dapat dinyatakan pendapat-pendapat dari berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda sehingga ada debat publik yang signifikan, serta mendorong supaya
dapat dicapai pemecahan dari berbagai persoalan penting yang ada di dalam masyarakat dan membantu mencapai titik tertentu diantara kelompok-kelompok yang
saling berbeda pandangan. Dengan adanya pemaparan media dan fungsinya dalam masyarakat akan
memberikan konstribusi pemahaman yang positif sebagai pijakan peneliti dalam memahami arti penting media dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan
penelitian ini berkaitan dengan pemberitaan di media cetak sehingga peneliti memiliki pijakan awal dalam memahami kaitan antara media dan masyarakat.
Terlebih lagi, peranan media setelah Orde Baru, yakni era demokrasi.
1.5.1.3. Paradigma Konstruksionis
Konsep konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Berger yang bersama Thomas Luckman menulis banyak karya, termasuk tesis
mengenai konstruksi sosial atas realitas. Dalam tesis Berger, manusia dan masyarakat adalah produk dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Masyarakat tidak
lain adalah produk manusia, namun secara terus-menerus mempunyai aksi kembali tehadap penghasilnya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat.
Seseorang baru menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam masyarakatnya.
26
Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, akan tetapi dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman ini, realitas dalam kehidupan sosial bukanlah
realitas yang natural. Akan tetapi, berwajah ganda dan bersifat dinamis. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas yang dipegaruhi
oleh pengalaman, preferensi, pendidikan, dan lingkungan sosial tertentu.
27
Konsentrasi analisis pada paradigma kontruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi dan dengan cara apa konstruksi itu
dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini sering kali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna yang sering dilawankan dengan
paradigma transmisi.
28
Terdapat dua karakteristik penting dalam pendekatan konstruksionis. Pertama, pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses
bagaimana sesorang membuat gambaran tentang realitas. Makna bukan sesuatu yang absolut dan statis, namun proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan.
Kedua, pendekatan konstruksionis memandang bagaimana pembentukan pesan dari
26
Eriyanto, op.cit, hlm. 13-14
27
Ibid., hlm. 15-16
28
Ibid., hlm. 37
sisi komunikator dan sisi penerima. Dalam hal ini, penerima akan memeriksa bagaimana konstruksi makna individu ketika menerima pesan.
29
Dengan pendekatan konstruksionis, berita buka refleksi dari realitas dan hanyalah konstruksi dari realitas. Berita tidak mungkin merupakan cermin dan
refleksi dari realitas. Hasil kerja jurnalistik tidak bisa dinilai dengan menggunakan standar yang rigid karena ia merupakan pemaknaan atas realitas. Pemaknaan
seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain yang tentunya menghasilkan realitas yang berbeda pula.
30
Adapun tujuan dalam penelitian dengan paradigma kontruksionis adalah untuk mengkonstruksi realitas sosial karena tidak ada realitas yang dalam riil yang
seolah-olah ada sebelum peneliti mendekatinya. Realitas sosial tergantung pada bagaimana seseorang memahami dunia dan menafsirkannya. Dalam pandangan ini
peneliti berperan sebagai fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas sosial.
31
Oleh karena itu, penjabaran tentang paradigma dalam penelitian ini menjadi penting karena berfungsi untuk memahami paradigma dasar sebagai acuan berfikir
bagi peneliti.
1.5.1.4. Konstruksi Media Atas Realitas