Bahasa dan Ideologi Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono & Wakil Presiden Jusuf Kalla Di Surat Kabar (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Pasca Kecelakaan Transportasi

Pada prinsipnya media massa juga berusaha menjual sesuatu demi memperoleh keuntungan. Keuntungan inilah yang kemudian dapat menghidupi organisasi media massa, dan modal tentu diperlukan sebagai awal untuk menjalankan kegiatan media, dan modal inilah yang biasa dipenuhi oleh pemilik media massa, pemegang saham, penguasa dan sebagainya. Untuk alasan ekonomi inilah pemilihan dan penulisan berita harus disesuaikan dengan selera masyarakat belum lagi adanya iklim persaingan antar media. Terjadinya proses tarik menarik antara editor judgements dan market forces merupakan dualisme yang dihadapi dalam proses prosuksi isi media. Namun ketika harus memilih opsi tersebut, editor Judgements-lah yang lebih tepat untuk didahulukan. Bagaimanapun jurnalis harus mementingkan kepentingan khalayak bukan dalam pengertian ekonomi, tetapi untuk kepentingan jurnalis Hidayat, 2000: 408.

2.4 Bahasa dan Ideologi

Proses komunikasi merupakan pengiriman pesan dari seseorang pengirim komunikan kepada orang lain penerimakomunikator dengan maksud untuk menghasilkan sebuah makna yang sama. Proses pengiriman pesan tersebut dilakukan melalui kata-kata simbol verbal, dimana pesan verbal tersebut merupakan unsur dasar dari bahasa. Kata atau bahasa di dalam linguistik diberi pengertian sebagai sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi dihasilkan oleh alat ucap yang bersifat arbiter berubah-ubah dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaaan dan pikiran. Universitas Sumatera Utara Bahasa adalah kombinasi kata yang diatur secara sistematis sehingga bisa digunakan sebagai alat komunikasi Sobur, 2001: 42. Kata merupakan simbol dari pemikiran manusia. Oleh karena manusia adalah makhluk yang dinamis dan beragam latar budaya, maka bahasa pun memiliki keragaman itu sehingga suatu bahasa tertentu hanya dapat dimengerti oleh kelompok masyarakat tertentu. Keragaman bahasa memungkinkan adanya keragaman makna juga, artinya dengan bahasa yang sama dapat menimbulkan makna yang berbeda dalam kelompok-kelompok masyarakat. Istilah bahasa dapat digunakan dalam arti harafiah dan metaforis. Dalam arti harafiah, istilah itu mengacu kepada bahasa biasa, yang alami, yang dipakai di keseharian. Dalam arti metaforis, istilah itu mengacu kepada berbagai cara berkomunikasi atau berkontak seperti kedipan mata, lambaian tangan, nyala lampu berwarna tertentu, gambar pada rambu-rambu, bunyi kentongan dan sebagainya Sobur, 2001:43. Untuk menganalisis pesan media digunakan pendekatan melalui arti metaforis, dimana bahasa media tidak dilihat sebagai sesuatu yang biasa dan alami saja namun merupakan simbol untuk mengungkapkan realitas. Dalam artian, setiap bahasa simbol yang disampaikan oleh media pastilah merupakan hasil konstruksi manusia. Setiap bahasa mempunyai maksud dibaliknya, bahasa yang disampaikan mempunyai makna lain disamping makna alami. Bahasa dan penggunaanya terus berkembang seiring dengan perkembangan manusia itu sendiri. Setiap bahasa mempunyai fungsi tersendiri. Menurut Halliday, secara makro bahasa mempunyai fungsi sebagai berikut Sobur, 2002:17: 1. Fungsi ideasional: untuk membentuk, mempertahankan dan memperjelas hubungan di antara anggota masyarakat. Tampak pada struktur yang melibatkan Universitas Sumatera Utara peran-peran proses, partisipan, dan sirkumstansi; aktif, prosesif, statif; aktor, sasaran, dan pemanfaat; kala, loka, cara. 2. Fungsi interpersonal: untuk menyampaikan informasi diantara anggota masyarakat. Berkaitan dengan peran bahasa untuk membangun dan memelihara hubungan sosial, untuk pengungkapan peranan-peranan sosial termasuk peranan- peranan komunikasi yang diciptakan oleh bahasa itu sendiri. Fungsi interpersonal tampak pada struktur yang melibatkan aneka modalitas dan sistem yang dibangunnya. 3. Fungsi Tekstual ; untuk meyediakan kerangka, pengorganisasian diskursus wacana yang relevan dengan situasi. Fungsi tekstual bahasa ini adalah satuan dasar bahasa dalam penggunaan, bukan kata atau kalimat, melainkan teks; dan unsur tekstual dalam bahasa adalah seperangkat pilihan, yang dengan cara itu memungkinkan pembicara atau penulis menciptakan teks-teks untuk menggunakan bahasa dengan jalan yang relevan dengan konteksnya. Analisis teks media melihat bahasa bukan hanya diterima secara apa adanya, tetapi ditanggapai sebagai perantara dalam pengungkapan maksud-maksud dan makna- makna tertentu. Bahasa dan maknanya jelas merupakan kerja kolektif. Fakta peristiwa yang disajikan lewat bahasa berita dipandang bukanlah sesuatu yang bebas nilai. Bahasa tidak netral, dan tidak pula sepenuhnya dalam kontrol kesadaran. Karena itu, bias yang berasal dari bahasa adalah bias yang sesungguhnya amat berbahaya, ibarat musuh yang menikam dari belakang. Universitas Sumatera Utara Menurut Dedy N. Hidayat, bahasa dilihat sebagai alat yang bisa dimanfaatkan dalam proses mendefinisikan, mengkonstruksi dan melegitimasi suatu realitas hubungan kekuasaan tertentu sebagai suatu realitas yang alamiah, masuk akal, legal dan sebagainya Eriyanto,2000:65. Bahasa tidak dilihat semata-mata sebagai alat komunikasi tetapi dilihat sebagai sarana strategis untuk berkuasa. Ideologi adalah sistem ide-ide yang diungkapkan dalam komunikasi. Istilah ideologi adalah salah satu istilah yang sangat banyak dipergunakan, terutama dalam ilmu- ilmu sosial. Sekarang ini istilah ideologi memang mempunyai dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia worldview yang menyatakan nilai-nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan–kepentingan mereka. Sedangkan secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial Sobur, 2002: 61. Menurut Magnus-Suseno dalam Sobur, 2002:66-68, arti ideologi dapat dikembalikan pada salah satu atau kombinasi dari tiga arti yakni: a. Ideologi Sebagai Kesadaran Palsu Ideologi dianggap sebagai sistem berfikir yang sudah terkena distorsi, entah disadari entah tidak. Biasanya ideologi sekaligus dilihat sebagai sarana kelas atau kelompok yang berkuasa untuk melegitimasikan kekuasaanya secara tidak wajar. Pada masa kekuasaan Soeharto, media massa diposisikan secara sistemastis sebagai aparatus negara. Namun fungsinya adalah menciptakan kesadaran palsu bagi masyarakat, agar kepentingan-kepentingan penguasa negara bisa berjalan. Lewat media, mereka mengenal istilah antara lain: Universitas Sumatera Utara pembangunan, Bapak Pembangunan, lepas landas, stabilitas nasional, musyawarah mufakat, demokrasi Pancasila, bahaya laten komunis. b. Ideologi dalam Arti Netral Dalam arti ini, menurut Magnus Suseno, nilai ideologi bergantung isinya: Kalau isinya baik, ideologi itu baik, kalau isinya buruk misalnya membenarkan kebencian maka dia buruk. c. Ideologi : Keyakinan yang Tidak Ilmiah Dalam filsafat dan ilmu-ilmu sosial yang berhaluan positivistik, segala pemikiran yang tidak dapat dites secara matematis-logis atau empiris disebut ideologi. Arti ketiga ini maunya netral. Tetapi dalam penilaian Magnus- Suseno, sebenarnya bernada negatif juga karena memuat sindiran bahwa ‘ideologi-ideologi’ itu tidak rasional, di luar hal nalar, jadi merupakan kepercayaan dan keyakinan subjektif semata-mata, tanpa kemungkinan untuk mempertanggungjawabkannya secara objektif. Ideologi membuat anggota dari suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, untuk membentuk solidaritas dan kohesi dalam kelompok. dalam perspektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individual sehingga membutuhkan share diantara anggota kelompok misalnya kelompok yang mempunyai ideologi feminis, antirasis, dan prolingkungan. Kedua, ideologi meskipun bersifat sosial, ia digunakan secara internal, oleh karena itu ideologi membentuk identitas kelompok yang membedakan dengan kelompok lain. Ideologi ini menjadi dasar bagaimana masalah dilihat. Dengan pandangan Universitas Sumatera Utara semacam ini, wacana tidak dipahami sebagai sesuatu yang netral dan berlangsung secara alamiah, karena dalam setiap wacana selalu terkandung ideologi untuk mendominasi dan berebut pengaruh. Oleh karena itu, analisis wacana tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi harus melihat konteks, terutama bagaimana ideologi dari kelompok-kelompok yang ada tersebut berperan dalam membentuk wacana. Misalnya dari teks berita dapat dianalisis apakah dia feminis, antifeminis, kapitalis, sosialis dan sebagainya Sobur, 2002:68. Dalam perumusan dan penyusunan suatu ideologi bahasa mempunyai peran penting. Ideologi suatu kelompok atau individu dapat diketahui melalui pemilihan bahasa yang dipakai. Bahasa diperlukan untuk menyampaikan ideologi seseorang dalam memaknai suatu realitas sosial.

2.5 Media Massa dan Pembentukan Citra

Dokumen yang terkait

Perbandingan Antara Garis Politik Hukum Menurut GBHN RI 1998 dan RPJPN di Era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

2 84 169

Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono & Wakil Presiden Jusuf Kalla Di Surat Kabar (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Pasca Kecelakaan Transportasi Yang Terjadi Bulan J

0 52 164

Format Baru Relasi Presiden-Dpr (Studi Kasus Hubungan Presiden dan DPR Pada Masa Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla)

5 86 87

Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan KPK Dan POLRI (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan Polri dan KPK Pada Surat Kabar Kompas)

1 52 118

Wacana Kepemimpinan: Analisis Fase Dan Modalitas Teks Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Berdasarkan Perspektif Linguistik Sistemik Fungsional

9 144 194

Pencitraan Presiden Dalam Karya Fotografi (Analisis Semiotik Foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Dan Megawati Soekarno Putri pada buku “Split Second, Split Moment” karya Julian Sihombing)

0 12 78

Pencitraan Presiden Dalam Karya Fotografi (Analisis Semiotik Foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Dan Megawati Soekarno Putri pada buku “Split Second, Split Moment” karya Julian Sihombing)

3 16 78

Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Dalam Rangka Pelaksanaan Kedaulatan Rakyat Di Indonesia (Analisis Yuridis Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden)

0 7 118

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Citra Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dalam iklan politik

0 0 154

Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil pr-iiden, dan

0 0 548