dengan hipersalivasi menyebabkan jaringan periodonsium yang tidak sehat. Selain itu, kelainan sistem imun juga turut berkontribusi terhadap penyakit periodontal yang
cukup sering dideritanya.
1,2
2. Maloklusi Keadaan ini sering dijumpai pada anak sindrom Down. Selain itu, juga sering
ditemukan terdapatnya malalignment dan hubungan rahang kelas III berdasarkan klasifikasi Angle.
1,2,13
3. Jaringan Keras Adapun berbagai kelainan jaringan keras di rongga mulut yang sering
ditemukan pada anak sindrom Down antara lain: mikrodontia, perubahan morfologi dan bentuk mahkota seperti conical teeth, gigi yang sudah erosi, akar pendek,
hipoplasia enamel, hipokalsifikasi, enamel dan dentin yang tipis, taurodontism, hipodontia, supernumerary teeth, dan keterlambatan erupsi.
1,2,16
Gambar 2.2 Manifestasi oral pada anak sindrom Down.
2
2.3 Oklusi
Oklusi memiliki definisi yang cukup kompleks.Angle secara sangat sederhana mendefinisikan oklusi sebagai relasi normal dari inklinasi dataran oklusal
gigi-gigi pada saat rahang tertutup.Terdapat banyak istilah yang berkaitan dengan oklusi. Secara lebih mendalam dapat dijabarkan bahwa oklusi merupakan fenomena
kompleks yang
melibatkan gigi,
ligamen periodontal,
rahang, sendi
temporomandibular, otot, dan sistem persarafan.
17
Universitas Sumatera Utara
Menurut Lawrence Andrews, oklusi normal memiliki 6 kunci, antara lain: cusp mesiobukal M1 berkontak pada groove antara cusp mesial dan medial bukal M1
bawah, porsi gingiva dari sumbu tiap mahkota gigi lebih ke distal dari porsi oklusi sumbu tersebut, inklinasi mahkota gigi insisivus atas lebih ke labial sedangkan untuk
gigi sisanya lebih ke lingual, tidak ada rotasi, tidak ada jarak, dan dataran oklusal datar. Namun kenyataannya, tidak ada oklusi ideal yang dapat terjadi pada manusia.
Ini hanya merupakan konsep teoritis yang penting diketahui untuk menjadi acuan bagaimana oklusi paling baik itu seharusnya.
17,18
2.4 Maloklusi 2.4.1 Definisi Maloklusi
Maloklusi dapat didefinisikan sebagai deviasi oklusi yang keluar dari kaedah oklusi ideal yang menimbulkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun fungsi.
Maloklusi dapat terjadi dalam berbagai bentuk sehingga dibutuhkan klasifikasi yang jelas agar mudah menetukan perawatan serta mengomunikasikannya kepada
pasien.
17-19
2.4.2 Etiologi Maloklusi
Maloklusi disebabkan oleh banyak faktor.Graber membagi faktor tersebut menjadi 2, yaitu faktor lokal dan faktor umum.Faktor lokal yang berperan terhadap
terjadinya maloklusi adalah anomali dental.Anomali dental yang terjadi bisa berupa anomali dari segi jumlah, bentuk, dan ukuran gigi. Faktor lokal lainnya yang
berperan adalah labial frenulum yang abnormal, premature loss, persistesi, gigi permanen yang mengalami delayed eruption, eruptive path yang abnormal, ankilosis,
karies, dan restorasi dental yang tidak baik.
17
Faktor umum yang ikut berkontribusi terhadap timbulnya maloklusi antara lain hereditas, kongenital, lingkungan, penyakit metabolik, defisiensi nutrisi, postur
tubuh, trauma, dan kebiasaan buruk seperti menghisap ibu jari, tongue thrusting, menggigit kuku, bruxism, bernapas melalui mulut, dan sebagainya. Ada juga literatur
yang menambahkan etiologi dari faktor fisiologi seperti aktivitas otot, pembentukan
Universitas Sumatera Utara
dan kekuatan jaringan lunak, serta hormon pertumbuhan yang berlebihan dari faktor patologi.
17-19
2.4.3 Klasifikasi Maloklusi
Terdapat banyak klasifikasi maloklusi, mulai dari antar-gigi atau intra-arch, antar lengkung rahang, atau jenis klasifikasi yang ditinjau secara sagital, vertikal,
transversal, atau klasifikasi yang ditetapkan oleh para ahli ortodonti. Namun, pada subbab ini hanya akan dibahas klasifikasi maloklusi paling umum digunakan dalam
dunia ortodonti yaitu Sistem Klasifikasi Angle. Klasifikasi ini didasarkan pada hubungan antara molar pertama permanen atas dan bawah.
a. Klas I Angle Klas ini merupakan jenis oklusi normal jika ditinjau dari hubungan molarnya
saja. Klas I Angle ditandai dengan cusp mesiobukal dari molar pertama permanen atas yang jatuh pada groove molar pertama permanen mandibula. Akan tetapi, Klas
ini memiliki jenis maloklusi dimana terdapat ukuran, bentuk, dan susunan gigi yang tidak beraturan seperti crowding, spacing, rotasi, kehilangan gigi, dan sebagainya.
Pada klasifikasi ini ada yang disebut bimaksilari protrusi yaitu suatu keadaan dimana secara hubungan molar merupakan Klas I, tetapi lengkung rahang baik atas
mapupun bawah memiliki posisi yang agak ke depan jika di lihat dari bidang fasial. b. Klas II Angle
Karakteristik Klas II ini ditandai dengan cusp mesiobukal gigi molar pertama maksila yang jatuh di antara cusp mesiobukal molar pertama permanen bawah dan
aspek distal premolar kedua mandibula. Berdasarkan inklinasi labiolingual gigi insisivus maksila, Klas ini dibagi 2, yaitu:
1. Klas II-Divisi 1: Klas ini memiliki insisivus maksila yang labioversi 2. Klas II-Divisi 2: Klas ini memiliki insisivus maksila yang tampak normal
jika dilihat dari anteroposterior atau terkadang agak linguoversi dimana insisivus lateral maksila agak labioversi danatau mesioversi.
Pada Klas ini juga ada yang disebut Klas II subdivisi, dimana posisi relasi molar yang menyimpang hanya terjadi pada satu bagian rahang, sementara sisanya
memiliki relasi molar pertama permanen yang normal atau merupakan Klas I.
Universitas Sumatera Utara
c. Klas III Angle Klas III Angle ditandai dengan cusp mesiobukal gigi molar pertama
permanen maksila yang oklusinya jatuh pada interdental antara aspek distal gigi molar satu permanen mandibula dan aspek mesial gigi molar kedua permanen
mandibula. Pada Klas ini juga dikenal 2 jenis maloklusi lainnya yakni: 1. Pseudo Klas III Maloklusi: ini bukan maloklusi Klas III yang sebenarnya.
Hal ini disebabkan oleh mandibula tampak lebih maju ke anterior dibandingkan maksila.Hal ini bisa disebabkan salah satunya oleh kontak prematur ketika sentrik
oklusi. 2. Klas III Subdivisi: sama halnya seperti Klas II Subdivisi, pada Klas III
Angle hanya terdapat sebelah rahang yang hubungan molar pertama permanennya menyimpang sedangkan sebelahnya lagi memiliki relasi normal.
17-19
Gambar 2.3 Ilustrasi Klasifikasi Maloklusi Menurut Angle.
20
Klasifikasi Angle merupakan klasifikasi pertama yang paling komprehensif sehingga mudah diterima dan paling sering digunakan hingga sekarang.Seiring
bergulirnya waktu,
beberapa ilmuwan
kedokteran gigi
ada yang
memodifikasikannya. Berikut salah satu klasifikasi maloklusi sistem Angle yang dimodifikasi oleh Dewey:
Modifikasi Klas I Angle: Tipe 1: Klas I Angle dengan gigi anterior maksila yang crowded.
Tipe 2: Klas I Angle dengan gigi anterior maksila yang proklinasi. Tipe 3: Klas I Angle dengan gigitan silang anterior.
Tipe 4: Klas I Angle dengan gigitan silang posterior. Tipe 5: Klas I Angle dimana molarnya mengalami mesioversi akibat premature loss
gigi tetangga sebelah mesialnya.
Universitas Sumatera Utara
Modifikasi Klas III Angle: Tipe 1: Jika dilihat secara terpisah, tiap rahang tampak normal. Namun saat
dioklusikan gigi anterior berada pada posisi edge to edge. Tipe 2: Insisivus mandibula tampak crowded dan lebih ke lingual dibandingkan
insisivus maksila. Tipe 3: Mandibula tumbuh normal, akan tetapi pertumbuhan maksila terhambat
sehingga gigi anterior crowded dan mengalami gigitan silang.
17,19
2.4.4 Bentuk Maloklusi
Bentuk maloklusi berikut ini merupakan jenis anomali yang sering menjadi etiologi maloklusi itu sendiri.Berikut berbagai bentuk kelainan yang menyertai
maloklusi. a. Gigitan silangAnterior dan Posterior
Secara definisi umum, gigitan silang dapat diartikan ketidakharmonisan relasi bukolingual atau labiolingual antara gigi atas dan gigi bawah.Gigitan silang dapat
terjadi baik pada hubungan gigi anterior maupun posterior, secara unilateral ataupun bilateral, baik dengan pergeseran posisi mandibula maupun tidak.Pada gigi posterior,
ada yang dikenal dengan istilahgigitan silang bukalyaitu gigitan silang yang terjadi bila gigi mandibula beroklusi terhadap cusp bukal gigi maksila dan satu lagi dikenal
dengan sebutangigitan silang lingual yakni ketika gigi mandibula berkontak terhadap cusp-cusp palatal gigi. Etiologi keadaan ini beragam, mulai dari ketidakseimbangan
pertumbuhan antara skeletal dan mandibula, penyimpangan jaringan lunak secara anatomis akibat kebiasaan buruk, atau faktor lokal seperti persistensi gigi desidui
yang menyebabkan crowded.
17-19
b. Gigitan terbukaAnterior Secara definisi, gigitan terbuka anterior merupakan keadaan ketika gigi-gigi
insisivus tidak mengalami overlap normal secara vertikal saat gigi-gigi posterior oklusi. Sama seperti gigitan silang, keadaan ini disebabkan oleh pertumbuhan
skeletal yang tidak sejalan dengan mandibula, kelainan jaringan lunak namun ini merupakan kondisi yang sangat jarang, kebiasaan buruk, dan tulang alveolar yang
tumbuh secara kurang baik seperti pada anak dengan celah bibir atau langit-langit.
21
Universitas Sumatera Utara
c. Crowding Crowding terjadi apabila gigi tidak memiliki tempatspace yang cukup untuk
berada pada lengkung rahang.Hal ini menyebabkan ditemukan seperti yang dibahas pada subbab sebelumnya yakni maloklusi intra-arch yaitu rotasi, tilting, infraversi,
supraversi, mesiolingual, dll. Seseorang bisa saja memiliki hubungan M1 normal tanpa menutup kemungkinan terjadinya maloklusi secara individu gigi pada rahang.
22
2.4.5 Maloklusi Pada Anak Sindrom Down
Pada anak sindrom Down, banyak penelitian yang menunjukkan cukup tingginya prevalensi maloklusi. Penyebab paling utama adalah pertumbuhan
sepertiga tengah wajah yang terhambat dan hal tersebut mengarahkan pada terjadinya berbagai bentuk maloklusi seperti gigitan terbuka, gigitan silang anterior dan
posterior, hubungan molar danatau skeletal Klas III Angle atau pseudo Klas III.
2,14,16
Selain dari terhambatnya pertumbuhan sepertiga tengah wajah, kebiasaan berikut ini juga memperparah terjadinya maloklusi pada anak sindrom Down yaitu
bernapas melalui mulut, bruxism, apparatus ligamen TMJ yang hipotonik, tongue thrusting, kemampuan mengunyah yang kurang baik, dan berbagai macam anomali
dental atau jaringan lunak yang kerap kali didapati pada anak dengan sindrom ini.
1,2,14,16
2.5 Kebiasaan Buruk
Graber memaparkan berbagai etiologi maloklusi antara lain faktor umum dan faktor lokal. Kebiasaan buruk termasuk salah satu komponen faktor
umum.Kebiasaan buruk tersebut terdiri atas bernapas melalui mulut, tongue thrusting, menggigit kuku atau jari, menghisap jari, bruxism, lip biting, kemampuan
menelan yang abnormal, speech defects, dll. Kebiasaan-kebiasaan ini memberikan gaya yang abnormal pada gigi sehingga dapat mempengaruhi terjadinya deformitas
dentokraniofasial. Berikut sekilas pembahasan mengenai beberapa kebiasaan buruk tersebut.
Universitas Sumatera Utara
a. Bernapas melalui mulut Pada orang normal, bernapas melalui mulut ini terjadi ketika sedang
melakukan aktivitas berat seperti berolahraga.Cara respirasi seperti ini berpengaruh terhadap postur rahang dan lidah yang mengakibatkan ketidakseimbangan dalam
rongga mulut sehingga terjadilah maloklusi. Pengaruh kebiasaan ini pada rongga mulut antara lain xerostomia, marginal gingivitis, anterior gigitan terbuka, dsb.
b. Tongue Thrusting Kebiasaan ini bisa didefinisikan sebagai kondisi disaat lidah berkontak
dengan gigi anterior hingga molar saat sedang menelan. Bentuk kelanjutan dari thumb sucking, makrogolosia, dan infeksi saluran nafas atas, bisa menjadi etiologi
terbentuknya kebiasaan ini. Tongue thrusting bisa menyebabkan terjadinya gigitan terbukaanterior, bimaksilari protrusi, proklinasi gigi-gigi anterior, dan posterior
gigitan silang. c. Menggigit kuku atau jari
Kebiasaan ini bisa dialami siapa saja dan sering terjadi ketika seseorang sedang dibawah tekanan mental seperti nervous atau anxiety.Menggigit kuku atau
jari bisa menyebabkan terjadinya anterior gigitan terbuka dan gigitan silang posterior.
d. Menghisap jari Menghisap jari bisa didefinisikan sebagai aktivitas memasukkan jari, baik
satu maupun lebih, atau kompengdot ke dalam mulut hingga kedalaman tertentu. Kebiasaan ini bisa menyebabkan terjadinya deformitas kraniofasial jika dilakukan
dengan durasi yang cukup lama, frekuensi yang cukup tinggi, dan intensitas yang cukup besar.
17,19
e. Bruxism Bruxism adalah suatu kebiasaan menggeser bolak-balik atau menggertakkan
antar gigi geligi rahang atas dan rahang bawah dan sering terjadi secara tidak sadar pada waktu tidur.Penyebab secara pasti belum diketahui.Hingga saat ini stress,
genetik, persarafan, frustasi, dan keadaan sistemik diyakini sebagai penyebab kebiasaan ini.Bruxism dapat menyebabkan atrisi permukaan gigi. Jika keadaan ini
dibiarkan, maka lama kelamaan akan menyebabkan ausnya gigi. Gigi yang
Universitas Sumatera Utara
mengalami atrisi secara terus menerus dapat menyebabkan tersingkapnya dentin sehingga timbul hipersensitivitas pada gigi.
23
2.5.1 Kebiasaan Buruk Pada Anak Sindrom Down
Anak memiliki berbagai jenis kebiasaan buruk yang terkadang menjadi predisposisi terjadinya anomali dentofasial. Kebiasaan tersebut bisa saja terjadi pada
anak sindrom Down tergantung pengetahuan dan kepedulian orang tua dalam membiarkan atau mencegah agar kebiasaan itu tidak terulang lagi.
14,16
Dari karakteristik fisiknya, terdapat kebiasaan bruuk yang khas pada anak sindrom Down yaitu bernapas melalui mulut, tongue thrusting, dan bruxism.
Kebiasaan ini merupakan akibat dari kondisi fisiknya yang walaupun orang tua ingin menanggulangi hal tersebut namun akan mengalami kesulitan. Bernapas melalui
mulutpada sindrom Down terjadi karena obstruksi jalan nafas akibat sempitnya saluran pernapasan dari hidung dikarenakan pertumbuhan sepertiga tengah wajahnya
yang terhambat. Tongue thrusting yang terjadi disebabkan oleh perasaan makroglosia yang dialaminya dan kesulitan mengontrol fungsi otot atau hipotonia yang sering
dialami oleh anak sindrom Down.
2
Etiologi bruxism belum diketahui secara pasti, tetapi kondisi sistemik, neurotik, genetik, dan psikososial diyakini berkaitan erat sebagai faktor risiko
kebiasaan ini.
23
Telah dibahas pada subbab sebelumnya bahwa anak sindrom Down memiliki insidensi penyakit sistemik lebih tinggi, kemampuan koordinasi yang lebih
rendah, hipotonus, dan sebagian memiliki lingkungan yang mengucilkannya sehingga anak sindrom Down berpotensi untuk memiliki kebiasaan ini.
2
Adapun jenis kebiasaan buruk lainnya memang tidak secara langsung berhubungan dengan
kondisi fisik anak sindrom Down, namun tidak menutup kemungkinan kebiasaan tersebut menjadi bagian dari kesehariannya.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Teori Anak Sindrom Down
Definisi dan Karakteristik
Etiologi
Klasifikasi
Manifestasi Oral
Maloklusi Kebiasaan
Buruk
Klasifikasi Angle
Klas I Klas II
Klas III
Gigitan terbuka
Anterior Gigitan
silang Crowding
Anterior Posterior
-Bernapas melalui mulut
-Tongue Thrusting -Menggigit kuku
atau jari -Menghisap jari
-Bruxism Dimodifikasi
oleh Dewey
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Konsep
Anak Sindrom Down di SLB-C
Kota Medan -Usia 6-18 Tahun
-Jenis Kelamin Maloklusi
Klasifikasi Angle
Kebiasaan Buruk seperti
-Bernapas melalui mulut
-Tongue Thrusting -Menggigit kuku atau
jari -Menghisap jari
-Bruxism
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Adapun tempat dilakukannya penelitian, terutama untuk pengambilan data, akan di lakukan pada 8 lokasi sebagai berikut :
1. SLB-C YPAC Medan 2. SLB-C Abdi Kasih Medan
3. SLB-C Taman Pendidikan Islam Medan 4. SLB-C Musdalifah Medan
5. SLB-C Al-Azhar Medan 6. SLB-C Negeri Pembina Medan
7. SLB-C Markus Medan 8. SLB-C Karya Tulus Medan
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian berlangsung selama 2 bulan 1 minggu dimana akan terdapat kegiatan pengumpulan data yang memakan waktu selama 3 minggu yaitu 1 minggu
pada bulan Desember 2014 dan 2 minggu pada bulan Januari 2015. Pengolahan dan analisis data akan berlangsung selama 2 minggu pada bulan Januari. Kegiatan
berikutnya adalah penulisan laporan selama 2 minggu dan sidang skripsi pada awal Maret. Kegiatan terakhir adalah perbaikan dan penyerahan laporan yang akan
berlangsung selama 1 minggu pada pertengahan bulan Maret.
Universitas Sumatera Utara