1. Tidak diketahuinya awal mulai pertumbuhan pohon.
2. Biji pohon hutan secara umum bersifat rekalsitran sehingga saat biji jatuh
kelantai hutan, bila tidak berkecambah akan membusukmati oleh tingginya kandungan air
3. Kondisi lingkungan yang kompleks, seperti kemiringan tanah yang
berbeda dan kandungan batuan yang tinggi menyebabkan biji yang jatuh ditempat yang berbatu tidak akan dapat tumbuh dan karena kemiringan
biji dapat terlempar jauh dari pohon induk. Tingginya kandungan serasah dan tumbuhan bawah yang membentuk lapisan tersendiri diatas
permukaan tanah sehingga biji yang jatuh tidak menyentuh tanah, namun berada diatas serasah dan atau tajuk tumbuhan bawah sehingga
kehilangan viabilitas 4.
Beberapa jenis pohon hutan klimaks yang ada sangat jarang berbuah sehingga produksi biji yang dihasilkan untuk membentuk semai lebih
terbatas. 5.
Beberapa jenis pohon hutan tertentu disukai satwa dan nilai ekonomis
sehingga sulit ditemukan dibawah pohon induk.
IV.3. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
Tingginya tingkat keanekaragaman hayati biodiversity di hutan tropis merupakan suatu kekayaan tersendiri yang tak ternilai harganya.Tingkat
keanekaragaman hayati menunjukkan tingkat kestabilan suatu komunitas hutan. Semakin tinggi tingkat keanekaragaman tersebut maka semakin tinggi pula kestabilan
suatu komunitas Whitmore, 1990. Untuk mengetahui keanekaragaman dan kemerataan pada lokasi penelitian telah dilakukan analisa data dan dapat dilihat
hasilnya sebagai berikut. 28
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan tingkat pohon dan tiang berdasarkan tipe hutan kawasan Hutan Aek Nauli Kabupaten
Simalungun
Tipe Hutan INDEKS
POHON TIANG
Hutan Sekunder Bawah H
3,14 3,69
E 0,67
0,69 Hutan Sekunder Atas
H 2,91
3,37 E
0,71 0,70
Hutan Primer Atas H
2,55 2,85
E 0,51
0,55 Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada lokasi penelitian didapat indeks
keanekaragaman pada hutan sekunder bawah tingkat pohon sebesar 3,14 dan nilai Keanekaragaman tingkat tiang 3,69. Untuk indeks keanekaragaman pada hutan
sekunder atas tingkat pohon sebesar 2,91 dan nilai Keanekaragaman tingkat tiang 3,37. Indeks keanekaragaman pada primer tingkat pohon sebesar 2,55 dan nilai
keanekaragaman tingkat tiang 2,85. Hal ini menunjukkan jumlah jenis diantara jumlah total individu seluruh jenis yang ada termasuk dalam kategori tinggi. Menurut
Mason 1980, jika nilai Indeks Keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara
1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi.
Indeks keanekaragaman hutan sekunder bawah lebih tinggi dari pada hutan sekunder atas diakibatkan banyaknya jenis individu yang tumbuh pada pada hutan
sekunder bawah dan toleran terhadap tinggi permukaan tanah serta intensitas cahaya yang lebih terbuka, bila dibandingkan dengan hutan sekunder atas.
Nilai Indeks kemerataan didapat dengan membandingkan nilai H’ dengan total jumlah jenis atau genus ln S yang terdapat pada suatu lokasi. Indeks
Kemerataan tingkat pohon pada hutan sekunder bawah sebesar 0,67 untuk tiang 0,69. Untuk indeks Kemerataan tingkat pohon pada hutan sekunder atas sebesar 0,71
serta indeks Kemerataan tingkat pada hutan sekunder atas tiang 0,7. Nilai Indeks kemerataan pada hutan primer tingkat pohon sebesar 0,51 serta tingkat tiang sebesar
29
Universitas Sumatera Utara
0,55. Dari nilai-nilai tersebut dapat dikategorikan bahwa nilai Keseragaman pada hutan sekunder bawah, hutan sekunder atas serta hutan primer atas di kawasan Hutan
Aek Nauli Kabupaten Simalungun termasuk dalam ketegori tinggi, kerena nilai keseragaman diatas 1.
Hutan sekunder atas indeks kemerataan lebih besar dari pada hutan primer atas ini disebabkan penyebaran jenis pada hutan sekunder atas lebih merata, dan
tempat tumbuhnya lebih disukai oleh tumbuhan tersebut bila dibandingkan dengan hutan primer atas. Hutan sekunder atas lebih tinggi bila dibandingkan pada hutan
primer atas, ini disebabkan oleh toleran pada tumbuhan lebih tinggi pada hutan sekunder atas, kemudian lingkungan yang lebih disukai oleh tumbuhan tersebut, dan
lingkungan lebih terbuka maka jumlah indeks kemerataan lebih tinggi di hutan sekunder atas dengan hutan primer atas.
Indeks kemerataan merupakan indeks menunjukkan tingkat penyebaran jenis pada suatu areal hutan. Semaikin besar nilai indeks kemerataan E maka komposisi
penyebaran jenis semakin merata atau tidak didominasi oleh satu atau beberapa jenis saja.
Menurut Polunin 1997, pada lapisan yang lebih rendah, kondisinya jauh lebih seragam, bayang-bayang pohon gelap meskipun diselingi dengan berkas-berkas
cahaya matahari yang melintas, suhu dan kelembaban kurang bervariasi lantaran pengaruh ‘pengeraman’ oleh massa dan dahan, terdapat gerakan udara yang jauh
lebih berkurang dari pada diatas permukaan inversi. Mengakibatkan pada tegakan tiang tingkat kemerataan lebih tinggi dari pada pada tegakan pohon.
Menurut Sastrawidjaya 1991, ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda menyebabkan nilai keanekaragaman dan nilai Indeks keseragaman
bervariasi. Lebih lanjut Krebs 1985, menyatakan bahwa Indeks Keseragaman rendah 0E0,5 dan keseragaman tinggi apabila 0,5E1.
30
Universitas Sumatera Utara
IV.4. Kondisi Fisik Penelitian