E. Tinjauan Kepustakaan
Istilah eksekusi menurut Subekti dan Retno Wulan Sutanto diartikan sebagai pelaksanaan putusan. R. Soepomo menyatakan bahwa hal menjalankan putusan
hakim sama artinya dengan eksekusi.
8
Eksekusi merupakan suatu tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara. Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak
terpisah dari pelakasanaan tata tertib beracara di pengadilan. Yahya Harahap:2004. Menjalankan putusan pengadilan, tidak lain daripada melakasanakan isi putusan
pengadilan, yakni melaksanakan “secara paksa” putusan pengadilan dengan bantuan alat-alat Negara apabila pihak yang kalah tiadak menjalankan secara sukarela. Pada
masa belakangan ini, menurut yahya hampir baku dipergunakan istilah hukum “eksekusi” atau “menjalankan eksekusi” Yahya Harahap.
Sita Eksekusi executoir beslag ialah sita yang yang diletakkan atau barang- barang yang tercantum dalam amar putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap. Dimana barang – barang tersbut tidak dapat dieksekusi secara langsung, tetapi harus melalui pelangan.
9
Hukum eksekusi mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai oleh alat- alat Negara guna mambantu pihak berkepentingan untuk menjalankan putusan
hakim, apabila pihak yang kalah tidak bersedia dengan sukarela memenuhi bunyi
Soetarwo Soemowidjojo, eksekusi oleh PUPN, proyek pendidikan dan latihan BLPK Departeman Keungan RI, Jakarta 1996, hal 7, dikutip dari S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Agus Hari
Widodo, H kum piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Medan: Pustaka Bangsa, 2002, hal 163. u
Wildan Suyuthi, Sita dan Eksekusi, Jakarta: PT Tatanusa, 2004, Hal 28
Universitas Sumatera Utara
putusan dalam waktu yang telah ditentukan dalam undang-undang.
10
Hal tersebut memberikan kesempatan bagi pihak yang kalah untuk melaksanakan dengan sukarela
putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, namun apabila pihak yang kalah tersebut tidak mau melaksanakannya, maka disinilah fungsi eksekusi tersebut.
Akan tetapi. Menurut Wirjono Prodjodikoro
11
tidak semua putusan pengadilan itu dilaksanakan, misalnya:
a. putusan yang menolak permohonan gugatan
b. putusan yang menyatakan suatu keadaan yang sah atau disebut juga
keputusan declaratoir c.
putusan yang menciptakan suatu yang baru putusan constitutief Di dalam KUH Perdata di temukan dua istilah yaitu, benda zaak dan
barang goed. Pada umumnya yang diartikan dengan benda berwujud, bagian kekayaan, hak, ialah segala sesuatu yang ‘dapat’ dikuasai manusia dan dapat
dijadikan obyek hukum 499 KUHD. Pengertian ini adalah abstrak, yang dinamakan dengan istilah subyek hukum pendukung hak dan kewajiban. Kata ‘dapat’ di sini
mempunyai arti yang penting, karena membuka berbagai kemungkinan, yaitu pada saat-saat yang tertentu sesuatu itu belum berstatus sebagai obyek hukum, namun pada
saat-saat yang lain merupakan byek hukum, seperti aliran listrik. Untuk menjadi obyek hukum ada syarat harus dipenuhi yaitu penguasaan manusia dan mempunyai
nilai eko dapat dijadiakan sebagai obyek perbuatan hukum.
nomi dan karena itu
10
R. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta: Fazco, 1958, Hal 175
11
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Bandung: Sumur, 1962, hal 100.
Universitas Sumatera Utara
Terlihat di sini ‘proses’ yang teriakat pada waktu jika seseorang membuka hutan, dan mengolahnya, lahir penguasaan terhadap tanah tersebut. Penguasaan itu menjadi pasti
setelah pohon-pohon yang ditanami pembuka tanah itu tumbuh berbuah, sehingga hutan yang dibuka itu tadi, bukan lagi merupakan ‘res nulus’ akan tetapi sudah ada
pemiliknya.
12
Benda dalam arti Ilmu Pengetahuan Hukum ialah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hukum sedangkan menurut pasal 499 KUHD benda ialah segala
barang dan hak yang dapat menjadi milik orang objek hak milik. Benda-benda tersebut dapat dibedakan menjadi:
13
a. Benda tetap ialah benda-benda yang karena sifatnya, tujuannya atau
penetapan undang-undang dianyatakan sebagai benda tak bergerak misalnya bangun-bangunan, tanah tanam-tanaman karena sifatnya
mesin-mesin pabrik, sarang burung yang dapat dimakan karena tujuannya, hak postal, hak erpah, hak hipotik karena penentuan undang-
undang dan sebagainya.
b. Benda bergerak ialah benda-benda yang karena sifatnya atau karena
penentuan undang-undang dianggap benda bergerak misalnya alat-alat pekakas, kenderaan, binatang karena sifatnya, hak-hak yang terdapat
surat-surat berharga karena undang-undang dan sebagainya.
Benda tidak bergerak di dalam KUH Perdata terletak di dalam pasal 509 yang menyebabkan adanya penggolongan benda, penggolongan itu terjadi karena:
14
1. sifatnya sendiri menggolongkan kedalam golongan itu, misalnya:
a. Tanah serta segala yang tetap ada disitu, umpamanya bangunan,
tanaman, pohon-pohonan, kekayaan alam yang ada di dalam bumi dan ng belum terpisah dari rumah itu.
barang-barang ya
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,Bandung: Alumni, 19
, Hal 35. 97
C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-asas Hukum Pe ata Cetakan ke Tiga, Jakarta: Pradya Paramita, 2000 Hal 157.
rd Ibid, hal 160.
Universitas Sumatera Utara
b. Rumah
2. tujuan menggolongkannya ke dalam golongan itu misalnya:
a. Segala macam peralatan yang dipergunakan buat suatu pabrik, atau
pertukangan besi. b.
Segala macam kaca, gambar serta perhiasan lain yang diikatkan atau diantungkan atau merupakan bagian dari dinding atau kamar atau
ruangan pada sebuah rumah atau tempat tinggal
c. Segala macam pupuk yang dipergunakan untuk tanah
d. Ikan-ikan yang masih dalam kolam-kolam dan sebagainya.
3. Undang-undang menggolongkan ke dalam golongan itu misalnya:
a. hak penggunaan hasil atau pemakaian dasi benda itu
b. hak servitut
c. hak optal
d. segala macam tuntutan hukum untuk menuntut kembali suatu barang
yang tak bergerak
Pada sistem perbankan juga dikenal istilah mengenai jaminan dari suatu benda, khusunya benda tidak bergerak. Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa
objek dari jaminan merupakan benda. Jaminan adalah suatu benda atau barang yang dijadikan sebagai tanggungan
dalam bentuk pinjaman uang. Selain itu jaminan menurut kamus diartikan sebagai tanggungan Wjs Poerwardaminta, kamus umum bahasa Indonesia. Di dalam
literatur lain disebutkan bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu
perikatan Hartono Hadisoeprapto, Pokok-pokok hukum perikatan dan Jamin. Istilah “Jaminan” merupakan terjemahan dari istilah Zakerhaeid atau cautie
yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditor, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis
Universitas Sumatera Utara
sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap kreditornya.
15
Dalam perspektif hukum perbankan, istilah “jaminan” ini dibedakan dengan istilah “agunan”. Di bawah Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-
Pokok Perbankan, tidak dikenal dengan istilah “agunan”, yang ada istilah “jaminan”. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagai
mana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, memberi pengertian yang tidak sama dengan istilah “jaminan” menurut Udang-Undang Nomor
14 Tahun 1967. Arti jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi istilah
“agunan” atau “tanggungan”, sedangkan “jaminan” menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, diberi arti lain, yaitu “keyakinan atas itikad dengan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan
pembiayaan dimaksud sesuai dengan Perjanjian”. Jaminan hutang dari suatu kegiatan kredit di dalam bank diartikan sebagai
“benda” dimana benda tersebut dijadikan sebagai alat untuk menjamin si debitur membayar kewajibanhutangnya terhadap kreditur. Jaminan hutang ini
dimungkinkan, ketika si debitur tidak dapat membayar hutangnya, maka jaminan tersebut s
r tidak rugi. ebagai pegangan kreditur aga
Rachmadi Usman, Op.cit, hal 66.
Universitas Sumatera Utara
Sebuah perjanjian kredit memerlukan jaminan, dimana jaminan itu berupa benda, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Dalam perjanjian kredit
sering terjadi suatu kecurangan-kecurangan, yaitu berupa cidera janji atau dapat disebut juga wanprestasi. Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa
belanda “wanprestatie”, artinya tidak memenuhu kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang
timbul karena undang-undang.
16
Wanprestasi juga terdapat di dalam kitap Undang – Undang Hukum Perdata yang terletak di dalam pasal 1238, bahwa “si berutang adalah lalai, apabila ia dengan
surat perintah atau denagn sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa siberutang harus dianggap lalai
dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Dengan demikian wanprestasi merupakan sebuah bentuk perbuatan yang dilakuka seseorang dengan sengaja maupun tidak
disengaja untuk mengingkari suatu perjanjian yang telah dibuat, antara kreditur dan debitur.
Dengan adanya sebuah perjanjanjian maka salah satu yang sangat diperhatikan adalah debitur. Debitur merupakan pihak peminjam kepada pihak
kreditur. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, ‘Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan Cetakan Ke Dua, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990, hal 20.
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan prinsip syariah atau dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
F. Metode Penelitian