e. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
D. Pengertian Eksekusi
Eksekusi merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah pada suatu perkara yang diajukan di muka Pengadilan.
Dapat dikatakan eksekusi tiada lain yakni suatu tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata.
89
Istilah lain yang sering dipergunakan selain kata eksekusi yankni “pelaksanaan putusan” .
Ketentuan mengenai eksekusi ini dapat ditemukan pada peraturan perundang-undangan HIR dan RBG yang merupakan peraturan tata tertib beracara
dibidang hukum perdata.
E. Objek Eksekusi dan Proses Plaksanaannya
Objek dari eksekusi ialah sesuatu yang dijadikan jaminan pada suatu perjanjian, yang mana jaminan ini dipergunakan sebagai pergantian hutang
pembayaran apabila salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada pihak lain sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian. Eksekusi ini bermula dari
adanya putusan hakim yang berkekutan hukum tetap syarat ini merupakan prinsip umum dalam menjalankan eksekusi, dimana ekseskusi ini termasuk di dalamnya
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta: PT Gramedia, 1989, Hal 1
Universitas Sumatera Utara
eksekusi rill dan eksekusi pembayaran sejumlah uang atau dinilai dengan sejumlah uang.
Setelah adanya kekutan hukum tetap dari putusan Ketua Pengadilan Negeri, maka ditentukanlah eksekusi dimana pihak tergugat pihak yang kalah
mengosongkan sejumlah tanah atau benda tidak bergrak yang menjadi objek eksekusi secara sukarela, tenggang waktu pengosongan secara sukarela ini diberi waktu
berkisar satu minggu atau sepuluh hari dari sejak tanggal putusan diberitahukan secara resmi kepadanya. Apabila sudah lewat seminggu atau sepuluh hari dari tanggal
pemberitahuan putusan namun tergugat tidak mau menjalankan putusan secara sukarela, maka tergugat sudah dapat dianggap ingkar menjalankan putusan secara
sukarela. Maka sejak hari itu sedah terbuka jalan untuk menempuh proses pringatan. Pringatan atau Anmaning merupakan salah satu syarat pokok eksekusi, tanpa
peringatan labih dulu, eksekusi tidak boleh dijalankan. Dan sudah seperti yang di jelaskan, berfungsinya eksekusi secara efektif terhitung sejak tenggang waktu
peringatan dilampaui. Pringatan dihubungkan dengan menjalankan putusan ten uitvoer legging van vonnissen merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan Ketua
Pengadilan Negri berupa “teguran” kepada tergugat agar tergugat menjalankan isi putusan pengadilan dalam tempo yang ditentukan pengadilan negri setelah ternyata
tergugat tidak mau menjalankan putusan secara sukarela. Peringatan atau annmaning ini mempunyai tenggang waktu peringatan, pasal 196 HIR atau pasal 207 RBG
menentukan batas maksimum yakni 8 hari, yang diberikan kepada ketua pengadilan negeri. pemberian batas masa peringatan dimaksudkan agar si tergugat pihak yang
Universitas Sumatera Utara
kalah menjalankan putusan secara sukarela, dan apabila batas wktu peringatan yang ditentukan dilampaui dan tergugat teteap tidak mau manjalankan putusan, maka sejak
saat itu putusan sudah dapat dieksekusi dengan paksa.
90
Peringatan ini juga harus memenuhi tata cara formal yang bernilai otentik dan dilakukn dalam pemeriksaan
sidang insidental yang dihari oleh Ketua Pengadilan Negri, panitera, dan pihak tergugat pihak yang kalah. Dengan demikian si tergugat disini harus menghadiri
sidang insidentil dan jika tidak hadir dalam persidangan tanpa halangan yang patut dan beralasan oleh hukum dianggap merupakan tindakan keingkaran memenuhi
panggilan, terhadap orang yang seprti ini berlaku prinsip: hukum tidak perlu melindungi orang yang membelakangi ketentuan dengan demikian haknya untuk
diperingatkan terlebih dahulu dengan sendirinya gugur. Haknya untuk memperoleh peringatan dengan sendirinya hapus dan eksekusi dapat langsung diperintahkan Ketua
Pengadilan Negeri terhitung sejak tanggal keingkarannya memenuhi panggilan peringatan ketentuan ini diatur di dalam pasal 197 ayat 1 HIR atau pasal 208 ayat 1
RBG.
91
Bagi mereka yang memiliki alasan yang patut dalam ketidak hadiran dalam persidangan insidentil maka akan diadakan panggilam ulang oleh pihak pegadilan,
mengenai memenuhi panggilan ini diatur dalam pasal 192 ayat 1 HIR atau pasal 208 ayat 1 RBG.
Sebagai lanjutan proses pringatan adalah pengeluaran surat penetapan yang dikeluarakan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang dimana isi dari surat penetapan ini
Ibid, hal 27. Ibid, hal 30.
Universitas Sumatera Utara
ialah perintah menjalankan eksekusi dan perintah ditujukan kepada panitera atau jurusita ketentuan ini diatur didalam pasal 197 ayat 1 HIR atau pasal 208 ayat 1 RBG.
Disamping surat penetapan ini berisi perintah menjalankan eksekusi, surat penetapan itu berisi “penunjukan” nama pejabat yang diperintahkan, dimana penujukan tersbut
harus memperhatikan pasal 197 ayat 3 HIR dan pasal 208 ayat 3 RBG yang merupakan syarat bagi pejabat yang ditinjuk menjalankan perintah ekseskusi.
92
Kesemua tatacara ekseskusi ini harus dimuat dalam berita acara seperti yang tercantum dalam pasal 197 ayat 5 HIR dan pasal 209 ayat 4 RBG, Dalam pasal
tersebut secara tegas memerintahkan pejabat yang menjalankan eksekusi membuat berita acara eksekusi, oleh karena itu tanpa berita acara, eksekusi dianggap tidak sah.
Keabsahan formal eksekusi hanya dapat dibuktikan dengan berita acara.
93
Eksekusi rill tidak mengenal istilah lelang, akan tetapi tidak tutup kemungkinan, lelang juga dapat dilakukan dalam eksekusi ini tergantung isi dari
amar putusan. Lelang biasanya terlaksana di dalam sita eksekusi dimana salah satu yang membedakannya dengan eksekusi rill. Pelaksanaan sita eksekusi ini tidak jauh
beda dari eksekusi biasa, dimulai dengan peringatan aanmaning, kemudian diletakkan sita jaminan atas benda yang menjadi objek jaminan, setelah diletakkannya sita baru
proses selanjutnya ialah lelang dimana pejabat pemerintah yang bergerak atas perintah Ketua Pengadilan, guna meleburkan jaminan dari bentuk fisik ke bentuk
uang. Setelah lelang dilakukan proses selanjutnya pengosongan bangunan, hal ini
92
Ibid ,hal 32. Yahya Harahap, Op.cit,hal 33.
Universitas Sumatera Utara
yang membedakan dengan eksekusi rill dimana tindakan pengosongan dilakukan setalah adanya putusan sita tanpa ada proses pelelangan, dan tindakan terakhir dari
proses sita eksekusi ini yaitu angkat sita, tindakan pemenang lelang yang meminta kepada pengadilan untuk mencabut hak sita yang terdapat di atas objek perkara.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENELAAHAN KASUS
PENETAPAN NOMOR 31 Eks HT 2008 PN. Mdn
A. Pengaturan Mengenai Proses Eksekusi