BAB III BENTUK PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN
DALAM PENGURUSAN PERSEROAN TERBATAS
A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum
Secara sederhana dapat dikatakan perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan secara nyata melanggar peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Artinya, setiap orang atau pelaku usaha melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dikatakan suatu perbuatan melawan
hukum. Di dalam pasal 1365 KUH Perdata diteapkan, bahwa perbuatan melawan hukum adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain,
dan orang yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, dan orang yang mengakibatkan kerugian diwajibkan memberikan ganti rugi kepada orang yang
mengalami kerugian tersebut.
70
Berdasarkan paham-paham sifat melawan hukum, doktrin membedakan 2 dua perbuatan melawan hukum yaitu :
71
1. Perbuatan melawan hukum formil, yaitu suatu perbuatan melawan hukum
apabila perbuatan itu sudah diatur dalam undang-undang. Jadi, sandarannya adalah hukum yang tertulis.
70
Jur. M. Udin Silalahi, Badan Hukum Organisasi Perusahaan, Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2005, hal. 83.
71
Teguh Prasetya, Hukum Pidana, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hal. 69.
Universitas Sumatera Utara
2. Perbuatan melawan hukum materiil, yaitu terdapat unsur suatu perbuatan
melawan hukum walaupun belum diatur dalam undang-undang. Sandarannya adalah asas umum yang terdapat di lapangan hukum.
Moleograff menyatakan bahwa perbuatan melawan hukum tidak hanya melanggar undang-undang akan tetapi juga melanggar kaedah kesusilaan dan
kepatutan.
72
Dalam praktek sejak lahirnya Arrest Lindenbaum Cohen pada tahun 1919 terdapat 4 empat kriteria perbuatan melawan hukum, yaitu:
73
1. Bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku;
2. Melanggar hak subjektif orang lain;
3. Melanggar kaidah tata susila; dan
4. Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap hati-hati yang
seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.
Untuk adanya suatu perbuatan melawan hukum tidak diisyaratkan adanya keempat kriteria tersebut secara kumulatif, tetapi cukup terdapat suatu kriteria saja
secara alterntif.
a. Tentang Kriteria Bertentangan dengan Kewajiban Hukum Si Pelaku
72
Setiawan, Empat Kriteria Perbuatan Melawan Hukum dan Perkembangan Dalam Yurisprudensi, Varia Peradilan Vol 16 Tahun II, hal. 176.
73
Edy Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berikut Studi Kasus, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2005, hal.45.
Universitas Sumatera Utara
Suatu perbuatan merupakan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban menurut undang-undang,
artinya bertentangan dengan suatu ketentuan umum yang bersifat mengikat yang diterbitkan oleh suatu kekuasaan yang berwenang. Ketentuan tersebut dapat
merupakan suatu ketentuan yang berada dalam ruang lingkup hukum publik termasuk di dalamnya peraturan hukum pidana maupun dalam ruang lingkup
hukum perdata. Oleh karena itu, suatu perbuatan tindak pidana tidak hanya bersifat melawan hukum werderrechtelijk dalam hukum pidana, tetapi pada
keadaan tertentu dapat bersifat melawan hukum onrechtmatig dalam pengertian hukum perdata.
74
b. Kriteria Melanggar Hak Subjektif Orang lain
Setiawan dengan berpedoman pada pendapat Meijers menyebutkan bahwa:
Hak subjektif orang lain itu adalah suatu kewenangan khsusus seseorang yang diakui oleh hukum, kewenangan itu diberikannya untuk mempertahankan
kepentingannya.
75
c. Kriteria Melanggar Kaidah Tata Susila
J. Satrio menyebutkan: “Untuk kriteria melanggar kaidah tata susila norma yang dilanggar harus
dicari dan dibentuk sendiri berdasarkan ketentuan umum mengenai moral dan
74
Ibid, hal.45-46.
75
Ibid
Universitas Sumatera Utara
pendapat umum mengenai apa yang patut dan harus dilakukan orang dalam pergaulan hidup”.
Jadi, kaidah tata susila yang dimaksud adalah kaidah-kaidah moral sepanjang hal tersebut diterima dan berlaku dalam masyarakat sebagai suatu kaidah hukum tidak
tertulis. Artinya, untuk menyatakan suatu perbuatan yang melanggar kesusilaan adalah sautu perbuatan melawan hukum belum cukup hanya dengan
mengemukakan adanya norma kesusilaan yang dilanggar, tetapi juga harus dibuktikan bahwa norma kesusilaan tersebut telah diterima sebagai noma
hukum.
76
d. Tentang Kriteria Bertentangan dengan Ketelitian dan Sikap Hati-hati
Seharusnya Dimiliki Seseorang dalam Pergerakan dengan Warga Masyarakat atau Terhadap Harta Benda Orang Lain
Dalam mengejar dan menyelenggarakan kepentingannya seseorang dilarang bersikap masa bodoh terhadap kemungkinan timbulnya kerugian
terhadap orang lain. Artinya, kepatutan, ketelitian, serta sikap hati-hati haruslah dimiliki dan diperhatikan dalam pergaulan hidup masyarakat.
Kriteria ini adalah kriteria yang sangat fleksibel dan sulit untuk diberi patokan umum. Untuk itu maka penerapannya harus dilihat kasus per kasus secara
in concreto. Sehubungan dengan hal tersebut maka Setiawan memberikan jalan keluar di mana dalam menghadapi langkah-langkah sebagai berikut:
76
Ibid, hal 47.
Universitas Sumatera Utara
1 Menentukan suatu kriteria umum.
2 Berdasarkan kriteria umum tadi hakim dapat menetapkan suatu kaidah
tertulis untuk suatu konkret tertentu. 3
Kaidah tidak tertulis tadi digunakan sebagai batu ujian bagi suatu situasi konkret tertentu.
77
Dalam sistem perundang-undangan hukum pidana yang berlaku sekarang, ternyata bersifat melawan hukum dari suatu tindakan tidak selalu
dicantumkan sebagai salah satu unsur delik. Akibatnya timbul persoalan apakah sifat melawan hukum harus selalu dianggap sebagai salah satu unsur delik,
walaupun tidak dirumuskan secara tegas, ataukah baru dipandang sebagai unsur dari suatu delik jika dengan tegas dirumuskan dalam delik pasal-pasal KUHP
yang dengan tegas mencantumkan bersifat melawan hukum, seperti pasal 167, pasal 168, pasal 333, pasal 334, pasal 335, pasal 362, pasal 368, pasal 378, pasal
406, termasuk pasal 302, pasal 392, pasal 282, dan sebagainya.
78
Secara formal atau secara perumusan undang-undang, suatu tindakan adalah bersifat melawan hukum apabila seseorang melanggar suatu ketentuan
undang-undang, karena bertentangan dengan undang-undang. Dengan perkataan lain, semua tindakan yang bertentangan dengan undang-undang atau suatu
tindakan yang telah memenuhi perumusan delik dalam undang-undang, baik sifat melawan hukum itu dirumuskan atau tidak, adalah tindakan-tindakan yang
77
Ibid, hal 47-48.
78
Ibid
Universitas Sumatera Utara
bersifat melawan hukum. Sifat melawan hukum itu hanya akan hilang atau ditiadakan jika ada alasan dasar peniadaannya ditentukan dalam undang-undang.
79
Dalam Pasal 1366 KUH Perdata ditegaskan bahwa setiap oraang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang kehati- hatiannya.
80
Objek utama dari perbuatan melawan hukum adalah agar pihak yang menderita kerugian memperoleh penggantian dari pelaku yang karena salahnya
atau kelalaiannya telah menimbulkan kerugian itu. Tidak ada alasan bagi perseroan atau korporasi apa pun untuk tidak bertanggung jawab atas kerugian
yang ditimbulkannya bilamana dalam kasus yang sama seorang pribadi kodrati harus bertanggungjawab.
Jadi, pasal 1365 dan pasal 1366 KUH Perdata menetapkan, bahwa orang atau perusahaan yang melakukan pelanggaran hukum atau lalai
melakukannya dikenakan sanksi, yaitu wajib membayar ganti rugi akibat perbuatannya atau kelalaiannya.
81
B. Bentuk-Bentuk Perbuatan Yang Seharusnya Dihindari Oleh Direksi Dalam Melakukan Pengurusan Perseroan Terbatas
Direksi dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik
di dalam maupun di luar pengadilan. Tugas dan fungsi utama direksi,
79
Ibid
80
Pasal 1366 KUH Perdata
81
Chatamarrasjid Ais, Loc Cit, hal 182.
Universitas Sumatera Utara
menjalankan dan melaksanakan pengurusan perseroan. Jadi, perseroan diurus, dikelola dan dimanage Direksi.
Hal-hal yang perlu dihindari oleh anggota Direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan yaitu adanya benturan kepentingan,maka ada ruang lingkup
kewajiban anggota Direksi antara lain:
82
1. Tidak mempergunakan uang dan kekayaan perseroan untuk kepentingan
pribadi. Apabila hal ini dilanggar dan mengakibatkan perseroan mengalami kerugian maka anggota direksi tersebut dikualifikasi melakukan perbuatan
melawan hukum berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata. 2.
Mempergunakan informasi perseroan untuk kepentingan pribadi. Perbuatan ini dikategorikan melakukan pelanggaran terhadap kewajiban yang dipercaya
breach of fiduciary duty. 3.
mempergunakan posisi untuk memperoleh keuntungan pribadi seperti menerima sogokan, atau perbuatan yang dikategorikan breach of fiduciary
duty. 4.
Menahan atau mengambil sebagian dari keuntungan perusahaan untuk kepentingan pribadi. Mengambil atau menahan sebagian keuntungan perseroan
untuk kepentingan pribadi merupakan sebagai perbuatan yang merahasiakan keuntungan oleh anggota direksi yang bersangkutan.
5. Melakukan transaksi dengan perseroan. Dalam hal ini anggota Direksi dilarang
melakukan transaksi antara pribadinya dengan perseroan. Dalam hal yang demikian, anggota direksi telah melanggar kewajiban yang melarangnya masuk
82
Shinta Ikaryani Kusumawardhani, Pengaturan kewenangan dan Tanggung Jawab Direksi dalam Perseroan Terbatas studi perbandingan Indonesia dan Australia, hal. 15-16.
Universitas Sumatera Utara
dalam kontrak atau transaksi yang dilarang yang wajib diurus sendiri. Perbuatan itu dikategorikan sebagai tindakan pihak berkepentingan party at
interest. Larangan ini tidak boleh dilanggar oleh anggota direksi baik langsung atau tidak langsung termasuk anggota keluarganya atau temannya.
6. Larangan bersaing dengan perseroan, anggota Direksi dalam menjalankan
kewajibannya mengurus perseroan dilarang bersaing dengan perseroan. Tindakan ini dikategorikan sebagai duty conflict dan dikualifikasikan sebagai
breach of his fiduciary duty and good faith duty.
C. Kasus-kasus Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Direksi Dalam Mengurus Perseroan