamaan. Apabila dibandingkan dengan ternak kambing, domba memiliki kelebihan dalam beradaptasi dengan lingkungan dan mudah dalam pemeliharaannya.

Menurut Muzamris (1982), daging domba memiliki serat yang lebih halus dibanding daging lainnya, jaringan sangat rapat, berwarna merah muda, konsistensinya cukup tinggi, lemaknya terdapat di bawah kulit yaitu antara otot dan kulit. Permatasari (1992) menyatakan bahwa daging domba sedikit berbau prengus atau memiliki aroma yang hampir sama dengan daging kambing. Timbunan lemak daging domba lebih putih dan padat daripada timbunan lemak daging kambing. Secara umum morfologi kambing dan domba mempunyai banyak kesamaan, namun ada beberapa perbedaan yang menjadi ciri khas dari masing-masing. Tabel 7 menunjukkan beberapa perbedaan secara fisik antara kambing dan domba.


(7)

Tabel 7. Perbedaan Fisik Antara Kambing dan Domba

Domba Kambing

Mempunyai kelenjar dibawah mata yang menghasilkan sekresi seperti air mata

Tidak punya

Dicelah antara kedua bilah kuku keluar sekresi yang berbau khas saat berjalan

Tidak punya

Tanduk berpenampang segitiga dan tumbuh melilit

Tanduk berpenampang bulat dan tumbuh lurus

Bulu sangat baik sebagai bahan wol Bulu tidak dapat dimanfaatkan

Domba jantan tidak berbau prengus Kambing jantan mempunya kelenjar bau yang sangat mencolok ( Prengus)

Sumber : Mulyono (2011)

Konsumsi daging domba dalam pemenuhan protein memberikan banyak manfaat bagi tubuh. Berbagai nutrisi yang terkandung dalam daging domba banyak dibutuhkan oleh tubuh. Tabel 8 menunjukkan nilai nutrisi yang terkandung dalam daging domba antara lain :

Tabel 8. . Informasi Nutrisi Dalam 100 gr Penyajian Daging Domba

Jumlah Rata-Rata Dalam 100 Gr Penyajian

Jumlah Yang Disarankan Dalam Konsumsi Harian (%)

Energy 266 kcal 12

Vitamin B12 2.65 mcg 88

Niacin (Vitamin B3) 11.48 NE 74

Zinc 5.49 mg 55

Protein 26.37 grams 40

Riboflavin (Vitamin B2) 0.25 mg 23

Iron 2.12 mg 22

Vitamin B6 0.13 mg 13

Magnesium 25 mg 11

Folate (Folic Acid) 20 mcg 10

Thiamin (Vitamin B1) 0.09 mg 10

Sumber : Alberta Sheep & Wool Commission (2007)

Ternak domba dapat dipelihara di hampir seluruh wilayah Indonesia, dengan dominasi Provinsi Jawa Barat khususnya Kabupaten Garut dan sekitarnya. Menurut Muladno et al. (2003) ada beberapa keunggulan yang dimiliki ternak domba dibanding ternak lain diantaranya :

a) Daya reproduksinya tinggi, terutama jika diusahakan dengan tata laksana yang baik.

b) Produksi anak dapat mencapai diatas 150 persen pertahun, dengan kelahiran satu sampai empat ekor perkelahiran


(8)

8 c) Mampu menghasilkan daging 50 persen dari bobot badan

d) Kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang cukup tinggi, sehingga domba merupakan ternak yang relative mudah dikelola khususnya dalam hal penyediaan pakan.

e) Lebih tahan terhadap beberapa penyakit, terutama trypanomiosis, sehingga tanah yang tidak dapat digunakan untuk pengembangan ternak lain, dapat dipergunakan untuk pengembangan ternak domba.

f) Mempunyai potensi wisata yang besar.

Perkembangan peternakan domba sampai saat ini relatif jalan di tempat, perkembangan produksi dan produktifitasnya hampir tidak mengalami kemajuan yang berarti. Pola pemeliharaannya yang masih bersifat tradisional dengan skala pemilikan yang kecil diduga sebagai penyebab utama sehingga domba kebanyakan dipelihara apa adanya tanpa suatu perencanaan yang jelas untuk lebih berkembang, lebih produktif dan lebih menguntungkan. Jumlah pemotongan domba betina produktif untuk kebutuhan lokal juga cukup tinggi, sehingga bila produktivitasnya tidak ditingkatkan dan dikembangkan secara komersial dan dalam skala yang besar, dihawatirkan akan terjadi pengurasan populasi domba nasional karena perkembangan populasi domba tidak sejalan dengan meningkatnya permintaan akan domba dan perkembangan populasi penduduk.

Ternak domba di Indonesia memiliki prospek yang lebih baik di masa yang akan datang, mengingat daging domba seperti halnya daging sapi dan daging ayam dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, agama dan kepercayaan di Indonesia. Perkembangan kota-kota besar dan ilmu pengetahuan serta pendapatan yang cukup akan mendorong penduduk untuk memenuhi kebutuhan gizi, khususnya protein hewani. Untuk keperluan tersebut tentunya diperlukan pemotongan ternak terus menerus. Dalam hal ini termasuk ternak domba. Sebab ternak potong seperti sapi dan kerbau sebagai penghasil daging kiranya sampai saat ini dirasa belum mencukupi (Bunyamin 2011).

Untuk memenuhi kebutuhan domba regional, Kementrian Pertanian telah menetapkan target produksi domba per provinsi di Indonesia selama periode tahun 2010-2014 dengan rancangan sesuai dengan Tabel 9.


(9)

Tabel 9. Sasaran Produksi Daging Domba 2010-2014 Untuk Beberapa Provinsi di Indonesia

No Provinsi Target (ton)

2010 2011 2012 2013 2014

1 Jawa Barat 26.523 27.053 27.887 28.525 30.379

2 Jawa Timur 12.960 13.418 13.869 14.285 15.264

3 Jawa Tengah 6.497 6.538 6.569 6.701 6.902

4 Kalimantan Tengah 3.776 4.153 4.473 4.696 4.931

5 Banten 3.463 3.614 3.736 3.848 3.944

6 Sumatera Selatan 2.273 2.500 2.693 2.900 3.074

Sumber : Kementerian Pertanian (2009)

Salah satu subsektor unggulan dalam bidang agribisnis di Jawa Barat adalah subsektor peternakan. Dilihat dari sisi potensi, usaha peternakan sudah menjadi kebiasaan masyarakat pedesaan di Jawa Barat sebagai usaha sambilan ataupun sebagai usaha pokok keluarganya dan sekaligus dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan yang memiliki nilai ekonomi baik bagi pembangunan wilayah maupun bagi petani di Jawa Barat. Selain itu, pengembangan di subsektor peternakan memberikan kontribusi pada penyerapan jumlah tenaga kerja dan sebagai penghasil sumber pangan protein dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (Tawaf dan Firman 2005).

Jawa Barat merupakan provinsi dengan populasi ternak domba terbesar dan tidak kurang dari lima juta ekor dari populasi ternak domba nasional sehingga pantas dinyatakan sebagai provinsi domba. Apalagi, domba yang ada di Jawa Barat dikenal sebagai plasma nutfah Domba Garut yang tidak dimiliki negara lain (Ditjenak 2011).

Usaha peternakan domba termasuk salah satu jenis usaha yang perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan. Pada saat ini kegiatan ekonomi yang berbasis ternak domba terpusat pada peternakan rakyat di daearah pedesaan dengan motif usaha subsisten. Beberapa ciri dari usaha seperti ini adalah skala usaha kecil, modal kecil, bibit lokal, pengetahuan teknis beternak rendah, usaha bersifat sampingan, pemanfaatan waktu luang, tenaga kerja keluarga, sebagai tabungan dan pelengkap kegiatan usahatani.

Menurut Saragih (2010), usaha peternakan dapat dikelompokkan menjadi empat pola usaha yaitu : (1) Usaha sampingan, (2) Cabang usaha, (3) Usaha pokok dan (4) industri peternakan. Domba masih terkonsentrasi pada pola


(10)

10 sampingan dan cabang usaha dan umumnya masih terintegrasi dengan kegiatan usahatani di pedesaan.

Faktor pendorong pengembangan domba adalah permintaan pasar terhadap domba makin meningkat, ketersediaan tenaga kerja besar, adanya kebijakan pemerintah yang mendukung upaya pengembangan domba, hijauan pakan dan limbah pertanian tersedia sepanjang tahun, dan usaha peternakan domba tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi global. Berkaitan dengan berbagai permasalahan tersebut maka pemanfaatan bahan pakan lokal perlu dioptimalkan sehingga dapat menekan biaya pakan tanpa mengganggu produktivitas ternak. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah memelihara dan menggunakan input secara optimal. Dengan upaya tersebut diharapkan seluruh sumberdaya yang dialokasikan dapat digunakan seoptimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang optimal.

Perubahan fungsi lahan dari wilayah sumber hijauan pakan menjadi areal tanaman pangan atau kawasan permukiman dan industri juga mengganggu penyediaan hijauan pakan ternak yang menyebebkan ketersediaan padang penggembalaan menurun. Ada dua faktor yang menyebabkan lambannya perkembangan domba di Indonesia. Pertama, sentra utama produksi domba di Pulau Jawa yang menyumbang 57,04 persen terhadap produksi domba nasional sulit untuk dikembangkan. Kedua, berkurangnya areal penggembalaan, kualitas sumberdaya rendah, akses ke lembaga permodalan sulit, dan penggunaan teknologi rendah (Sutama & Budiarsana 2009).

Usaha ternak domba sudah saatnya menjadi usaha ternak komersial pada skala yang memenuhi economic of scale serta dikelola secara profesional dengan memperhatikan breeding, feeding dan managemen. Peternakan domba yang bersifat subsisten dapat menjadikan ternaknya sebagai usaha pokok yang menguntungkan, salah satunya adalah Peternakan Domba Tawakkal yang terletak di Desa Cimande Hilir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.

1.2. Perumusan Masalah

Kecamatan Caringin menghasilkan 2,11 persen dari total populasi domba yang ada di Kabupaten Bogor (Lampiran 1). Menurut data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor populasi domba di Kecamatan Caringin pada tahun


(11)

2010 mencapai 5.927 ekor dan 1200 ekor dihasilkan oleh Peternakan Domba Tawakkal.

Peternakan Domba Tawakkal adalah salah satu peternakan yang berada di Desa Cimande Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Usaha Ternak domba ini dimulai pada tahun 1993 oleh Bapak Bunyamin. Peternakan Domba Tawakkal memiliki 5 kandang domba dengan total populasi yang mencapai 1200 ekor. Konsumen domba pak Bunyamin ini antara lain rumah makan yang berada di daerah Ciawi hingga daerah Puncak dan juga para pembeli yang datang langsung untuk membeli domba.

Buku data peternakan Kabupaten Bogor 2010 menyebutkan bahwa Peternakan Domba Tawakkal merupakan peternak domba dengan kapasitas dan populasi domba terbesar di Kabupaten Bogor. Data peternak di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Daftar Usaha Peternak Kambing dan Domba di Kabupaten Bogor Tahun 2009

No Nama Perusahaan/ Perorangan

Lokasi

Komoditi Kapasitas (Ekor) Desa Kecamatan

1 Peternakan Domba

Tawakkal Cimande Caringin Domba 1.200

2 PT Caprito A.P Cariu Cariu Kambing

Domba

350 350

3 Duafa Pasir Buncir Caringin Domba 500

4 drg.Jajang S Pekan Sari Cibinong Domba 250

5 Budi Susilo Tegal Waru Ciampea Domba 250

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2010)

Peternakan Domba Tawakkal merupakan peternakan yang bergerak di bidang penggemukan (fattening) dan pembibitan (breeding) domba. Persyaratan yang harus diperhatikan dalam menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan domba yaitu sistem manajemen pemeliharaan dan manajemen pemasaran yang baik dan benar. Perusahaan peternakan dapat dikatakan berhasil, jika semua manajemen yang diterapkan perusahaan untuk memajukan usahanya berjalan dengan baik.

Adanya permintaan domba setiap hari memberikan peluang bisnis bagi usaha penggemukan domba. Untuk daerah Bogor dan sekitarnya permintaan terhadap Peternakan Domba Tawakkal akan daging domba mencapai 15 ekor per


(12)

12 hari untuk kebutuhan pedagang sate atau restoran, sedangkan kemampuan untuk memenuhi permintaan hanya sampai dua ekor per hari. Pada hari-hari besar tertentu juga terjadi peningkatan permintaan yang signifikan terhadap domba. Lebaran Idul Adha adalah masa panen buat pengusaha peternakan domba, seperti Haji Bunyamin. Sebab, pada Hari Raya Idul Adha itu seluruh isi kandangnya akan terjual habis. Bahkan, 20 hari menjelang lebaran Idul Adha, seluruh dombanya sudah bukan menjadi milik Haji Bunyamin karena sudah dipesan oleh berbagai pembeli. Hal berarti setengah dari isi kandangnya, sudah dipastikan berpindah tangan ke konsumen.

Untuk memanfaatkan peluang bisnis dan untuk memenuhi permintaan tersebut, Haji Bunyamin berencana melakukan pengembangan bisnis dengan cara penambahan investasi dalam bentuk kandang dan tanah. Rencana penambahan investasi ini akan menambah jumlah populasi domba yang akan digemukkan. Penambahan investasi yang direncanakan yaitu kandang penggemukan (fattening) sebanyak dua unit, kandang pembibitan (breeding) sebanyak satu unit dan tanah seluas 3000 m2

dengan rencana penambahan kapasitas domba sebanyak 900 ekor. Permasalahan tersebut diatas menarik bagi penulis untuk mengkaji studi kelayakan pengembangan bisnis domba (pembibitan dan penggemukan). Terdapat beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini antara lain : 1. Bagaimana kelayakan usaha pengembangan bisnis pembibitan dan

penggemukan domba Peternakan Domba Tawakkal berdasarkan aspek non-finansial dilihat dari aspek pasar, manajemen, teknis, sosial dan lingkungan ? 2. Bagaimana kelayakan pengembangan bisnis pembibitan dan penggemukan

domba Peternakan Domba Tawakkal berdasarkan aspek finansial ?

3. Bagaimana nilai pengganti (switching value) pengembangan bisnis pembibitan dan penggemukan domba terhadap kelayakan usaha ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji kelayakan pengembangan bisnis (pembibitan dan penggemukan) domba Peternakan Domba Tawakkal dari aspek non-finansial.


(13)

2. Mengkaji kelayakan pengembangan bisnis pembibitan dan penggemukan domba Peternakan Domba Tawakkal dari aspek finansial.

3. Menganalisis nilai pengganti (switching value) pada pengembangan bisnis pembibitan dan penggemukan domba terhadap kelayakan usaha.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan apa yang akan diteliti oleh peneliti maka diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai rekomendasi dan mengetahui apakah perlu melakukan pengembangan ataupun penambahan investasi dan sebagai tambahan dokumen perusahaan dalam mengetahui seberapa besar kelayakan bisnis penggemukan domba yang akan berjalan.

Adapun manfaat untuk berbagai pihak antara lain :

1. Bagi Peternakan Domba Tawakkal, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan operasional usaha dan menentukan kebijakan terkait dengan kegiatan operasional dan pengembangan usahanya.

2. Bagi masyarakat luas terutama peternak, sebagai bahan masukan dan informasi dalam menjalankan bisnis domba.

3. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Bogor, sebagai acuan untuk pengembangan peternakan domba di Kabupaten Bogor.

4. Bagi akademisi dan peneliti, sebagai literatur untuk penelitian yang berhubungan dengan masalah yang relevan dalam rangka pengembangan peternakan domba.


(14)

14

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Domba di Indonesia

Daging domba merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia, disamping produk daging yang berasal dari ternak lain seperti kerbau, kambing, sapi, kuda, babi dan ternak unggas. Untuk produksi nasional secara proporsional 71,29 persen daging ternak ruminansia dihasilkan oleh ternak sapi, 5,5 persen dari domba, 8,6 persen dari kambing dan 11 persen dari kerbau. Data populasi ternak domba di Indonesia dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 5.

Penggemukan domba adalah pemeliharaan domba yang dimulai dari masa pascasapih dalam keadaan kurus untuk ditingkatkan berat badannya melalui pembesaran daging dalam waktu relatif singkat (3-5 bulan). Beberapa hal yang berkaitan dengan usaha penggemukan domba adalah jenis domba. Menurut Sutama dan Budiarsana (2009) beberapa jenis domba ternakan yang umum dipelihara petani dalam usaha penggemukan domba di Indonesia adalah :

1. Domba Ekor Tipis (DET)

Domba Ekor Tipis sering disebut sebagai domba lokal/ DET banyak dijumpai di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Ukuran tubuhnya relatif kecil dan warna bulu bermacam-macam. Kadang-kadang terdapat lebih dari satu warna bulu pada seekor domba. DET jantan bertanduk relative kecil, sedangkan betina tidak bertanduk. Pertumbuhan DET agak lambat. Oleh karena itu, berat badan dewasa hanya 30-50 kg untuk jantan dan 15-35 kg untuk betina pada umur yang relatif tua (1-2 tahun). Jumlah anakan setiap kelahiran cukup tinggi 1-3 ekor sehingga dimasukkan dalam kelas domba prolifik. Ukuran tubuhnya yang kecil menolong ternak ini untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang kurang baik.

2. Domba Ekor Gemuk (DEG)

Domba ekor gemuk banyak tersebar di Provinsi Jawa Timur, terutama pulau Madura dan pulau-pulau kecil sekitarnya. DEG juga dijumpai di daerah Donggala, Sulawesi Tengah dan pulau Lombok dalam jumlah sedikit.


(15)

Ciri khas domba ekor gemk terlihat pada ekornya yang tebal dan lebar dengan wana bulu yang putih mulus. DEG jantan dan betina tidak bertanduk. Daun telinga DEG umumnya berukuran medium atau normal dengan posisi agak menggantung. Karakteristik penting dari DEG adalah tipe bulunya umumnya bebas dari wol sehingga DEG termasuk domba rambut (Hair sheep). Warna bulu putih, ekornya tebal (cadanga lemak) menyebabkan domba ini tahan terhadap kondisi lingkungan panas dan kering. Disamping itu domba DEG relative lebih jinak dibandingkan dengan Domba Garut . Pada musim hujan, ternak ini akan menyimpan kelebihan nutrisi yang diperolehnya di bagian ekor dalam bentuk lemak untuk dimanfaatkan pada musim kemarau, saat terjadi kekurangan pakan. Berat badan DEG jantan berkisar antara 50-70 kg, sedangkan DEG betina hanya 30-40 kg.

3. Domba Garut (Priangan)

Domba Priangan atau yang lebih popular dengan Domba Garut tersebar luas di Kabupaten Garut. Domba ini sudah dianggap domba lokal. Padahal, domba ini merupakan campuran antara domba ekor tipis (DET), domba Kaapstad

(ekor gemuk) dari Afrika Barat Daya, dan Domba Merino dari Australia. Akan tetapi, proporsi genotype masing-masing rumpun tidak diketahui secar pasti.

Domba Garut semakin popular sebagai domba aduan. Domba tersebut diadukan dalam pertunjukan adu domba yang digemari oleh kalangan pecinta Domba Garut di Jawa Barat. Tradisi adu domba ini secara tidak langsung juga menjaga pelestarian plasma nutfah Domba Garut . Untuk domba aduan, petani akan melakukan seleksi dan memeliharanya dengan baik. Oleh karna itu, sangat banyak dijumpai Domba Garut jantan dengan berat badan 45-80 kg dan Domba Garut betina 25-40 kg.

Ciri khas Domba Garut , diantaranya daun telinganya berukuran kecil dan berbentuk meruncing. Bahkan, ada yang daun telinganya sangat kecil (rumpung). Warna bulunya bermacam-macam, seperti putuh, hitam, cokelat atau campuran dua sampai tiga warna dengan pola campuran warna bulu yang sangat bervariasi. Bulu domba priangan merupakan wol yang kasar. Bulu tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan karpet atau barang kerajinan lainnya seperti topi dan tas.


(16)

16 Memelihara domba sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang. Kotoran domba juga mempunyai nilai ekonomis, karena termasuk pupuk organik yang dibutuhkan oleh semua jenis tumbuhan. Kotoran domba dapat menjadi sumber hara yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih gembur dan subur. Secara umum, tatalaksana pemeliharaan domba antara lain meliputi perkandangan, pakan, pengendalian penyakit.

2.2. Hasil Penelitian Sebelumnya

Salah satu upaya untuk meningkatkan populasi domba dan meningkatkan pendapatan petani adalah dengan melakukan perbaikan terhadap sistem pengembangan usaha domba itu sendiri. Sistem pengembangan usaha ternak domba dapat dilaksanakan dengan pola kemitraan yang melibatkan berbagai pihak (Eliser 2000). Model pengembangan terbaik adalah dengan pemberdayaan petani, pemerintah daerah, LSM dan investor. Model kemitraan di Sumatera Utara yang diteliti oleh Eliser (2000) menggambarkan dua kondisi wilayah yang berbeda. Daerah yang diteliti yaitu daerah Kabupaten Langkat dan daerah tempat transmigran. Pada daerah Langkat pola kemitraan memberikan pengaruh positif kepada masyarakat dan mengalami peningkatan populasi sebesar 46 persen dari populasi awal. Sedangkan untuk daerah tansmigran pola kemitraan mengalami kegagalan yang faktor utamanya disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara lembaga terkait.

Pengembangan dalam skala wilayah dan pola ekstensifikasi wilayah juga dapat diterapkan untuk mengembangkan usaha dan peningkatan populasi domba dengan memperhatikan daya dukung wilayah dan prioritas pengembangan wilayah (Riwantoro 2005). Adanya otonomi daerah mendorong setiap daerah untuk memberdayakan segala potensi daerahnya dengan baik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Usaha ternak merupakan usaha yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi peternak. Kontribusi usaha ternak domba terhadap keluarga petani investasi yang dapat diuangkan oleh petani. Misalnya kontribusi ternak domba terhadap petani di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Penelitian Rahmat (2008) di lokasi tersebut menunjukkan


(17)

bahwasanya kontribusi pendapatan masyarakat dari beternak domba yaitu Rp 3.155.469,00/tahun untuk 12 orang peternak skala I (dengan kepemilikan rata-rata ternak 9,04 Setara Domba Dewasa), Rp 3.618.378,00 per tahun untuk 22 orang peternak skala II (dengan kepemilikan rata-rata ternak 13,42 Setara Domba Dewasa) dan Rp 8.078.140,00 per tahun untuk lima orang peternak pada skala III (dengan kepemilikan rata-rata ternak 35,40 Setara Domba Dewasa). Kontribusi ini akan semakain meningkat apabila skala usaha peternak domba semakin besar. Hal ini dibuktikan dengan penghitungan kontribusi pendapatan keluarga peternak yaitu kontribusi sebesar 6,33 persen pada skala I, kontribusi sebesar 11,35 persen pada skala II dan 27,54 persen untuk skala ke III.

Daerah Bogor merupakan daerah yang sesuai untuk mengembangkan potensi sumberdaya perternakan karena selain memegang peranan penting dalam perekonomian pedesaan Bogor, ketersediaan sumberdaya ternak juga sangat mendukung dalam kegiatan produksi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Yulida pada 2008 yang meneliti tentang Potensi sumberdaya peternakan di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor untuk pengembangan ternak domba. Peneliti menggambarkan bahwa sumberdaya yang tersedia masih mendukung dalam pembangunan ternak domba di Kecamatan Ciampea antara yang lain sumberdaya alam, manusia,modal dan kelembagaan peternakan. Jumlah ternak yang saat ini mencapai 422 ekor, dengan melihat jumlah sumberdaya pakan ternak yang masih surplus di Kecamatan Ciampea diperkirakan masih dapat dilakukan penambahan ternak hingga mencapai 102 ekor.

Oktavianty (2010) melakukan penelitian mengenai analisis kelayakan unit usaha pembibitan domba ekor tipis di Peternakan Domba Tawakkal Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa secara aspek finansial dan aspek non-finansial usaha yang dijalankan Peternakan Domba Tawakkal layak. Secara Finansial usaha pembibitan domba ekor tipis memenuhi kriteria kelayakan finansial yaitu dengan NPV sebesar Rp 222.367.054,39 ; Net B/C sebesar 1,71; IRR sebesar 19,31 dan

Payback Period sebesar 5,94 (5 tahun 11 bulan 9 hari). Untuk Break Even Point

jantan yaitu sebesar 1.003 ekor dan untuk betina sebesaar 523 ekor sedangkan penjualan aktual hingga saat ini sudah mencapai 1.718 ekor untuk domba jantan


(18)

18 dan 733 ekor untuk domba betina. Harga Pokok produksi yaitu sebesar Rp 508.703,14 untuk jantan muda dan dijual sebesar Rp 650.000 sehingga mendapatkan marjin sebesar Rp 141.296,86. Domba dara yang dihasilkan mempunyai harga pokok produksi sebesar Rp 447.731,28 dengan harga jual sebesar Rp 500.000,00 dan mendapatkan marjin sebesar Rp 52.268,72. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh setiap aspek finansial dan non-finansial yang mendukung kegiatan operasional.

Penelitian Fitriani (2010) tentang strategi bisnis pada peternakan domba Peternakan Domba Tawakkal Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin Bogor menyebutkan bahwa produk yang paling prospektif untuk dikembangkan yaitu domba ekor tipis (domba lokal) karena memiliki nilai ekonomis, peluang pasar, permintaan dan kuantitas produksi merupakan faktor-faktor yang mendukung kegiatan usaha. Pada penelitian juga disebutkan bahwa kualitas domba yang dihasilkan adalah kuatitas yang berperforma bagus dan berkualitas. Ini merupakan kekuatan utama dari Peternakan Domba Tawakkal dibandingkan dengan peternakan lain sehingga permintaan untuk domba terusa meningkat dan didukung oleh pertumbuhan penduduk yang menjadikannya sebagai peluang utama.

Kurangnya promosi produk membuat Peternakan Domba Tawakkal kurang dikenal di masyarakat dan menjadikannya sebagai kelemahan utama. Dengan pemanfaatan media sebagai tempat member dan mendapatkan informasi akan menjadikan Peternakan Domba Tawakkal semakin dikenal masyarakat seperti yang dilakukan oleh pesaing dari perusahaan sejenis yang dijadikan sebagai ancaman utama. Peneliti menggunakan analisis Qualitative Strategic Planning yang menyebutkan bahwa Membangun dan memperkuat jaringan usaha dengan lembaga kurban dan aqiqah merupakan prioritas utama karena nilai Total Attractiveness Score (TAS) merupakan nilai tertinggi yaitu 6,7736 dibandingkan dengan prioritas strategi lain. Berbagai alternativ strategi ditawarkan oleh peneliti kepada Peternakan Domba Tawakkal yang antara lain yaitu meningkatkan penjualan, memperbaiki perencanaan perusahaan, memanfaatkan teknologi informasi, membangun dan memperkuat jaringan usaha, meningkatkan citra produk dan promosi secara agresif dengan pemahaman positif tentang manfaat produk.


(19)

Andajani (2006) melakukan penelitian tentang hubungan karakteristik peternakan domba dengan tingkat partisipasinya dalam pengembangan agribisnis peternakan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dalam penelitian yang dilaksanakan, populasi yang diambil adalah peternak yang berada di empat daerah di sekitar Bogor yaitu : Kecamatan Cigudeg, Mega Mendung, Caringin dan Cairu. Seluruh peternakan yang dijadikan populasi merupakan peternak yang menerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) yang diberikan oleh pemerintah untuk menunjang program pengembangan agribisnis komoditi domba. Partisipasi peternak pada penelitian ini termasuk tinggi karena mencapai 32 persen. Partisipasi yang peternak berikan yaitu kontribusi pada tenaga kerja dan partisipasi lainnya yang bersifat fisik. Dalam kegiatan non-fisik seperti perencanaan usaha, pengawasan kegiatan dan pengawasan kegiatan pengembalian pinjaman partisispasi responden masih dikatakan rendah. Hal ini disebabkan karena para responden merasa tidak dilibatkan dalam kegiatan perencanaan dan penggunaan biaya belanja dari dana BPLM. Kemudahan akses terhadap modal juga akan meningkatkan partisipasi peternak dalam melaksanakan kegiatan. Dibuktikan dengan penghitungan koefisien regresi sebesar 0,75 persen untuk akses modal yang merupakan faktor yang berpengaruh nyata bagi partisipasi peternak.

Penelitian terdahulu yang dikaji memiliki manfaat yang dapat diambil antara lain adalah penggunaan metode, lokasi penelitian yang digunakan oleh peneliti sebelumnya. Adapun penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Persamaan penelitian ini dengan penelititan terdahulu adalah objek penelitian yang sama yaitu domba yang diteliti oleh Eliser (2000), Riwantoro (2005), Andajani (2006), Rahmat (2008), Yulida (2008), Fitriani (2010) dan Oktavianty (2010). Selain itu, persamaan lain dengan penelitian terdahulu adalah metode yang digunakan serta analisis kelayakan usaha yaitu NPV (Net Present Value), Net B-C Ratio, IRR ( Internal Rate of Return), Payback Period


(20)

20

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan analisis kelayakan proyek, aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian, pengertian dari kriteria investasi yang digunakan, dan analisis sensitivitas.

3.2. Studi Kelayakan Bisnis

Bisnis adalah seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung di dalam bidang perniagaan (produsen, pedagang, konsumen, dan industri di mana perusahaan berada) dalam rangka memperbaiki standar serta kualitas hidup mereka (Umar 2007). Studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan (Kasmir 2003). Sementara itu, menurut Umar (2007), studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan. Sedangkan Subagyo (2007) menyebutkan studi kelayakan bila diletakkan pada objek pendirian sebuah usaha baru disebut studi kelayakan proyek. Jika objeknya adalah pengembangan usaha, berarti usaha sudah berjalan, namun direncanakan ada pengembangan studi kelayakannya disebut studi kelayakan bisnis.

Investasi adalah keputusan mengeluarkan dana pada saat sekarang ini untuk membeli aktiva riil (tanah, rumah, mobil dan sebagainya) atau aktiva keuangan (saham, obligasi, reksadana, wesel dan sebagainya) dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar dimasa yang akan datang (Haming & Basalamah 2010). Menurut Husnan dan Suwarsono (1994), tahap-tahap untuk melakukan investasi usaha adalah sebagai berikut :


(21)

1) Identifikasi

Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan untuk memperkirakan kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut.

2) Perumusan

Tahap perumusan merupakan tahap untuk menerjemahkan kesempatan investasi ke dalam suatu rencana proyek yang konkrit, dengan faktor-faktor yang penting dijelaskan secara garis besar.

3) Penilaian

Penilaian dilakukan dengan menganalisis dan menilai aspek pasar, teknik, manajemen, dan finansial.

4) Pemilihan

Pemilihan dilakukan dengan mengingat segala keterbatasan dan tujuan yang akan dicapai

5) Implementasi

Implementasi yaitu melaksanakan proyek tersebut dengan tetap berpegang pada anggaran.

3.3. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis

Dalam menganalisis suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaannya (Gittinger 1986). Aspek-aspek tersebut antara lain :

1) Aspek pasar

Aspek pasar dan pemasaran merupakan aspek yang paling utama dan pertama dilakukan dalam pengkajian usulan proyek investasi, alasannya adalah tidak akan mungkin suatu proyek didirikan dan dioperasikan jika tidak ada pasar yang siap menerima produk perusahaan tersebut (Suratman 2002). Pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan usaha yang bertujuan merencanakan, menentukan harga hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang akan memuaskan pembeli ( Umar 2007).


(22)

22 2) Aspek teknis

Kajian aspek teknis dan teknologi menitikberatkan pada penilaian atas kelayakan proyek dari sisi teknis dan teknologi. Penilaian meliputi penentuan lokasi proyek, penentuan model bangunan proyek, pemilihan mesin, peralatan lainnya, teknologi yang diterapkan, dan lay out serta penentuan skala operasi (Suratman 2002).

3) Aspek manajemen

Untuk menyusun studi kelayakan, menjalankan proyek, dan mengoperasikan bisnis diperlukan manajemen. Proses pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki organisasi atau perusahaan tidak akan optimal apabila prinsip-prinsip manajemen tidak diterapkan secara konsisten. Pada setiap kegiatan, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian harus dijalankan secara berkesinambungan (Subagyo 2007). Aspek manajemen perlu dikaji agar proyek yang didirikan dan dioperasikan nantinya dapat berjalan dengan lancar (Suratman 2002).

4) Aspek sosial dan lingkungan

Aspek sosial, ekonomi dan lingkungan mengkaji tentang dampak proyek terhadap kehidupan masyarakat setempat baik dari sisi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dari sisi ekonomi apakah keberadaan proyek dapat merubah atau justru mengurangi income per capita penduduk setempat. Dari sisi sosial apakah dengan adanya proyek tersebut wilayah setempat menjadi semakin ramai, lalu lintas semakin lancar, adanya jalur komunikasi, penerangan listrik dan lain sebagainya (Suratman 2002). Sementara itu analisis mengenai dampak lingkungan harus dilakukan agar kualitas lingkungan tidak rusak dengan beroperasinya proyek-proyek industri (Umar 2007).

5) Aspek hukum

Usaha dapat dikatakan legal jika telah mendapatkan izin usaha dari pemerintah daerah setempat melalui instansi, lembaga, departemen atau dinas terkait. Analis dan investor perlu memerhatikan sumber legal dari kelompok masyarakat (Subagyo 2007).


(23)

6) Aspek finansial

Tujuan menganalisis aspek finansial dari suatu studi kelayakn proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus (Umar 2007).

Untuk dapat menentukan apakah suatu proyek investasi dapat dikatakan layak diperlukan teknik-teknik kriteria penilaian investasi yang didasarkan pada estimasi aliran kas proyek yang bersangkutan (Suratman 2002). Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit/Cost (Net B/C), Break Event Point (BEP),

Payback Period (PBP), analisis sensitivitas (Umar 2007). 3.4. Teori Biaya dan Manfaat

Dalam menganalisis suatu proyek tujuan analisis harus disertai dengan definisi biaya dan manfaat. Biaya diartikan sebagai salah satu yang mengurangi suatu tujuan, sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu terlaksananya suatu tujuan (Gittinger 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya dapat dibedakan sebagai berikut :

1) Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, seperti tanah, bangunan, pabrik, dan mesin.

2) Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja.

3) Biaya lainnya, seperti pajak, bunga, dan pinjaman.

Manfaat dapat diartikan sebagai suatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi :

1) Manfaat langsung yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan dirasakan sebagai akibat dari investasi seperti peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja.


(24)

24 2) Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek, seperti rekreasi.

Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian investasi adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger 1986).

3.5. Analisis Kelayakan Investasi

Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Dalam mengukur manfaat suatu proyek dapat digunakan dua cara. Yang pertama dengan menggunakan perhitungan berdiskonto, yaitu suatu teknik yang dapat menurunkan manfaat yang diperoleh pada masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang dan yang kedua menggunakan perhitungan tidak berdiskonto. Perbedaan dua cara ini terletak pada konsep Time Value of Money yang digunakan pada model perhitungan berdiskonto. Model perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum dibandingkan perhitungan berdiskonto yaitu ukuran tersebut belum mempertimbangkan secara lengkap mengenai lamanya arus manfaat yang diterima (Gittinger 1986).

Konsep Time Value of Money menyatakan bahwa nilai sekarang (present value) adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang (future value) yang disebabkan dua hal, yaitu: 1) time preference (sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat ini lebih disenangi dibandingkan jumlah yang sama yang tersedia di masa yang akan datang), 2) Produktifitas atau efisiensi modal (modal yang dimiliki saat ini memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang melalui kegiatan yang produktif) yang berlaku baik secara perorangan maupun bagi masyarakat secara keseluruhan (Kadariah 2001).

Kedua unsur tersebut berhubungan secara timbal balik di dalam pasar modal untuk menentukan tingkat harga modal yaitu tingkat suku bunga, sehingga


(25)

dengan tingkat suku bunga dapat dimungkinkan untuk membandingkan arus biaya dan manfaat yang penyebarannya dalam waktu yang tidak merata. Untuk tujuan itu, tingkat suku bunga ditentukan melalui proses discounting (Kadariah 2001). 3.6. Analisis Finansial

Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan & Suwarno 1994). Analisis finansial terdiri dari :

1) Net Present Value (NPV) atau Nilai Bersih Sekarang.

Net Present Value merupakan selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang (Umar 2007). Perhitungan NPV dilakukan untuk mengetahui keuntungan bersih yang diperoleh dari usaha Peternakan Domba Tawakkal dan usaha ini layak jika nilai NPV yang diperoleh lebih besar dari nol.

2) Internal Rate of Return (IRR) atau Tingkat Pengembalian Internal.

Metode ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa yang akan datang, atau penerimaan kas dengan mengeluarkan investasi awal. Nilai IRR dapat dicari secara trial and error (Umar 2007). Usaha dikatakan layak, jika nilai IRR yang diperoleh lebih besar atau sama dengan tingkat discount rate yang digunakan (IRR discount rate).

3) Net Benefit/Cost (Net B/C) atau Rasio Keuntungan/Biaya

Merupakan rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut ( Nurmalina et al. 2009)

4) Payback Period atau pemulihan investasi

Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Bisnis yang payback periodnya singkat atau cepat pengembaliannya termasuk kemungkinan akan dipilih Nurmalina et al. 2009). Usaha ini dikatakan layak jika nilai PP kurang dari umur bisnis Peternakan Domba Tawakkal (PP < umur usaha).


(26)

26 3.7. Analisis Sensitivitas

Analisis senstivitas dilakukan untuk meneliti kembali analisis kelayakan proyek yang telah dilakukan, tujuannya yaitu untuk melihat pengaruh yang akan terjadi apabila keadaan berubah. Hal ini merupakan suatu cara untuk menarik perhatian pada masalah utama proyek yaitu proyek selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat terjadi pada suatu keadaan yang telah diramalkan (Gittinger 1986).

Salah satu keuntungan analisis proyek secara finansial ataupun ekonomi yang dilakukan secara teliti adalah bahwa dari hasil analisis tersebut dapat diketahui atau diperkirakan kapasitas hasil proyek bila terjadi hal-hal di luar jangkauan asumsi yang telah dibuat pada waktu perencanaan. Analisis sensitivitas adalah meneliti kembali suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh-penngaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger 1986). Sementara menurut Kadariah (2001), yang dimaksud dengan analisis kepekaan atau sensitivitas adalah suatu teknik analisis untuk menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan.

Gittinger (1986) menambahkan proyeksi selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat saja terjadi pada keadaan yang telah diperkirakan. Pada bidang pertanian terdapat empat masalah utama yang sensitif yaitu: (1) harga, (2) keterlambatan pelaksanaan, (3) kenaikan biaya, dan (4) hasil analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan pendekatan nilai pengganti (switching value) dan dilakukan secara coba-coba terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sehingga dapat diketahui tingkat kenaikan ataupun penurunan maksimum yang boleh terjadi agar NPV sama dengan nol.

3.8. Arus Kas (Cash Flow)

Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalam cash flow semua data pendapatan yang diterima (cash in) dan biaya yang dikeluarkan (cash out) baik jenis maupun jumlahnya diestimasi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kondisi pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan datang (Kasmir 2003). Cash flow


(27)

dengan pengeluaran investasi, operasional cash flow berkaitan dengan operasional usaha dan Terminal cash flow berkaitan dengan nilai sisa aktiva yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis lagi (Umar 2007).

3.9. Kerangka Pemikiran Operasional

Kapasitas kandang domba yang dimiliki oleh Peternakan Domba Tawakkal saat ini adalah 1200 ekor domba ekor tipis dan domba lokal dengan jumlah kandang yaitu tiga kandang untuk breeding dan empat kandang untuk

fattening. Tingginya permintaan konsumen untuk domba baik domba hidup maupun dalam bentuk karkas memberikan peluang bisnis bagi Peternakan Domba Tawakkal. Permintaan domba untuk kawasan Bogor dan sekitarnya sekarang ini mencapai 110 ekor per hari dan hanya dapat penuhi sebanyak 15 ekor saja.

Dengan kondisi seperti ini, perusahaan ingin melakukan pengembangan investasi yaitu penambahan jumlah kandang sebanyak tiga unit dan pembelian tanah seluas 3000 m2

dengan kapasitas 900 ekor domba dengan harapan perusahaan mampu menambah supply atas permintaan domba.

Adanya pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan kajian mengenai kelayakan pengembangan bisnis penggemukan domba baik dari segi non-finansial yang berkaitan dengan aspek pasar, aspek teknis, manajemen, sosial lingkungan dan juga dari aspek finansial. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.


(28)

28

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Kelayakan Pengembangan Bisnis Peternakan Domba Tawakkal Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor

Tidak Layak Layak

Rekomendasi Peninjauan

Ulang Aspek Non- Finansial

Aspek Pasar Aspek Teknis Aspek Manajemen Aspek Hukum

Aspek Sosial dan Lingkungan

Aspek Finansial

NPV, IRR Net B/C, Payback Period

Adanya permintaan akan 110 ekor domba per hari dari daerah Bogor dan sekitarnya dan baru dapat dipenuhi sebanyak 15 ekor perhari

Akan dilakukan pengembangan bisnis yaitu berupa penambahan investasi tanah seluas 3000 m2 dan tiga unit kandang dengan kapasitas 900 ekor domba

Peternakan Domba Tawakkal

Analisis Sensitivitas (Switching Value)

Penurunan Harga Domba Jantan

Peningkatan Biaya Pakan Hijauan


(29)

IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Perusahaan berjarak ± 300 meter dari pemukiman penduduk dengan lahan seluas 2 hektar yang berbatasan langsung dengan lembah Duhur di sebelah Barat, Desa Ciderum di sebelah Timur, serta Desa Caringin di sebelah Utara dan Selatan, Jawa Barat.

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) karena perusahaan ini merupakan peternakan penggemukan domba dengan kapasitas terbesar di Kabupaten Bogor. Kegiatan pengumpulan data dilakukan selama bulan Januari sampai dengan Februari 2012.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pengelola yang sekaligus pemilik peternakan. Data primer yang didapat mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan selama umur proyek, terdiri dari biaya-biaya investasi dan biaya-biaya operasional serta penerimaan dari usaha peternakan domba.

Data sekunder merupakan data yang diperlukan dalam penelitian ini dan diperoleh dari studi literatur berbagai buku yang menjelaskan budidaya domba, penelitian terdahulu, bahan perkuliahan, akses internet, dokumen maupun catatan dari peternak serta berbagai informasi yang diperoleh dari instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian RI, Badan Pusat Statistik, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Direktorat Jenderal Peternakan, Food and Agriculture Organization dan Kementrian Pertanian,

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan analisis yang dilakukan dengan cara deskriptif untuk menggambarkan sistem usaha dan aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar,aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sosial dan lingkungan dari Peternakan Domba Tawakkal.


(30)

30 Analisis secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan investasi. Metode kuantitatif yang akan digunakan adalah analisis kelayakan finansial berdasarkan kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return

(IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP) dan analisis

Switching Value yang diolah dengan menggunakan program computer Microsoft Excel. Karena penggunaan sejumlah barang investasi yang memerlukan waktu pengembalian yang cukup panjang maka akan diperhitungkan konsep time value of money, dengan konsep ini penentuan nilai uang sekarang bila diketahui sejumlah nilai tertentu dimasa yang akan datang harus dilakukan dengan metode

discounting factor. Setelah kriteria kelayakan diperoleh melalui perhitungan cash flow, pengujian tingkat kepekaan akan dilihat dengan analisis sensitivitas.

4.4. Analisis Non Finansial

Analisis yang akan dilakukan terhadap aspek non finansial disesuaikan dengan skala usaha proyek, semakin besar skala usaha yang dilakukan maka analisis kelayakan non finansial juga akan semakin kompleks. Pada penelitian ini aspek yang akan dikaji adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek hukum.

a) Aspek Pasar

Suatu usaha dikategorikan layak untuk dijalankan dilihat dari aspek pasar dengan syarat jika tersedia pasar yang siap menerima produk perusahaan tersebut (Suratman 2002)

b) Aspek Teknis

Menurut Subagyo (2007) indikator suatu usaha dikatakan layak untuk dijalankan dari aspek teknis produksi adalah jika secara teknis usaha tersebut dapat dilakukan dan suistainable.

c) Aspek Manajemen

Suatu usaha dikatakan layak untuk dijalankan dari aspek manajemen jika perusahaan menerapkan prinsip-prinsip manajemen secara konsisten.


(31)

d) Aspek Hukum

Menurut Subagyo (2007) suatu usaha dikatakan layak secara aspek hukum jika usaha tersebut legal. Legal atau ilegalnya suatu perusahaan ditentukan oleh ada tidaknya surat izin untuk mendirikan usaha.

e) Aspek Sosial dan Lingkungan.

Menurut Gittinger (1988) suatu usaha dikatakan layak dari aspek sosial memberi dampak positif terhadap penghasilan negara, berpengaruh terhadap devisa negara, membuka peluang kerja, dan berdampak positif terhadap pengembangan wilayah dimana proyek dilaksanakan. Kelayakan dari aspek lingkungan dapat dilihat seberapa besar pengaruh bisnis tersebut terhadap sistem alami dan kualitas lingkungan. Dampak bisnis terhadap lingkungan akan menunjang kelangsungan suatu bisnis itu sendiri, apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau rusk sebab tidak ada bisnis yang bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan (Nurmalina

et al. 2009).

4.5. Analisis Aspek Finansial

Untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha yang dilakukan Peternakan Domba Tawakkal, maka dilakukan perbandingan antara biaya dan manfaat kriteria kelayakan investasi yang digunakan antara lain Net Present Value

(NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C),

Payback Period (PP) dan analisis Switching Value. 4.5.1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) suatu proyek atau usaha adalah selisih antara nilai sekarang (present value) manfaat dengan arus biaya. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan (Nurmalina et al. 2009). Secara matematis rumus menghitung NPV adalah sebagai berikut:


(32)

32

n

t

t t t

i C B NPV

0 1

Keterangan :

Bt = manfaat yang diperoleh tiap tahun Ct = biaya yang dikeluarkan tiap tahun n = jumlah tahun

i = tingkat bunga (diskonto)

Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:

NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar modal. Dengan kata lain proyek tersebut tidak untung ataupun tidak rugi.

NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat dilaksanakan.

NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan.

4.5.2. Net Benefit Cost Ratio (Net B-C Ratio)

Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara jumlah nilai sekarang yang bernilai positif dengan jumlah nilai sekarang yang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat bersih yang dihasilkan terhadap setiap satuan kerugian dari bisnis tersebut. Rumus untuk menghitung Net B/C adalah:

Net

B/C

Keterangan :

Bt = manfaat pada tahun t Ct = biaya pada tahun t

n = umur bisnis ( sepuluh tahun ) i = discount rate (6,5 %)

Kriteria investasi berdasarkan Net B/C adalah:

Net B/C = 1, maka proyek tidak untung dan tidak rugi

Net B/C > 1, maka proyek menguntungkan


(33)

4.5.3. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus untuk menghitung IRR adalah:

i i NPV NPV

NPV i

IRR '

' Keterangan :

i = Discount rate yang menghasilkan NPV positif i = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV = NPV yang bernilai positif

NPV = NPV yang bernilai negatif

4.5.4. Tingkat Pengembalian Investasi (Payback Period)

Untuk melihat jangka waktu pengembalian suatu investasi dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode Payback Period yang menunjukkan jangka waktu kembalinya investasi yang dikeluarkan melalui pendapatan bersih tambahan yang diperoleh dari usaha penggemukan domba. Rumus yang digunakan untuk menghitung jangka pengembalian investasi adalah:

Keterangan :

I = besarnya investasi yang dibutuhkan

Ab = benefit bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya

Pada dasarnya semakin cepat Payback Period menandakan semakin kecil risiko yang dihadapi oleh investor.

4.5.5. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis. Tujuan analisis ini adalah untuk


(34)

34 melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi, apakah ada perubahan dan apabila terjadi kesalahan atau adanya perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas ini perlu dilakukan karena dalam kegiatan investasi, perhitungan didasarkan pada proyek-proyek yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang (Gittinger 1986).

Gittinger (1986) mengatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai kepekaan (switching value). Pada analisis sensitivitas secara langsung memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut dapat dilakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis proyek dan kemudian dapat menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek. Dalam penelitian ini, digunakan analisis sensitivitas apabila terjadi perubahan pada kenaikan biaya pakan hijauan dan penurunan harga domba jantan.

4.6. Konsep pengukuran dan asumsi-asumsi dalam Cashflow Konsep pengukuran dan asumsi-asumsi dalam Cashflow

1. Lahan yang digunakan untuk rencana pengembangan usaha dengan penambahan lahan seluas 3000 m2

dengan penambahan kapasitas produksi sebesar 900 ekor domba.

2. Modal yang digunakan pada pengembangan bisnis di Peternakan Domba Tawakkal adalah modal sendiri.

3. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam pengembangan bisnis adalah tingkat bunga deposito Bank Rakyat Indonesia sebesar 6,5 persen per tahun. 4. Penerimaan Peternakan Domba Tawakkal terbagi atas dua bagian yaitu

penjualan dari unit bisnis pembibitan yang berupa anakan jantan, domba betina serta kotoran dan unit bisnis penggemukan yang berupa domba jantan dewasa dan kotoran.

5. Penjualan domba jantan dewasa dilakukan dengan sistem tongkrong dengan minimal harga yaitu Rp 1.200.000,00 per ekor. Sistem tongkrong yaitu cara pembelian domba dengan cara menaksir bobot dengan perawakan tubuh domba tanpa menimbang bobot hidup.

6. Anakan jantan dijual ke kandang penggemukan untuk dibesarkan setelah berumur tujuh bulan dengan harga Rp 650.000,00 dan dijadikan sebagai


(35)

pemasukan bagi unit pembibitan Peternakan Domba Tawakkal. Pembelian yang dilakukan oleh unit penggemukan dimasukkan kedalam biaya variabel sebagai pembelian jantan.

7. Harga domba betina yang dijual yaitu Rp 500.000,00 per ekor

8. Harga domba jantan yang dibeli untuk penggemukan yaitu Rp 650.000,00. 9. Angka keberhasilan kebuntingan pada setiap proses perkawinan yaitu 70

persen.

10. Survival rate untuk setiap kelahiran anakan domba adalah sebesar 95 persen 11. Jumlah kelahiran rata-rata anakan pada setiap kali kelahiran berjumlah 1,5

ekor per indukan. Hasil ini dirata-ratakan dari jumlah anakan domba yang lahir antara satu ekor, kembar dan kembar tiga.

12. Rasio jenis kelamin anakan yang dilahirkan yaitu 50 persen jantan dan 50 persen betina.

13. Umur proyek analisis kelayakan investasi yang dipakai yaitu 10 tahun. Hal ini didasari oleh umur ekonomis dari bangunan kandang yang merupakan investasi terpenting dan memiliki umur ekonomis paling lama.

14. Penghitungan nilai masing-masing investasi yaitu menggunakan metode garis lurus dengan nilai sisa masing-masing barang investasi pada akhir umur ekonomis adalah nol (habis terpakai).

15. Output yang dihasilkan dalam kegiatan budidaya adalah anakan domba (umur tujuh bulan), domba betina, domba jantan dan kotoran.

16. Rata-rata seekor domba dewasa menghasilkan 250 gr kotoran per harinya sehingga dalam setahun dirata-ratakan domba menghasilkan sekitar 90 kg kotoran. Anak domba menghasilkan 140 gr kotoran per hari sehingga dalam satu tahun dirata-ratakan anak domba menghasilkan 50 kg kotoran.

17. Harga input dan output selama umur proyek konstan.

18. Pajak pendapatan yang digunakan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yaitu :

a) Pasal 17 ayat b

Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 25 persen.


(36)

36

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Lokasi dan Keadaan Geografis

Peternakan Domba Tawakkal ini terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32 RT/RW 04/05, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi peternakan berada di kampung Cimande Hilir dengan batas wilayah sebelah Utara Kampung Leumah Duhur, sebelah Selatan Kampung Caringin, sebalah Barat Kampung Caringin dan sebelah Timur Kampung Leumah Duhur.

Peternakan Domba Tawakkal berjarak ± 300 meter dari pemukiman penduduk dan berdiri di atas tanah seluas kurang lebih dua Ha, dengan fasilitas lima kandang domba, tempat parkiran kendaraan, satu kantor administrasi, 12 mess karyawan, empat tangki penyimpanan air, tiga kamar mandi untuk karyawan dan satu kamar mandi untuk tamu, satu aula, satu mushola dan tempat pembuangan. Peternakan ini terletak di kaki gunung salak dengan ketinggian 600-700 meter diatas permukaan laut. Keadaan tanah cocok untuk usaha pertanian dan peternakan dengan suhu udara rata-rata 20 30 ºC dan kisaran curah hujan 1200-1400 mm per tahun. Lokasi peternakan berjarak kurang lebih 500 meter dari jalan raya serta didukung oleh transportasi yang lancar. Keadaan tersebut memudahkan komunikasi, dan transportasi.

5.2. Gambaran Umum Peternakan

Peternakan Domba Tawakkal merupakan salah satu peternakan domba dengan kapasitas terbesar di Kabupaten Bogor saat ini. Peternakan Domba Tawakkal terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Bapak H. Bunyamin adalah pemilik sekaligus pendiri peternakan domba Tawakkal. Beliau seorang lulusan perguruan tinggi keguruan di Bandung dan merupakan mantan kepala RS Ciawi Bogor. Beliau memulai usahanya dari hobinya memelihara Domba Garut . Pada tahun 1990, dimulainya usaha beternak domba dengan memiliki domba sebanyak enam ekor dan satu orang tenaga kerja dan belum bertujuan komersial hanya sekedar memelihara dan konsumsi.


(37)

Tahun 1993 telah dilakukan pengembangan usaha dengan populasi domba 70 ekor yang berlokasi di daerah cianjur dan telah diarahkan untuk tujuan komersial, untuk pengembangan usahanya beliau memasarkan keteman sekantornya ketika beliau masih bekerja di dinas kesehatan Kabupaten Bogor. Hasil keuntungan usaha ini digunakan untuk membuat satu unit kandang dengan kapasitas 112 ekor. Atas perolehan kredit bank Rp 3.000.000,00, kandang terisi 80 ekor, semua kandang terisi penuh atas pinjaman dari koperasi sebesar Rp 5.000.000,00 pada tahun yang sama.

Peningkatan kapasitas ternak domba setiap tahunnya bertambah, kemudian dilanjutkan dengan pembangunan satu unit kandang lagi dengan kapasitas 60 ekor dan terisi 30 ekor. Secara bersamaan perusahaan telah berdiri dengan nama PKD Tawakkal dengan kapasitas total 172 ekor dan tidak berubah dan tidak berubah sampai tahun 1997 dengan jumlah tenaga karyawan empat orang.

Tahun 1997 populasi domba bertambah dengan pesat menjadi 300 ekor, sedangkan kandang yang tersedia hanya untuk 100 ekor maka untuk mengatasinya pemilik usaha peternakan bermitra dengan peternak lain dengan menitipkan 100 ekor domba. Pada tahun 1998 populasi domba bertambah menjadi 450 ekor, sehingga akhir tahun 1998 dibangun dua unit kandang baru sehingga jumlah seluruh kandang menjadi empat unit kandang. Tahun 1999 bapak H.Bunyamin mengembangkan usahanya dengan membeli lahan kosong untuk membangun kandang domba, sampai dengan saat ini jumlah kandang yang dimiliki yaitu 4 unit kandang dengan kapasitas 1.200 ekor.

Peternakan Domba Tawakkal memiliki empat kepala kandang (kandang A dan B, kandang C, kandang D dan kandang E). dan dua belas pengambil rumput serta dua orang supir, satu orang karyawan ampas tahu dan satu orang satpam. 5.3. Deskripsi Kegiatan Usaha

Usaha penggemukan domba Peternakan Domba Tawakkal merupakan usaha peternakan yang bergerak di bidang pembibitan dan penggemukan domba. Pembibitan yang dilaksanakan pada Peternakan Domba Tawakkal merupakan proses perkawinan dengan induk yang telah dimiliki. Penggemukan domba yang dimaksud disini adalah ternak domba yang dibeli dari pihak luar yang diberikan perlakuan khusus yaitu setelah bakalan sampai di kandang, domba langsung


(38)

38 diberikan perlakuan awal yaitu ditenangkan sebentar di kandang lalu diberi pakan yang telah disediakan sebelumnya. Bakalan yang baru sampai di kandang biasanya akan sedikit mengalami stres setelah mengalami perjalanan dari tempat asalnya. Setelah didiamkan sekitar satu hari domba diberi obat cacing dan dimandikan.

5.4. Seleksi Domba Bakalan

Sebelum usaha penggemukan dan pembibitan domba dilakukan, harus ditentukan dahulu jenis domba yang akan dipelihara untuk penggemukan, pembibitan dan cara memperoleh bakalan. Hal ini terkait erat dengan ketersediaan bakalan yang akan digemukan, terutama apabila bakalan yang akan digemukan adalah bakalan lokal. Pada Peternakan Domba Tawakkal Domba Garut dijadikan sebagai pejantan dan domba lokal (ekor tipis) dijadikan sebagai indukan.

Sifat-sifat fisik perlu diperhatikan dalam melakukan seleksi bakalan secara terarah dalam rangka perbaikan mutu bibit ternak domba. Sifat Fisik yang dijadikan sebagai pertimbangan pemilihan induk pada Peternakan Domba Tawakkal adalah sebagai berikut :

Domba pejantan

1. Umur minimal mencapai 15 bulan

2. Pertumbuhannya relatif cepat, harus sehat, lincah, agresif dan tidak cacat. 3. Ukuran badan normal, tubuh panjang dan besar, bentuk perut normal, kakinya

kokoh, lurus, testis dua buah normal, simetris dan kenyal 4. Kondisi domba harus sehat

5. Silsilah keturunan yang terlahir kembar dengan harapan dapat menghasilkan anakan kembar

Domba indukan

1. Umur calon indukan diatas satu tahun serta telah birahi sebelum berumur satu tahun.

2. Ukuran badan besar tetapi tidak terlalu gemuk. Dada dalam dan lebar, garis punggung dan pinggul lurus serta postur tubuh tinggi.

3. Domba harus sehat, lincah, aktif dan tidak cacat. Rahang atas rata dengan gigi yang lengkap dengan tujuan agar indukan dapat memamah biak dengan baik.


(39)

4. Bentuk dan ukuran alat kelamin normal, ambing harus simetris isinya kenyal dan putting susu berjumlah dua.

5. Berjalan normal kokoh dan tidak pincang dengan kaki kuat dan simetris 6. Berasal dari induk yang melahirkan anak kembar

7. Kondisi domba harus sehat

5.5. Pemeliharaan Domba Bunting dan Induk Melahirkan

Pemeliharaan betina bunting merupakan salah satu upaya penting yang harus dilakukan dalam upaya peningkatan produktivitas ternak. Pemeliharaan ternak bunting perlu lebih diintensifkan terutama dalam hal pemberian pakan. Proses pemeliharaan kebuntingan ini sangat penting karena embrio ternak cukup labil terutama pada umur kebuntingan muda.

Beberapa cara yang dilakukan di peternakan untuk memelihara ternak bunting adalah dengan perbaikan pakan dan pemisahan induk bunting. Pakan menjadi salah satu faktor penting dalam pemeliharaan betina bunting karena dengan memberikan pakan yang baik akan memenuhi kebutuhan zat gizi untuk mendukung pertumbuhan anakan domba atau pun kesehatan indukan. Indukan juga membutuhkan pakan yang baik terutama untuk mempertahankan kesehatan utamanya kesehatan tulang sekaligus digunakan untuk memproduksi air susu.

Cara pemberian pakan untuk induk bunting dan induk melahirkan di peternakan Tawakkal dibedakan. yaitu untuk induk bunting pemberian pakan hijauan dan ampas tahu tanpa diberi mineral premix, karena jika induk bunting terlalu gemuk akan menyebabkan kesulitan pada saat melahirkan.

Penanganan domba saat melahirkan dilakukan pemisahan untuk ditempatkan ke dalam kandang tersendiri lalu lantai kandang diberi alas jerami kering. Hal ini dimaksudkan agar anak yang dilahirkan dan induknya merasa nyaman, hangat dan kemungkinan cidera sangat kecil. Pemberian pakan sama seperti induk bunting hanya penambahan mineral premix ke dalam ampas tahu, yang berguna untuk memperkuat tulang.


(40)

40 1) Pemberian Pakan

Pemberian pakan pada domba di Peternakan Domba Tawakkal ini berupa hijaun segar dan konsentrat ampas tahu, sedangkan air minum tidak diberikan karena domba sudah cukup mendapatkan air dari hijaun dan ampas tahu yang dimakan. Pemberian hijauan ini merupakan makanan pokok untuk ternak domba seperti halnya hewan memamah biak lainnya, sedangkan makanan penguat yang diberikan hanya berfungsi sebagai makanan tambahan saja.

Pemberian pakan hijauan dilakukan empat kali dalam sehari, pertama rumput diberikan pada pukul tujuh pagi, kemudian jam dua siang dengan penambahan konsentrat ampas tahu. Pada jam empat sore, diberikan lagi rumput untuk yang ketiga kalinya. setelah rumput habis dilanjutkan dengan pemberian rumput untuk terakhir kali pada jam lima sore.

2) Perawatan dan Pemeliharaan domba a. Memandikan domba

Pemandian domba dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan ternak domba di Peternakan Domba Tawakkal, kebersihan merupakan salah satu cara pencegahan penyakit ternak yang diakibatkan oleh mikroba yang terdapat pada kotoran yang melekat pada tubuh domba.

Domba dimandikan pada waktu pagi hari saat cuaca cerah sehingga tubuh domba lebih cepat kering dengan frekuensi satu kali dalam dua minggu, disamping itu juga untuk menjaga kesehatan dan secara tidak langsung kebersihan domba dapat mempengaruhi daya jual. Pada waktu domba dimandikan, seluruh bulu badan dibersihkan dengan menggunakan air mengalir dan sabun.

Memandikan ternak sangat berguna untuk menjaga kebersihan dan kesehatan, di Peternakan Domba Tawakkal kegiatan memandikan domba selalu dilakukan dengan rutin oleh kepala kandang untuk menjaga kesehatan domba. b. Mencukur bulu

Pencukuran bulu domba memerlukan keterampilan dan ketelitian, karena jika tidak terampil dan teliti domba dapat terluka. Untuk domba betina, bulu dicukur sampai habis (sependek mungkin). Pencukuran bulu dilakukan secara merata keseluruh badan domba sehingga pertumbuhan bulu juga kembali rata,


(1)

113

Lampiran 16. Kegiatan Operasional di Peternakan Domba Tawakkal

Kandang (Depan) Kandang ( Samping )

Pemberian Pakan Pengangkutan rumput ke kandang


(2)

Pakan Rumput Pakan Ampas Tahu

Mess Karyawan Membersihkan Tempat Pakan


(3)

115

Timbangan Kunci tanduk


(4)

This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com.

The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.


(5)

ii

RINGKASAN

RAHMAD WAHYUDIN SIREGAR. Analisis Kelayakan Pengembangan Bisnis Domba (Studi Kasus : Peternakan Domba Tawakkal Desa Cimande Hilir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (Di bawah Bimbingan NARNI FARMAYANTI)

Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama dari sektor pertanian. Salah satu sub sektor pertanian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah peternakan, karena berbagai lapisan masyarakat Indonesia sangat membutuhkan pangan hewani guna mendapatkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas. Subsektor peternakan juga memberikan sumbangan besar terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian Subsektor peternakan berkontribusi positif terhadap perkembangan PDB dengan kontribusi rata-rata sebesar 12,6 persen.

Pengembangan subsektor peternakan mempunyai peranan sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Hal ini tercermin dalam misi pembangunan peternakan, antara lain menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan, membantu menciptakan lapangan kerja dan melestarikan serta memanfaatkan sumberdaya alam pendukung peternakan.

Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang memiliki subsektor unggulan dalam bidang agribisnis yaitu subsektor peternakan. Dilihat dari sisi potensi, usaha peternakan sudah menjadi kebiasaan masyarakat pedesaan di Jawa Barat sebagai usaha sambilan ataupun sebagai usaha pokok keluarganya dan sekaligus dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan yang memiliki nilai ekonomi baik bagi pembangunan wilayah maupun bagi petani di Jawa Barat. Selain itu, pengembangan di subsektor peternakan memberikan kontribusi pada penyerapan jumlah tenaga kerja dan sebagai penghasil sumber pangan protein dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

Peternakan Domba Tawakkal adalah salah satu peternakan yang berada di Desa Cimande Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Usaha Ternak domba ini dimulai pada tahun 1993 oleh Bapak Bunyamin. Peternakan Domba Tawakkal memiliki lima kandang domba dengan total populasi yang mencapai 1200 ekor. Konsumen domba Pak Bunyamin ini antara lain rumah makan yang berada di daerah Ciawi hingga daerah Puncak dan juga para pembeli yang datang langsung untuk membeli domba. Permintaan domba sebanyak 15 ekor per hari tidak dapat dipenuhi oleh Peternakan Domba Tawakkal dan yang dapat dipenuhi hanya sebanyak dua ekor. Adanya gap antara supply dan demand memberikan peluang pengembangan bisnis untuk Peternakan Domba Tawakkal. Pada tahun ini Peternakan Domba Tawakkal akan melakukan pengembangan bisnis dengan menambah tiga kandang untuk menambah kapasitas kadang. Berdasarkan uraian tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mengkaji kelayakan pengembangan bisnis pembibitan dan penggemukan domba Peternakan Domba Tawakkal dari aspek finansial. 2) Mengkaji kelayakan pengembangan bisnis pembibitan dan penggemukan domba Peternakan Domba Tawakkal dari aspek


(6)

finansial. 3) Menganalisis nilai pengganti (switching value) pada pengembangan bisnis pembibitan dan penggemukan domba terhadap kelayakan usaha.

Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2012. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pada aspek non finansial, yang dikaji antara lain aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen aspek hukum dan aspek sosial dan lingkungan. Untuk mengetahui tingkat kelayakan investasi maka dilakukan analisis finansial yang meliputi analisis kelayakan finansial berdasarkan kriteria Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP) dan analisis Switching Value yang diolah dengan menggunakan program computer Microsoft Excel.

Secara keseluruhan, analisis aspek non finansial pengembangan bisnis layak untuk dijalankan kecuali pada aspek hukum. Pada aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan masih mendukung karena baik dari internal ataupun eksternal peternakan masih mempunyai prospek untuk dilakukannya pengembangan. Dari aspek hukum Peternakan Domba Tawakkal disarankan untuk mengurus izin dari Dinas Peternakan Kabupaten agar Peternakan Domba Tawakkal mempunyai badan hukum yang sah.

Secara finansial usaha peningkatan kapasitas produksi Peternakan Domba Tawakkal layak untuk dilaksanakan. Mengingat kriteria kelayakan yang dianalisis menghasilkan nilai-nilai yang layak. Net Present Value yang didapatkan sebesar Rp 1.754.996.948,00 Net Benefit Cost Ratio sebesar 1,85, Internal Rate of Return

sebesar 20,12 persen dan Payback Period selama 6,18 tahun (Enam tahun dua bulan). Analisis switching value yang dilakukan terhadap skenario pengembangan bisnis didapatkan penurunan harga jual domba jantan sebesar 20,9212438305787 persen atau peningkatan harga pakan hijauan sebesar 134,36011490054 persen mengakibatkan bisnis menjadi tidak layak untuk dijalankan. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan harga domba jantan lebih berpengaruh terhadap proses bisnis yang dijalankan daripada peningkatan harga pakan hijauan. Persentase perubahan harga domba jantan harus menjadi perhatian serius bagi Peternakan Domba Tawakkal agar tidak terjadi kerugian yang besar apabila fenomena yang terjadi dalam kenyataanya melewati batas-batas yang dapat ditolerir.