Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia, karena pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang segala aspek di kehidupan manusia. Salah satunya terlihat dari kemajuan teknologi, sekarang ini penggunaan teknologi semakin canggih, hal ini tidak terlepas dari peran pendidikan itu sendiri, yang memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia. Kecanggihan teknologi juga memberikan kemudahan pada proses pembelajaran matematika di sekolah, pada contoh yang sangat real yaitu hampir keseluruhan proses pembelajaran di sekolah guru menggunakan laptop dan LCD liquid crystal display. Bahkan bukan hanya laptop dan LCD liquid crystal display saja yang dijadikan alat teknologi dalam proses pembelajaran, tetapi internet adalah kecanggihan teknologi yang menjadi acuan para guru dalam mengumpulkan atau menilai tugas siswa dalam pelajaran matematika. Meskipun kecanggihan teknologi dapat memberikan kemudahan pada pelajaran matematika, tidak menutupi kemungkinan bahwa beberapa siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Hal ini didukung di dalam buku Cara Genius Menguasai Tabel Perkalian, Gunawan menuliskan, “anak pasti akan berpikir bahwa belajar matematika itu sangat sulit dan membosankan dan akhirnya dia tidak suka dengan pelajaran matematika.” 1 Dampak dari siswa yang tidak suka dengan pelajaran matematika dapat dilihat dari hasil belajar matematika. Masalah utama dalam pendidikan di Indonesia adalah rendahnya hasil belajar siswa di sekolah. 1 Adi W. Gunawan, Cara Genius menguasai Tabel Perkalian, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007, hal.7 1 Terutama yang paling mencolok adalah rendahnya prestasi siswa dalam bidang matematika. Padahal jam pengajaran matematika di Indonesia tidak digolongkan sedikit dari negara-negara lain. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian TIMMS yang dilakukan oleh Frederick K. S. Leung pada 2003, “jumlah jam pengajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan Malaysia dan Singapura. Selama satu tahun, siswa di Indonesia rata-rata mendapat 169 jam pelajaran matematika. Sementara di Malaysia hanya mendapat 120 jam dan Singapura 112 jam.” 2 . Walaupun jam pengajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak dari negara- negara lain, termasuk negara Malaysia dan Singapura, tetap tidak menutupi kemungkinan bahwa hasil belajar matematika di Indonesia lebih rendah dari negara-negara lain, bahkan negara tetangga pun sendiri yaitu negara Malaysia dan negara Singapura. Peneliti mencari sumber tentang perbandingan prestasi matematika siswa di Indonesia dan kedua negara Asia tersebut, yaitu negara Malaysia dan Singapura. Hasil penelitian di situs internet yang dipublikasikan di Jakarta pada 21 Desember 2006 itu menyebutkan, “prestasi Indonesia berada jauh di bawah kedua negara tersebut. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata- rata 411. Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapura 605 400 = rendah, 475 = menengah, 550 = tinggi, dan 625 = tingkat lanjut.” 3 . Posisi negara Indonesia dari pernyataan tersebut mengalami prestasi matematika siswa jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara Malaysia dan negara Singapura. Maka dapat disimpulkan bahwa waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak sebanding dengan prestasi yang diraih, itu artinya, ada sesuatu dengan metode atau teknik pengajaran matematika di negara Indonesia yang harus diperbaiki. 2 Firman, Syah Noor, Rendah, Prestasi Matematika Indonesia Jumlah Jam Pelajaran dan Prestasi tak Sebanding. Bandung, 2007. Dari http:www.topix.comforumworldindonesiaT36OLENKQ6R3G1130 . Bandung, 2007 akses 18 Agustus 2010 14:27 3 Firman, Syah Noor, Rendah, Prestasi…, akses 18 Agustus 2010 14:27 Salah satu prestasi matematika siswa rendah di Indonesia selain dari aspek guru yang kurang menggunakan metode dan teknik pengajaran pada saat proses pembelajaran, yaitu aspek siswa. Siswa cenderung tidak suka atau bahkan takut terhadap mata pelajaran matematika. Hal ini bukan rahasia umum lagi siswa sering kali merasa bosan dan menganggap matematika sebagai pelajaran yang tidak menyenangkan. Padahal matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting, yang selalu diberikan kepada siswa mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pertanyaannya adalah mengapa banyak sekali anak Indonesia yang tidak menyukai pelajaran matematika, padahal pelajaran itu adalah dasar untuk mempelajari pelajaran lain, misalnya pada pelajaran fisika dan kimia, sebelum belajar pelajaran fisika dan kimia, siswa harus punya dasar kemampuan matematika yaitu bagaimana cara mengoperasikan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Beberapa informasi menunjukkan bahwa kemampuan siswa Sekolah Dasar SD dan sederatnya dalam mengerjakan operasi pembagian belum memuaskan, bahkan hal tersebut juga dialami oleh siswa pada tingkat-tingkat kelas yang lebih tinggi. Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan sebagai contoh, nilai matematika pada materi operasi pembagian mempunyai nilai rata-rata 5,28. Rata-rata hasil belajar matematika yang diperoleh masih kurang dari KKM yang ditentukan, yaitu 6,50. Keadaan ini sebenarnya tidak boleh terjadi sebab dengan selesainya siswa mengikuti pelajaran matematika di Sekolah Dasar dan sederajatnya, mereka harus telah memiliki kemampuan yang cukup dalam mengerjakan operasi pembagian, karena keterampilan berhitung merupakan salah satu sasaran pengajaran matematika. Penjelasan di atas dapat diasumsikan bahwa matematika adalah suatu mata pelajaran yang membuat banyak anak tertekan bahkan malas untuk mempelajarinya. Bahkan ini bisa terjadi sampai anak tersebut tumbuh besar. Padahal ilmu matematika adalah ilmu dasar yang sangat penting. Matematika adalah pintu gerbang menuju ilmu pengetahuan lainnya, karena itu setiap manusia termasuk siswa perlu menguasai matematika sebagai bekal hidupnya dalam memasuki era globalisasi ini. Pembagian merupakan operasi aritmatika yang terbilang sulit dikuasai oleh siswa. Kemampuan siswa Sekolah Dasar dan sederajatnya untuk menghafal pembagian hanya sampai pembagian 2 digit dengan bilangan pembagi 1-9 saja. Penyelesaian pembagian dengan teknik bersusun seperti yang selama ini digunakan, memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengerjakannya. Siswa seringkali keliru untuk menempatkan letak angka ratusan, puluhan, atau satuan. Teknik berhitung cepat yang diajarkan di lembaga-lembaga kursus, juga butuh waktu lama sekitar 1 tahun bagi siswa untuk menguasai pembagian. Berdasarkan dari kesulitan siswa dalam mengoperasikan pembagian tersebut maka dengan menggunakan teknik pola bilangan, siswa dapat mengerjakan operasi pembagian dengan mudah dan cepat. Pada buku Polamatika, Premadi mengemukakan bahwa: Penggunaan pola bilangan ini terbukti cukup efektif untuk dipelajari siswa karena sangat mudah dan sangat cepat. Hal ini disebabkan siswa hanya menghafalkan satu pola untuk semua soal pembagian sampai 6 digit bahkan digit tak terbatas dengan bilangan pembaginya dari 2-99. Jika pola pembagian ini digunakan untuk bilangan yang pembaginya ratusan 101-999 atau bahkan ribuan 1001-9999, tetap menggunakan satu pola yang sama dengan yang digunakan pada pembagian satuan. 4 Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk menjadikannya sebagai penelitian yang berjudul, “Pengaruh Penggunaan Teknik Pola Bilangan Terhadap Hasil Belajar Matematika.” 4 Dradjad Premadi,ST, Polamatika,Jakarta:Wahyu Media,2007h.2

B. Identifikasi Masalah