Latar belakang Eksekusi Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Hutang Akibat Wanprestasi Debitur (Studi Mengenai Penetapan Nomor 31 / Eks / HT / 2008 / PN. Mdn)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dewasa ini perkembangan pembangunan ekonomi dalam bidang perbankan menunjukkan peningkatan yang pesat. Hal itu dapat dilihat dari semakin besarnya kredit yang disalurkan ke masyarakat sebagai akibat paket kebijakan di bidang perbankan. Pembangunan ekonomi di bidang perbankan ini membutuhkan modal yang sangat besar dalam penanganannya, sehingga masalah hutang piutang dewasa ini sudah merupakan suatu masalah umum yang terjadi di dunia perbankan. Dalam perkembangannya, hutang piutang ini banyak dimanfaatkan di dalam dunia usaha. Hal ini sejalan dengan kemajuan yang dicapai dari kebijaksanaan pembangunan perekonomian yang menimbulkan permintaan akan modal melalui fasilitas kredit 1 . Muchdarsyah Sinungan menyebutkan bahwa lembaga keuangan bank sangat dibutuhkan keberadannya oleh masyarakat sesuai dengan defenisinya, yaitu “lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa – jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang” 2 . Lembaga keuangan dengan kegiatan utamanya . Mantayborbir, dkk, Pengurusan Piutang Negara Macet Pada PUPNBUPLN Suatu Kajian Teo dan Praktik, Medan:Putaka Bangsa press, 2001, hal. 1. S ri Muchdarsyah Sinaung, Uang dan Bank, Jakarta:Pudy Cipta, 1991, hal 11. Liat juga Muhammad Djumhana, Hukum perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, bandung, 2000, hal 77 mengatakan bahwa peranan lembaga keuangan yaitu sebagai perantara masyarakat financial intermeditiary. 1 Universitas Sumatera Utara menghimpun dana dan menyalurkan kredit, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kegiatan prekonomian. Lembaga keuangan bank tersebut di atas dalam operasionalnya diatur dalam Undang – Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang –Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Dalam pasal 1 angksaa 2 disebutkan “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit danatau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Bank dalam hal ini berperan sebagai pemberi kredit kepada debitur. Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas perkreditan yang sehat. Faktor – faktor yang harus di perhatikan dalam pemberian kredit adalah sebagai berikut: 1. Harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati – hatian prudential principles 2. Harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. 3. Wajib memenuhi cara – cara yang tidak merugikan bank dan masyarakat yang mempercayakan dananya pada bank. 4. Harus memperhatikan asas – asas perkreditan yang sehat. Karena perkembangan ekonomi dan perdagangan akan diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit memerlukan jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut maka adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dihindari lagi. Karena itu pemberian kredit merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dihindari lagi. Universitas Sumatera Utara Karena itu pemberian kredit perlu didukung dengan agunan yang memadai sebagaimana disebutkan pada pasal 1 butir 23 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 bahwa “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”. Oleh karena itu agunan tersebut adalah upaya preventif apabila di kemudian hari pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya wanprestasi sesuai dengan persyaratan yang telah disepkati bersama, atau dengan istilah lain akhirnya akan melahirkan kredit bermasalah atau kredit macet. 3 Dengan demikian berarti, istilah “agunan” sebagai terjemahan dari istilah collecteral merupakan bagian dari istilah “jaminan” pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Artinya pengertian “jaminan” lebih luas daripada pengertian “agunan”, dimana agunan berkaitan dengan “barang”, sementara “jaminan” tidak hanya berkaitan dengan “barang”, tetapi berkaitan pula dengan chracter, capacity, capital dan condition of economic 4 dari nasabah debitur yang bersangkutan. Munir Fuady, Hukum perbankan Modern, Buku I, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hal 201. Lihat Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, bandung, 1996, hal 177. Lihat jug Rhmad Usman, Aspek – Aspek hukum perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jkarta, 2001, hal 225, menyataka bank harus meyakini bahwa kredit yang akan diberikannya dapat dilunasi kembali pada waktunya oleh nasabah debitur dan tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah atau macet. Lihat juga hasanuddin Rahman, Aspek – Aspek Hukum pemberian kredit Perbankan di Indonesia Panduan Dasar Legal Officer, PT Citra Aditya Ba , Bandung, 1998, hal 120. kti Djuhendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaaan Bahi Tanah Dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Horisontal, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, hal 12. Universitas Sumatera Utara Menurut Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum perdata menetapkan bahwa “Segala kebendaan siberutang, baik yang berupa benda bergerak maupun benda yang tidak bergerakbenda tetap, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.” 5 Menurut J. Satrio hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan – jaminan piutang seorang kreditor terhadap seorang debitur. Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang J. Satrio, 2002: 3. 6 Hukum jaminan memiliki kaitan erat dengan bidang hukum benda dan perbankan yakni sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, yang salah satu usahanya adalah memberikan kredit. Di samping itu juga fungsi jaminan berfungsi melindungi bank dari kerugian yang terjadi baik disengaja maupun yang tidak di sengaja dari pihak debitur. Jaminan kredit biasanya harus melebihi nilai kredit yang diberikan, sehingga jaminan ini bisa dijadikan beban kepada debitur untuk dapat mengembalikan kredit dalam jangka waktu yang telah diperjanjikan. Nilai dan legalitas dari sebuah jaminan yang dikuasai oleh bank atau yang disediakan oleh debitur harus cukup untuk menjamin fasilitas kredit yang diterima nasabah debitur. R. Subekti R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Edisi Revisi, cetakan du puluh delapan, PT. Pradnya Paramita, 1996, hal 291 a Rchamdi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, Hal 1 Universitas Sumatera Utara Kegunaan jaminan adalah untuk: 1. memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk dapat pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut, apabila nasabah melakukan cidera janji, yaitu, tidak membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. 2. Menjamin agar nasabah berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang – kurangnya kemungkinan untuk dapat berbut demikian diperkecil terjadinya. 3. Memeberi dorongan kepada debitur tertagih unutuk memenuhi perjanjiankredit khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar tidak kehilangan kekayaan yang telah dijamin kepada bank. Perjanjian kredit harus diukung dengan jaminan dan agunan yang memadai. Dukungan jaminan ini merupakan upaya preventif bank, dimana apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya atau wanprestasi dikemudian hari maka bank dapat mengeksekui jaminanagunan untuk membayar hutang dari debitur, maka didalam akta perjanjian kredit tersebut disebutkan jaminan atau agunan. Dalam hal si debitur melalaikan atau tidak memenuhi kewajiban – kewajibannya seperti apa yang telah disepakati bersama dalam perjanjian kredit atau adanya itikad tidak baik dari debitur maka terjadilah wanprestasi atau kredit macet. Berbagai macam banyaknya barang jaminan yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit, maka dalam hal ini tanah merupakan barang jaminan yang banyak disukai oleh kreditur, karena tanah pada umumnya mudah dijual, harganya terus meningkat dan dapat dibebani hak tanggungan yang memberikan hak istimewa kepada kreditur. Universitas Sumatera Utara Menurut pasal 1 ayat 1 Undang – undang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa: Hak Tanggungan atas tanah beserta beserta benda – benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalh hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang – undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-pokok agraria, berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengfan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memeberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. 7 Dengan keluarnya Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda-Benda yang berkaitan dengan tanah UUHT maka UUHT tersebutlah yang ada dan berlaku di Indonesia saat ini. Lahirnya undang – undang ini merupakan perwujudan dari ketentuan pasal 51 UUPA yang mengamanahkan terciptanya suatu lembaga jaminan yang dapat dibebankan pada hak atas tanah. Dasar pertimbangan hukum terbentuknya UUHT diantaranya adalah sejalan dengan meingkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi dikaitkan dengan kebutuhan penyediaan dana yang cukup besar dan memerlukan suatu lembaga jaminan yang kuat serta mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan, hal ini dapat diketahui bahwa Hak Tanggungan dapat memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur- kreditur lain. Kreditur tertentu yang dimaksud adalah yang memperoleh atau yang menjadi pemegang Hak Tanggungan tersebut. 7 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, UU No. 4 Tahun 1996 LN 1996-42, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2000, hal 158. Universitas Sumatera Utara Dasar pertimbangan hukum terbentuknya UUHT diantaranya adalah sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi dikaitkan dengan kebutuhan penyediaan dana yang cukup besar dan memerlukan suatu lembaga jaminan yang kuat serta mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan. Sambutan positif terhadap lahirnya UUHT muncul dari berbagai pihak termasuk lembaga perbankan milik Negara sebagai pihak pemberi kredit, dengan mengharapkan undang-undang ini dapat menjadi suatu lembaga jaminan yang kuat serta mampu memberikan kepastian hukum dalam rangka melindungi jaminan kreditnya, sebagaimana dijanjikan dengan ketentuan hukumnya. UUHT yang berlaku saat ini merupakan suatu lembaga jaminan hak atas tanah yang cukup kuat dan mempunyai ciri-ciri pokok sebagai berikut: 1. memberikan kedudukan yang diutamakan atau memiliki hak mendahului prefern bagi pemegangnya. 2. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek jaminan itu berada 3. Memenuhi asas Spesialitas dan Publisitas yang dapat memihak pihak ketiga serta memberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan. 4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya Universitas Sumatera Utara Pada prinsipnya dalam suatu kredit perbankan menghendaki bahwa si debiturpenanggung hutang dapat mengembalikan hutang-hutangnya berupa hutang pokok dan bunga tepat waktu sesuai dengan perjanjian kepada krediturbank. Namun dapat pula terjadi bahwa si debiturpenanggung hutang tidak dapat mencicilmelunasi hutangnya berupa hutang pokok dan bunga kredit, baik sebahagian maupun keseluruhan tepat pada waktu yang diperjanjikan sehingga tunggkan hutang pokok maupun bunga kredit berubah statusnya menjadi kredit macet. Dalam hal ini terjadi kredit macet biasanya terlebih dahulu diselesaikan secara intern oleh pihak bank dengan pihak penerima kredit debitur, tapi kalau ternyata piutang tersebut tetap tidak dapat diselesaikan secara intern, hutang tersebut dikategorikan sebagai kredit macet. Maka jalan yang harus ditempuh oleh pihak bank selaku kreditur dalam upaya untuk mengebalikan uangnya adalah dengan menggugat nasabah atau debiturnya atas pertanggungan hutangnya melalui pengadilan negeri, tetapi khusus untuk bank pemerintah, sebelum keluarnya peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 maka usaha pengembalian kredit macet tersebut pengurusannya diserahan kepada Panitia Urusan Piutang Negara PUPN. Namun dengan keluarnya peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2006 maka pengurusan piutang perusahaan Negaradaerah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku di bidang perseroan terbatas dan badan usaha milik Negara berserta peraturan pelaksanaannya. Pada dasarnya baik kreditur maupun debitur tidak menghendaki transaksi kredit brakhir dengan jalan eksekusi jaminan. Kredit diberikan dengan harapan dapat Universitas Sumatera Utara membantu debitur berusaha secara lebih baik dibandingkan sebelum menerima kredit, sehingga akan mampu memperoleh keuntungan lebih banyak dan dapat melunasi pinjamannya. Eksekusi jaminan hanya dijalankan bilamana tidak ada jalan lain yang lebih baik untuk menyelesaikan kredit bermasalah. Banyak bank yang mengalami kesulitan dalam menangani kasus kredit, Karena tidak cermat dalam meneliti aspek hukum dan nilai harta yang diajukan oleh debitur sebagai jaminan kredit, walaupun di pengadilan bank menangani kredit bermasalah dengan debitur, namun pelaksanaan eksekusi jaminan sering kali memakan waktu yang dan biaya yang tidak sedikit. Eksekusi Hak Tanggungan telah diatur dalam pasal 20 dan pasal 21 UUHT. Apabila debitur cidera janji dapat ditempuh eksekusi Hak Tanggungan lewat dua kemungkinan yaitu: 1. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melelui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. 2. Title eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan seperti putusan hakim yang memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini dilaksanakan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri di wilayah mana tanah tersebut terletak.

B. Perumusan masalah