Pengaruh Profitability, Firm Size, Business Risk dan Asset Tangibility Terhadap Struktur Modal Pada Sektor Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2008
MEDAN
PENGARUH PROFITABILITY, FIRM SIZE, BUSINESS RISK DAN
ASSET TANGIBILITY TERHADAP STRUKTUR MODAL
PADA SEKTOR MANUFAKTUR DI
BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2005-2008
DRAFT SKRIPSI
OLEH
IMELDA SINAGA
080521019
MANAJEMEN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
2010
(2)
ABSTRAK
IMELDA SINAGA (2010). Pengaruh Profitability, Firm Size, Business Risk dan Asset
Tangibility Terhadap Struktur Modal Pada Sektor Manufaktur Di Bursa Efek
Indonesia Periode 2005-2008. Di bawah bimbingan dosen pembimbing Ibu DR. Khaira Amalia F. SE, MBA, AK, Ibu Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe SE, MSi (Ketua Departemen Manajemen), Bapak Drs. Syahyunan, MSi (Penguji I) dan Ibu Dra. Lisa Marlina, MSi (Penguji II ).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel profitability, firm size, business risk dan asset tangibility baik secara simultan maupun parsial terhadap struktur modal. Penelitian dilakukan pada sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia dengan kurun waktu 2005-2008. Penelitian ini menggunakan model analisis regresi linear berganda dimana proses pengolahan datanya menggunakan program SPSS 15 for windows. Penggunaan analisis regresi ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh variabel profitability, firm size, business risk dan asset tangibility secara bersama-sama dan secara parsial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel profitability, firm size, business risk dan asset tangibility memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap struktur modal pada sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan pengujian secara parsial menunjukkan bahwa hanya variabel profitability yang memiliki angka tertinggi, berarti menunjukkan profitability adalah variabel yang paling dominan dari ke enam variabel bebas yang lain dan pengaruh secara langsung terhadap struktur modal pada pengamatan tahun 2005-2008, sedangkan variabel lain yaitu firm size, business risk dan asset tangibility, tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap struktur modal.
Kata Kunci : Profitability, Firm Size, Business Risk, Asset Tangibility, Struktur Modal.
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Sang Causa Prima sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul : Pengaruh Profitability, Firm
Size, Business Risk dan Asset Tangibility Terhadap Struktur Modal Pada Sektor Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2008 disusun penulis untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi
departemen Manajemen Universitas Sumatera Utara.
Selama penelitian sampai dengan akhir penyusunan skripsi ini, penulis telah
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil, menerima saran,
kritik, masukan, motivasi, dan doa dari berbagai pihak yang amat besar artinya bagi
penulis. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Prof. DR. Ritha F. Dalimunthe SE, MSi selaku ketua departemen manajemen
yang selalu banyak memberikan motivasi dan bimbingan.
3. Ibu Dra. Nisrul Irawati MBA selaku sekretaris departemen Manajemen yang
selalu memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Dr. Khaira Amalia F. SE, MBA, AK selaku dosen pembimbing, secara
khusus penulis sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya atas waktu, tenaga, bimbingan, petunjuk, serta saran dari awal
penulisan skripsi ini hingga penulis dalam menyelesaikannya sebagaimana
mestinya.
(4)
6. Ibu Dra. Lisa Marlina, MSi selaku dosen penguji II yang selalu memberikan
saran serta masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya
Departemen Manajemen yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
segala bentuk urusan administrasi selama perkuliahan.
8. Terimakasih yang tidak terhingga kepada kedua Orang Tuaku H. Sinaga (+) dan
G. Sihaloho yang selalu memberikan nasehat, motivasi, kepercayan serta
kesabaran dan pengertian untuk setiap hal yang penulis lakukan. You are
everything in my life.
9. Ir. Bonar Sinaga, M.Sahala Sinaga, ST, Uli H.R. Sinaga, SE dan keempat
kakakku yang selalu ada untuk penulis. I could really use a wish for our big
family right now. Hope we can pretend that airplane are like shooting stars. 10. Special Thank’s to Bapak Monang Sirait, Bang Andi, Emilda F.Cici Sinaga,
Verawati Br. Kaban, Monica. We had our awesome moments and you always be
the next to me.
11. Lusi Wulandari dan Ratauli Siregar sahabat se-ibu Pembimbing. I was told my
deepest secret. Please, keep it tight, you two friends… You two are the best classmate.
12. Faridha Yanesha, Mutiah, Dessy Arlila dan Desiana Syah, it was the most
precious gift ever in my birthday.
13. Faridha Hanum, Nurdiana dan Vina, all of you are my supporting friends. I’m
gonna cherish every moment. Kiki Marbun, free call by smart very useful for us. 14. Rudolf Panjaitan, Marthin Lumbangaol, Risto, Handina, Beatrik Y.Sitorus,
Kumala Vera Dewi, Erni Handayani, Ismayani, Fetty, Pebri, Fitriani Tobing. We
are one.
(5)
16. Leny Ruslim (Jembo Cable), sahabat sejati, yang selalu memberikan pendapat
dan saran dalam setiap hal khususnya pada penyelesaian skripsi ini walaupun
hanya melalui Yahoo Messenger. No one can replace you. My world, your world,
our world. We’re look good together.
17. Semua pihak yang memberikan semangat pada saat penulis menjalani rawat inap
21-23 Desember 2008 dan 17-19 Agustus 2009 serta semua teman yang dari
jarak jauh selalu memotivasi penulis. I’m overboard…Pull me up.. Carry me,
softly and boldly…
18. Seorang teman di Fakultas Teknik yang memberikan semangat dan saran dalam
penyelesian skripsi ini. It’s time for World Cup, buddy..
19. Serta berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang pernah ada
dan yang masih selalu ada untuk penulis. You need to check with me, I promise
I’m legit.. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikannya secara berlipat ganda.
Penulis berharap semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi yang sederhana ini
dapat dipergunakan dan dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan dan masukan bagi
pihak-pihak yang membutuhkan. Semoga Tuhan senantiasa bersama kita.
Terima Kasih. Medan, Juni 2010
Penulis
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...
i
KATA PENGANTAR ...
ii
DAFTAR ISI ...
v
DAFTAR TABEL ...
vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I
PENDAHULUAN ...
1
A.
Latar Belakang ...
1
B.
Perumusan Masalah ...
7
C.
Kerangka Konseptual ...
8
D.
Hipotesis ...
8
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ...
9
1.
Tujuan Penelitan ...
9
2.
Manfaat Penelitian ...
F.
Metode Penelitian ...
9
1.
Batasan Operasional ...
9
2.
Definisi Operasional ...
10
3.
Populasi Sasaran (Target Population) ...
11
4.
Jenis Data ...
12
5.
Lokasi dan Waktu Penelitian ...
13
6.
Teknik Pengumpulan Data ...
13
7.
Metode Analisis Data ...
11
BAB II URAIAN TEORITIS ...
19
A.
Penelitian Terdahulu ...
19
B.
Landasan Teori ...
20
1.
Struktur Modal ...
20
2.
Modigliani-Miller (MM) Theory ...
21
3.
Trade off Theory ...
24
4.
Pecking Order Theory ...
26
5.
Asymmetric dan Signaling Theory ...
28
6.
Financial Distress dan Agency Cost ...
30
C.
Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Pengambilan
Keputusan Struktur Modal ...
30
BAB III GAMBARAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI
INDONESIA ...
35
A. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia ...
35
(7)
BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...
40
A. Deskripsi Variabel Profitability, Firm Size, Business Risk
dan Asset Tangibility Terhadap Struktur Modal ...
40
1.
Deskripsi Nilai Variabel Profitability ...
43
2.
Deskripsi Nilai Variabel Firm Size ...
46
3.
Deskripsi Nilai Variabel Business Risk ...
49
4.
Deskripsi Nilai Variabel Asset Tangibility ...
52
5.
Deskripsi Nilai Variabel TDAR ... 55
B. Regresi Linear Berganda ...
57
C. Pengujian Asumsi Klasik ...
58
1.
Uji Normalitas ...
58
2.
Uji Multikolinieritas ...
63
3.
Uji Autokorelasi ...
64
4.
Uji Heteroskesdastisitas ...
64
D. Pengujian Hipotesis ...
66
1.
Uji Signifikansi Simultan (Uji-F) ...
66
2.
Uji Signifikansi Parsial (Uji-t) ...
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ...
71
A. Kesimpulan...
71
B. Saran ...
72
DAFTAR PUSTAKA
(8)
DAFTAR TABEL
No.
Judul
Halaman
Tabel 1.1. Pertumbuhan Industri Periode 2005-2008 ...
4
Tabel 1.2 Rata-rata TDAR, Profitability, Firm Size, Business Risk dan
Asset Tangibility Periode 2005-2008 ...
6
Tabel 1.3 Variabel Penelitian ...
11
Tabel 1.4 Data Penelitian ...
12
Tabel 1.5
Kriteria pengambilan keputusan DW test ...
15
Tabel 3.1
Gambaran Umum Data Penelitian ...
37
Tabel 4.1
Rata-rata Profitability, Firm Size, Business Risk dan Asset
Tangibility pada sektor manufaktur yang ada di BEI Periode
2005-2008 ...
40
Tabel 4.2
Profitability Sektor Manufaktur Periode 2005-2008 (Dalam
Persentase) ...
43
Tabel 4.3
Firm Size Sektor Manufaktur Periode 2005-2008 ...
46
Tabel 4.4
Business Risk Sektor Manufaktur Periode 2005-2008 ...
49
Tabel 4.5
Asset Tangibility Sektor Manufaktur Periode 2005-2008 ...
52
Tabel 4.6
TDAR Sektor Manufaktur Periode 2005-2008 ...
55
Tabel 4.7
Coefficients ...
57
Tabel 4.8
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ...
61
Tabel 4.9
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ...
63
Tabel 4.10 Coefficients ...
63
Tabel 4.11 Model Summary ...
64
Tabel 4.12 ANOVA ...
66
(9)
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul
Halaman
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual ...
8
Gambar 4.1 Histogram Dependent Variabel (TDAR) ...
59
Gambar 4.2 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent variable (TDAR)...
60
Gambar 4.3 Histogram Dependent Variabel (LN TDAR) ...
62
Gambar 4.4 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent variable (LN TDAR) ...
62
Gambar 4.5 Scatterplot Dependent Variabel (LN TDAR) ...
65
(10)
ABSTRAK
IMELDA SINAGA (2010). Pengaruh Profitability, Firm Size, Business Risk dan Asset
Tangibility Terhadap Struktur Modal Pada Sektor Manufaktur Di Bursa Efek
Indonesia Periode 2005-2008. Di bawah bimbingan dosen pembimbing Ibu DR. Khaira Amalia F. SE, MBA, AK, Ibu Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe SE, MSi (Ketua Departemen Manajemen), Bapak Drs. Syahyunan, MSi (Penguji I) dan Ibu Dra. Lisa Marlina, MSi (Penguji II ).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel profitability, firm size, business risk dan asset tangibility baik secara simultan maupun parsial terhadap struktur modal. Penelitian dilakukan pada sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia dengan kurun waktu 2005-2008. Penelitian ini menggunakan model analisis regresi linear berganda dimana proses pengolahan datanya menggunakan program SPSS 15 for windows. Penggunaan analisis regresi ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh variabel profitability, firm size, business risk dan asset tangibility secara bersama-sama dan secara parsial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel profitability, firm size, business risk dan asset tangibility memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap struktur modal pada sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan pengujian secara parsial menunjukkan bahwa hanya variabel profitability yang memiliki angka tertinggi, berarti menunjukkan profitability adalah variabel yang paling dominan dari ke enam variabel bebas yang lain dan pengaruh secara langsung terhadap struktur modal pada pengamatan tahun 2005-2008, sedangkan variabel lain yaitu firm size, business risk dan asset tangibility, tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap struktur modal.
Kata Kunci : Profitability, Firm Size, Business Risk, Asset Tangibility, Struktur Modal.
(11)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan melibatkan penggunaan
dana. Dana dapat diperoleh dari sumber intern maupun ekstern perusahaan yang
tentunya tidak terlepas dari peran manajer keuangan. Dana yang diterima dari
sumber intern perusahaan, yaitu sumber dana yang dibentuk atau dihasilkan
sendiri di dalam perusahaan, misalnya dana yang berasal dari keuntungan yang
tidak dibagikan atau keuntungan yang ditahan di dalam perusahaan (retained
earnings). Dana dari sumber ekstern perusahaan, yaitu sumber dana yang berasal
dari tambahan penyertaan modal dari pemilik atau emisi saham baru, penjualan
obligasi, kredit dari bank. Upaya perolehan dan penggunaan dana, manajer
keuangan akan terlibat secara langsung dalam perencanaan dan pengendalian
penggunaan dana. Penggunaan dana berasal dari sumber intern atau ekstern
merupakan alternatif yang memerlukan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan. Alternatif yang dipilih sebaiknya memberikan implikasi yang baik
pada struktur modal perusahaan.
Modal dalam struktur perusahaan, baik badan usaha swasta atau negara, akan signifikan terhadap kebijakan-kebijakan struktural kelembagaan di samping mekanisme dan fungsi operasional. Modal berfungsi tidak hanya sebagai unsur pada faktor produksi, namun juga sebagai manifestasi pertumbuhan dan pertambahan atas aset-aset perusahaan yang terkait langsung dengan fungsi kepemilikan serta
(12)
fungsi-fungsi lain sebagai hak (Mudawam, 2008:2). Peran aktif dari manajemen diperlukan dalam pencapaian tujuan perusahaan yang dalam pelaksanaannya menemui berbagai benturan kepentingan baik antara pihak intern maupun antara intern dengan ekstern lingkungan perusahaan guna mengupayakan pertumbuhan perusahaan yang kontinyu dan berkesinambungan.
Struktur modal merupakan perimbangan antara penggunaan modal pinjaman
yang terdiri dari: utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka
panjang dengan modal sendiri yang terdiri dari: saham preferen dan saham biasa
(Sjahrial, 2007:213). Tujuan manajemen struktur modal adalah memadukan
sumber dana permanen yang digunakan perusahaan dengan cara yang akan
memaksimumkan harga perusahaan. Tujuan ini bisa dipandang sebagai pencarian
terhadap paduan dana yang akan meminimumkan campuran biaya modal
perusahaan.
Struktur modal perlu diperhatikan karena bauran pendanaan (financing mix)
mempengaruhi nilai perusahaan secara langsung (Lukas 1999:267). Hal ini
memotivasi manajemen perusahaan untuk mencari suatu struktur modal yang
optimal untuk perusahaannya. Struktur modal yang optimal dapat diartikan
sebagai struktur modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal
keseluruhan atau biaya modal rata-rata sehingga memaksimalkan nilai
perusahaan. Struktur modal yang optimal dapat berubah sewaktu-waktu,
perubahan ini dapat mempengaruhi tingkat risiko dan biaya dari setiap jenis
modal, yang pada gilirannya mengubah biaya modal rata-rata tertimbang. Lebih
lanjut, perubahan ini juga mempengaruhi keputusan penganggaran modal yang
akhirnya, mempengaruhi harga saham perusahaan (Brigham, 2001:5). Penentuan
(13)
ilmu pasti. Maka terdapat perbedaan struktur modal antar perusahaan sekalipun
bergerak dalam bidang industri yang sama.
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Pada
umumnya, perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat keuntungan tinggi
memiliki tingkat hutang yang relatif kecil (Lukas, 1999:274). Hal ini dikarenakan
tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk memperoleh
sebagian besar pendanaan dari laba ditahan.
Perusahaan besar yang sudah well established akan lebih mudah memperoleh
modal di pasar modal disbanding dengan perusahaan kecil. Karena kemudahan
akses tersebut berarti perusahaan besar memiliki fleksibilitas yang lebih besar
pula. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Zelia Maria Silva dan Marcia
Cristina Rego mengenai penyesuaian tingkat hutang terhadap perusahaan Portugis
yang go public membuktikan bahwa strukutr aktiva dan ukuran perusahaan lebih
relevan menentukan tingkat hutang optimal daripada profitabilitas.
Risiko bisnis adalah risiko di mana perusahaan tidak dapat menutup biaya
operasionalnya (Sundjaja, 2002:243). Umumnya semakin besar “pengaruh
operasi” perusahaan dengan “penggunaan biaya tetap” akan semakin tinggi risiko
bisnisnya. Tingkat risiko bisnis dianggap telah tertentu. Perusahaan dengan risiko
bisnis yang tinggi cenderung mempunyai strukutr modal dengan “pengaruh” yang
lebih rendah daripada perusahaan dengan perusahaan yang memiliki risiko bisnis
yang rendah.
Struktur aktiva adalah perbandingan antara hutang jangka panjang perusahaan
(long term debt) dengan total aktiva (total asset) (Arief Susetyo, 2006). Aktiva
(14)
dapat digunakan sebagai agunan hutang, karenanya perusahaan yang memiliki
aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar
(Sartono, 2004:248).
Beberapa hal yang menyebabkan melemahnya pertumbuhan sektor
manufaktur: pertama, upaya untuk membangkitkan sektor ini memerlukan adanya
peningkatan permintaan untuk barang-barang industri sedangkan konsumen
domestik masih berada pada tahap awal untuk hal ini. Kedua, masih sangat
sedikitnya perusahaan yang mengambil insiatif mengembangkan kapasitas
produksi yang ada melalui investasi. Ketiga, masih lemahnya fungsi intermediasi
perbankan. Pertumbuhan kredit perbankan di tahun 2006 justru lebih banyak
ditopang oleh pertumbuhan kredit konsumtif, bukannya kredit investasi atau
modal kerja. Kemudian, masalah buruh juga menjadi salah satu faktor
terkendalanya pertumbuhan sektor manufaktur. Perusahaan harus
mempertimbangkan dengan matang mengenai pesangon yang ditanggung. Bank
Indonesia dalam upayanya mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga
acuan justru berakibat pada melonjaknya suku bunga kredit yang menyulitkan
sektor riil mendapatkan akses kredit moda kerja. Kondisi ini secara langsung
menekan penjualan di industri automotive dan property nasional. Berikut
disajikan tabel pertumbuhan industri 2005-2008:
Tabel 1.1
Pertumbuhan Industri Indonesia
Periode 2005-2008
No.
Cabang Industri
Pertumbuhan (%)
2005
2006
2007
2008
1.
Makanan,minuman dan
tembakau
2,75
7,22
5,05
3,43
(15)
hutan
4.
Kertas dan barang cetakan
2,39
2,09
5,79
0,74
5.
Pupuk, kimia dan barang
dari karet
8,77
4,48
5,69
3,85
6.
Semen dan bahan galian
non logam
3,81
0,53
3,40
0,06
7.
Logam dasar, besi dan baja
(3,70)
4,73
1,69
3,2
8.
Alat angkut, mesin dan
peralatan
12,38
7,55
9,73
14,53
9.
Barang lainnya
2,61
3,62
(2,82)
14,53
Sumber: Laporan Pengembangan Sektor Industri Tahun 2008
Pada Tabel 1.1 di atas terlihat bahwa pada tahun 2007, untuk beberapa
cabang industri mengalami peningkatan persentase pertumbuhan, hal ini dipercaya
karena upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas makro ekonomi di tahun
tersebut dinilai cukup berhasil.
Perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha apapun perlu
memperhatikan struktur modal karena bauran pendanaan (financing mix)
mempengaruhi nilai perusahaan secara langsung (Atmaja, 1999:267). Struktur
modal merupakan perimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri
dari: utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang, saham
preferen dan saham biasa (Hadianto 2007).
Beberapa hal yang mempengaruhi pengambilan keputusan struktur modal
di antaranya adalah profitabilitas (profitability), ukuran perusahaan (firm size),
risiko bisnis (business risk), dan struktur aktiva (asset tangibility), (Atmaja,
1999:273). Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Zelia dan Marcia pada tahun 2009 mengenai
penyesuaian tingkat hutang pada perusahaan Portugis yang go public
membuktikan bahwa struktur aktiva dan ukuran perusahaan lebih relevan
menentukan tingkat hutang optimal daripada profitabilitas. Risiko bisnis adalah
(16)
risiko di mana perusahaan tidak dapat menutup biaya operasionalnya (Sundjaja,
2002:243).
Bursa Efek Indonesia memiliki 20 sub sektor untuk sektor manufaktur.
Penelitian kali ini mengambil 9 sub sektor sebagai sampel. Berikut tabulasi untuk
rata-rata TDAR, Profitability, Firm Size, Business Risk dan Asset Tangibility dari
9 sub sektor tersebut untuk periode 2005-2008.
Tabel 1.2
Rata-rata TDAR, Profitability, Firm Size,
Business Risk dan Asset Tangibility
Periode 2005-2008
No.
Sub Sektor
(%)
TDAR
(%)
Profitability
(%)
Firm
Size
BRISK
(Rp.)
Asset
Tangibility
(%)
1.
Adhesive
30,40
3,72
4,95
5152,90
19,75
2.
Apparel
50,89
(1,21)
12,31
23314,19
38,42
3.
Automotive
32,97
2,73
13,53
274771,35
27,64
4.
Cable
20,78
3,14
13,80
31816,07
(36,57)
5.
Cement
27,91
10,52
15,60
632566,2
64,83
6.
Fabricated
24,29
(0,09)
12,44
7845,95
38,06
7.
Foods
35,48
0,76
13,75
69453
44,78
8.
Metal
36,47
4,08
12,65
79990,43
24,25
9.
Textil
35,90
(1,44)
12,78
29458,93
66,61
Sumber:
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas, terlihat bahwa sub sektor apparel, fabricated dan
textile mengalami penurunan profitabilitas yang serius hingga mencapai angka
minus pada periode 2005-2008.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Profitability, Firm Size, Business
Risk dan Asset Tangibility Terhadap Struktur Modal pada Sektor
Manufaktur di BEI Periode 2005-2008.”
(17)
B.
Perumusan Masalah
Penelitian kali ini menyajikan perumusan masalah: Apakah profitabilitas
(profitability), ukuran perusahaan (firm size), risiko bisnis (business risk), struktur
aktiva (asset tangibility) berpengaruh terhadap struktur modal?
C.
Kerangka Konseptual
Sesuai dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan
lebih menyukai menggunakan sumber pendanaan internal daripada pendanaan
eksternal. Perusahaan dengan laba besar memiliki kapasitas yang lebih baik
daripada perusahaan dengan tingkat laba rendah dalam hal pembiayaan sendiri
dan memilih menggunakan modal sebagai pilihan terakhir ketika perusahaan
mengalami kesulitan sumber dana. Hal ini dikarenakan berlimpahnya ketersediaan
sumber dana internal yang menjadikan perusahaan tidak memiliki tingkat
ketergantungan yang tinggi terhadap sumber ekstern.
Mengarah pada ukuran perusahaan (firm size), perusahaan yang besar
lebih mudah mendapatkan dana daripada perusahaan berukuran kecil. Perusahaan
yang berukuran besar cenderung terdiversifikasi sehingga menurunkan risiko
kebangkrutan (Hanafi, 2004:321).
Suatu kondisi yang lebih realistis yang dihadapi oleh pimpinan perusahaan
adalah risiko (Riyanto, 2001:155). Risiko bisnis adalah ketidakpastian pada
perkiraan pendapatan operasi perusahaan di masa mendatang (Atmaja, 1995: 225).
Risiko bisnis mewakili tingkat risiko dari operasi-operasi perusahaaan yang tidak
menggunakan hutang. Semakin tinggi risiko bisnis suatu perusahaan, perusahaan
harus lebih berhati-hati dalam menentukan struktur modal (Sundjaja, 2002:243).
(18)
Perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya sendiri dari aktiva lancar
akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dananya dengan utang jangka pendek
(Riyanto, 2001:298). Penelitian yang dilakukan oleh Hadianto pada tahun 2008
membuktikan bahwa struktur aktiva dan profitabilitas berpengaruh positif
terhadap struktur modal. Zelia dan Marcia pada tahun 2009 dalam penelitiannya
mengenai penyesuaian tingkat hutang pada perusahaan Portugis yang go public
menyatakan bahwa semakin tinggi struktur aktiva dan ukuran perusahaan semakin
besar kontribusi yang diberikan dalam upaya meningkatkan perolehan hutang.
Untuk memperjelas berikut gambar dari kerangka konseptual dari penelitian ini:
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual
Sumber: (Sartono, 2001:225, 248), diolah
D.
Hipotesis
Pada penelitian ini diajukan hipotesis bahwa profitabilitas (profitability),
ukuran perusahaan (firm size), risiko bisnis (business risk) dan struktur aktiva
(asset tangibility) berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
Profitability (X
1)
Firm Size (X
2)
Business Risk ( X
3)
Asset Tangibility (X
4)
Total Debt To Asset
Ratio (Y)
(19)
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh profitability, firm
size, business risk, asset tangibility terhadap struktur modal.
2.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini:
a.
Bagi perusahaan, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
komposisi hutang dan modal perusahaan.
b.
Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan kajian dalam melakukan
penelitian berikutnya terutama dalam pembahasan mengenai struktur
modal.
c.
Bagi penulis, memperluas wawasan khususnya mengenai struktur
modal.
F.
Metodologi Penelitian
1.
Batasan Operasional
Batasan operasional pada penelitian ini adalah menggunakan profitability,
firm size, business risk dan asset tangibility sebagai variabel dependen
dengan menggunakan data laporan keuangan dari 9 sub sektor manufaktur
yang terdiri dari apparel, adhesive, automotive, cable, cement, fabricated,
foods, metal dan textile yang ada di BEI periode 2005-2008.
2.
Definisi Operasional
a.
Variabel dependen
(20)
Variabel dependen yang dimasksudkan adalah struktur modal.
Menurut Sartono (2001a:225), struktur modal didefinisikan sebagai
perimbangan jumlah utang jangka pendek yang bersifat permanen,
utang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa. Oleh karena
itu, struktur modal diproksi dengan rasio total utang berdasarkan nilai
buku terhadap total aktiva (total debt to asset ratio) perusahaan pada
akhir tahun tertentu.
b.
Variabel independen
Terdapat empat variabel independen yang digunakan pada penelitian
ini, yaitu:
a)
Profitability
Variabel ini diproksi Variabel ini diproksi dengan menggunakan
rasio profit margin pada akhir tertentu
b)
Firm size
Variabel ini diproksi dengan menggunakan penjualan. Mengingat
nilai penjualan sangat besar maka digunakan nilai logaritma natural
dari penjualan.
c)
Business risk
Penelitian ini akan menggunakan standar deviasi EBIT selama 5
tahun sebagai indikator business risk. Standar Deviasi EBIT dalam
penelitian ini dihitung dengan menggunakan data keuangan
perusahaan lima tahun sebelumnya sehingga untuk menentukan
(21)
standar deviasi perusahaan tahun 2004 maka digunakan EBIT
perusahaan dari tahun 1999-2003.
d)
Asset tangibility
Variabel ini diproksi dengan menggunakan rasio antara aktiva tetap
dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan pada akhir tahun
tertentu.
Cara penghitungan keempat variabel tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1.3
Variabel Penelitian
Variabel
Parameter
Skala
Profitability (X
1)
Net Profit
Rasio
Sales
Firm size (X
2)
Ln sales
Rasio
Business risk (X
3)
σEBIT
Rasio
Asset Tangibility (X
4)
Rasio
Fixed asset
total asset
Struktur Modal (Y)
Total debt
Rasio
total asset
Sumber: Hadianto (2008), Hanafi (2004:321), Atmaja (1999:249)
3.
Populasi Sasaran (Target Population)
Tujuan utama penarikan sampel adalah untuk memperoleh informasi
tentang populasi. Oleh karena itu sejak awal perlu mengidentifikasi
populasi secara tepat dan akurat. Jika populasi tidak didefinisikan dengan
baik, maka kesimpulan yang dihasilkan dari sutau penelitian kemungkinan
akan keliru (Hermawan, 2003:47). Populasi pada penelitian ini adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan
sampel yang digunakan merupakan 9 sub sektor manufaktur yang terdiri
atas bidang industri adhesive, apparel, automotive, cable, cement,
(22)
fabricated, foods, fabricated dan textile.
Pemilihan sampel pada sub sektor
cable, cement, fabricated, foods, dan metal karena jenis industri tersebut
tergolong jenis industri yang stabil dan tahan terhadap krisis, hal ini
terlihat dari perusahaan yang tidak mengalami perubahan baik nama
maupun jumlahnya dari tahun ke tahun. Pengikutsertaan 4 industri lain
pada pemilihan sampel bertujuan untuk memperbanyak dan diversifikasi
sub sektor industri yang dijadikan sampel penelitian.
Tabel 1.4
Data Penelitian
Sub Sektor
Jumlah
Perusahaan
(1)
Laporan
Keuangan
Tidak Lengkap
(2)
Sampel
(1) –(2)
Foods
21
4
17
Textile
8
4
4
Apparel
17
6
11
Adhesive
4
1
3
Cement
3
-
3
Metal
12
2
10
Fabricated
2
-
2
Cable
6
-
6
Automotive
14
1
13
Jumlah Data
69
Sumber: Indonesian Capital Market Directory, diolah
4.
Jenis Data
Data pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh oleh peneliti
melalui media perantara atau merupakan data yang diperoleh dan dicatat
oleh pihak lain. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
akuntansi yang berupa laporan keuangan perusahaan sampel yaitu Neraca,
(23)
bersumber dari
(Indonesian Capital Market Directory) dan sumber lain yang relevan
.5.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 9 sub sektor manufaktur yang terdaftar di
BEI dengan menggunakan file elektronik laporan keuangan sektor
manufaktor di BEI. Pelaksanaan penelitian direncanakan mulai Mei
sampai dengan Juli 2010.
6.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi
dokumentasi yaitu meneliti dan mengevaluasi sementara mengenai
dokumen-dokumen berupa laporan keuangan perusahaan yang diambil
dari situs
ICMD.
7.
Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis data:
a.
Metode analisis deskriptif
Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan, pengolahan,
pengklasifikasian dan penginterpretasian atas data penelitian yang
guna memperoleh gambaran yang jelas atas variabel-variabel yang
diteliti. Variabel-variabel tersebut adalah profitability, firm size,
business risk dan tangibility asset sebagai faktor independen, struktur
modal sebagai faktor dependen diproksi dengan total debt to total asset
ratio.
(24)
b.
Metode Analisis Statistik
1.
Metode regresi linier berganda
Regresi linier berganda ditujukan untuk menentukan hubungan linier
antara beberapa variabel bebas yang biasa disebut X
1, X
2, X
3dan
seterusnya dengan variabel terikat yang disebut Y. Dengan rumus:
Y= a + b
1X
1+ b
2X
2+ b
3X
3+ b
4X
4+ e
Dimana:
Y
= struktur modal yang diproksi dengan total debt to total asset
ratio
a
= konstanta
X
1= profitability
X
2= firm size
X
3= business risk
X
4= asset tangibility
B
1,2,3,4= koefisien regresi X
1,2,3,4e
= error of term
Model regresi sebelum digunakan dalam pengujian hipotesis, perlu
dilakukan uji normalitas dan uji asumsi klasik terlebih dahulu. Pengujian
asumsi klasik dimaskudkan untuk memastikan bahwa model yang diperoleh
benar-benar memenuhi asumsi dasar dalam analisis regresi yang meliputi:
tidak terjadi autokorelasi, tidak terjadi heteroskesdatisitas dan tidak terjadi
multikolinieritas.
(25)
a). Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi
sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Data yang baik
adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi normal, yakni
distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau menceng ke kanan. Uji
ini dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov.
b). Uji Autokorelasi
Istilah auttokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam
deret waktu) atau ruang (seperti dalam cross section). Uji autokorelasi
bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode sebelumnya (Situmorang et al, 2008:78).
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lainnya. Pengujian terhadap autokorelasi
digunakan dengan menggunakan uji statistik Durbin Watson (D-W),
dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 1.5
Kriteria pengambilan keputusan DW test
Hipotesis Nol
Keputusan
Jika
Tidak ada autokorelasi positif
Tolak
0<DW<d
1Tidak ada autokorelasi positif
No decision
D
1≤DW≤d
uTidak ada autokorelasi negatif
Tolak
4-d
1<DW<4-d
1Tidak ada autokorelasi negatif
No decision
4-d
u≤DW≤4
-d
1Tidak ada autokorelasi positif atau negatif
Tidak ditolak
D
u<DW<4-d
uSumber: Gujarati (1995:217)
(26)
c.) Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan fenomena adanya korelasi yang sempurna
antara satu variabel bebas dengan variabel lain. Apabila tidak terdapat
korelasi antar variabel bebas artinya tidak terjadi multikolinieritas dan
demikian sebaliknya. Pengujian terhadap ada tidaknya
multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan metode VIF
(Variance Inflation Factor) dengan kriteria:
Bila VIF > 5 maka terjadi multikolinieritas
Bila VIF < 5 maka tidak terjadi multikolinieritas
d.) Uji Heteroskesdastisitas
Heteroskesdastisitas digunakan untuk menguji terjadinya perbedaan
varian residual suatu periode pengamatan terhadap periode
pengamatan yang lain. Heteroskesdastisitas ini mengakibatkan nilai
estimator (koefisien regresi) dari model tersebut tidak efisien meskipun
estimator tersebut tidak bias dan konsisten. Metode yang digunakan
pada penelitian ini untuk menguji ada atau tidaknya
heteroskesdastisitas yaitu dengan menggunakan metode grafik yaitu
grafik Scatterplot. Apabila pada grafik terlihat titik-titik yang
menyebar secara acak tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas
serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y,
berarti tidak terjadi heteroskesdastisitas (Situmorang et al, 2008:68).
2. Uji Hipotesis
(27)
Uji pengaruh parsial merupakan suatu pengujian yang dilakukan
untuk melihat dan mengetahu signifikansi dari pengaruh variabel
bebas dalam model terhadap variabel terikat, dengan menganggap
variabel lainnya ceteris paribus. Diperlukan beberapa langkah
berikut:
Bentuk Pengujian
H
0: b
i= 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel
bebas secara parsial terhadap variabel terikat
H
1: b
i≠ 0
: terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas
secara parsial terhadap variabel terikat
Pada penelitian ini nilai t
hitungakan dibandingkan dengan t
tabelpada
tingkat signifikansi (α) =5%
Kriteria pengambilan keputusan pada uji-t adalah:
H
0diterima bila t
tabel≤ t
hitung≤ t
tabelH
1diterima bila t
hitung< t
tabelatau t
hitung> t
tabel(b) Uji – F (Uji Pengaruh Serempak)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
bebas secara serempak berpengaruh terhadap variabel terikat.
Bentuk pengujian:
H
0: b
i= 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel
bebas secara serempak terhadap variabel terikat.
H
1= minimal satu dari b
≠ 0; artinya terdapat pengaruh yang
signifikan secara serempak dari variabel bebas terhadap variabel
terikat. Pada penelitian ini nilai F
hitungakan dibandingkan dengan
(28)
F
tabelpada tingkat signifikan (α) = 5%. Kriteria penilaian pada
uji-F
ini adalah:
Terima H
0bila F
hitung≤ F
tabel(29)
BAB II
URAIAN TEORITIS
A.
Penelitian Terdahulu
Kasenda (2005) menggunakan kepemilikan institusional, aktiva berwujud,
ukuran perusahaan dan profitabilitas sebagai variabel independen dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kepemilikan Institusional, Aktiva
Berwujud, Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas terhadap Struktur Modal pada
Perusahaan dalam Industri Barang Konsumsi di BEJ”. Penelitian Faris
menggunakan populasi pada industri barang dan konsumsi yang tercatat di BEJ
tahun 1999-2003, dengan kriteria pengambilan sampel perusahaan yang telah
terdaftar di BEJ pada industri barang dan konsumsi dan telah mengeluarkan
laporan keuangan per 31 Desember pada saat dilakukan penelitian. Berdasar
kriteria tersebut, diperoleh 33 perusahaan dimana 5 perusahaan tidak memenuhi
persyaratan kelengkapan laporan keuangan untuk tiap tahun penelitian. Penelitian
ini menyatakan bahwa keempat variabel independen mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap struktur modal.
Susetyo (2006) melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di
BEJ Periode 2000-2003”. Sampel yang menjadi penelitian Arief Susetyo adalah
perusahaan manufaktur yang tergabung dalam sektor manufaktur, yang terdiri dari
industri tekstil, ban, semen, makanan, minuman, baja, pulp, dan sebagainya.
Metode purposive sampling digunakan dalam penentuan anggota sampel. Variabel
independen dalam penelitian Susetyo adalah risiko bisnis, struktur
(30)
aktiva, profitabilitas dan ukuran perusahaan; dengan struktur modal
sebagai variabel dependen. Pada penelitian ini ditemukan bahwa struktur aktiva
dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur
modal, risiko bisnis dan profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
struktur modal.
Agustina (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh
Faktor Profitabilitas, Tingkat Pertumbuhan, Tingkat Pajak, Struktur Asset, Risiko
dan Ukuran Bank terhadap Struktur Modal Bank di Indonesia pada Periode
Penelitian 2003 hingga 2007” menggunakan 66 bank yang dijadikan sampel
dengan metode penarikan sampel judgement sampling yang merupakan bagian
dari purposive sampling. Penelitian ini menyatakan bahwa terjadi hubungan yang
negatif antara profitabilitas dengan tingkat leverage suatu bank, variabel
pertumbuhan terbukti tidak signifikan berpengaruh terhadap tingkat leverage
suatu bank, hal ini menunjukkan bahwa leverage ratio bank-bank di Indonesia
tidak dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhannya. Variabel tingkat pajak, struktur
asset, risiko dan ukuran bank memiliki hubungan yang signifikan dan negatif
terhadap leverage ratio suatu bank.
B.
Landasan Teori
1.
Struktur Modal
Pembahasan mengenai modal dalam perusahaan merupakan persoalan
yang tak akan berakhir, mengingat bahwa masalah modal itu mengandung banyak
dan berbagai rupa aspek. Prof. Bakker dalam Riyanto (2001:18) mengartikan
(31)
rumah tangga perusahaan yang terdapat di neraca sebelah debit, maupun berupa
daya beli atau nilai tukar dari barang-barang itu yang tercatat di sebelah kredit.
Menurut Munawir (2001) struktur modal merupakan komposisi pendanaan
ekuitas (modal sendiri) dan utang pada suatu perusahaan. Struktur modal optimal
meminimumkan biaya modal perusahaan (Arthur et al, 2000:583). Manajer sulit
untuk mencari struktur modal optimal dikarenakan konflik yang mengarah pada
biaya agensi. Manajemen menanggung risiko berlebihan atas nama pemegang
saham, perlu memasukkan beberapa batasan protektif dalam kontrak obligasi yang
bertujuan membatasi pengambilan keputusan manajemen. Manajemen perusahaan
menetapkan struktur modal yang ditargetkan, yang mungkin merupakan struktur
modal yang optimal, meskipun target tersebut dapat berubah dari waktu ke waktu
(Brigham, 2001:45). Struktur modal ditetapkan bukan hanya berdasarkan dampak
pada pemaksimalan imbal hasil, tetapi juga terhadap lingkungan kompetitif di
sekitar perusahaan. Manajemen perlu menyediakan imbal hasil yang lebih tinggi
kepada pemegang saham.
2.
Modigliani-Miller (MM) Theory
Teori MM tanpa pajak
MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh
struktur modalnya. Dengan perkataan lain, hasil-hasil MM menyatakan bahwa
tidak menjadi masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya. Studi MM
didasarkan pada sejumlah asumsi berikut:
a.
Risiko bisnis perusahaan diukur dengan σEBIT (deviasi Standar Earning
Before Interest and Tax).
(32)
b.
Investor memiliki pengharapan yang sama tentang EBIT perusahaan di masa
mendatang.
c.
Saham dan obligasi diperjualbelikan di suatu pasar modal yang sempurna.
d.
Hutang adalah tanpa risiko sehingga suku bungan pada hutang adalah suku
bunga bebas risiko.
e.
Seluruh aliran kas adalah perpetuitas (sama jumlahnya setiap periode hingga
waktu tak terhingga). Dengan kata lain, pertumbuhan perusahaan adalah nol
atau EBIT selalu sama.
f.
Tidak ada pajak perusahaan maupun pajak pribadi.
Terdapat dua proposisi MM tanpa pajak:
Proposisi 1 (tanpa pajak): nilai dari perusahaan yang berhutang sama
dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang. Dengan kata lain, dalam
kondisi tanpa pajak, MM berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi
nilai perusahaan. Tingkat keuntungan dan risiko usaha (keputusan investasi) yang
akan mempengaruhi nilai perusahaan (bukannya keputusan pendanaan).
Proposisi 2 (tanpa pajak): proposisi 2 mengatakan bahwa tingkat
keuntungan yang disyaratkan untuk perusahaan yang menggunakan utang, naik
proporsional terhadap peningkatan rasio utang dengan saham (Hanafi, 2004:304).
Dengan menggunakan utang yang semakin banyak, perusahaan bisa menggunakan
sumber modal yang lebih murah yang semakin besar. Penggunaan sumber modal
yang murah yang semakin banyak akan menurunkan biaya modal rata-rata
tertimbang perusahaan (WACC) tersebut, jika tingkat keuntungan yang
disyaratkan untuk saham konstan. Tetapi dengan semakin meningkatnya utang,
(33)
berlawanan tersebut menghasilkan biaya modal rata-rata tertimbang yang konstan.
Hasilnya, nilai perusahaan akan konstan.
Teori MM dengan pajak
Tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM tahun
1958. Asumsi yang diubah adalah adanya pajak terhadap penghasilan perusahaan
(corporate income taxes). Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa
penggunaan hutang (leverage) akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya
bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak (a tax deductible
expense).
Pada teori MM dengan pajak ini, juga terdapat dua proposisi:
Proposisi 1: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari
perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena
bunga hutang.
Proposisi 2: biaya modal saham akan meningkat dengan semakin
meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar dibandingkan
dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham. Implikasi dari
preposisi II ini adalah penggunaan hutang yang semakin banyak akan
meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan hutang yang lebih banyak,
berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil
dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan menurunkan biaya
modal rata-rata tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat). Teori MM
tersebut sangat kontroversial. Implikasi teori tersebut adalah perusahaan
sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, tidak
(34)
ada perusahaan yang mempunyai hutang sebesar itu (MM menggunakan 99%
sebagai contoh), karena semakin tinggi tingkat hutang suatu perusahaan, akan
semakin tinggi juga kemungkinan kebangkrutannya. Inilah yang melatarbelakangi
teori MM mengatakan agar perusahaan menggunakan hutang
sebanyak-banyaknya, karena MM mengabaikan biaya kebangkrutan.
Menurut Hanafi (2004:306), Miller sendiri kemudian mengembangkan
model struktur modal dengan memasukkan pajak personal. Pemegang saham dan
pemegang utang harus membayar pajak jika mereka menerima dividen (untuk
pemegang saham) atau bunga (untuk pemegang utang). Menurut model tersebut,
tujuan yang ingin dicapai adalah, tidak hanya meminimalkan pajak perusahaan,
tetapi meminimalkan total pajak yang harus dibayarkan (pajak perusahaan, pajak
atas pemegang saham dan pajak atas pemegang hutang).
Kritik terhadap pendekatan Modigliani-Miller adalah jika semua asumsi
dipenuhi, maka cenderung untuk disimpulkan bahwa dalam kondisi ada pajak
perusahaan akan menjadi semakin baik apabila menggunakan utang semakin
besar. Pada pelaksanaannya, tentu hal semacam ini tidak akan terjadi. Beberapa
titik lemah pendekatan Modigliani-Miller adalah:
3.
Trade off Theory
Argument-argumen terdahulu mengarah pada perkembangan yang disebut
dengan “teori trade off dari leverage”, di mana perusahaan menyeimbangkan
manfaat dari pendanaan dengan hutang (perlakuan pajak persero yang
menguntungkan) dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi.
Model ini disebut model trade off karena struktur modal yang optimal dapat
ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan penggunaan hutang (tax shield
(35)
benefits of leverage) dengan biaya financial distress dan agency problem. Model
trade off tidak dapat menentukan secara tepat struktur modal yang optimal karena
sulit untuk menentukan secara tepat PV biaya financial distress dan PV agency
cost. Namun demikian model ini memberikan tiga masukan penting:
a.
Perusahaan yang memiliki aktiva yang tinggi variabilitas dan keuntungannya
akan memiliki profitabilita financial distress yang besar. Perusahaan semacam
ini harus menggunakan sedikit hutang.
b.
Aktiva tetap yang khas (tidak umum), aktiva yang tidak nampak (intangible
asset) dan kesempatan bertumbuh akan kehilangan banyak nilai jika terjadi
financial distress. Perusahaan yang menggunakan aktiva semacam ini
seharusnya menggunakan sedikit hutang.
c.
Perusahaan yang membayar pajak tinggi (dikenai tingkat pajak yang besar)
sebaiknya lebih banyak menggunakan hutang dibanding perusahaan yang
membayar pajak yang rendah (tingkat pajak rendah).
Model trade off meskipun cukup logis secara teori, secara empiris,
bukti-bukti yang mendukung model ini kurang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa masih
ada faktor-faktor yang belum mampu dipertimbangkan dalam model. Terlepas
dari fakta ini, model trade off dan Model Miller memberikan kontribusi yang
besar tentang cost dan benefit dari penggunaan hutang.
Ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan utang
sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya
utang, akan semakin tinggi kemungkinan (probabilitas) kebangkrutan. Sebagai
contoh, semakin tinggi utang, semakin besar bunga yang harus dibayarkan,
kemungkinan tidak membayar bunga yang tinggi akan semakin besar. Pemberi
(36)
pinjaman bisa membangkrutkan perusahaan jika perusahaan tidak bisa membayar
utang.
Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Penelitian di luar
negeri menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai sekitar 20 persen dari
nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup:
a.
Biaya langsung: biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi,
biaya pengacara, biaya akuntan dan biaya lainnya yang sejenis.
b.
Biaya tidak langsung: biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan,
perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan
secara normal.
Biaya lain dari peningkatan utang adalah meningkatnya biaya keagenan
utang (agency cost of debt). Teori keagenan mengatakan bahwa di perusahaan
terjadi konflik antar pihak-pihak yang terlibat, seperti pihak pemegang hutang
versus pemegang saham. Utang meningkat, maka konflik antara keduanya
meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang utang akan
semakin meningkat.
Teori trade off meskipun dalam struktur modal memberikan pandangan
baru dalam struktur modal, tetapi teori tersebut tidak memberikan formula pasti
yang bisa memberi petunjuk berapa tingkat utang yang optimal.
4.
Pecking Order Theory
Skenario urutan dalam pecking order theory adalah sebagai berikut:
a.
Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari
laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
(37)
b.
Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan
kesempatan investasi. Perusahaan berusaha menghindari perubahan dividen
yang tiba-tiba. Dengan kata lain, pembayaran dividen diusahakan konstan
atau, kalau berubah terjadi secara gradual dan tidak berubah dengan
signifikan.
c.
Karena kebijakan dividen yang konstan (sticky), digabung dengan fluktuasi
keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan
menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar
dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu, dan akan
lebih kecil pada saat yang lain. Jika kas tersebut lebih besar, perusahaan akan
membayar utang atau membeli surat berharga. Jika kas tersebut lebih kecil,
perusahaan akan menggunakan kas yang dipunyai atau menjual surat
berharga.
d.
Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat
berharga yang paling aman terlebih dahulu. Perusahaan akan memulai dengan
hutang, kemudian dengan surat berharga campuran (hybrid) seperti obligasi,
konvertibel dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
Teori ini tidak mengindikasikan target struktur modal, hanya menjelaskan
urut-urutan pendanaan. Menurut teori ini, kebutuhan dana ditentukan oleh tingkat
investasi dan pembayaran dividen. Ketika ada kesempatan, perusahaan akan
melakukan investasi dan mencari dana untuk kebutuhan tersebut. Pembayaran
dividen menyebabkan dana berkurang. Teori pecking order bisa menjelaskan
kenapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru
mempunyai tingkat utang yang lebih kecil. Tingkat utang yang lebih kecil tersebut
(38)
tidak dikarenakan perusahaan mempunyai target tingkat utang yang kecil, tetapi
karena mereka membutuhkan dana eksternal. Tingkat keuntungan yang tinggi
menjadikan dana internal mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan investasi.
5.
Asymmetric dan Signaling Theory
Konsep signaling dan asimetri informasi berkaitan erat. Isyarat (signal)
adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi
petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek
perusahaan (Brigham. 2001:36). Ross (1977) dalam Kasenda mengembangkan
model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal yang
disampaikan oleh manajer ke pasar. Jika manajer yakin bahwa perusahaannya
memiliki prospek yang baik, ia akan mengkomunikasikan hal tersebut ke investor.
MM mengasumsikan bahwa investor memiliki informasi yang sama
mengenai prospek perusahaan seperti yang dimiliki manajer ini disebut kesamaan
informasi (symmetric information). Manajer dalam kenyataannya mempunyai
informasi yang lebih baik daripada investor luar (Brigham, 2001:35). Teori
asimetri mengatakan bahwa pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak
mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan risiko perusahaan. Hal ini
sangat berpengaruh terhadap keputusan struktur modal yang optimal.
Menurut Myers dan Majluf (1977) dalam Kasenda (2005), ada asimetri
informasi antara manajer dengan pihak luar. Pihak manajemen memiliki informasi
lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor di pasar modal. Masalahnya
adalah para investor tahu kecenderungan ini sehingga mereka melihat penawaran
saham baru sebagai sinyal berita buruk sehingga harga saham perusahaan
(39)
cenderung turun jika saham baru diterbitkan, mengakibatkan biaya modal sendiri
(cost of equity) menjadi tinggi.
Teori asimetri tersebut bisa digunakan untuk menjelaskan teori pecking
order (perusahaan memilih dana internal, dan menggunakan penerbitan saham
baru sebagai langkah terakhir). Konteks asimetri informasi, preferensi penerbitan
saham yana paling kecil (urutan paling rendah), disebabkan karena biaya asimetri
saham adalah yang paling besar. Utang mempunyai biaya asimetri yang lebih
rendah dibandingkan saham. Dana internal praktis terbebas dari biaya asimetri,
karena itu dana internal mempunyai biaya asimetri paling kecil. Karenanya
urut-urutan preferensi penggunaan dana berdasarkan biaya asimetri adalah: dana
internal, utang dan penerbitan saham. Model asimetri informasi bisa dipakai
menjelaskan perilaku struktur modal.
Teori trade off dan asymmetric information dikombinasikan menjadi
kesimpulan perilaku perusahaan sebagai berikut:
a.
Penggunaan hutang memberikan keuntungan karena adanya pengurangan
pembayaran pajak akibat bunga hutang. Oleh karena itu perusahaan sebaiknya
menggunakan hutang dalam struktur modal mereka.
b.
Financial distress dan agency cost membatasi penggunaan hutang. Lewat dari
suatu titik tertentu, biaya tersebut menutupi keuntungan penggunaan hutang.
c.
Asymmetric information, perusahaan cenderung memelihara kemungkinan
berhutang untuk dapat mengambil keuntungan dari kesempatan investasi yang
baik tanpa harus menerbitkan saham baru pada harga yang sedang turun akibat
“bad signaling”.
(40)
6.
Financial Distress dan Agency Cost
Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan
keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan,
maka akan timbul biaya kebangkrutan (bankruptcy cost) yang disebabkan oleh
keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar, biaya likuidasi perusahaan,
rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual dan banyak hal lain.
Bankruptcy cost ini termasuk direct cost of financial distress. Ancaman akan
terjadinya financial distress juga merupakan biaya karena manajemen cenderung
menghabiskan waktu untuk menghindari kebangkrutan daripada membuat
keputusan perusahaan yang baik. Termasuk indirect cost of financial distress.
Pada umumnya, kemungkinan terjadinya financial distress semakin meningkat
dengan meningkatnya penggunaan hutang. Logikanya adalah semakin besar
penggunaan hutang, semakin besar pula biaya beban bunga, semakin besar
probabilitas bahwa penurunan penghasilan akan menyebabkan financial distress.
Agency cost atau biaya keagenan adalah biaya yang timbul karena
perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik
perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Biaya keagenan muncul dari problem
keagenan (agency problem). Perusahaan menggunakan hutang, ada kemungkinan
pemilik perusahaan melakukan tindakan yang merugikan kreditor.
C.
Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Pengambilan Keputusan
Struktur Modal
Manajemen perlu mempertimbangkan faktor-faktor berikut dalam
pengambilan keputusan struktur modal (Atmaja, 1999:273):
(41)
1.
Stabilitas penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman
memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
Perusahaan umum, karena permintaan atas produk atau jasanya stabil, secara
historis mampu menggunakan lebih banyak leverage keuangan daripada
perusahaan industri.
2.
Struktur aktiva
Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit
cenderung lebih banyak menggunakan hutang. Aktiva multiguna yang dapat
digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan
aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk
dijadikan jaminan.
3.
Konservatisme manajemen
Manajer yang bersifat konservatif cenderung menggunakan tingkat hutang
yang “konservatif” pula (sedikit hutang) daripada berusaha memaksimumkan nilai
perusahaan dengan menggunakan banyak hutang.
4.
Risiko bisnis
Merupakan risiko yang berkaitan dengan proyek tingkat pengembalian
atas aktiva (ROA) dari suatu perusahaan di masa mendatang. Perusahaan yang
memiliki risiko bisnis (variablitas keuntungannya) tinggi cenderung kurang dapat
menggunakan hutang yang besar (karena kreditor akan meminta biaya hutang
yang tinggi). Risiko bisnis dapat berubah dari waktu ke waktu. Tinggi rendahnya
risiko bisnis ini dapat dilihat antara lain dari stabilitas harga dan unit penjualan,
(42)
stabilitas biaya, tinggi rendahnya operating leverage. Risiko bisnis tergantung
pada sejumlah faktor, antara lain:
a.
Variabilitas permintaan (unit yang terjual)
Dengan asumsi hal-hal lain tetap, semakin stabil penjualan unit produk
perusahaan, semakin kecil risiko bisnisnya. Jumlah persaingan yang dihadapi
suatu perusahaan merupakan faktor yang berpengaruh.
b.
Variabilitas harga jual
Perusahaan di mana produk-produknya dijual dalam pasar yang sangat
berubah manghadapi risiko bisnis yang lebih tinggi daripada perusahaan
sejenis yang harga jual produknya realtif lebih stabil. Terlebih lagi, jumlah
persaingan yang dihadapi merupakan faktor yang sangat penting.
c.
Variabilitas harga masukan
Perusahaan yang biaya masukannya, termasuk biaya pengembangan produk
sangat tidak pasti dalam menghadapi risiko yang bisnis yang tinggi.
d.
Kemampuan untuk menyesuaikan harga keluaran terhadap perubahan harga
masukan
Sejumlah perusahaan menghadapi sedikit kesulitan dalam menaikkan harga
produknya apabila biaya masukan naik, dan semakin besar kemampuan
perusahaan untuk menyesuaikan harga keluaran, maka semakin kecil risiko
bisnisnya. Faktor ini penting dalam kondisi tingkat inflasi yang tinggi.
e.
Sejauh mana biaya-biaya bersifat tetap: leverage operasi
Jika persentase tinggi dari biaya adalah tetap, sehingga tidak menurun apabila
permintaan menurun, maka hal ini akan memperbesar risiko bisnis
perusahaan.
(43)
5.
Tingkat pertumbuhan
Faktor lain dianggap tetap, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang
tinggi pada umumnya lebih tergantung pada modal dari luar perusahaan. Pada
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah kebutuhan modal baru
relatif kecil sehingga dapat dipenuhi dari laba ditahan. Asymmetric information
serta kenyataan bahwa floatation cost berhutang lebih rendah daripada floatation
cost menerbitkan saham biasa, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi
cenderung menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan dengan
pertumbuhan rendah.
6.
Pajak
Biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak,
sedangkan pembayaran dividen tidak mengurangi pembayaran pajak. Semakin
tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar keuntungan dari penggunaan
pajak, semakin besar daya tarik penggunaan hutang.
7.
Profitabilitas
Profitabilitas periode sebelumnya merupakan faktor penting dalam
menentukan struktur modal. Laba ditahan besar, perusahaan akan lebih senang
menggunakan laba ditahan sebelum menggunakan hutang. Hal ini sesuai dengan
pecking order theory yang menyarankan mahwa manajer lebih senang
menggunakan pembiayaan dari pertama, laba ditahan, kemudian utang dan
terakhir penjualan saham baru.
Secara teoritis meskipun sumber modal yang biayanya paling murah
adalah laba ditahan. Pertimbangan lain adalah bahwa direct cost untuk
pembiayaan eksternal lebih tinggi dibanding dengan pembiayaan internal.
(44)
Penjualan saham baru tidak jarang menyebabkan terjadinya delusi. Hal ini tidak
terlepas dari adanya informasi yang simetris atau asimetris antara manajemen
dengan pasar.
8.
Ukuran perusahaan
Suatu perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas, setiap
perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap
kemungkinan hilangnya atau tergesernya pengendalian dari pihak dominan
terhadap perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan yang kecil dimana sahamnya
hanya tersebar di lingkungan kecil, penambahan jumlah saham akan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kemungkinan hilangnya pengendalian pihak
dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan yang besar dimana
sahamnya tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam
memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan
dengan perusahaan yang kecil.
9.
Kondisi pasar
Kondisi di pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka panjang
dan pendek yang dapat sangat berpengaruh terhadap struktur modal yang optimal.
10. Kondisi internal perusahaan
Kondisi internal perusahaan juga berpenagruh terhadap struktur modal
yang ditargetkannya. Perusahaan perlu menanti saat yang tepat untuk menjual
saham dan obligasi. Secara umum kondisi yang paling tepat untuk menjual obligai
atau saham adalah pada saat tingkat bunga pasar sedang bullish. Perusahaan harus
memberikan signal dalam rangka memperkecil informasi yang asimetris agar
dapat menghargai perusahaan secara wajar.
(45)
BAB III
GAMBARAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI
A.
Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan
tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh
pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.
Tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai
berikut:
1. 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh
Pemerintah Hindia Belanda.
2. 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I
3. 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek
di Semarang dan Surabaya
4. Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang
dan Surabaya ditutup.
5. 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
6. 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal
1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan
Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang
(46)
7. 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak
aktif.
8. 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.
9. 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ
dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10
Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal
ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
10. 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga
1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan
dibandingkan instrumen Pasar Modal.
11. 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang
memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum
dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.
12. 1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal
diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.
13. 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh
Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri
dari broker dan dealer.
14. Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88)
yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa
kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.
15. 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh
Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
16. 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas
Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.
(47)
18. 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari
1996.
19. 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.
20. 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan
di pasar modal Indonesia.
21. 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote
trading).
22. 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ)
dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
B. Gambaran Umum Data Penelitian
Pada penelitian ini digunakan 69 sampel perusahaan dari 9 sub sektor manufaktur
dengan tabulasi gambaran umum perusahaan sebagai berikut:
No. Kode Nama Perusahaan Sub Sektor Tanggal Berdiri
1. DPNS Duta Pertiwi Nusantara Adhesive 08 Agustus 1990
2. EKAD Ekadharma International Adhesive 27 November 1981
3. KKGI Resource Alam Indonesia Adhesive 28 Agustus 1990
4. ESTI Ever Shine Textile Industry Apparel
11 Desember
1973
No. Kode Nama Perusahaan Sub Sektor Tanggal Berdiri
5. KARW Karwell Indonesia Apparel 18 Februari 1978
6. PBRX Pan Brothers Tex Apparel 21 Agustus 1980
7. BIMA Primarindo Asia Infrastr. Apparel 01 Juli 1988
8. RICY Ricky Putra Globalindo Apparel 22 Desember 1987
9. SRSN Sarasa Nugraha Apparel
07 Desember
(48)
10. BATA Sepatu Bata Apparel 15 Oktober 1931
11. SIMM Surya Intrindo Makmur Apparel
29 Juli 1996
12. DOID Delta Dunia Petroindo Apparel 26 November 199013. FMII Fortune Mate Indonesia Apparel
24 Juni 1989
14. ASII Astra International Automotive 04 April 199015. AUTO Astra Otoparts Automotive 20 September 1991
16. GJTL Gajah Tunggal Automotive 24 Agustus 1951
17. GDYR Goodyear Indonesia Automotive 1990
18. HEXA Hexindo Adiperkasa Automotive 28 November 1988
19. INDS Indospring Automotive 05 Mei 1978
20. INTA Intraco Penta Automotive 10 Mei 1975
21. LPIN Lippo Enterprises Automotive 11 Januari 1901
22. NIPS Nipress Automotive 24 April 1975
23. PRAS Prima Alloy Steel Automotive 20 Februari 1984
24. SMSM Selamat Sempur na Automotive 19 Januari 1976
25. TURI Tunas Ridean Automotive 24 Juli 1980
26. SUGI Sugi Samapersada Automotive 26 Maret 2002
27. UNTR United Tractor Automotive 11 Januari 1901
28. IKBI Sumi Indo Kabel Cable 21 Januari 1991
29. JECC Jembo Cable Company Cable 17 April 1973
30. KBLI Kabel Indonesia Cable 19 Januari 1972
31. KBLM Kabelindo Murni Cable 11 Oktober 1979
32. SCCO Supreme Cable
Manufacturing Corporation (SUCACO)
Cable 09 November 1970
33. VOKS Voksel Electric Cable 19 April 1971
(1)
variabel profitability mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap Total Debt to Asset Ratio perusahaan manufaktur. Teori pecking order memprediksikan mengenai adanya hubungan negatif antara profitability terhadap struktur modal. Maka, hasil uji hipotesis yang dilakukan mendukung teori pecking order. Hasil penelitian ini juga dibenarkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Kasenda (2005), serta Susetyo (2006) yang menyatakan bahwa profitability berpengaruh positif dengan koefisien negatif terhadap struktur modal.
2) Nilai thitung untuk variabel firm size adalah 0,324 dengan tingkat signifikansi 0,746, maka variabel firm size tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Total Debt to Asset Ratio hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,746) > 0,05 dan nilai thitung (0,324) < ttabel. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa secara parsial, variabel firm size berpengaruh secara positif dan tidak signifikan terhadap Total Debt to Asset Ratio perusahaan manufaktur. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi struktur modal perusahaan manufaktur dengan sampel pada 9 sub sektor yang digunakan pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh firm size. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Kasenda (2005) kemungkinan dikarenakan terjadinya peningkatan penjualan tidak selalu diikuti kenaikan laba.
3) Nilai thitung untuk variabel business risk adalah 1,464 dengan tingkat signifikansi 0,145 maka variabel business risk tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Total Debt to Asset Ratio hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,145) > 0,05 dan nilai thitung (1,464) < ttabel. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa secara parsial, variabel business risk berpengaruh secara positif dan tidak signifikan terhadap Total Debt to Asset Ratio perusahaan manufaktur. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harjanti dan Tandelilin.
4) Nilai thitung untuk variabel asset tangibility adalah 1,001 dengan tingkat signifikansi 0,318 maka variabel asset tangibility tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
(2)
thitung (1,001) < ttabel. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa secara parsial, variabel asset tangibility berpengaruh secara positif dan tidak signifikan terhadap Total Debt to Asset Ratio perusahaan manufaktur. Menurut Hanafi dan Halim dalam Wijaya dan Hadianto (2008:80), tidak signifikannya struktur aktiva mungkin disebabkan oleh proporsi aktiva tetap yang kecil dalam asset yang dimiliki perusahaan, sehingga ada tidaknya variabel ini tidak mempengaruhi keputusan menentukan struktur modal. Hal ini sesuai dengan yang penelitian yang dilakukan Wijaya dan Hadianto (2008).
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil penelitian, profitability, firm size, business risk dan asset tangibility berpengaruh terhadap struktur modal pada sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
b. Profitability terbukti berpengaruh signifikan dan negatif terhadap struktur modal. Hal ini sesuai dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.
c. Penelitian ini membuktikan bahwa firm size tidak berpengaruh terhadap struktur modal 69 perusahaan yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini.
d. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa business risk tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Dengan demikian tinggi rendahnya risiko bisnis tidak akan mempengaruhi struktur modal.
(4)
B. Saran
a. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa profitability berpengaruh signifikan dan negatif terhadap struktur modal. Sesuai dengan yang dikemukakan pecking order theory. Perusahaan dengan profitabilitas tinggi memiliki sumber dana internal yang melimpah, sehingga tidak banyak menggunakan dana eksternal. Keadaan ini bisa menarik perhatian calon investor dengan pertimbangan bahwa perusahaan terkait tidak mengeluarkan banyak dana untuk membayar bunga atas penggunaan dana eksternal.
b. Perusahaan perlu menjaga profitabilitas yang dapat digunakan sebagai argumen kuat untuk meyakinkan calon kreditur ketika harus menggunakan sumber dana eksternal.
c. Untuk peneliti selanjutnya yang akan membahas struktur modal, diharapkan mengikutsertakan variabel kepemilikan institusional, likuiditas dan tingkat pajak dengan mengambil sub sektor yang berbeda untuk tahun penelitian yang lebih terbaru.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Lukas Setia. 1999. Manajemen Keuangan. Edisi Revisi. CV. Andi
Offset, Jakarta.
Brigham, Eugene F dan Joel F, Houston. 2001. Manajemen Keuangan, Buku 2,
Edisi Kedelapan. Erlangga, Jakarta.
Dewi, Mira Puspita. 2004. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur
Modal pada Industri Jasa Perbankan”. Tesis, Program Studi Ilmu
Manajemen Universitas Indonesia.
Hadianto, Bram. 2008. “Pengaruh Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, dan
Profitabilitas terhadap Struktur Modal Emiten Sektor Telekomunikasi
Indonesia Periode 2000-2006: Sebuah Pengujian Hipotesis Pecking
Order”, Jurnal Manajemen, Volume 7 No.2.
Hanafi, M.M. 2004. Manajemen Keuangan. Edisi 2004/2005. Cetakan Pertama.
BPFE, Yogyakarta.
Hermawan, Asep. 2003. Pedoman Praktis Metodologi Penelitian Bsinis.
Cetakan Pertama. LPFE, Jakarta.
Kasenda, Faris. 2005. “ Pengaruh Kepemilikan Institusional, Aktiva Berwujud,
Ukuran Perusahaan, dan Profitabilitas terhadap Struktur Modal pada
Perusahaan dalam Industri Barang Konsumsi di BEJ”. Tesis, Program
Studi Ilmu Manajemen Universitas Indonesia.
Maria Zelia, Cristina Marcia. 2009. Capital Structure of Listed Portuguese
Companies: Determinants of Debt Adjustment. Review of Accounting
and Finance Volume 8 No.1.
Mudawam, Syafaul. 2008. “Mekanisme Keuangan dalam Struktur Modal
Perusahaan”, Jurnal Asy-Syir’ah.
Mustikaningrum Fitri, Masodah. 2009. “Pengaruh Rentabilitas, Size dan Struktur
Modal terhadap Keterlambatan Publikasi Laporan Keuangan Perusahaan
Go Public Sektor Aneka Industri dan Sektor Industri Dasar dan Kimia,
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil).
Sartono. 2001. Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat.
BPFE, Yogyakarta.
Susetyo, Arief. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada
Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEJ PEriode 2000-2003.
Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
(6)