Makna Kontruksi Ideologi Analisis Framing

Lang dan Lang 1959 juga menghasilkan pernyataan awal tentang gagasan penentuan agenda bahwa media media massa seringkali memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu dan secara konstan menghadirkan objek-objek yang menunjukkan apa yang hendaknya dipertimbangkan, diketahui, dan dirasakan individu-individu dalam masyarakat. 48 Pemahaman akan fungsi agenda setting menjadi penting untuk kepentingan analisis dalam penelitian ini. Sebab, bagaimanapun, fungsi agenda setting merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang dilakukan media dalam membingkai peristiwa dalam konstruksi tertentu. Terlebih, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah fenomena dalam kasus korupsi dana haji yang didekati dari perspektif komunikasi massa. Semakin jelaslah korelasi positif diantara agenda setting function dan framing analysis dalam penelitian ini. Akan tetapi, penelitian ini tidak mengarah ada agenda setting function secara terperinci, mengingat fokus dalam penelitian ini ditekankan pada sikap Tempo dan Gatra melalui pembentukan frame dalam upaya mengkonstruksi kasus korupsi dana haji. Teori ini ditempatkan sebagai dasar pandangan bahwa media massa menentukan isu-isu yang penting bagi khalayak.

1.5.1.6. Makna Kontruksi Ideologi

48 Heru Puji Winarso, loc.cit., hlm. 103 Ketika menulis berita tentang suatu peristiwa, wartawan bukan hanya mengkonstruksi bagaimana peristiwa harus dipahami. Ketika menulis pun juga memperhitungkan khalayak yang akan membaca teks berita tersebut. Sehingga ketika berita itu di konstruksi, bukan hanya peristiwa yang dijelaskan dalam peta ideologi tertentu, melainkan halayak sebagai pembaca teks berita juga di tempatkan dalam peta ideologi tertentu. 49 Seperti dikatakan Matthew Kieran dalam Eriyanto, 2005 berita tidak dibentuk dalam ruang hampa. Berita diproduksi dari ideologi dominan dalam suatu wilayah kompetensi tertentu. Ideologi disini tidaklah harus selalu dikaitkan dengan ide-ide besar. Ideologi juga bisa bermakna politik, penandaan atau pemaknaan. Bagaimana melihat peristiwa dari kaca mata dan pandangan tertentu, dalam arti luas sebuah ideologi karena menggunakan titik melihat tertentu. 50 Oleh karena itu, ketika mengkonstruksi sebuah realitas, media tidak hanya menggambarkan realitas tersebut, tetapi khalayak juga diajak setuju atau tidak setuju. Pada sisi ini, khalayak ditempatkan dalam sisi ideologi tertentu tentang pemaknaan atas realitas. 51 Asumsi ini menyediakan konstruksi dari sebuah citra bagaimana wartawan dan jurnalis menempatkan dan ditempatkan dirinya dalam peta ideologis tertentu. Asumsi ini juga yang dijadikan dasar bagaimana peristiwa tiap hari 49 Eriyanto, op.cit., hlm. 134 50 Ibid., hlm. 130-131 51 Ibid., hlm. 134 dimaknai. Bingkai yang diterapkan media menyediakan alat bagaimana bisa melihat posisi tersebut. 52

1.5.1.7. Analisis Framing

Framing bingkai tidaklah sepenuhnya lahir di ilmu komunikasi, melainkan diadopsi dari ilmu kognitif psikologi. Yang mengasumsi semua yang hadir di masyarakat tidak datang begitu saja, tapi karena tercipta setelah melalui berbagai proses. Budaya, adat, norma masyarakat atau manusia itu sendiri adalah produk yang dengan sengaja dibentuk. Hal itu sangat jelas dalam teori kognitif Peter L. Berger 1984 yang m enyatakan bahwa “ manusia adalah produk dari masyarakat dan sebaliknya masyarakat adalah produk dari manusia”. Analisis framing adalah alternatif baru dalam pendekatan analisis wacana, yang juga merupakan alternatif lain dari teknik penelitian terhadap teks berita atau secara luas media. Berbeda dengan analisis isi kuantitatif, framing analisis lebih menganalisa “bagaimana” realitas dibingkai oleh media. Sedang analisis isi kuantitatif adalah menganalisa realita “apa” yang ada dalam berita. Yang kedua juga tidak dapat dipakai untuk mengeneralisasi hasil penelitian, berbeda dengan analisis isi kuantitatif yang sanggup melakukan generalisasi hasil penelitian pada permasalahan yang sama. 52 Ibid., hlm. 135 Ada beberapa definisi mengenai framing. Menurut Entman dalam Eriyanto, 2005, framing merupakan proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas, sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih daripada sisi yang lain. Gamson dalam Eriyanto, 2005 menyatakan bahwa framing bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisasi sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk sebuah kemasan package. Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima. Sedangkan menurut Pan dan Kosicki dalam Eriyanto, 2005, framing merupakan strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita. Dari pemaparan ketiga ahli tersebut meski memiliki perbedaan dalam penekanan dan pengertiannya, namun ketiganya masih memiliki benang merah yang sama dari definisi tersebut. Intinya, framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Sebab, framing adalah sebuah cara bagaimana peristiwa disajikan oleh media. Penyajian tersebut dilakukan dengan menekankan bagian tertentu, menonjolkan aspek tertentu, dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu realitasperistiwa. Disini media menyeleksi, menghubungkan, dan menonjolkan peristiwa sehingga makna dari peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak. 53 Adapun menurut Sudibyo 2001, framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus dengan memberikan penonjolan terhadap aspek- aspek tertentu dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto , karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. Analisis bingkai frame analysis berusaha untuk menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks dan menentukan bahwa latar belakang budaya membentuk pemahaman kita terhadap sebuah peristiwa. Disiplin ilmu ini bekerja dengan didasarkan pada fakta bahwa konsep ini bisa ditemui di berbagai literatur lintas ilmu sosial dan ilmu perilaku. Secara sederhana, analisis bingkai mencoba untuk membangun sebuah komunikasi secara bahas, visual, dan perilaku serta menyampaikannya kepada pihak lain atau menginterpretasikan dan mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisa bingkai, kita mengetahui bagaimanakah pesan diartikan sehingga dapat di interpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide peneliti. 53 Eriyanto, op.cit., hlm. 67-68 Ada dua aspek dalam framing: Pertama, memilih faktarealitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memlih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih included dan apa yang dibuang excluded. Bagian mana yang ditekankan dalam realitas? Bagian mana dari realitas yang diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan? Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih sudut tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek yang lainnya. Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Media yang menekankan aspek tertentu, memiliki fakta tertentu akan menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain. Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat, dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu: penempatan yang mencolok menempatkan di headline depan, atau bagian belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orangperistiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas. Pemakaian kata, kalimat atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek lain. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstrusi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. 54 Terdapat beberapa varian analisis framing. Cara menganalisis analisis wacana dengan framing adalah memenuhi setiap komponen framing dengan fakta bagian naskah yang terdapat dalam suatu naskah. Pertama, komponen framing Gamson dan Modigliani yang membagi unit-unit analisis dalam metaphors, exemplars, catchprases, depictions, visual images, roots, consequences, dan appeals to principals. Kedua, komponen framing PanKosicki yang membagi unit analisis diantaranya: sintaksis skema berita, skrip kelengkapan berita, tematik detail, koherensi, bentuk kalimat, kata ganti, dan retoris leksikon, grafis, metafora. Ketiga, komponen framing Van Dijk dengan komponen penelitian yang terdiri dari summary headline; lead; story situation and comments, situation episode and background; comments verbal reactions and conclusions, episode main events and consequences, background context and history, history circumstances and previous events, conclusion expectations and evaluations. Terakhir, komponen framing Robert N. Entman yang melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari sebuah isu. 54 Ibid., hlm. 69-70 Adapun unit analisis dalam framing Entman dibagi dalam empat bagian, yakni: problem identification, causal interpretation, moral evaluation, dan treatment recommendation. 55 Penjabaran tentang analisis framing berikut konsep dan model tersebut berkorelasi positif dengan permasalahan yang diangkat, mengingat penelitian ini berkepentingan untuk menganalisis bagaimana bingkai framing majalah Tempo dan Gatra dalam memberitakan kasus korupsi dana haji.

1.5.1.8. Objektivitas versus Subjektivitas Berita dalam Media