masih tidak mudah dilakukan, apalagi kandungan matan hadis berhubungan dengan masalah keyakinan tentang hal-hal yang ghaib dan petunjuk-petunjuk agama yang
bersifat ta‟abudi. Dengan begitu, penelitian matan hadis memang membutuhkan
kecerdasan penelitian dalam menggunakan cara pendekatan yang relevan dengan masalah yang diteliti. Kesulitan penelitian matan juga disebabkan masih sangat
langkanya kitab-kitab yang secara khusus membahas kritik matan.
28
Dalam memahami matan sebuah hadis diperlukan juga sebuah penafsiran situasional. Sebagaimana yang dikutip oleh Fazlur Rahman, bahwa pemahaman
beberapa doktrin pokok harus dimodifikasi dan ditegaskan kembali. Harus ditafsirkan menurut perspektif historisnya yang tepat dan menurut fungsinya yang tepat dalam
konteks kesejarahan. Harus dikemukakan secara tegas bahwa suatu revaluasi terhadap aneka ragam unsur dalam hadis dan reinterpresentasi yang sempurna selaras
dengan perubahan-perubahan kondisi sosial dan moral dewasa ini meski dilakukan.
29
Dalam buku metodologi penelitian hadis Nabi saw. karya M. Syuhudi Ismail dijelaskan langkah-langkah metodologi kegiatan penelitian matan hadis, yaitu:
I. Meneliti matan dengan kualitas sanadnya.
a. Meneliti matan sesudah meneliti sanad. b. Kualitas matan tidak selalu sejalan dengan kualitas sanadnya.
28
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi SAW, h. 26.
29
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas Studi Atas Pemikiran Fazlur Rahman, Bandung: Mizan, 1995, cet. 6, h. 73.
c. Kaidah kesahihan matan hadis, yakni terhindar dari syudzudz dan „illat.
30
Adapun tolok ukur penelitian matan, Shalahuddin al-Adibi menyimpulkan ada empat macam yaitu:
a. Tidak bertentangan dengan al- Qur’an.
b. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat. c. Tidak bertentangan dengan akal yang sehat, indera dan sejarah.
d. Susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
31
II. Meneliti matan yang semakna
Menurut ulama hadis, perbedaan lafaẓ yang tidak mengakibatkan perbedaan
makna, asalkan sanadnya sama-sama sahih, dapat ditolerir. Bila terjadi perbedaan lafaẓ pada berbagai matan yang semakna, maka metode muqaranat perbandingan
sangat penting dilakukan. Dengan metode ini dapat diketahui adanya perbedaan lafaẓ
pada matan, adanya zi yādah, idraj dan lain-lain yang berpengaruh pada matan
hadis.
32
III. Meneliti kandungan matan
a. Membandingkan kandungan matan yang sejalan atau tidak bertentangan.
30
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi SAW, h. 122.
31
Salahuddin bin Ahmad al-Adabi, Manhaj al-Naqd al-Matan, Beirut: Dar al-Afaq al- Jadidah, 1993, h. 238.
32
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi SAW, h 131.
b. Membandingkan kandungan matan yang tidak sejalan atau tampak bertentangan.
33
Ibnu Hajar al-Asqalani menempuh empat cara untuk penelitian terhadap kandungan yang tidak sejalan atau tampak bertentangan, yaitu:
1. Al- Jam‟u
2. Al-Naskh wa al-Mansukh 3. Al-Tarjih
4. Al-Taufiq
34
Untuk mengetahui status ke-hujjah-an hadis, maka penelitian sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama penting. Meskipun dalam prakteknya penelitian
sanad didahulukan atas penelitian matan. Menurut ulama hadis, barulah suatu hadis dinyatakan berkualitas sahih
ahīh lizātih apabila sanad dan matan-nya berkualitas sahih.
35
Dalam penelitian ini, langkah-langkah metodologisnya telah penulis kemukakan di atas, dinukil dari buku M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian
Hadis Nabi saw. Esensi yang menjadi unsur-unsur utama yang harus dipenuhi oleh
33
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi SAW, h. 145.
34
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Nuzhatu al-Nazar Syarh Nukhbah al-Fikr, Semarang: Maktabah al-Munawar, h. 24-25.
35
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi SAW, h. 122.
suatu matan yang berkualitas sahih adalah terhindar dari syudzudz dan terhindar dari „illat.
Dalam kegiatan kritik matan ini, penulis akan berusaha mengikuti dari langkah-langkah kritik matan yang dikemukakan oleh M. Syuhudi Ismail.
1. Meneliti kualitas sanad hadis.
Dari hasil penelitian sanad yang telah dilakukan di atas, terdapat satu perawi yang
majhūl tidak diketahui keadaannya, baik guru dan muridnya tidak mencantumkan perawi tersebut. Dalam hal ini, penulis sepakat dengan al-Bani yang
mengatakan hadis ini sanadnya daif.
2. Meneliti susunan matan yang semakna.
Susunan matan dari dua mukharrij itu mempunyai makna sama, namun apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Ibn Hanbal ada sedikit penambahan dan ini
tidak menjadikan perbedaan yang menonjol. Untuk mengetahui penambahan tersebut, berikut penulis cantumkan kedua hadis di bawah ini:
حنَم ى لَص
ف ي د جحسَم
َي عَبحرَأ ة َََص
َل ه تو فَ ي
ة َََص حتَب ت ك
هَل َرَ ب
ةَءا حن م
را نلا ةاََََو
حن م باَذَعحلا
َئ رَبَو حن م
قاَفِ نلا
م ةاََََو ، را نلا َن م ةَءاَرَ ب هَل ه للا َبَتَك ، ة َََص ه تو فَ ي َل ة َََص َي عَبحرَأ ي د جحسَم ف ى لَص حنَم َن
باَذَعحلا
Dari kedua matan di atas, tampak ada perbedaan sedikit, seperti pada teks matan hadis mukharrij Imam Ahmad Ibn Hanbal. Ia menggunakan
lafaẓ
حتَب ت ك هَل
ةَءاَرَ ب
sedangkan pada mukharrij Imam al-Tabrani menggunakan lafaẓ
ةَءاَرَ ب هَل ه للا َبَتَك.
Dan
juga terdapat penambahan lafaẓ pada matan hadis Imam Ahmad, tetapi tidak merubah
maksud dari matan hadis tersebut, perubahan dan penambahan dalam matan hadis tersebut masih dalam koridor yang tidak merubah makna matan hadis tersebut.
3. Meneliti kandungan matan.
Memahami hadis yang sepintas terkandung busyra kabar gembira yang begitu menjanjikan memang perlu dicermati. Karena salah satu faktor kemunculan
dan indikasi sebuah hadis palsu maudhu‟ adalah berlebih-lebihan dalam hal
keutamaan suatu amalan dan pahala yang didapatnya.
a. Bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an
Para komentator hadis, seperti al-Mubarakfuri memahami hadis di atas dengan mengatakan, bahwa kebanyakannya mengarah pada anjuran agar setiap
muslim senantiasa berusaha menggiatkan alāt jamaah, dengan salah satu
indikatornya adalah mendapati takbirah al- ihrām bersama imam. Mendapatkan
ganjaran berupa terhindar dari api neraka dan kemunafikan, dimaksudkan bahwa kita akan dihindarkan di dunia ini dari sifat-ciri beramalnya kaum munafik, seperti rasa
malas dalam menunaikan ṣalāt. sebagaimana termaktub dalam firman-Nya:
داَخ َو َو َه للا َنو ع داَ ُ َي ق فاَن محلا ن إ ه ع
ل صلا ََ إ او ماَق اَذ إَو حم و
َنو ر كحذَي لَو َسا نلا َنو ءاَر ي ََاَس ك او ماَق ة ُ َي لَق ل إ َه للا
٢٤١ َ
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka bordiri
dengan malas. Mereka bermaksud riya dengan alāt di hadapan manusia. Dan
tidaklah mereka menyebut Allah, kecuali sedikit sekali.” Qs. An-Nisa: 142
36
Mendudukkan ibadah alāt diniatkan untuk mencari pahala tidaklah tepat,
salah satu dari tujuan alāt adalah untuk mengingat Allah swt dan mencari keridlaan-
Nya sebagaimana dalam firman-firman Allah swt yang artinya:
َنَأ ل إ َهَل إ ل ه للا اَنَأ ِ ن إ ل صلا م قَأَو يحد بحعاَف ا
و ُ ي رحك ذ ل َة
٢٤ َ
“ Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan yang hak selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku
”.Q.S. Thaaha;14
37
ُ َي مَلاَعحلا ِبَر ه ل ل ِاََََو َياَيحََُو ي ك س نَو ََِص ن إ حل ق ٢٦١
َ
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam
”.Q.S. al-An’am;162
38
b. Bertentangan dengan hadis yang lebih kuat.
َبحيَ ت ق نحب محلَس َةَبحيَ ت ق و بَأ اَنَ ث دَح َلاَق ُي مَضحهَحْا ٍي لَع نحب رحصَنَو مَرحك م نحب ةَبحق ع اَنَ ث دَح و رحمَع نحب َةَمحع ُ حنَع َة
ه للا ى لَص ه للا لو سَر َلاَق َلاَق ك لاَم نحب سَنَأ حنَع ت باَث بَأ نحب بي بَح حنَع ه ل ل ى لَص حنَم َم لَسَو هحيَلَع
َرَ بَو را نلا حن م ةَءاَرَ ب ناَتَءاَرَ ب هَل حتَب ت ك ََو حْا َةَر بحك تلا ك رحد ي ةَعاَََ ف ا محوَ ي َي عَبحرَأ قاَفِ نلا حن م ةَءا
39
36
Khādim al-Harāmain al-Syarīfain. Al-Qur‟an dan Terjemahannya. al-Madīnah al- Munawwarah:Mujamma’ Khādim al-Harāmain asy-Syarīfain al-Mālik Fahd li ṭibā’at al-Muṣḥaf asy-
Syarīf:1971.
37
Khādim al-Harāmain al-Syarīfain. Al-Qur‟an dan Terjemahannya.
38
Khādim al-Harāmain al-Syarīfain. Al-Qur‟an dan Terjemahannya.
“Telah menceritakan pada kami Uqbah bin Mukram dan Nashr bin Ali: Telah menceritakan pada kami Salam bin Qutaibah dari Tumah bin Amru dari Habib bin
Abi Tsabit dari Anas bin Malik berkata: bersabda Rasulullah: Siapa mengerjakan shalat dengan ikhlas karena Allah selama empat puluh hari berjamaah dengan
mendapatkan takbiratul ihram, dicatat untuknya dua kebebasan, yaitu bebas dari neraka dan bebas dari kemunafikan
.” H R.Tirmidzi Di akhirat nanti Allah swt akan menyelamatkan dari berbagai amal yang
menyebabkan orang munafik disiksa Allah swt. Dan Allah swt akan menjadi saksi, bahwa dia bukanlah seorang munafik. Maka barang siapa yang menjaga
alāt jamaahnya di masjid mana pun, baik di Makkah, Madinah, Jakarta, Medan, Surabaya,
atau di Eropa dan belahan bumi mana pun, hingga dapat mempertahankannya selama empat puluh hari, maka ia akan mendapatkan balasan dari Allah berupa terhindar dari
api neraka dan kemunafikan.
c. Bertentangan dengan akal sehat, indra dan sejarah.
Perlu direnungkan, bagaimana mungkin amalan dengan pahala sebesar ini tidak populer di kalangan sahabat dan hanya diriwayatkan oleh satu sahabat lalu oleh
satu tabi’in yang tidak dikenal keadaannya dan tidak memiliki riwayat sama sekali tidak dalam hadis sahih maupun daif kecuali hadis ini?
40
Maka sesungguhnya pensahihan ini tidak bisa diterima, dan pendapat yang melemahkan hadis ini adalah
pendapat yang lebih kuat.
39
Muhammad Ibn ‘Isa Ibn Saurah Ibn Musa Ibn al-Dahhak al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Mesir: Musthafa al-Baby al-Halaby, 1395 H 1975 M, juz, 2, h. 7.
40
Al-Bah ṡul Amin fī Hadiṡ al-Arba‘īn, diterbitkan dalam Majalah al-Jāmi’ah al-Islāmiyyah
edisi 41.
d. Susunan pernyataannya tidak menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
Pada hal ini bisa kita lihat dari matan hadis yang diteliti, tidak menunjukkan susunan bahasa kenabian, juga tidak termasuk kalam arab yang baligh. Di dalam
matan hadis itu ada pembedaan antara نلا dengan ا علا , dengan bukti pemisahan
dua kalimat tersebut dengan maksud yang sama, padahal seyogyanya memang satu, apakah memakai neraka atau azab. Bukankah neraka itu azabsiksaan? Bukankah
azabsiksa itu juga pelaksanaan dari neraka?. Setelah orang itu selamat dari neraka dan azab dikabarkan lagi dia terbebas dari sifat munafiq, tentu sudah menjadi
maklum, orang yang dijamin selamat dari nerakasiksa bukanlah orang yang munafiq baik di waktu sekarang ataupun kemudian.
41
Dengan alasan-alasan yang telah dikemukakan di atas maka telah memenuhi syarat matan hadis dinyatakan tidak terhindar dari syudzudz dan
„illat. Itu pula berarti kaidah kesahihan matan tidak terpenuhi. Jadi kesimpulannya matan hadis yang diteliti
berkualitas daif, mengingat sanad hadisnya juga berkualitas daif, maka dengan demikian hadis tersebut berkualitas daif. Jelasnya hadis tersebut tidak bisa dijadikan
hujjah.
41
Al-Bah ṡul Amin fī Hadiṡ al-Arba‘īn, diterbitkan dalam Majalah al-Jāmi’ah al-Islāmiyyah
edisi 41.