II.3. Jaringan Transportasi
Menurut Morlok 2005 jaringan ialah suatu konsep matematis yang dapat digunakan untuk menerangkan secara kuantitatif sistem transportasi dan sistem
lain yang mempunyai karakteristik ruang. Jaringan transportasi secara teknis terdiri atas :
1. Simpul node, yang berupa terminal, stasiun KA, Bandara, Pelabuhan
2. Ruas link, yang berupa jalan raya, jalan rel, rute angkutan udara, alur
kepulauan Indonesia ALKI. Jaringan transportasi yang dominan berupa jaringan transportasi jalan. Jalan
sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial, dan budaya serta lingkungan.
Jalan dikembangkan melalui pendekatan pembangunan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan
memperkukuh kesatuan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional UU No.38 tahun 2004 tentang
jalan. Agar transportasi jalan dapat berjalan secara aman dan efisien maka perlu dipersiapkan suatu jaringan transportasi jalan yang handal yang terdiri dari ruas
dan simpul. Menurut Stapleton dan Richards 1982 dalam Liklikwatil 2004, kaitan
antara transportasi, mobilitas, dan pemenuhan kebutuhan dasar adalah : •
Kebutuhan dasar dapat diperoleh melalui pengembangan mobilitas dan transportasi, sebagai akses yang baik menuju tempat pelayanan dan
penyediaan kebutuhan dasar. Jaringan jalan dapat memperkuat
Universitas Sumatera Utara
perekonomian dalam masyarakat, yang secara umum memperbaiki posisi komunitas tersebut terhadap dunia luarnya.
• Penanganan jaringan jalan memerlukan proses penentuan prioritas
penenganan, karena besarnya biaya penanganan yang ada. •
Kebutuhan transport tidak selalu dapat teridentifikasi. •
Diperlukan upaya penyelarasan penanganan jaringan jalan dan kebutuhan transportasi.
Jadi prioritas penanganan jaringan jalan sangat berkaitan dengan kebutuhan transportasi karena memerlukan biaya penanganan yang besar.
Penentuan prioritas penanganan jalan didasarkan pada perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan jaringan jalannya. Penentuan prioritas jaringan
didasarkan pada jumlah total produk yang dipasarkan dan prioritas ruas didasarkan pada indeks volume pergerakan lalu lintas untuk pemasaran
perkapasitas jalan dengan mempertimbangkan jalur jalan, rasio lebar jalan eksisting dengan lebar jalan rencana, dan status fungsi jalannya
Kebutuhan transportasi dapat diperkirakan dari permintaan atas jasa transportasi. Menurut Morlok 2005 permintaan atas jasa transportasi merupakan
cerminan kebutuhan akan transport dari pemakai sistem tersebut, baik untuk angkutan manusia maupun angkutan barang.
Permintaan atas jasa transportasi diturunkan dari : 1 kebutuhan seseorang untuk berjalan dari satu lokasi ke lokasi lainnya
untuk melakukan kegiatan, dan 2 permintaan akan angkutan barang tertentu agar tersedia ditempat yang
diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
II.3.1. Jaringan Jalan II.3.1.1 Sejarah
Jalan raya dipercayai telah ada sejak peradaban manusia ada, karena awal pergerakan manusia melalui berjalan berjalan kaki menyusuri jalan setapak ,
kemudian dengan bantuan hewan sebagai alat transportasi seperti kuda, kereta kuda, hingga era mesin. Pada awal digunakannya hewan maka jalan dibuat
rata. Jalan yang diperkeras pertama kali dibuat pada tahun 3500 SM di Mesopotamia. Pada jaman Romawi, struktur perkerasan jalan mulai
berkembang pesat dengan adanya konstruksi perkerasan yang terdiri dari beberapa lapis perkerasan. Era berikutnya adalah era struktur perkerasan
macadam, yang diperkenalkan oleh John Louden Mac Adam 1756-1836 dari Scotlandia, yakni perkerasa yang terdiri dari batu pecah atau batu kali,
sedangkan pori-pori di atasnya ditutup dengan batu yang lebih halus ukurannya. Lapisan atas macadam ini juga telah diberi lapisan aus kedap air
dengan menggunakan aspal sebagai pengikat, serta ditaburi pasir kasar. Pada tahun 1716-1796 seorang Prancis bernama Pierre Marie Jerome Tresaquet
mengembangkan sistem lapisan batu pecah yang dilengkapi sistem drainase, dengan kemiringan melintang dan telah menggunakan pondasi batu. John
Telford 1757-1834 dari Skotlandia mengembangkan perkerasan yang terdiri dari batu pecah berukuran 1520 hingga 2530 yang disusun tegak, yang
ditutup dengan batu-batu kecil untuk menutup pori-pori dan meratakan permukaannya. Struktur ini dikenal dengan nama sistem Telford.
Sejarah struktur jalan raya di Indonesia sangat erat hubungannya dengan era kolonialisasi oleh Pemerintah Hindia Belanda. Salah satunya yang sangat
Universitas Sumatera Utara
terkenal adalah pembangunan jalan pos oleh Daendels yang dibangun dari Anyer Banten hingga Banyuwangi Jawa Timur pada akhir abad 18 dengan
sistem kerja paksa. Cabang-cabang jalan pos ini dikenal dengan masa ‘tanam paksa’ untuk memperlancar pengangkutan hasil tanaman. Di era setelah
kemerdekaan, Indonesia mulai membangun jalan dengan klasifikasi yang lebih baik pada awal tahun 1970. Jalan tol pertama adalah Jalan Tol Jagorawi yang
menghubungkan Jakarta-Bogor-Ciawi sepanjang 35 km dan diresmikan pada 9 Maret 1978.
II.3.1.2 Klasifikasi Jaringan Jalan
Menurut Undang-undang RI No.38 Tahun 2004 tenteng jalan pada pasal 7 disebutkan bahwa sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer
dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 pasal 8,
jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam: a.
Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi malayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
Universitas Sumatera Utara
b. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Menurut pasal 9 Undang-Undang RI No.38 tahun 2004 tentang Jalan, disebutkan jalan umum menurut statusnya dikelompokkan menjadi:
a. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkkan antar ibokota provinsi, jalan strategis nasional, serta jalan tol. Wewenang pembinaannya oleh
Pemerintah Pusat. b.
Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupatenkota, atau antar ibukota kabupatenkota, dan jalan strategis provinsi.
c. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi, yang mengubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar
ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan pusat kegiatan lokal, antar
Universitas Sumatera Utara
pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
d. Jalan kota, merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder
yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta
menghubungkan antarpusat pemukiman yang berada di dalam kota. e.
Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan danatau antarpemukiman yang berada di dalam kota.
Berdasarkan MTS Muatan Sumbu Terberat, sistem jaringan jalan diklasifikasikan atas:
a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan lebar ≤ 2.50 m dan panjang ≤ 18 m dan MST
10 ton. b.
Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan lebar
≤ 2.50 m dan panjang ≤ 18 m dan MST ≤ 10 ton.
c. Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan lebar ≤ 2.50 m dan panjang
≤ 18 m dan MST ≤ 8 ton. d.
Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan lebar
≤ 2.50 m dan panjang ≤ 12 m dan MST
≤ 8 ton.
Universitas Sumatera Utara
e. Jalan kelas III C, yaitu jalan local yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan lebar ≤ 2.10 m dan panjang ≤ 9 m dan MST ≤ 8
ton. f.
Untuk jalan desa ialah jalan yang melayani angkutan pedesaan dan wewenang pembinaannya oleh masyarakat serta mempunyai MST kurang
dari 6 ton belum dimasukkan dalam UU No. 13 Tahun 1980 maupun PP No.43 Tahun 1993.
Sistem prasarana wilayah adalah jaringan yang menghubungkan satu pusat kegiatan dengan pusat kegiatan lainnya Tarigan, 2004. Sarana transportasi
adalah salah satu dari sekian macam alat penghubung yang dimaksudkan untuk melawan jarak. Melawan jarak ditempuh dengan menyediakan sistem sarana dan
prasarana transportasi, yaitu alat untuk bergerak, menyediakan ruang untuk alat angkut tersebut, dan tempat berhentinya, mengatur kegiatan transportasi,
menentukan tempat perhentian, lokasi untuk berproduksi dan mengkonsumsi, serta merencanakan untuk perkembangan selanjutnya Tamin, 2000. Selain itu
masih ada unsur cepat dan nyaman. Analisa jarak dan kesempatan terdekat berkaitan dengan peran jalan dan
transportasi dalam proses pembangunan. Jalan sebagai prasarana transportasi perlu mendapat perhatian khusus, terutama untuk meningkatkan aksesibilitas
penduduk dari satu wilayah ke wilayah lainnya, atau dari wilayah pedesaan, pedalaman hinterland. Analisis ini perlu karena transportasi amat menentukan
kegiatan ekonomi, secara langsung dapat mempengaruhi biaya produksi, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap harga pasar Riyadi dan Bratakusumah,
2003.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kehidupan ekonomi, yang penting adalah produksi barang dan jasa, penyaluran dan pertukaran barang tersebut, dan konsumsinya. Dalam
meningkatkan perkembangan kegiatan social dan ekonomi, prasarana infrastruktur merupakan hal yang penting. Pembangunan tidak dapat berjalan
dengan baik jika prasarana tidak baik. Jadi prasarana dapat dianggap sebagai faktor potensial dalam menentukan masa depan dari perkembangan suatu wilayah
perkotaan dan pedesaan Jyadinata, 1999. Memindahkan barang dari dari daerah surplus ke pasar atau ke daerah
minus sehingga menjadi barang berguna dan memenuhi suatu kebutuhan merupakan bagian penting kehidupan sosio ekonomi suatu daerah. Kelancaran
mbilitas barang sangat penting artinya sebagai kelanjutan dari suatu lini pembuatan yang membentuk mata rantai terakhir seluruh proses produksi
Warponi, 2002.
II.4. Fungsi Jalan Berkaitan dengan Pembangunan