Perumusan Masalah Pembatasan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah model analisis yang

Dengan demikian pemberitaan Kompas cukup berdampak luas bagi khalayak pembaca di Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut: ‘Bagaimanakah citra SBY JK pasca kecelakaan transportasi yang terjadi bulan Januari-Maret 2007 dikonstruksi oleh harian Kompas?’.

1.3 Pembatasan Masalah

Peneliti perlu membuat pembatasan masalah yang lebih jelas dan spesifik untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini hanya dilakukan pada harian Kompas edisi Januari - Maret 2007 2. Berita yang diteliti adalah pemberitaan tentang SBY JK pasca kecelakaan transportasi yang terjadi bulan Januari-Maret 2007 . 3. Obyek penelitian terbatas pada frame yang dikonstruksi lewat pemberitaan, bukan pada frame individu atau dampaknya terhadap pembentukan opini publik.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian Universitas Sumatera Utara 1. Untuk mengetahui bagaimana harian Kompas memaknai, memahami dan mengkonstruksi berita tentang SBY JK pasca kecelakaan transportasi yang terjadi bulan Januari-Maret 2007. 2. Untuk melihat citra yang dibentuk oleh harian Kompas terhadap SBY JK pasca kecelakaan transportasi yang terjadi bulan Januari - Maret 2007. 1.4.2. Manfaat Penelitian. 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan memperkaya penelitian khususnya dalam bidang komunikasi. 2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas cakrawala pengetahuan penulis serta dapat menjadi kontribusi khususnya dalam melengkapi kajian tentang realitas dan konstruksi pemberitaan di media cetak. 3. Secara Praktis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pembaca surat kabar maupun bagi media khususnya harian Kompas.

1.5. Kerangka Teori

Setiap penelitian membutuhkan teori sebagai landasan berpikir dalam memcahkan permasalahannya. Teori yang baik adalah memiliki ciri khas yaitu apakah teori itu mampu menjelaskan fenomena-fenomena yang penting dalam bidang yang diteliti; apakah penjelasan itu dapat diberikan dengan tegas dan bersahaja, serta; apakah dengan penjelasan itu dapat ditemukan sesuatu yang baru Surakhmad, 1990: 70 Sasa Djuarsa menyebutkan bahwa, teori adalah abstraksi dari realitas yang terdiri dari sekumpulan prinsip-prinsip dan definisi-definisi yang secara konseptual mengorganisasi aspek-aspek dunia empirik secara sistematis. Kaplan menyatakan bahwa Universitas Sumatera Utara teori bukan saja untuk menemukan fakta tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melihat fakta, mengorganisasikan serta menginterpretasikannya Sendjaja, 1994: 10-11.

1.5.1 Teks Berita : Pandangan Konstruksionis

Pendekatan konstruktivisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya ia dibentuk dan dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh semua orang, artinya setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas Eriyanto, 2002:15, karena setiap orang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan yang berbeda sehingga membentuk kerangka berpikir yang berbeda pula. Masing-masing akan menafsirkan realitas berdasarkan pengalaman, preferensi, pendidikan, lingkungan atau pergaulan sosialnya. Misalnya mengenai demonstrasi mahasiswa. Satu kelompok bisa jadi mengkonstruksi gerakan mahasiswa sebagai anarkis, di luar batas dan mengganggu masyarakat serta dijadikan alat permainan elit politik tetentu. Tetapi orang dari kelompok sosial yang lain bisa jadi mengkonstruksi gerakan mahasiswa itu, suatu tindakan untuk memperjuangkan nasib rakyat, sebuah perjuangan tanpa pamrih. Penerapan gagasan Berger dalam ranah konteks berita adalah bahwa sebuah teks dalam berita tidak dapat kita samakan sebagai Copy cerminan dari realitas mirror of reality, ia harus dipandang sebagai hasil konsruksi atas ralitas. Realitas lapangan sebenarnya berbeda dengan realitas media. Karenanya sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Sekelompok wartawan yang meliput suatu sebuah peristiwa, dapat memiliki konsepsi dan pandangan yang berbeda ketika melihat Universitas Sumatera Utara suatu peristiwa dan itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu, yang diwujudkan dalam teks berita Eriyanto, 2002: 17. Setiap media akan memodifikasi konstruksi realitas berita dengan caranya masing-masing sehingga suatu peristiwa yang sama saat dimuat oleh beberapa media pada terbitan keesokan harinya akan berbeda satu dengan lainnya. Berita dalam pandangan konstruksi sosial , bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang rill. Disini realitas bukan diperoleh begitu saja sebagai berita, ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta.

1.5.2 Analisis Framing

Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Analisis framing adalah salah satu metode analisis media, seperti halnya analisis isi dan analisis semiotik. Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya Sobur, 2001:162. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut. Universitas Sumatera Utara Framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan penonjolan terhadap aspek-aspek tertentu, dengan menggunakan istilah- istilah yang mempunyai konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya Sudibyo, 2001:186. Artinya, realitas dibingkai, dikonstruksi dan dimaknai oleh media. Ada hal penting dalam framing, ketika sesuatu diletakkan dalam frame, tidak semua berita ditampilkan dalam arti ada bagian yang dibuang dan ada bagian yang dilihat. Untuk menjelaskan framing kita bisa menghadirkan analogi ketika kita memfoto suatu pemandangan, maka maksud foto hanyalah bagian yang berada dalam ‘frame’, sementara bagian lain terbuang. Contohnya adalah pas photo Rachmat. Ketika Rachmat difoto 3x4 untuk KTP, maka yang di-frame adalah bagian dada ke atas. Bagian bawah tidak termasuk dalam frame Kriyantoro, 2006: 251-252. Tentunya ada alasan mengapa framing dilakukan pada bagian tertentu, mengapa bagian tertentu yang difoto sementara bagian lain tidak. Oleh karena itu analisis framing hadir untuk menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan? Mengapa peristiwa lain tidak? Mengapa suatu tempat dan pihak yang terlibat berbeda meskipun peristiwanya sama? Mengapa realita didefinisikan dengan cara tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu yang ditonjolkan sedang yang lain tidak? Mengapa menampilkan sumber berita X dan mengapa bukan sumber berita yang lain yang diwawancarai?. Jadi analisis framing ini merupakan analisis untuk mengkaji pembingkaian realitas peristiwa, individu, kelompok, dan lain-lain yang dilakukan media. Pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi, yang artinya realitas dimaknai dan Universitas Sumatera Utara direkonstruksi dengan cara dan makna tertentu. Framing digunakan media untuk menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai kepentingan media. Akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih diperhatikan, dianggap penting, dan lebih mengena dalam pikiran khalayak. Dalam praktik, analisis framing banyak digunakan untuk melihat frame surat kabar karena masing-masing surat kabar memiliki ‘kebijakan politis’ tersendiri.

1.5.3 Berita dan Proses Produksi Berita

Berita adalah laporan tentang tentang fakta atu ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah karena ia luar biasa atau entah karena pentingnya, atau karena ia mencakup segi-segi human interest, seperti human, emosi dan ketegangan. Namun ada beberapa konsep berita yang dapat dikembangkan yaitu berita itu sebagai laporan tercepat, rekaman fakta- fakta obyektif, interpretasi, sensasi, minat insani, ramalan dan sebagai gambar Effendi, 1993:131-134. Melalui berita kita dapat mengetahui apa yang terjadi di Aceh, di Papua dan di Jakarta. Melalui berita kita mengetahui apa saja yang dilakukan oleh elit politik, kehidupannya dan kegiatannya. Pada umumnya, berita berasal dari peristiwa tetapi tidak semua peristiwa dapat menjadi berita. Dalam proses pembentukan suatu berita banyak faktor yang berpotensi untuk mempengaruhinya, sehingga niscaya akan terjadi pertarungan wacana dalam memaknai realitas dalam presentasi media Sudibyo, 2001:7. Proses pembuatan berita Universitas Sumatera Utara merupakan proses yang rumit dan melibatkan banyak faktor seperti kepentingan yang bermain dibaliknya. Pamela D.Shoemaker dan Stephen D.Reese meringkas berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan yaitu: 1. Faktor Individual. Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesi dari pengelola media. Level individual melihat bagaimana pengaruh aspek personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada kahalayak. Aspek personal tersebut seperti jenis kelamin, umur, atau agama. 2. Level Rutinitas Media media routine Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tesebut adalah rutinitas yang berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berada di dalamnya. 3. Level Organisasi. Level organissi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukan orang yang tunggal yang ada dalam orgnisasi berita, ia sebaliknya hanya sebagian kecil dari organisasi media itu sendiri. Masing-masing komponen dalam organisasi media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Misalnya selain bagian redaksi ada juga bagian pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum, dan seterusnya. Universitas Sumatera Utara 4. Level Ekstramedia Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada di luar organisasi media, namun hal-hal di luar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasus mempengaruhi pemberitaan media. Faktor-faktor tersebut adalah sumber berita, sumber penghasil media iklan,pelangganpembeli media, pihak eksternal pemerintah dan lingkungan bisnis, dan ideologi kerangka berfikirreferensi. Sebuah teks berita tidak dapat disamakan dengan Copy realitas, ia haruslah dipandang sebagi konstruksi atas realitas, karenanya sangat potensial terjadi peristiwa yang sama, tetapi konstruksinya berbeda. Teks berita memiliki sejumlah strategi baku dalam mempersuasikan pernyataan Eriyanto, 2002:14. Universitas Sumatera Utara

I.6 Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah model analisis yang

dikembangkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki seperti gambar berikut berikut ini; Tabel perangkat framing Pan dan Kosicki STRUKTUR UNIT YANG DI AMATI SINTAKSIS Headline, lead, latar Cara wartawan informasi, kutipan sumber, menyusun fakta pernyataan, penutup SKRIP Cara wartawan 5W+1H mengisahkan fakta TEMATIK Cara wartawan Paragraf, proposisi, menulis fakta hubungan antar kalimat. PERANGKAT 1. Skema berita 2. Kelengkapan berita 3. Detail 4. Koherensi 5. Bentuk kalimat 6. Kata ganti Universitas Sumatera Utara RETORIS Cara wartawan Kata, idiom, gambarfoto, menekankan fakta grafik Sumber : Eriyanto, 2002: 256

1.7 Defenisi Operasional Variabel

Dokumen yang terkait

Perbandingan Antara Garis Politik Hukum Menurut GBHN RI 1998 dan RPJPN di Era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

2 84 169

Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono & Wakil Presiden Jusuf Kalla Di Surat Kabar (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Pasca Kecelakaan Transportasi Yang Terjadi Bulan J

0 52 164

Format Baru Relasi Presiden-Dpr (Studi Kasus Hubungan Presiden dan DPR Pada Masa Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla)

5 86 87

Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan KPK Dan POLRI (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan Polri dan KPK Pada Surat Kabar Kompas)

1 52 118

Wacana Kepemimpinan: Analisis Fase Dan Modalitas Teks Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Berdasarkan Perspektif Linguistik Sistemik Fungsional

9 144 194

Pencitraan Presiden Dalam Karya Fotografi (Analisis Semiotik Foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Dan Megawati Soekarno Putri pada buku “Split Second, Split Moment” karya Julian Sihombing)

0 12 78

Pencitraan Presiden Dalam Karya Fotografi (Analisis Semiotik Foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Dan Megawati Soekarno Putri pada buku “Split Second, Split Moment” karya Julian Sihombing)

3 16 78

Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Dalam Rangka Pelaksanaan Kedaulatan Rakyat Di Indonesia (Analisis Yuridis Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden)

0 7 118

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Citra Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dalam iklan politik

0 0 154

Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil pr-iiden, dan

0 0 548