II.9. Perdagangan Karbon
Dengan adanya perubahan iklim, maka pada Konfrensi Tingkat Tinggi KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro, sudah ada komitmen untuk penurunan emisi Gas
Rumah Kaca GRK yang telah disepakati oleh 150 negara termasuk Indonesia. Kominmen ini pada Konfrensi Negara Pihak Cnference of Parties III UNFCCC
United Nations Framework Convention on Climate Change tahun 1997 yang melahirkan Protokol Kyoto Sulistyo, 2007
Menurut Murdiyarso 2003, dalam bukunya yang berjudul CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih, penekanan emisi dapat dilakukan di negara lain melalui
emision trading ET, joint implementation JI, dan Clean Development Mechanisme CDM. Emision trading perdagangan emisi memungkinkan terjadinya transaksi
antara pihak yang berhasil menekan emisi karbon dengan pihak lain yang tidak bisa memnuhi kewajiban serupa. Mekanisme ET dan JI berlaku bagi sesama negara
industri maju. Jika pihak pertama tak bisa mereduksi emisi karbonnya, ia boleh menjalin kerja sama dengan pihak kedua dalam sebuah proyek industri yang menekan
emisi karbon. 15
Universitas Sumatera Utara
BAB III
BAHAN DAN METODE
III.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Sejarah berdirinya Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Sialiali dimulai pada tahun 1992 ketika Balai Litbang Kehutanan Pematangsiantar sekarang BPK
Aek Nauli membangun plot penelitian seluas 100 hektar untuk uji jenis dan asal benih pada program pembangunan HTI di Sialiali. Pada tahun 2004 areal plot
penelitian tersebut beserta padang rumput, semak belukar dan kawasan hutan alam yang berada disekitarnya, dilembagakan menjadi KHDTK Sialiali dengan keluarnya
Surat Keputusan Menhut No. 77Menhut-II2004 Tanggal 10 Maret 2004. Keluarnya SK ini menyatakan bahwa tujuan utama kawasan ini adalah untuk penelitian
Silvikultur Hutan Tanaman dengan luas 250 hektar. Total luas wilayah luas Lokasi penelitian adalah 1900 hektar, dimana luas pinus 372,449 hektar, luas hutan sekunder
1365, 271 hektar, dan untuk hutan primer memiliki luas 262,28 hektar.
Letak dan Aksesibilitas.
Areal KHDTK Sialiali terletak pada koordinat terletak pada 02°40’00” – 02°50’00” LU dan 98°50’00” – 99°10’00” BT, meliputi Kabupaten Simalungun
Kecamatan Dolok Panribuan, Tanah Jawa, Sidamanik, Jorlang Hataran, dan Girsang Sipangan Bolon.
16
Universitas Sumatera Utara
Kondisi Biofisik.
Keadaan lahan Sektor Aek Nauli seluruhnya adalah habitat kering dengan ketinggian 1.200-1.700 m dpl. Sektor Aek Nauli beriklim A sangat basah menurut
klasifikasi Schmidt Fergusson; 1951, dengan curah hujan rata-rata 238 mm bulan tertinggi Oktober dan bulan terendah Agustus. Sungaianak sungai yang terdapat di
areal kerja adalah Bah Parlianan, Bah Mabar, Bah Boluk, Bah Haposuk BKSDA 1 Sumut, 2003. Pada musim kemarau bertiup angin Fhon yang sangat panas. Jenis
tanah didominasi oleh podsolik merah kuning dengan kadar pasir tinggi dan pH tanah masam 4,51-5,71. Ketersediaan air tanah cukup rendah dengan menyerap hanya
20 dari curah hujan.
III.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara pada bulan Januari sampai April tahun 2011. Gambar Peta
Lokasi dapat dilihat pada Lampiran W.
III.3. Metode Penelitian
Penentuan areal alokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Metode ini merupakan metode penentuan lokasi penelitian secara sengaja
yang dianggap representatif. Pengambilan data pada areal penelitian dilakukan dengan menggunakan kombinasi metode jalur dan metode garis berpetak yang
disusun memanjang memotong garis kontur naik dan turun puncak bukit dengan petak berukuran 20 m x 20 m sebanyak 10 buah. Jarak antar transek 1900 meter, di
mana jumlah transek sebanyak 6 buah di kali 10 petak sehingga jumlah 60 petak penelitian untuk pohon, dan untuk tiang dengan petak berukuran 10 m x 10 m
sebanyak 10 petak dengan jumlah transek 6 buah, sehingga jumlah 60 petak. Gambar Letak Transek Penelitian dapat dilihat pada Lampiran Z.
17
Universitas Sumatera Utara
III.4. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : tegakan hutan, spesimen daun yang digunakan untuk identifikasi pohon, alkohol 70. Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah, GPS, thermometer, hygrometer, phinband, Hagameter, pita ukur berukuran 50 meter, parang, gunting tanaman, label gantung,
label tempel, alat tulis, spidol, tally sheet blangko pengamatan.
III.5. Pelaksanaan Penelitian
Pengukuran Faktor Fisik
Pada lokasi pengamatan, dilakukan pengukuran faktor fisik yang meliputi ketinggian dan koordinat dengan menggunakan GPS, suhu udara dengan
menggunakan thermometer, kelembapan udara dengan menggunakan hygrometer, Data mengenai curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika BMG.
Pengamatan Vegetasi Di lapangan
Penelitian dilakukan dari kaki bukit Hutan Aek Nauli menuju puncak bukit. Lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan memperhatikan faktor
topografi dan kemiringan. Pengamatan vegetasi menggunakan kombinasi metode jalur dan metode garis berpetak dengan petak besar berukuran 20 x 20 m naik dan
turun bukit memotong garis kontur. Lokasi yang dipilih adalah lokasi yang dianggap mewakili dari keragaman berbagai faktor lingkungan di sekitar penelitian. Cara
meletakkan petak pengamatan adalah cara sistematik sistematic sampling. Jumlah keseluruhan petak pengamatan adalah 50 petak. Keseluruhan petak pengamatan
adalah 2.0 ha untuk pohon dan 0,5 ha untuk tiang. Pada setiap petak dilakukan pengamatan pada seluruh pohon yang berdiameter pohon setinggi dada orang dewasa
dbh = diameter at breast height = 1,3 m dari permukaan tanah dan setiap batang 18
Universitas Sumatera Utara
yang telah diukur diberi nomor taging dan dicatat jenis pohonnya. Gambar alur petak pengamatan dapat dilihat pada lampiran Q.
Cara melakukan pengukuran adalah, phi-band dililitkan pada pohon dengan posisi pita harus sejajar untuk semua arah, sehingga data yang diperoleh adalah
lingkarlilit batang keliling batang = 2 ᴫ r. Untuk mengukur dbh, data yang
diperoleh adalah diameter pohon. Masing-masing sampel daun, tangkai bunga dan buah dikoleksi dan diberi
label gantung. Pohon dan tiang yang telah diambil spesimen dibawa ke laboratorium, spesimen-spesimen tersebut disortir ulang agar daun, tangkai pohon, atau mungkin
bunga dan buah yang baik saja dikoleksi. Kemudian diberi label gantung kembali sesuai dengan lebel awal dan disusun dalam lipatan kertas koran, kemudian
dimasukkan dalam kantong plastik dan dilakban yang sebelumnya spesimen tersebut disiram dengan alkohol 70 agar spesimen tidak berjamur. Spesimen tumbuhan yang
telah dikoleksi kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Pengukuran tinggi pohon dilakukan dengan menggunakan Hagameter.
Untuk pengamatan tiang di sub plot berukuran 10 x 10 m secara selang-seling di dalam plot yang berukuran 20 x 20 m. Luas keseluruhan plot pengamatan untuk
tiang adalah 0.6 ha.
Pengamatan Vegetasi Di laboratorium
Setelah pengamatan di lapangan berakhir, spesimen tumbuhan yang telah dikoleksi dibawa ke laboratorium dan dibuka kembali. Kertas korannya diganti
dengan kertas koran yang baru. Kemudian disusun kembali untuk dikeringkan dalam oven pengering dengan tempratur ± 60
o
C selama 48 jam. Spesimen yang telah benar- benar kering dibuat herbarium dan diidentifikasi dengan menggunakan buku
identifikasi, yaitu : Pohon Keras Indonesia, Jilid 1,2,3,4, dan 6. Milik Departemen Kehutanan 1998.
19
Universitas Sumatera Utara
III.7. Analisis Data
Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan Relatif KR, Frekuensi Relatif FR, Dominansi Relatif DR, Indeks