Wacana Kepemimpinan: Analisis Fase Dan Modalitas Teks Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Berdasarkan Perspektif Linguistik Sistemik Fungsional

(1)

WACANA KEPEMIMPINAN: ANALISIS FASE DAN MODALITAS TEKS PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

BERDASARKAN PERSPEKTIF LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL

Oleh

HALIMATUSSAKDIAH

087009010/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

WACANA KEPEMIMPINAN: ANALISIS FASE DAN MODALITAS TEKS PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

BERDASARKAN PERSPEKTIF LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Linguistik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HALIMATUSSAKDIAH

087009010/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : WACANA KEPEMIMPINAN: ANALISIS FASE DAN MODALITAS TEKS PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO BERDASARKAN PERSPEKTIF LINGUISTIK

FUNGSIONAL SISTEMIK Nama Mahasiswa : Halimatussakdiah

Nomor Pokok : 087009010 Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing,

( Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D ) ( Dr. Syahron Lubis, M.A)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D) (Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada:

Tanggal : 27 Maret 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : 1. Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D Anggota : 2. Dr. Syahron Lubis, M.A.

3. Prof. Amrin Saragih, M.A, Ph.D 4. Dr. Thyrhaya Zein, M.A


(5)

ABSTRAK

WACANA KEPEMIMPINAN: ANALISIS FASE DAN MODALITAS

TEKS PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUHOYONO BERDASARKAN PERSPEKTIF LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan fase dan modalitas pada teks pidato Presiden Susilo Bambang Yuhoyono berdasarkan teori Linguistik Fungsional Sistemik (LSF). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Data penelitian adalah bahasa yang digunakan SBY pada Teks Pidato Kenegaraan pada HUT ke-64 RI yang disampaikan oleh Presiden SBY pada saat menjelang ulang tahun negara Republik Indonesia. Dengan demikian korpus data penelitian ini adalah Teks Pidato Kenegaraan yang disampaikan SBY pada HUT ke-64 RI 2009.

Peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam pengumpulan dan penginterpretasian data dengan melakukan kegiatan pemaparan dan deskripsi terhadap objek penelitian. Data dikumpulkan dengan teknik baca, simak dan catat. Analisis data merupakan analisis isi baik dari sudut fase maupun modalitas secara deskriptif. Analisis fase dilakukan menyangkut isi semiotik kontekstual, yang meliputi tipe fase dan sub-fase. Selanjutnya dilakukan analisis modalitas yang meliputi modalisasi dan modulasi.

Berdasarkan hasil analisis fase diperoleh hasil penelitian bahwa dalam teks pidato Presiden SBY pada HUT ke-64 RI tahun 2009 ditemukan fase 162 (39,51 %) dan sub-fase 373 (90,97%). Selanjutnya Berdasarkan hasil analisis modalitas, dalam

teks pidato Presiden SBY tahun 2009 ditemukan modalitas 282 (68,78 %). Temuan penelitian telah menunjukkan bahwa wacana kepemimpinan SBY

diperkaya oleh fase 162 (39,51 %) dan subfase 373 (90,97%). serta modalitas 282 (68,78 %) yaitu modalisasi 172 (42,89%) dan modulasi 110 (27,43%). Fase sebagai tata organisasi teks mendukung wacana kepemimipinan SBY. Dilihat dari struktur fase, makna wacana adalah persoalan menata teks dalam tahap-tahap pencapaian tujuan atau komunikasi sosial yang diharapkan. Struktur fase wacana kepemimpinan yang muncul didominasi oleh pola fase ^Substansi^ dan subfase pola‘Pernyataan (PE)’, struktur yang lazim adalah ucapan-ucapan pernyataan tersebut mencerminkan isi materi yang dibahas. Jika dikaitkan dengan ketentuan yang ada maka susunan fase dan subfase dapat dinyatakan berhasil menyampaikan info komunikatif. Fungsi retoris wacana kepemimpinan adalah bertujuan untuk mempengaruhi masyarakat yang menjadi objek dari proses penyebaran wacana itu, dan menjadi alat untuk kepentingan politik. Selanjutnya, sebagai tindakan antisipatif dan seni retoris yang lazim digunakan dalam komunikasi, maka ketika SBY mengemukakan proposisinya kepada rakyat, beliau menggunakan pertimbangan logis atas tingkat kemungkinan terealisasinya segera pokok-pokok yang diungkapkan dalam teks pidato tersebut, yakni dengan menggunakan modalitas tingkat kemungkinan menengah. Selain itu, SBY cenderung tidak berani menggunakan modalitas probabilitas derajat tinggi (pasti) dalam membuat janji-janjinya kepada rakyat. Sebagai penutur atau pencipta


(6)

teks, wacana kepemimpinan SBY menunjukkan posisi yang tidak lebih tinggi dari pendengarnya. Terlihat adanya kekuatiran dan keraguan.


(7)

ABSTRACT

DISCOURSE OF LEADERSHIP: THE PHASE ANALYSIS AND MODALITY

TEXT OF THE PRESIDENT SUSILO BAMBANG YUDHOYONO’S SPEECH BASED ON THE PERSPECTIVES OF LINGUISTICS SYSTEMIC

FUNCTIONAL

This research is intended to describe the phase and modality in The President Susilo Bambang Yudhoyono’s Speech based on The Perspectives of Linguistics Systemic-Functional (LSF). The method used in this research is descriptive qualitative method. The data of this research is none the less is the language used by SBY during the 64th celebration of Republic of Indonesia’s Independence Day on his National Speech Text. Thus the corpus of the analysis data is the SBY’s National Speech Text on the 64th celebration of Republic of Indonesia’s Independence Day.

The reseacher’s role in this research is beaing the main instrument in collecting and interpreting data by elaborating and describing the object of the research. The data are gathered using techniques such as reading, observing, and notation. The data analysis is the content analysis from the point of view of descriptive phase and modality. The phase analysis is regarding the content of contextual semantics, which comprise of the types of phases and sub-phases. Moreover the modality analysis covers modalitation and modulation.

Based on the result of phase analysis, the researcher found that in the 2009 SBY’s National Speech Text on the 64th celebration of Republic of Indonesia’s Independence Day contained 162 phases (39,51 %) and 373 sub-phases (90,97%). Moreover based on modality analysis, in the SBY’s National Speech Text on the 64th celebration of Republic of Indonesia’s Independence Day is 282 modalities (68,78 %).

The research findings show that SBY’s Discourse of Leadership is enriched by 162 phases (39,51 %) and 373 sub-phases (90,97%). Also 282 modalities (68,78 %), which are 172 modalitation (42,89%) and 110 modulation (27,43%). Phase as the text’s organization order supports the SBY’s Discourse of Leadership. Viewed from the phase structure, the point of the discourse is a matter of organizing text in order to achieve the expected purpose performance and social communication. The emerging phase structure of the Discourse of Leadership is dominated by ^subtantion^ phase pattern and sub-phase’s ‘statement pattern (SP)’, the common structures are the utterances and statements used to interpret the content of the speech. If we relate them to the concerned rules, thus the organization of phases and sub-phases can be stated as successful in accomplishing the communicative information. The rhetoric function of the discourse of leadership is intended to influence the society as the object of the discource, also as means of political interests. Moreover, as anticipative action and the art of using common rhetoric used in communication, thus SBY elaborates his propotitions to his people, he uses logical considerations in order to immediate realizing of the points of the speech text, which is using a middle stage probability modality. In addition, SBY tend to not using the


(8)

high probability modality (definitive) in making promises to his people. As a speaker, the SBY’s discourse of leadership shows that his position is not higher than his audience. In other words, we could sense an amount of doubts and worries in his statements.


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT, atas segala anugerah dan rahmad-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sesuai rencana. Adapun judul Tesis ini yaitu Wacana Kepemimpinan: Analisis Fase dan Modalitas Teks Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Berdasarkan Perspektif

Linguistik Sistemik Fungsional.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan fase dan modalitas pada teks pidato Presiden Susilo Bambang Yuhoyono berdasarkan teori Linguistik Fungsional Sistemik (LSF). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Data penelitian adalah bahasa yang digunakan SBY pada Teks Pidato Kenegaraan pada HUT ke-64 RI 2009 yang disampaikan oleh Presiden SBY pada saat menjelang ulang tahun negara Republik Indonesia.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas aplikasi kajian LFS terhadap teks atau wacana dan memberikan sumbangan pemikiran analisis fase dan modalitas terhadap teks pidato Presiden RI.

Penyelesaian penulisan Tesis ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan yang baik ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak sebagai berikut.

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H,M.Sc,(CTM), Sp.A(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas selama mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister.


(10)

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas sumatera Utara Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B, M.Sc, yang berkenan memberi kesempatan untuk menggunakan fasilitas selama mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister.

3. Prof. Tengku Silvana Sinar, M.A., Ph.D, selaku Ketua Program studi Linguistik dan pembimbing penulis, yang dengan sabar membimbing, mengkritik, memberi masukan dan arahan dalam menganalisis, menyusun dan menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku pembimbing penulis, yang selalu bijaksana memberikan wawasan ilmiah dan masukan berharga dalam menyempurnakan penyelesaian Tesis ini.

5. Kepada para penguji Tesis, Prof. Amrin Saragih, M.A, Ph.D dan Dr. Thyrhaya Zein, M.A., yang tiada lelah dalam mengoreksi, merevisi, mengevaluasi, dan memberi solusi demi kesempurnaan Tesis ini.

6. Kepada para Dosen Program Studi Magister Linguistik Sekolah Pascasarjana USU, Bapak H. Rustam Effendi, M.A., Ph.D., Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D., Prof. Dr. Chairil Ansari, Dr. Eddy Setia, M.Ed., TESP., Prof. Robert Sibarani, M.S., Prof. Mbete., atas segala ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

7. Kepada para pegawai administrasi Sekolah Pascasarjana USU, Program Studi Linguistik Magister USU dan para pegawai perputakaan USU yang telah banayak membantu.


(11)

8. Drs. P. Manurung, M.Pd., yang selalu memberikan semangat dan memberikan dukungan dengan sabar dan bijaksana serta memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan Tesis ini. Semoga bapak dan keluarga selalu sehat dan senantiasa dalam perlindungan Yang Maha Kuasa.

9. Kepada teman-teman se-angkatan 2008, yang tak hanya menjadi sahabat tapi juga sebagai keluarga (A. Zebar, Ita Khairani, Eva Tuti Harja Siregar, Nurismilida, Helmita, Erliana Siregar, Ade Kurniawan, Yusradi Usman, dan semua teman yang tak tersebut) yang selalu memotivasi dalam menyelesaikan Tesis ini. Semoga mahasiswa Magister Linguistik angkatan 2008 selalu meraih kesuksesan, amin.

Selanjutnya pada kesempatan ini, tak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih khusus dan penghargaan yang tinggi kepada kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Mansyur Nasution dan Ibunda Suriatik yang tercinta yang senantiasa berdoa, memberi perhatian, dan memberi semangat, serta memberi dukungan dengan sabar dan ikhlas. Semoga Allah menjaga dan melindungi keduanya agar selalu sehat dan senantiasa bahagia dunia-akhirat.

Ungkapan terima kasih yang teristimewa penulis haturkan kepada suami tersayang Wizman, S.Pd., yang telah merelakan untuk selalu menemani penulis dalam setiap aktivitas dan kegiatan penyelesaian Tesis ini.

Ucapan terima kasih kepada saudara-saudara saya, Mustafa Akhyar Nasution/Mesriana, Nurhayati Nasution/Agus Suhada, Fahrul Rozi Nasution, Herlina


(12)

Nasution yang senantiasa memberikan perhatian dan bantuan, baik moril maupun material. Keponakan yang lucu: Akhmad Reza Nasution dan Ali Topan, yang selalu memberi tawa dan senyum, semoga keduanya menjadi anak yang sholeh. Ucapan terima kasih kepada teman-teman yang baik, Windi, Sutoyo, Maya, Euis Qomariah, Eci, Rosi, dan Yuni. Semoga Allah menyayangi kita semua.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, yang telah banyak membantu penulis baik moril, materil, dan dukungan doa selama penulis mengikuti pendidikan sampai selesai. Mohon maaf lahir dan batin apabila mungkin terdapat kekhilafan dan kesalahan yang terjadi selama mengikuti pendidikan sampai penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari Tesis penelitian ini belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan saran-saran dan masukan yang dapat menyempurnakan tulisan ilmiah ini dan menambah wawasan penulis. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2010


(13)

RIWAYAT HIDUP 1. Data Pribadi

Nama Lengkap : Halimatussakdiah Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tgl. Lahir : Delitua, 22 Nopember 1982

Agama : Islam

Status : Menikah

Email

Telp. : (061) 76340957

HP : 08126444652

Alamat : Delitua Gang Mesjid No. 40 A Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang Kode Pos 20355

2. Riwayat Pendidikan

SD : SD Negeri No. 101800 Delitua

SMP : MTS Swasta Yayasan Pendidikan Islam SMA : SMA Swasta Yayasan Pendidikan Islam

S1 :UNIMED - Jurusan Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia 3. Pengalaman kerja

1. Staf Pengajar SD Negeri 101800 Delitua Kabupaten Deli Serdang tahun 2005-sekarang.

2. Staf Pengajar SD /SMP AR-Rahman Full Day School Medan tahun 2006-sekarang.

4. Penulisan Karya Ilmiah/Penelitian

1. Analisis Citra Estetika Islami Dalam Puisi “Perawan Mencuri Tuhan” Karya Amien Wangsitalaja. Seminar Internasional Budaya Melayu Serumpun Kerjasama Program Studi Linguistik SPs-USU dengan Akademi Pengajian Melayu Universiti Malaya (2009).

2. The Importance of The Supervision towards Teacher’s certificational Policy in Achieving The Progress of Educational Quality. The 1st Internasional Symposium on Education, Auditorium USU Medan (2009). 3. Wacana Kepemimpinan: Analisis Fase Teks Pidato Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono Berdasarkan Perspektif Linguistik fungsional. Seminar Lokal Mahasiswa Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU, Berastagi (2010).

4. Wacana Kepemimpinan: Analisis Modalitas Teks Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Berdasarkan Perspektif Linguistik fungsional. Seminar Lokal Mahasiswa Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU, Medan (2010).


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... ... vii

RIWAYAT HIDUP... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Klarifikasi Istilah ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ... 12

2.1 Pendahuluan ...………...………... 12

2.2 Kerangka Teori... 12

2.2.1 Linguistik Sistemik Fungsional... 12

2.2.2 Analisis Wacana... 14

2.2.3 Wacana sebagai media komunikasi... 16

2.2.4 Teks dan Konteks dalam Pemakaian Bahasa ... 18


(15)

2.2.6 Analisis Fase... 26

2.2.6.1 Konsep Teori ... 26

2.2.6.2 Fase atau Fungsi Makro ... 29

2.2.6.3 Sub-fase atau Fungsi Mikro ... 30

2.2.7 Metafungsi Bahasa ... 38

2.2.8 Modalitas ... 40

2.2.8.1 Konsep teori ... . 40

2.2.8.2 Jenis Modalitas (Types of Modality)... 41

2.3 Penelitian Terdahulu... 46

2.4 Konstruk Analisis Penelitian .... ... 56

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

3.1 Pendahuluan ... 57

3.2 Jenis Penelitian ... 57

3.3 Data dan Sumber Data ... 59

3.4 Pengumpulan Data ... 60

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... ... 62

4.1 Pendahuluan ... 62

4.2 Temuan Penelitian Fase dan Subfase... 63

4.3 Temuan Penelitian Modalitas... 72


(16)

BAB IV V SIMPULAN DAN SARAN ... 94

5.1 Simpulan ... ... 94

5.2 Saran... 96


(17)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1 Jenis Fase WKT ... 29

2 Jenis sub-fase WKT ... 31

3 Tipe Fase ... 37

4 Tipe Sub-fase ... 38

5 Modalitas-modalization dan modulation... 42

6 Nilai Modalitas ... 42

7 Jenis dan Nilai Modalitas 43

8 Jenis modalitas dalam dua bahasa: bahasa Inggris dan bahasa Indonesia ... 45

9 Pola fase wacana kepemimpinan teks pidato SBY ... 64

10 Contoh Realisasi Klausa Tipe Fase Teks Pidato Presiden SBY... 65

11 Contoh Realisasi Klausa Sub-Fase Teks Pidato Presiden SBY ... 68

12 Contoh Klausa Modalisasi-Probabilitas ... 75

13 Contoh Klausa Modalisasi-Keseringan ... 76

14 Contoh Klausa Modulasi-Keharusan ... 77

15 Contoh Klausa Modulasi Kecendrungan ... 78

16 Realisasi Fase Teks Pidato Presiden SBY ... 88

17 Hasil Data Fase Teks Pidato Presiden SBY ... 89


(18)

19 Hasil Data Subfase Teks Pidato Presiden SBY ... 91 20 Realisasi Modalitas Teks Pidato Presiden SBY ... 92 21 Hasil Data Modalitas Teks Pidato Presiden SBY ... 93


(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1 Hubungan Konteks dengan Bahasa ... 20 2 Jenis Modalitas ... 44 3 Pengembangan Konstruk Analisis ... 56


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Teks Pidato Presiden SBY HUT Ke-64 RI 2009 ... 104 2 Analisis Data Fase Teks Pidato Presiden SBY

HUT Ke-64 RI 2009 ... 120 3 Analisis Data Sub-Fase dan Modalitas Teks


(21)

ABSTRAK

WACANA KEPEMIMPINAN: ANALISIS FASE DAN MODALITAS

TEKS PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUHOYONO BERDASARKAN PERSPEKTIF LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan fase dan modalitas pada teks pidato Presiden Susilo Bambang Yuhoyono berdasarkan teori Linguistik Fungsional Sistemik (LSF). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Data penelitian adalah bahasa yang digunakan SBY pada Teks Pidato Kenegaraan pada HUT ke-64 RI yang disampaikan oleh Presiden SBY pada saat menjelang ulang tahun negara Republik Indonesia. Dengan demikian korpus data penelitian ini adalah Teks Pidato Kenegaraan yang disampaikan SBY pada HUT ke-64 RI 2009.

Peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam pengumpulan dan penginterpretasian data dengan melakukan kegiatan pemaparan dan deskripsi terhadap objek penelitian. Data dikumpulkan dengan teknik baca, simak dan catat. Analisis data merupakan analisis isi baik dari sudut fase maupun modalitas secara deskriptif. Analisis fase dilakukan menyangkut isi semiotik kontekstual, yang meliputi tipe fase dan sub-fase. Selanjutnya dilakukan analisis modalitas yang meliputi modalisasi dan modulasi.

Berdasarkan hasil analisis fase diperoleh hasil penelitian bahwa dalam teks pidato Presiden SBY pada HUT ke-64 RI tahun 2009 ditemukan fase 162 (39,51 %) dan sub-fase 373 (90,97%). Selanjutnya Berdasarkan hasil analisis modalitas, dalam

teks pidato Presiden SBY tahun 2009 ditemukan modalitas 282 (68,78 %). Temuan penelitian telah menunjukkan bahwa wacana kepemimpinan SBY

diperkaya oleh fase 162 (39,51 %) dan subfase 373 (90,97%). serta modalitas 282 (68,78 %) yaitu modalisasi 172 (42,89%) dan modulasi 110 (27,43%). Fase sebagai tata organisasi teks mendukung wacana kepemimipinan SBY. Dilihat dari struktur fase, makna wacana adalah persoalan menata teks dalam tahap-tahap pencapaian tujuan atau komunikasi sosial yang diharapkan. Struktur fase wacana kepemimpinan yang muncul didominasi oleh pola fase ^Substansi^ dan subfase pola‘Pernyataan (PE)’, struktur yang lazim adalah ucapan-ucapan pernyataan tersebut mencerminkan isi materi yang dibahas. Jika dikaitkan dengan ketentuan yang ada maka susunan fase dan subfase dapat dinyatakan berhasil menyampaikan info komunikatif. Fungsi retoris wacana kepemimpinan adalah bertujuan untuk mempengaruhi masyarakat yang menjadi objek dari proses penyebaran wacana itu, dan menjadi alat untuk kepentingan politik. Selanjutnya, sebagai tindakan antisipatif dan seni retoris yang lazim digunakan dalam komunikasi, maka ketika SBY mengemukakan proposisinya kepada rakyat, beliau menggunakan pertimbangan logis atas tingkat kemungkinan terealisasinya segera pokok-pokok yang diungkapkan dalam teks pidato tersebut, yakni dengan menggunakan modalitas tingkat kemungkinan menengah. Selain itu, SBY cenderung tidak berani menggunakan modalitas probabilitas derajat tinggi (pasti) dalam membuat janji-janjinya kepada rakyat. Sebagai penutur atau pencipta


(22)

teks, wacana kepemimpinan SBY menunjukkan posisi yang tidak lebih tinggi dari pendengarnya. Terlihat adanya kekuatiran dan keraguan.


(23)

ABSTRACT

DISCOURSE OF LEADERSHIP: THE PHASE ANALYSIS AND MODALITY

TEXT OF THE PRESIDENT SUSILO BAMBANG YUDHOYONO’S SPEECH BASED ON THE PERSPECTIVES OF LINGUISTICS SYSTEMIC

FUNCTIONAL

This research is intended to describe the phase and modality in The President Susilo Bambang Yudhoyono’s Speech based on The Perspectives of Linguistics Systemic-Functional (LSF). The method used in this research is descriptive qualitative method. The data of this research is none the less is the language used by SBY during the 64th celebration of Republic of Indonesia’s Independence Day on his National Speech Text. Thus the corpus of the analysis data is the SBY’s National Speech Text on the 64th celebration of Republic of Indonesia’s Independence Day.

The reseacher’s role in this research is beaing the main instrument in collecting and interpreting data by elaborating and describing the object of the research. The data are gathered using techniques such as reading, observing, and notation. The data analysis is the content analysis from the point of view of descriptive phase and modality. The phase analysis is regarding the content of contextual semantics, which comprise of the types of phases and sub-phases. Moreover the modality analysis covers modalitation and modulation.

Based on the result of phase analysis, the researcher found that in the 2009 SBY’s National Speech Text on the 64th celebration of Republic of Indonesia’s Independence Day contained 162 phases (39,51 %) and 373 sub-phases (90,97%). Moreover based on modality analysis, in the SBY’s National Speech Text on the 64th celebration of Republic of Indonesia’s Independence Day is 282 modalities (68,78 %).

The research findings show that SBY’s Discourse of Leadership is enriched by 162 phases (39,51 %) and 373 sub-phases (90,97%). Also 282 modalities (68,78 %), which are 172 modalitation (42,89%) and 110 modulation (27,43%). Phase as the text’s organization order supports the SBY’s Discourse of Leadership. Viewed from the phase structure, the point of the discourse is a matter of organizing text in order to achieve the expected purpose performance and social communication. The emerging phase structure of the Discourse of Leadership is dominated by ^subtantion^ phase pattern and sub-phase’s ‘statement pattern (SP)’, the common structures are the utterances and statements used to interpret the content of the speech. If we relate them to the concerned rules, thus the organization of phases and sub-phases can be stated as successful in accomplishing the communicative information. The rhetoric function of the discourse of leadership is intended to influence the society as the object of the discource, also as means of political interests. Moreover, as anticipative action and the art of using common rhetoric used in communication, thus SBY elaborates his propotitions to his people, he uses logical considerations in order to immediate realizing of the points of the speech text, which is using a middle stage probability modality. In addition, SBY tend to not using the


(24)

high probability modality (definitive) in making promises to his people. As a speaker, the SBY’s discourse of leadership shows that his position is not higher than his audience. In other words, we could sense an amount of doubts and worries in his statements.


(25)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Melalui bahasa, manusia membangun gambaran mental untuk memaknai kenyataan yang terjadi di dalam kehidupan pribadinya maupun antara anggota masyarakat di lingkungannya. Bahasa juga membantu manusia membentuk suatu kelompok sosial, memenuhi kebutuhannya untuk dapat hidup bersama di lingkungan masyarakat dan menjadi sebuah sarana akulturasi, kesadaran diri, ekspresi, perasaan, sikap dan pikiran atau gagasan tertentu termasuk di dalamnya sebagai amalan bagi sebuah kepemimpinan, kekuasaan maupun praktik-praktik sosial lainnya.

Disadari bahwa fungsi utama bahasa adalah sebagai sarana komunikasi, karena satu-satunya alat ekspresi dan alat realisasi makna dalam komunikasi verbal adalah bahasa. Dalam hal ini fungsi bahasa yang utama adalah melakukan sesuatu yaitu sarana penyampaian makna dari penutur kepada pendengar.

Dalam sistem semiotik, fungsi bahasa dapat dibedakan atas fungsi informatif dan fungsi interaksional. Dengan fungsi informatif, bahasa dalam teks bertugas untuk melakukan transaksi. Selanjutnya, dengan fungsi interaksional bahasa bertugas untuk menjaga hubungan sosial dan sikap pribadi selama proses komunikasi itu berlangsung. Konsep semiotik sosial merupakan hubungan manusia dengan


(26)

lingkungan manusia lainnya melalui interaksi sosial yang direalisasikan dengan makna. Bahasa yang dipergunakan oleh manusia sesungguhnya untuk memahami, menjembatani, dan mengkomunikasikan hal-hal yang berhubungan dengan pengalaman sosial manusia itu sendiri. Bahasa memang merupakan salah satu penerjemahan yang dapat dipahami mengenai realitas kehidupan. Hal ini membuktikan pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia sebagai alat komunikasi.

Komunikasi tersebut mengandung teks yang lengkap yaitu sesuatu untuk dibicarakan. Teks selalu berdampingan dengan “konteks” yang akan memberikan wawasan yang lebih dalam terhadap bagaimana makna dikaitkan dengan tuturan bahasa. Teks dan konteks tidak dapat dipisahkan, karena keduanya merupakan dua hal dari proses yang sama. Perpaduan teks dan konteks lebih lanjut disebut wacana. Artinya, sebuah teks disebut wacana berkat adanya konteks.

Dari sini dapat dipahami bahwa wacana sesungguhnya adalah komunikasi. Argumentasi ini didasarkan pada pemikiran bahwa suatu komunikasi ditandai atau ditentukan oleh kehadiran wacana yang mengijinkan komunikasi dapat berjalan. Akan tetapi, patut disadari bahwa komunikasi bersifat multidimensi sebagaimana ia hadir pada wilayah komunikasi yang beragam. Dengan demikian memahami makna suatu wacana itu, tidak bisa dilepaskan dari hanya pemahaman tentang wacana itu tersendiri, namun juga harus memahami tentang konteks yang menyertai wacana tersebut.


(27)

Salah satu bentuk wacana yang sering mendapat kajian dari berbagai aspek adalah teks pidato. Dalam penelitian ini peneliti mengangkat Teks Pidato Presiden SBY untuk diteliti. Teks ini lebih lanjut disebut sebagai “Wacana Kepemimpinan SBY”. Teks pidato dalam konteks komunikasi, disebut sebagai wacana lisan yang dituliskan. Sebagai teks pidato Presiden nuansa makna dan realisasi wacana kepemimpinan tersebut memperlihatkan kajian strategis dan politis, yang memuat situasional (register) yang berkaitan dengan pemerintahan. Segala sesuatu yang diungkapkan dalam wacana kepemimpinan menghegemoni baik itu secara kultural maupun secara ideologis. Dalam hal ini, wacana menjadi distributor bagi situasional, budaya dan ideologi atau bahkan doktrin tertentu sehingga perilaku aktual orang di bawah kepemimpinannya menjadi sesuai dengan keinginannya. Tujuan penggunaan wacana bagi suatu kepemimpinan adalah untuk mempengaruhi objek yang dipimpin. Setiap wacana membawa register (situasional), budaya dan ideologi (Sinar, 2004), pada akhirnya wacana akan berperan sebagai distributor dan akan mempengaruhi beragam bentuk representasi sosial dalam masyarakat.

Kenyataan umum dalam wacana kepemimpinan, pemimpin negara menggunakan pidatonya sebagai alat bagi kepentingan pemimpin, hegemoni, dominasi budaya dan ilmu pengetahuan. Wacana kepemimpinan didistribusikan ke tengah masyarakat secara strategis melalui media, baik itu media cetak maupun elektronik. Dengan distribusi ini kepemimpinan dapat ditegakkan, dilaksanakan dan memiliki pengaruh bagi masyarakat yang dipimpinnya.


(28)

Dalam penelitian wacana kepemimpinan ini, peneliti memandang teks dan makna selalu seiring dan tidak dapat dipisahkan. Artinya memahami makna teks wacana kepemimpinan tidak bisa difokuskan hanya pada pemahaman tentang teks itu sendiri, tetapi juga difokuskan terhadap pemahaman tentang konteks yang menyertai teks tersebut. Secara harfiah dijelaskan bahwa satu pengertian bahasa terhadap konteks sosial, kaidah leksikogramatika perlu disetalikan dengan sistem-sistem linguistik lain yang terealisasi secara semantik dan fonologi serta dengan konteks sosial. Dalam penelitian ini, peneliti menyetalikan faktor bahasa dalam hal ini penulis memilih modalitas dengan faktor konteks yaitu fase. Adanya petunjuk bahwa penyetalian ini merupakan interaksi sosial saling bertukar pengalaman dan tahapan-tahapan dalam kehidupan di dalam bahasa. Dalam hal ini, penelitian wacana kepemimpinan ini dibedah dengan analisis Linguistik Sistemik Fungsional. Demikian halnya sesuatu yang menjadi dasar perkembangan sistem makna terhadap wacana kepemimpinan juga dijelaskan melalui Linguistik Sistemik Fungsional dengan orientasi fase dan modalitas.

Young (1990) menyatakan wujud fase terletak pada tataran metafungsi bahasa dan kaitannya dengan konteks sosial pada aspek situasional (register). Menurut Sinar (2003) konteks fase dideskripsikan sebagai kegiatan linier, dinamis dan berproses. Fase sebagai kegiatan linier, dinamis dan berproses berbeda dengan struktur skematika genre dalam berproses diwujudkan secara statis terhadap tahapan-tahapan yang dilalui yaitu pendahuluan, pertengahan, dan penutup. Istilah fase digunakan sebagai komponen konsep dalam lingkup semiotik wacana yang mempunyai posisi


(29)

pada tataran register sebagai konfigurasi sumber makna linguistik bagi setiap penutur dalam suatu budaya. Penutur atau penulis wacana secara spesifik terikat kepada situasi generik dan fase digunakan untuk mencirikan instansiasi yang dinamis dari pilihan-pilihan register dalam mengejawantahkan wacana.

Selanjutnya modalitas (modality) wujudnya terletak pada tataran metafungsi bahasa (interpersonal) dan kaitannya dengan konteks sosial pada aspek situasional (register) yang berada dalam semantik wacana (discourse semantics). Menurut Saragih (2001: 79) modalitas adalah pandangan, pendapat pribadi, sikap atau komentar pemakai bahasa terhadap paparan pengalaman yang disampaikannya dalam interaksi.

Dalam kaitan dengan fase dan modalitas, peneliti memilih pidato Presiden SBY untuk dianalisis, dijelaskan dan didiskusikan. Alasan memilih teks ini ada 2 hal. Yang pertama seorang pemimpin negara atau seorang presiden sebagai kepala pemerintahan dalam melaksanakan program-program pemerintahannya berorientasi untuk mencapai tujuan negara yaitu menjadi negara yang adil dan makmur. Sehingga kajian fase wacana kepemimpinan seorang pemimpin negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kepala pemerintahan menjadi penting diteliti untuk menjelaskan kaedah konfigurasi dinamika struktur komunikasi pidato Presiden SBY.Yang kedua, Secara modalitas, teks pidato sebagai interaksi Presiden SBY kepada masyarakat bangsa Indonesia merupakan representasi wacana kepemimpinan yang merupakan alat penguatan untuk mempengaruhi objek yang dipimpin karena wacana kepemimpinan membawa ideologi tersendiri, berupa pandanga, pendapat,


(30)

sikap, atau komentar Presiden SBY terhadap ungkapan pengalamannya yaitu bentuk representasi sosial dalam masyarakat.

B

Beerrhhuubbuunnggaann ddeennggaann dduuaa pprraaddiiggmmaa ddii aattaass,, ddeennggaann mmeellaakkuukkaann aannaalliissiiss wwaaccaannaa k

keeppeemmiimmppiinnaann prpreessiiddeenn SBSBYY,, ppeenneelliittii mamammppuu mememmbbeebbeerrkkaann tetekkss pipiddaattoo PPrreessiiddeenn S

SBBYY aappaa adadaannyyaa mumuaattaann iimmpplleemmeennttaassii,, kekebbeerrhhaassiillaann bebelliiaauu memewwuujjuuddkkaann cicittaa--cciittaa n

naassiioonnaall.. PePemmaahhaammaann tetennttaanngg hhaall didimmaakkssuudd jejellaass sasannggaatt bbeerrgguunnaa sseebbaaggaaii p

peerrttiimmbbaannggaann babaggii bbaannggssaa aattaauu rraakkyyaatt InInddoonneessiiaa uunnttuukk mmeemmbbeerrii dduukkuunnggaann,, aapprreessiiaassii a

attaauu mmeemmbbeerrii kkrriittiikk tteerrhhaaddaapp PPrreessiiddeenn SSBBYY ddaallaamm mmeewwuujjuuddkkaann cciittaa--cciittaa nnaassiioonnaall.. B

Beerrddaassaarrkkaann kakajjiiaann sisittuuaassiioonnaall atataass ffeennoommeennaa wwaaccaannaa kekeppeemmiimmppiinnaann s

seebbaaggaaiimmaannaa didibbeerriikkaann ppaaddaa lalattaarr bebellaakkaanngg ddii atataass,, ananaalliissiiss fafassee dadann momoddaalliittaass t

teerrhhaaddaapp wwaaccaannaa kkeeppeemmiimmppiinnaann PPrreessiiddeenn SSBBYY mmeennjjaaddii uurrggeenn.. PPeenneelliittii mmeemmiilliihh jjuudduull “

WaWaccaannaa KeKeppeemmiimmppiinnaann:: AnAnaalliissiiss FFaassee dadann MoModdaalliittaass TeTekkss PiPiddaattoo PPrreessiiddeenn SSBBYY b

beerrddaassaarrkkaann PPeerrssppeekkttiiff LLiinngguuiissttiikk FFuunnggssiioonnaall SSiisstteemmiikk””. . AAddaappuunn tteekkss ppiiddaattoo pprreessiiddeenn h

haannyyaa didibbaattaassii papaddaa tetekkss HUHUTT keke--6644 RIRI 20200099 yayanngg didissaammppaaiikkaann oolleehh PPrreessiiddeenn SSBBYY p

paaddaa sasaaatt memennjjeellaanngg ululaanngg tatahhuunn nneeggaarraa ReReppuubblliikk InInddoonneessiiaa,, teteppaattnnyyaa sasattuu hhaarrii s

seebbeelluumm tatannggggaall ululaanngg tatahhuunn kekemmeerrddeekkaaaann.. PePemmiilliihhaann tteekkss pipiddaattoo kekemmeerrddeekkaaaann RRII 2

2000099,, kkaarreennaa tteekkss tteerrsseebbuutt mmeerreefflleekkssiikkaann sesejjaarraahh dadann peperrjjuuaannggaann babannggssaa InInddoonneessiiaa.. D

Daallaamm ppiiddaattoo tteerrsseebbuutt,, bbaannggssaa IInnddoonneessiiaa ddiiaajjaakk uunnttuukk mmeennggiinnggaatt kkeemmbbaallii sseejjaarraahh ddaann p

peerrjjuuaannggaann babannggssaa,, seserrttaa mmeemmoottiivvaassii ppeerrjjaallaannaann ddaann kkeemmaajjuuaann kkeehhiidduuppaann bbaannggssaa I


(31)

1

1..22 RRuummuussaannMMaassaallaahh

Penelitian ini dimaksudkan untuk memaknai perilaku semiotik Presiden SBY yang terepresentasi dalam teks pidato HUT ke-64 RI 2009 yang menjadi data penelitian. Dengan demikian masalah penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.

1

1.. BBaaggaaiimmaannaa ststrruukkttuurr fafassee wawaccaannaa kekeppeemmiimmppiinnaann tetekkss pipiddaattoo PPrreessiiddeenn SSBBYY H

HUUTT kkee--6644 RRII 22000099?? 2

2.. BBaaggaaiimmaannaa ssttrruukkttuurr mmooddaalliittaass wwaaccaannaa kkeeppeemmiimmppiinnaann tteekkss ppiiddaattoo PPrreessiiddeenn S

SBBYY HHUUTT kkee--6644 RRII 22000099?? 3

3.. MMeennggaappaa teterrjjaaddii rerepprreesseennttaassii mamakknnaa fafassee ddaann momoddaalliittaass sseebbaaggaaiimmaannaa d

diitteemmuukkaann ddaallaamm wwaaccaannaa kkeeppeemmiimmppiinnaann tteekkss ppiiddaattoo PPrreessiiddeenn SSBBYY HHUUTT kkee- -6

644 RRII 22000099??

1

1..33 TTuujjuuaannPPeenneelliittiiaann

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1

1.. MeMennddeesskkrriippssiikkaann ssttrruukkttuurr fafassee wawaccaannaa kkeeppeemmiimmppiinnaann tetekkss pipiddaattoo PPrreessiiddeenn S

SBBYY HHUUTT kkee--6644 RRII 22000099.. 2

2.. MeMennddeesskkrriippssiikkaann ssttrruukkttuurr momoddaalliittaass wawaccaannaa kekeppeemmiimmppiinnaann tetekkss pipiddaattoo P

Prreessiiddeenn SSBBYY HHUUTT kkee--6644 RRII 22000099.. 3

3.. MeMennddeesskkrriippssiikkaann mamakknnaa ffaassee dadann momoddaalliittaass wawaccaannaa kekeppeemmiimmppiinnaann tetekkss p


(32)

1.4 Manfaat Penelitian

Temuan penelitian ini diharapkan memiliki manfaat teoritis dan praktis. Secara teoritis, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Memperluas aplikasi kajian LFS terhadap teks atau wacana berbahasa Indonesia karena sebagian besar kajian LSF diterapkan dalam teks berbahasa Inggris.

2. Memberikan pemahaman analisis fase pada teks pidato berdasarkan persfektif LSF.

3. Memberikan pemahaman analisis modalitas pada teks pidato berdasarkan persfektif LSF.

4. Memberikan sumbangan pemikiran LSF terhadap teks pidato Presiden RI. 5. Menjadi rujukan yang dapat diperluas untuk mengkaji berbagai wacana atau

teks lainnya.

Secara praktis manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian ini dapat memberi pemahaman bagi masyarakat Indonesia bagaimana perilaku semiotik Presiden SBY, yang perilaku semiotik ini mencerminkan tindakan seorang presiden dalam menjalankan fungsinya sebagai kepala negara dalam mewujudkan pembangunan di berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Pemahaman ini juga dapat melihat perkembangan keadaan dan kegiatan penyelenggaraan negara dan pemerintahan oleh lembaga kepresidenan,


(33)

sehingga masyarakat bisa mengkritisi kebijakan presiden yang tidak sinkron.

1.5 Klarifikasi Istilah

a. Analisis wacana: adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam komunikasi bahasa secara terpadu dalam arti tidak terpisah-pisah, semua unsur bahasa terikat pada konteks pemakaian bahasa.

b. Fase (phasal): wujudnya terletak pada tataran metafungsi bahasa (tekstual) dan kaitannya dengan konteks sosial pada aspek situasional (register) yang berada dalam sarana (mode).

c. Ideologi: konstruksi atau konsep sosial yang menentukan apa seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan seseorang sebagai anggota masyarakat

d. Klausa: unit tata bahasa tertinggi yang sekaligus membawa ketiga metafungsi e. Konteks: segala sesuatu yang mendampingi (pemakaian) bahasa atau teks

yang terdiri atas konteks ideologi, konteks budaya, dan konteks situasi.

f. Konteks budaya: aktivitas sosial terharap untuk mencapai suatu tujuan. Dengan pengertian ini konteks budaya mencakup tiga hal, yaitu 1) batasan kemungkinan ketiga unsur konteks situasi, 2) tahap yang harus dilalui dalam satu interaksi sosial, 3) tujuan yang akan dicapai dalam interaksi sosial.

g. Konteks situasi: satu unsur konteks sosial yang terdiri atas apa yang dibicarakan, siapa membicarakan suatu, dan bagaimana interaksi dilakukan.


(34)

h. LSF: teori linguistik sistemik fungsional yang memfokuskan pada kajian linguistik tentang makna dan semua makna merupakan fungsi dalam teks. i. Metafungsi bahasa: diartikan sebagai fungsi bahasa dalam pemakaian bahasa

oleh penutur bahasa yang terdiri atas memaparkan pengalaman (Ideasional

function), mempertukarkan pengalaman (interpersonal function), dan

merangkai pengalaman (textual function).

j. Modalisasi: pandangan atau pendapat pribadi pemakai bahasa terhadap proposal dalam suatu interaksi.

k. Modalitas (modality): pandangan, pertimbangan atau pendapat pribadi pemakai bahasa terhadap makna paparan pengalaman dalam klausa yang disampaikannya dalam interaksi. Wujud modalitas terletak pada tataran metafungsi bahasa (interpersonal) dan kaitannya dengan konteks sosial pada aspek situasional (register) yang berada dalam semantik wacana (discourse

semantics).

l. Modulasi: pandangan atau pendapat pribadi pemakai bahasa terhadap proposal dalam suatu interaksi.

m. Semiotik denotatif: memiliki arti dan bentuk. Dalam pemakaian bahasa semiotik denotatif terbentuk atas arti (semantics), tata bahasa (lexicogrammar), dan bunyi (phonology) atau tulisan (graphology). Semiotik denotasi bahasa direalisasikan tata bahasa dan tatabahasa direalisasikan oleh bunyi (fonologi) dalam bahasa lisan atau tulisan (grafology) dalam bahasa tulisan.


(35)

n. Semiotik konotatif: semiotik yang memiliki arti, tetatpi tidak memiliki ekspresi atau bentuk. Oleh karena itu, semiotik konotatif meminjam atau menggunakan ekspresi atau semiotik bentuk lain, yaitu; konteks situasi, konteks budaya, konteks ideologi.

o. Teks: dibatasi sebagai unit bahasa yang fungsional dalam konteks sosial. Dengan demikian teks adalah unit arti (semantik).

p. Wacana: merupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan koheren, yang dibentuk oleh unsur-unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.

q. Wacana kepemimpinan: nuansa makna dan realisasinya yang terkait dengan kajian strategis dan politis, segala sesuatu yang dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain.


(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Pendahuluan

Untuk mendekati permasalahan sehubungan dengan variabel penelitian ini ada beberapa teori yang dianggap relevan yang akan digunakan. Kerangka teori dimaksud yaitu: linguistik sistemik fungsional, analisis wacana, wacana sebagai media komunikasi, teks dan konteks dalam pemakaian bahasa, wacana kepemimpinan, analisis fase, metafungsi bahasa, dan modalitas. Teori-teori tersebut lebih lanjut dijelaskan berikut ini.

2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Linguistik Sistemik Fungsional

Dalam teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) bahasa adalah sistem arti dan sistem lain seperti sistem bentuk dan ekspresi untuk merealisasikan arti tersebut (Saragih, 2006:1). LSF memiliki konsep bahwa bahasa merupakan fenomena sosial dan wujud sebagai semiotik sosial dan bahasa merupakan teks yang saling menentukan dan merujuk dengan konteks sosial. Bahasa dalam interaksi sosial terdiri atas tiga unsur yaitu arti (semantics atau discourse semantics), bentuk (lexicogrammar) dan ekspresi (phonology/graphology). Semiotik sosial menganalisis


(37)

bahasa, wacana atau teks merupakan sebuah aktivitas semiotik. Semiotik pemakaian bahasa terdiri dari semiotik denotatif dan semiotik konotatif.

Semiotik denotatif memiliki arti dan bentuk. Dalam pemakaian bahasa semiotik denotatif terbentuk dalam hubungan antar strata (level) aspek bahasa yang terdiri atas arti (semantics), tata bahasa (lexicogrammar), dan bunyi (phonology) atau tulisan (graphology). Semiotik denotatif bahasa menunjukan bahwa arti direalisasikan oleh bentuk yang selanjutnya direalisasikan oleh ekspresi. Semiotik denotasi bahasa menunjukan bahwa semantik direalisasikan tata bahasa dan tatabahasa direalisasikan oleh bunyi (fonologi) dalam bahasa lisan atau tulisan (grafology) dalam bahasa tulisan.

Semiotik konotatif hanya memiliki arti dan tidak memiliki bentuk. Sinar (2008) menyebutkan dalam pemakaian bahasa semiotik konotatif terdapat dalam hubungan bahasa dengan konteks sosial yang terdiri atas ideologi, konteks budaya (context of culture) dan konteks situasi (register). Saragih (2006) sebagai semiotik konotatif, konteks sosial membentuk strata dengan ideologi menempati strata tertinggi yang memiliki sifat abstrak dan kemudian diikuti oleh budaya dan konteks situasi. Semiotik konotatif pemakaian bahasa menunjukan bahwa ideologi tidak memiliki bentuk dan meminjam budaya sebagai bentuknya. Ideologi direalisasikan oleh budaya yang juga tidak memiliki bentuk dan budaya direalisasikan oleh konteks situasi. konteks situasi meminjam semiotik yang berada dibawahnya yaitu bahasa. Bahasa sebagai semiotik sosial adalah bahasa berfungsi di dalam konteks sosial atau bahasa fungsional di dalam konteks sosial.


(38)

2.2.2 Analisis Wacana

Analisis wacana muncul sebagai suatu reaksi terhadap linguistik murni yang tidak bisa mengungkap hakikat bahasa secara sempurna. Dalam hal ini para pakar analisis wacana mencoba untuk memberikan alternatif dalam memahami hakikat bahasa tersebut. Analisis wacana mengkaji bahasa secara terpadu dalam arti tidak terpisah-pisah, semua unsur bahasa terikat pada konteks pemakaian bahasa (Darma: 2009: 15). Oleh karena itu, analisis wacana sangat penting untuk memahami hakikat bahasa dan prilaku berbahasa.

Analisis wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam komunikasi (Darma, 2009:15). Stubbs (1983:1) mengatakan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik lisan atau tulis. Selanjutnya Stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankan kajiannya pada penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam penggunaan bahasa antar penutur. Jadi, jelasnya analisis bertujuan untuk mencari keteraturan bukan kaidah. Yang dimaksud dengan keteraturan, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan keberterimaan penggunaan bahasa di masyarakat secara realita dan cenderung tidak merumuskan kaidah bahasa seperti dalam tata bahasa.


(39)

Cutting (2002: 1) mengatakan bahwa analisis wacana merupakan pendekatan yang mengkaji relasi antara bahasa dengan konteks yang melatarbelakanginya. Dengan demikian, analisis wacana mampu membawa kita mengkaji latar sosial dan latar budaya penggunaan suatu bahasa. Dengan kata lain, analisis wacana mampu meneliti bahasa lebih dari sekedar menggambarkannya, tetapi dapat pula membantu kita memahami aturan-aturannya yang menjadi bagian dari pengetahun pengguna bahasa yang tercermin dalam komunikasi sehari-harinya (Paltridge, 2000).

Samsuri (1998:81) mengungkapkan bahwa wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, baik lisan maupun tulis, yang dapat bersifat transaksional apabila mementingkan isi atau bersifat interaksional apabila mementingkan hubungan timbal balik. Apapun bentuk dan sifatnya, wacana selalu mengasumsikan adanya penyapa dan pesapa. Selanjutnya Brown dan Yule (1996:1) mendeskripsikan fungsi bahasa ke dalam dua istilah. Fungsi bahasa untuk mengungkapkan ”isi” dideskripsikan sebagai transaksional, dan fungsi bahasa yang terlibat dalam pengungkapan hubungan-hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi dideskripsikan sebagai interaksional. Dalam fungsi bahasa sebagai transaksional, pembicara (atau penulis) memandang bahasa sebagai sesuatu yang berperan dalam penyampaian informasi yang efektif. Jadi, bahasa yang dipakai dalam situasi seperti itu lebih berorientasi pada pesan. Dalam fungsi bahasa sebagai interaksional, pembicara (atau penulis) memandang bahasa sebagai sesuatu yang digunakan untuk memantapkan dan memelihara hubungan-hubungan sosial.


(40)

Analisis wacana dalam konteks sosial diartikan sebagai praktik pemakaiannya. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subjek, dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya. Analisis wacana digunakan untuk menemukan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan, atau oleh penulis dalam wacana tulis, dan juga mengkaji bagaimana bahasa menjadi penuh makna dan padu bagi pemakainya. Selain itu lewat analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih dapat melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks.

2.2.3 Wacana sebagai media komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan, ide atau gagasan dari satu pihak ke pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya. Pada umumnya komunikasi dilakukan dengan menggunakan bahasa (lisan dan tulis) yang dapat dimengerti oleh kedua pihak.

Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi adalah bahasa lisan dan tulis. Komunikasi dapat berupa interaktif dan transaktif. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi komunikasi hanya akan efektif apabila disampaikan merangkum komponen komunikasi.


(41)

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik. Komponen tersebut antara lain sebagai berikut (Darma, 2009: 9).

1. Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengumumkan pesan kepada pihak lain (addressor).

2. Penerima atau komunikan (receiver) adalah pihak yang menerima pesan (addresser) dari pihak lain.

3. Pesan (message) adalah isi atau maksud ang disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.

4. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerima pesan atau isi pesan yang disampaikan.

Jika dilihat dari fungsi wacana sebagai media komunikasi, wujud wacana itu dapat berupa rangkaian tuturan lisan maupun tulisan. Wacana di dalam kehidupan memiliki pengertian yang mendalam. Menurut Fairlouch (1995), wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu. Menurut Fiske (1990) wacana harus diartikan sebagai suatu pernyataan atau ungkapan yang lebih mendalam dan menurut Eriyanto (2005) wacana berkaitan erat dengan kegiatan komunikasi yang subtansinya tidak terlepas dari kata, bahasa, atau ayat. Selanjutnya menurut Darma (2009) wacana merupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal yang disajikan secara


(42)

teratur, sistematis, dalam satu kesatuan koheren, yang dibentuk oleh unsur-unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.

Jadi, wacana adalah proses komunikasi yang menggunakan simbol-simbol, yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Melalui pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti kata-kata, frase, kalimat, gambar, dan lain-lain, tidak bersifat netral dan steril. Eksistensinya ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya, konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas yang melatarbelakangi keberadaannya, dan lain-lain.

2.2.4 Teks dan Konteks dalam Pemakaian Bahasa

Teks merupakan hasil proses wacana. Di dalam proses tersebut, terdapat nilai-nilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain. Dengan demikian memahami makna suatu teks itu, tidak bisa dilepaskan dari hanya pemahaman tentang teks itu tersendiri, namun juga harus memahami tentang konteks yang menyertai teks tersebut. Jika salah dalam menafsirkan konteksnya maka pemahaman makna dan pesan teks akan terhambat. Perpaduan teks dan konteks disebut wacana. Artinya, sebuah teks disebut wacana berkat adanya konteks.

Aminuddin (2000: 4) menyatakan bahwa wacana adalah keseluruhan unsur-unsur yang membangun perwujudan paparan bahasa dalam peristiwa komunikasi. Wujud kongkretnya dapat berupa tuturan lisan (spoken discourse) maupun teks


(43)

tertulis (written texts). Ruang lingkup analisis wacana selain merujuk pada wujud objektif paparan bahasa berupa teks, juga berkaitan dengan dunia acuan konteks.

Pada pihak lain, Sumarlam (2005: 47) menyatakan bahwa konteks wacana adalah aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi sebuah wacana. Berdasarkan pengertian tersebut, maka konteks wacana secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu konteks bahasa dan konteks luar bahasa. Halliday dan Hasan (1992: 14) menandai konteks bahasa / koteks itu sebagai konteks internal wacana (internal discourse context) sedangkan segala sesuatu yang melingkupi wacana, baik konteks situasi maupun konteks budaya sebagai konteks eksternal wacana (external discourse contex ).

Senada dengan uraian di atas, Saragih dalam Persfektif LFS (2006: 4), juga memaparkan bahwa konteks merupakan wahana terbentuknya teks. Tidak ada teks tanpa konteks. Konteks mengacu pada segala sesuatu yang mendampingi teks. Konteks mencakup, yakni (1) konteks linguistik/ konteks internal dan (2) konteks sosial / konteks eksternal.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konteks adalah segala sesuatu yang melingkupi teks. Teks dan konteks merupakan sesuatu yang selalu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Makna yang terealisasi dalam teks merupakan hasil interaksi pemakai bahasa dengan konteksnya, sehingga konteks merupakan wahana terbentuknya teks.


(44)

Dengan batasan diatas, dapat dipahami bahwa konteks memiliki dua bentuk :(1) Konteks Linguistik/konteks internal (konteks bahasa / koteks)(2) Konteks sosial/konteks eksternal (konteks luar bahasa).

a) Konteks Linguistik

Konteks Linguistik mengacu kepada unit linguistik lain yang mendampingi satu unit yang sedang dibicarakan. Unit linguistik lain yang mendampingi suatu unit linguistik yang sedang dibicarakan sering juga disebut konteks internal atau koteks (cotext). Dikatakan konteks internal karena konteks ini berada di dalam dan merupakan bagian dari teks yang dibicarakan.

b) Konteks Sosial

Konteks sosial mengacu pada sesuatu di luar yang tertulis atau terucap, yang mendampingi bahasa atau teks dalam peristiwa pemakaian bahasa atau interaksi sosial. Konteks ini disebut juga konteks eksternal. Konteks sosial ini terbagi dalam tiga kategori, yaitu konteks situasi, konteks budaya, dan konteks ideologi (Martin, 1992). Konteks yang dekat kepada teks disebut lebih konkret atau nyata dan konteks yang lebih jauh dari teks disebut konteks abstrak (Saragih, 2003:193). Bagaimana hubungan bahasa dengan konteks digambarkan berikut ini.


(45)

Gambar 1: Hubungan Konteks dengan Bahasa (adaptasi dari Martin, 1992) Saragih (2006) konteks yang paling konkret adalah konteks situasi karena konteks ini langsung berhubungan dengan bahasa atau teks. Dengan kata lain, konteks situasi adalah jembatan konteks sosial kepada bahasa. Konteks yang sangat abstrak adalah konteks ideologi karena unsur ini paling jauh dari teks. Antara konteks situasi dan konteks ideologi terdapat konteks budaya. Semua konteks menggunakan bahasa sebagai alat realisasinya, sehingga untuk dapat memahami makna suatu bahasa, sesorang harus dapat mengenal semua konteks tersebut. Konteks situasi dalam pandangan Halliday (1978) terdiri dari tiga komponen yaitu ‘medan’(field), ‘pelibat’(tenor), ‘sarana’ (mode). Medan (field) wacana menunjuk pada hal yang sedang terjadi, pada sifat tindakan sosial yang sedang berlangsung, apa sesungguhnya yang sedang disibukkan oleh pelibat, yang di dalamnya bahasa ikut serta sebagai

Konteks Ideologi (Ideology)

Konteks Budaya (Culture)

Konteks Situasi (Register)

Teks atau Bahasa


(46)

unsur pokok tertentu. Pelibat (tenor) wacana menunjuk pada orang-orang yang mengambil bagian, pada sifat para pelibat, kedudukan dan peranan mereka. Sarana (mode) wacana menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa, hal yang diharapkan oleh para pelibat diperankan bahasa dalam situasi itu; organisasi simbolik teks, kedudukan yang dimilikinya, dan fungsinya dalam konteks termasuk salurannya (Halliday dan Hasan, 1992 : 16). Halliday (1994) menyatakan bahwa konteks situasi terdiri dari tiga komponen, yaitu field (medan), participant (pelibat), dan mode (sarana). Dengan pengertian tersebut Saragih (2006: 194) menyatakan bahwa unsur konteks situasi terjadi tiga komponen yaitu apa (medan atau isi) yang dibicarakan, siapa (pelibat atau orang) yang membicarakan suatu bahasan– pelaku atau tepatnya peran interaksi antara yang terlibat dalam penciptaan teks, dan yang terakhir bagaimana (sarana atau cara) pembicara ini dilakukan. Berdasarkan uraian Saragih dapat dibuat contoh sebagai berikut: misalnya, sebuah pidato yang membicarakan tentang hari ulang tahun negara (medan atau isi) yang melibatkan seorang Presiden (pelibat atau orang) upacara kenegaraan dengan interaksi satu arah saja (sarana atau cara). Dari contoh di atas dapat diketahui bahwa apa (medan atau isi) yang dibicarakan adalah tentang HUT RI, dibicarakan oleh pelibat yaitu seorang Presiden dengan cara penyampaian interaksi satu arah, karena yang digunakan pelibat adalah pidato yang dilaksanakan pada upacara kenegaraan.


(47)

Menurut KBBI (2005) kepemimpinan adalah perihal pemimpin; cara memimpin. Menurut Aman (2006) kepemimpinan adalah salah satu aspek kehidupan sosial yang penting dan senantiasa mendapat keutamaan manusia. Dalam setiap masyarakat dan organisasi sama ada dari tahap terkecil hinggalah ke tahap paling besar secara wajar timbul dua kelompok yang berbeda peranan sosialnya, yaitu pemimpin sebagai golongan kecil yang terpilih dan sebagian besar kelompok yang dipimpin.

Kepemimpinan dalam masyarakat sangat penting karena menjadi bagian utama bahwa kestabilan, keharmonisan, dan kesejahteraan suatu masyarakat bergantung pada pemimpinnya (Kartodirdjo, 2004). Kepemimpinan merupakan proses interaksi antara seseorang (pemimpin) dengan sekelompok orang yang menyebabkan orang seorang atau kelompok berbuat yang sesuai dengan kehendak pemimpin (Nawawi,1993:72). Pemimpin adalah tangan yang berperan membina dan membimbing suatu bangsa dan sebuah negara. Jatuh dan bangun suatu bangsa dan negara tergantung pada pemimpinnya. Menurut Fairlouch (2000) the prominence of

leaders in political process has increased.

Memimpin negara merupakan salah satu proses sosial yang penting. Dalam proses kepemimpinan, peranan bahasa menjadi alat untuk kepentingan politik. Hal ini sesuai dengan pandangan Fairlouch (2000) sesungguhnya bahasa senantiasa penting dalam politik, yang sebagiannya merupakan kepemimpinan.

Selain itu, bagi melaksanakan tugas dalam struktur sosial, seorang pemimpin perlu membawa fungsi menguasai, mengatur, membimbing, dan mengawasi agar


(48)

tujuan kenegaraan tercapai serta terjaga nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang dipimpinnya. Kepemimpinan bukan sekedar satu peranan, namun memiliki peranan yang kompleks dalam interaksi sosial. Di dalam kepemimpinan terdapat interaksi antara seorang yang dinamakan pemimpin dengan masyarakat pengikutnya.

Jika sebuah kepemimpinan berhubungan langsung dengan kepembimbingan, kepenuntunan dan segala upaya mengarahkan sumber daya manusia ke arah yang diinginkan, maka kepemimpinan dengan sendirinya telah menjadi sarana pengendalian. Kepemimpinan merupakan kata bentukan dengan makna konotasi sebagai penuntunan orang sesuai keinginan. Kepemimpinan sangat dekat dengan kekuasaan karena pemimpin itu sendiri adalah penguasa pada lingkungan kepemimpinannya. Seorang pemimpin akan selalu berupaya mendominasi semua sumber daya (orang) di lingkungan kepemimpinannya dengan maksud untuk mempengaruhinya dan alat realisasi kepemimpinanya itu adalah wacana. Dalam hal ini, wacana menjadi distributor bagi situasional, budaya dan ideologi atau bahkan doktrin tertentu sehingga perilaku aktual orang di bawah kepemimpinannya menjadi sesuai dengan keinginannya.

Wacana secara sosial didistribusikan ke tengah masyarakat, dan wacana-wacana tersebut membawa beragam situasional, budaya dan ideologi, pada akhirnya bertujuan untuk mempengaruhi masyarakat yang menjadi objek dari proses penyebaran wacana itu. Foucault (1997) menegaskan bahwa distribusi wacana adalah hal yang harus kita kaji ulang, terutama terkait dengan hal-hal yang disampaikan dan hal-hal yang disembunyikan. Sinar (2004) teks yang merealisasikan wacana,


(49)

termasuk wacana kekuasaan, dimotivasi secara kontekstual, khususnya dalam arti bahwa bahasa terikat oleh konteks situasi (register), budaya (genre) dan ideologi. Situasional merujuk kepada kepada proses penciptaan makna-makna di dalam situasi dan lingkungan masyarakat yang dicirikan oleh pola kontrol atau konfigurasi kekuasaan yang termasuk di ddalamnya terhadap orang-orang atau masyarakat.

Secara jelas, kajian ini merupakan usaha untuk memahami sebagai proses kepemimpinan negara sebagai suatu proses sosial melalui analisis wacana. Dengan mempertimbangkan wacana SBY sebagai Presiden yang memimpin bangsa dan negara Indonesia, dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang proses kepemimpinannya.

Wacana kepemimpinan SBY biasanya tergambar pada pidato-pidato kenegaraannya. Teks pidato kenegaraan presiden SBY nuansa makna dan realisasinya terkait dengan kajian strategis dan politis, tentu saja istilah politik disini berarti faktor-faktor pemerintahan, segala sesuatu baik itu secara leksikogramatikal, situasional, dan kultural maupun secara ideologis. Setiap wacana yang diujarkan membawa realisasi metafungsi, situasi, budaya dan ideologi, pada akhirnya wacana kepemimpinan SBY akan berperan sebagai distributor situasional, budaya dan ideologi, selanjutnya realisasi tersebut akan mempengaruhi beragam bentuk representasi sosial pada bangsa dan negara Indonesia.

Dalam kaitan ini, Presiden SBY yang menjadi pemimpin negara sekaligus kepala pemerintahan dalam melaksanakan program-program pemerintahannya jelas berorientasi mencapai tujuan, yakni mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan


(50)

makmur. Nuansa kepemimpinannya dapat terlihat dari wacana-wacana yang disampaikannya tentang kebijakan dan berbagai hal mengenai kepentingan negara, realisasi wacana tersebut direpresentasikan melalui pidato kenegaraan HUT ke-64 RI. Sehingga untuk menjembatani pemahaman kita tentang situasi politik kepemimpinan presiden, analisis terhadap teks pidato presiden menjadi penting dan menarik untuk dikaji.

2.2.6 Analisis Fase 2.2.6.1 Konsep Teori

Gregory (1985: 20) mengatakan bahwa istilah wacana dan fase sebagai berikut:

"strands of discourse that recur discontinuously throughout a particular language event and, taken together, structure that event. Phases recur and are interspersed with others resulting in an interweaving of threads as the discourse progresses".

Menurut Gregory, posisi fase (phasal) berkaitan di dalam konteks pembicaraan register. Ia menganggap register terdiri dari 4 komponen yaitu medan wacana (field of

discourse), pelibat personal (personal tenor of discourse), pelibat fungsional

(functional tenor of discourse) dan sarana wacana (mode of discourse). Di dalam pelibat fungsional ini terdapat suatu kegiatan fase yang berorientasi kepada tahapan dan kegiatan fatis phatic, eksposisi, didaktik, persuasi, perintah, narasi dan lain-lain.


(51)

Sementara itu, menurut Halliday dan Hasan (1992) unsur pelibat fungsional didiskusikan di dalam dimensi sarana (mode) yang dinamakan mereka sebagai sarana retorika (rhetorical mode).

Selanjutnya berbeda dengan Martin (1984) ia menetapkan bahwa pembicaraan mengenai unsur pelibat fungsional terjadi di luar konteks situasi, yaitu berada dalam konteks budaya yang dinamakannya genre.

Berdasarkan uraian di atas dapat terlihat tiga gaya (lokasi konteks) yang berbeda antara Halliday, Gregory dan Martin dalam menempatkan konsep analisis fase (phasal analysis) pada struktur wacana. Secara umum walaupun dengan nama yang berbeda namun tujuannya tetap sama yaitu sama-sama merujuk kepada struktur wacana teks, tahapan-tahapan di dalam teks atau wacana, jenis atau ragam wacana atau teks.

Selanjutnya Young (1990) mengikut dan mengembangkan model Gregory dalam menganalisis wacana kuliah di Universitas Kanada. Young menganalisis wacana kuliah bidang teknik, sosiologi dan ekonomi. Dalam menganalisis wacana kuliah, Young memfokuskan kepada analisis wacana lisan dan tulis, artinya mengumpulkan data ujaran dan buku catatan dosen untuk kuliah yang dimaksud.

Menurut Sinar (2003) konteks fase dideskripsikan sebagai kegiatan liniar, dinamis dan berproses. Beliau menjelaskan konsep fase perlu dikaitkan dengan pandangan Gregory tentang konsep wacana sebagai kegiatan berbahasa. Istilah fase atau phase digunakan sebagai komponen konsep dalam lingkup semiotik wacana yang mempunyai posisi pada tataran register sebagai konfigurasi sumber makna


(52)

linguistik bagi setiap penutur dalam suatu budaya. Penutur atau penulis wacana secara spesifik terikat kepada situasi generik dan fase digunakan untuk mencirikan instansiasi yang dinamis dari pilihan-pilihan register dalam mengejawantahkan wacana.

Konsep analisis fase (phasal analysis) dilakukan dengan menggunakan struktur fase (phasal structure) yaitu suatu struktur dalam wacana atau proses teks yang tidak terikat dengan urutan linear. Struktur fase sangat dinamis dan dapat terjadi berulang-ulang secara rekursif dalam perkembangan teks, wacana atau proses. Dalam analisis fase yang diperkenalkan Gregory, wacana atau teks dikarakterisasi oleh 2 fitur yaitu: (1) fase tidak terikat kepada linearitas wacana atau teks, dan (2) fase memperlakukan wacana atau teks sebagai proses bukan sebagai produk. Dengan demikian struktur genre wacana atau wacana dalam teks mungkin tidak selalu statis seperti struktur skematika awal – tengah – akhir (Sinar, 2003).

Sinar selanjutnya menyatakan istilah fase dapat saling dipertukarkan dengan istilah fungsi makro. Temuan penelitiannya memperlihatkan bahwa struktur fase dalam-wacana-kuliah tidak selalu terikat secara statis antara fase atau sub-fase. Wacana kuliah berkembang dalam tahapan secara dinamis yaitu bisa mempunyai struktur fase yang statis dan bisa dinamis.

Pada tataran fase Sinar (2003), mengadopsi model Young untuk menganalisis wacana kuliah. Selanjutnya Sinar memperkenalkan istilah wacana kuliah dalam teks (WKT) yang maksudnya adalah suatu aktifitas wacana situasional dan fungsional akademis yang direalisasi dalam transkripsi teks kuliah. WKT mempunyai tujuan dan


(53)

sasaran global yaitu untuk mentransfer ilmu pengetahuan, informasi intelektual atau ketrampilan. Lebih berkembang lagi Sinar (2003) di dalam penelitiannya mengembangkan fase menjadi subfase atau fungsi mikro. Alasannya adalah berdasarkan fungsi-fungsi klausa yang terdapat dalam wacana kuliah-dalam-teks. Sinar menemukan kekayaan tahapan atau kedinamisan tahapan dalam struktur wacana kuliah linguistik yaitu 5 unsur fase dan 26 sub-fase. Model yang dikembangkan Sinar melibatkan 2 (dua) tingkat fenomena semiotik yaitu: tingkat fungsi makro atau fase dan tingkat fungsi mikro atau sub-fase.

2.2.6.2 Fase atau Fungsi Makro

Pada analisis tingkat makro, unsur fase dan jenis fungsi makro yaitu sebagai berikut. Tabel 1: Jenis Fase WKT (Sinar: 2003, 2008)

Number Phase Types

1 Consent (CT)

2 Discourse structuring (DS)

3 Substantiation (SU)

4 Conclusion (CO)

5 Evaluation (EV)

Sinar (2003) mencirikan lima istilah fase dalam kajian WKT yaitu: Consent (CT) atau Persepahaman (PS), Discourse structuring (DS) atau Penstrukturan Wacana (PW), Substantiation (SU) atau Substansi (SU), Conclusion (CO) atau Simpulan (SP) dan Evaluation (EV) atau Evaluasi (EV).


(54)

(1) Persepahaman (PS) digunakan dalam analisis fase (phasal analysis) WKT untuk merujuk pada sebuah fase atau jenis fungsi makro yang bertujuan memberi atau menyambut salam pembuka/penutup, sapaan hormat atau pernyataan maaf untuk menciptakan dan menjaga keharmonisan hubungan di antara dosen dan mahasiswa yang terlibat dalam tindak sosial.

(2) Penstruktur Wacana (PW) digunakan dalam analisis fase (phasal analysis) WKT untuk merujuk pada sebuah fase atau jenis fungsi makro yang bertujuan untuk membina, mengantisipasi dan memberi struktur WKT.

(3) Subtansi (SU) digunakan dalam analisis fase (phasal analysis) WKT untuk merujuk pada sebuah fase atau jenis fungsi makro yang bertujuan dosen untuk sebagai bagian utama yang paling penting dari makna WKT yaitu memberi fakta untuk menyatakan, menjelaskan, mendefinisikan, mengklarifikasi, memberi contoh, mendukung dan membuktikan konsep, ide atau teori.

(4) Simpulan (SM) digunakan dalam analisis fase (phasal analysis) WKT untuk merujuk pada sebuah fase atau jenis fungsi makro yang bertujuan untuk memberi kuliah penutup, menyempurnakan, mengulangi, menggarisbawahi dan meringkaskan informasi yang diberikan sebelumnya dalam SU dan EV, memberi penegasan, merekomendasi, dll.

(5) Evaluasi (EV) digunakan dalam analisis fase (phasal analysis) WKT untuk merujuk pada sebuah fase atau jenis fungsi makro yang bertujuan partisipan untuk mengevaluasi, menilai, mengomentari informasi terutama kualitas atau kadar nilai


(55)

baik atau buruk, kritik atau apresiasi, yang mengindikasi sikap positif atau negatif dikemukakan partisipan terhadap informasi dalam SU.

Sebagai catatan bahwa kehadiran fase dan jenis fungsi makro WKT tidak harus sama pada setiap wacana namun hal ini mempunyai peran penting dalam mewarnai dominasi jenis sub-fase dan jenis fungsi mikro. Keterlibatan fase atau jenis fungsi makro dalam WKT sangat bervariasi dari satu fase ke fase lainnya.

2.2.6.3 Sub-fase atau Fungsi Mikro

Menurut Sinar dalam mendiskusikan fase tentu tidak terlepas dari membicarakan sub-fase. Fase berlangsung pada tataran struktur makro sedangkan sub-fase berada pada tataran struktur mikro. Karena organisasi fase dan sub-fase, variabel-variabel dan proses-proses secara fungsional bersetalian antara satu dengan yang lainnya. Hubungan antara fase-fase dan sub-fase-sub-fase adalah satu realisasi dan karakterisasi. Sebagai konsekwensinya eksistensi sebuah fase melibatkan satu atau lebih sub-fase. Maka, keberadaan fase bergantung pada keberadaan sub-fase, demikian juga sebaliknya. Pada tingkat semiotik, fase merepresentasikan organisasi semiotik satu tingkat lebih tinggi dari organisasi sub-fase (2008).

Selanjutnya pada analisis wacana kuliah yang diteliti oleh Sinar (2003, 2008) terdapat cukup besar jumlah pengulangan sub-fase atau fungsi mikro dalam setiap WKT. Di bawah ini ada 26 jenis subfase yang mencirikan WKT sebagai berikut.

Tabel 2: Jenis sub-fase WKT (Sinar: 2003, 2008)


(56)

1 Greeting (GR)

2 Orientation (OR)

3 Reminder (RE)

4 Focus (FO))

5 Message (ME)

6 Aside (AS)

7 Digression (DG)

8 Statement (ST)

9 Explanation (EP)

10 Definition (DE)

11 Comparison and contrast (CC)

12 Exemplification (EX)

13 Quotation (QU) (full or partial)

14 Interchange(IC)

15 Drill (DR)

16 Direction (DI)

17 Check (CH)

18 Summary (SM)

19 Emphasis (EM)

20 Recommendation (RM)

21 Judgement (JU)

22 Comment (CM)

lanjutan tabel 2

23 Criticism (CR)

24 Apology (AP)

25 Humour (HM)

26 Leave-taking (LT)

26 fase di atas dapat dijelaskan sebagai berikut (Sinar, 2003)

(1) Sub-fase Salam Pembuka (SPe) atau Greeting (GR) adalah jenis fungsi mikro yang digunakan dalam analisis fase WKT merujuk kepada jenis sub-fase yang bertujuan partisipan untuk menciptakan keharmonisan hubungan dan menjaga ikatan sosial antara dosen dengan mahasiswa atau penutur dengan pendengar. (2) Orientasi (OR) atau Orientation (OR) adalah jenis fungsi mikro yang digunakan


(57)

untuk memperkenalkan atau mengumumkan materi yang akan diberikan dalam kegiatan kuliah.

(3) Pengingat (PT) atau Reminder (RE) adalah jenis fungsi mikro yang digunakan dalam analisis fase WKT merujuk kepada jenis sub-fase yang bertujuan dosen untuk mengingatkan atau memaklumkan mahasiswa kepada kuliah sebelumnya, kuliah hari ini dan kuliah yang akan datang.

(4) Fokus (FO) atau Focus (FO) adalah jenis fungsi mikro yang digunakan dalam analisis fase WKT merujuk kepada jenis sub-fase yang bertujuan partisipan untuk memberi tanda bahwa suatu ide, konsep atau informasi akan melalui proses transisi dari satu fase ke fase lainnya atau dari sub-fase ke sub-fase lainnya.

(5) Pesan (PS) atau Message (ME) adalah jenis fungsi mikro yang digunakan dalam analisis fase WKT merujuk kepada jenis sub-fase yang bertujuan dosen untuk menyampaikan berita atau pesan kepada mahasiswa.

(6) Ungkapan (UK) atau Aside (AS) adalah jenis fungsi mikro yang digunakan dalam analisis fase WKT merujuk kepada jenis sub-fase yang diekspresikan dosen kepada dirinya sendiri, misalnya “aduh, dimana saya letakkan buku tadi”.

(7) Digresi (DG) atau Digression (DG) adalah jenis fungsi mikro yang digunakan dalam analisis fase WKT merujuk kepada jenis sub-fase yang bertujuan untuk mencoba mengklarifikasi ide atau yang sejenisnya secara terperinci sehingga mengulangi klausa ataupun frasa yang sama dan kadang-kadang menghasilkan suasana menyenangkan dalam kegiatan kuliah.


(58)

(8) Pernyataan (PE) atau Statement (ST) adalah jenis fungsi mikro yang digunakan dalam analisis fase WKT merujuk kepada jenis sub-fase yang bertujuan untuk membantu pemahaman mahasiswa terhadap suatu pandangan, konsep, ide atau teori atau memperluas pengetahuan mahasiswa.

(9) Penjelasan (PJ) atau Explanation (EP) adalah jenis fungsi mikro yang digunakan dalam analisis fase WKT merujuk kepada jenis sub-fase yang bertujuan mengklarifikasi dan memperkuat ide, konsep, pandangan atau fakta tertentu dengan cara menjelaskan sampai ide atau konsep tersebut dipahami dan diterima. Penjelasan dapat dilakukan dengan mengembangkan, mengelaborasi, memperluas dan menambah informasi.

(10) Definisi (DE) atau Definition (DE) adalah jenis fungsi mikro yang digunakan dalam analisis fase WKT merujuk kepada jenis sub-fase yang diekspresikan dosen untuk mendefinisikan istilah, konsep, ide atau pandangan dengan mendiskripsikan makna mereka.

(11) Membanding (MG) atau comparison and contrast (CC) adalah jenis fungsi mikro yang digunakan dalam analisis fase WKT merujuk kepada jenis sub-fase yang bertujuan untuk membandingkan atau mengkontraskan makna dari suatu istilah, konsep, ide atau pandangan.

(12) Memberi Contoh (MC) atau Exemplification (EX) adalah jenis fungsi mikro yang digunakan dalam analisis fase WKT merujuk kepada jenis sub-fase yang bertujuan untuk memberi contoh-contoh sebagai bukti mendukung fakta, ide, konsep atau teori.


(1)

Cek (CK) [333] Mengapa? Karena kita harus bersama-sama membangun tanah air kita guna mewujudkan cita-cita proklamasi dan amanat konstitusi kita.

harus= Modulasi/Keharusan/Tinggi

Salam Pembuka (Spe)

[334] Hadirin yang saya muliakan, Pernyataan (PE) [335] Pada kesempatan yang baik ini pula,

ada isu penting yang ingin saya sampaikan dalam sidang Dewan yang terhormat ini, yaitu peran, tanggung-jawab dan kontribusi Indonesia di dunia internasional.

ingin=

Modulasi/Kecenderungan/Rendah

Penjelasan (PJ) [336] Sebagaimana kita ketahui, merupakan amanah dari UUD 1945, bahwa Indonesia harus turut aktif dalam melaksanakan ketertiban dan perdamaian dunia.

harus= Modulasi/Keharusan/Tinggi

Pernyataan (PE) [337] Indonesia akan terus berkontribusi dalam menciptakan tatanan dunia yang aman, adil dan sejahtera.

akan=Modalisasi/Probabilitas /Menengah

terus =

Modalisasi/Keseringan/Tinggi Pernyataan (PE) [338] Kita terus menjalankan diplomasi

bebas aktif secara total dan konsekwen. Kita terus membangun hubungan luar negeri atas dasar kemandirian, kesetaraan dan saling menguntungkan.

terus =

Modalisasi/Keseringan/Tinggi terus =

Modalisasi/Keseringan/Tinggi Penilaian (PL) [339] Dan kita harus berikhtiar agar tidak

terlindas oleh roda-roda globalisasi, namun justru dapat meraih keuntungan dan manfaat darinya.

harus= Modulasi/Keharusan/Tinggi dapat=

Modulasi/Keharusan/Rendah Cek (CK) [340] Penting disadari bahwa Indonesia

kini menghadapi lingkungan strategis baru yang unik.

Pernyataan (PE)/ Penegasan (PG)

[341] Untuk pertama kalinya, tidak ada negara yang kita anggap sebagai musuh, [342] dan sebaliknya, tidak ada negara yang memusuhi Indonesia.

Penilaian (PL) [343] Ini suatu hal yang sangat langka dalam sejarah Republik.

Pernyataan (PE) [344] Lingkungan strategis ini

memberikan peluang yang sangat besar bagi diplomasi bebas aktif Indonesia untuk semakin berkibar.

semakin=Modalisasi/Keseringan/ Rendah

Pernyataan (PE) [345] Di abad ke-21 ini, kita memang harus semakin jeli memandang dunia internasional bukan sebagai momok atau ancaman,

harus= Modulasi/Keharusan/Tinggi semakin= Modalisasi/Keseringan/ Rendah


(2)

dan sebagai bagian dari kekuatan dan keunggulan bangsa.

Cek (CK) [347] Ingatlah : negara-negara yang paling berhasil melakukan transformasi dalam 2 atau 3 dasawarsa terakhir, adalah negara-negara yang paling jeli mengambil keuntungan dari dunia internasional. Pernyataan (PE) [348] Sekarang, Indonesia dapat dengan

leluasa menempuh ”all directions foreign

policy”,

dapat=

Modulasi/Keharusan/Rendah

Penjelasan (PJ) [349] dimana kita dapat menjalin hubungan persahabatan dengan pihak manapun untuk kepentingan nasional kita – apakah Timur, Barat, Utara, dan Selatan.

dapat=

Modulasi/Keharusan/Rendah

Pernyataan (PE) [350] Kita dapat bebas berkiprah

menjalankan diplomasi ”sejuta kawan, dan tak ada musuh” (a million friends, zero

enemy),

dapat=

Modulasi/Keharusan/Rendah

Penjelasan (PJ) [351] karena logikanya, semakin banyak kita berkawan dan bersahabat, semakin aman dan sejahtera bangsa Indonesia.

semakin=

Modalisasi/Keseringan/Rendah semakin=

Modalisasi/Keseringan/Rendah Pernyataan (PE) [352] Semua ini tentunya dilakukan atas

dasar kemandirian, kedaulatan, kesetaraan, dan prinsip saling menguntungkan.

tentunya=Modalisasi/Probabilitas/ Tinggi

Penegasan (PG) [353] Yang jelas, saudara-saudara Indonesia kini menempati posisi yang berbeda dalam percaturan internasional.

jelas=Modulasi/Kecendrungan/ Tinggi

Pernyataan (PE) [354] Kita sudah menanggalkan citra keterpurukan, citra instabilitas, dan citra konflik.

Pernyataan (PE)/ Penjelasan (PJ)/ Membanding (MG)

[355] Dunia kini memandang Indonesia sebagai tauladan, baik sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, sebagai jembatan antara Islam dan Barat, sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, sebagai negara yang sukses melakukan transformasi, maupun sebagai negara yang menjunjung kebebasan, pluralisme dan toleransi.


(3)

Pernyataan (PE) [356] Tidaklah mengherankan kalau semakin banyak negara-negara di dunia yang ingin bersahabat dan bekerja-sama dengan Indonesia,

[357] sebagaimana kita juga ingin bersahabat dengan mereka.

semakin=Modalisasi/Keseringan/ Rendah

ingin=

Modulasi/Kecenderungan/Rendah ingin=

Modulasi/Kecenderungan/Rendah Pernyataan (PE) [358] Indonesia akan selalu berpartisipasi

dalam upaya untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih aman dan lebih damai.

akan=Modalisasi/Probabilitas /Menengah

selalu=

Modalisasi/Keseringan/Tinggi Penjelasan (PJ) [359] Karena itulah, Indonesia aktif

memelopori dan mendorong realisasi terbentuknya Komunitas ASEAN. Penegasan (PG)/

Penjelasan (PJ)

[360] Indonesia juga akan konsisten dalam mengimplementasikan Piagam ASEAN, [361] yang akan mentransformasikan ASEAN dan memperkokoh stabilitas di Asia Tenggara.

akan=Modalisasi/Probabilitas /Menengah

akan=Modalisasi/Probabilitas /Menengah

Pernyataan (PE) [362] Indonesia juga dengan giat membangun Kemitraan Strategis dengan berbagai negara sahabat: antara lain dengan Australia, Afrika Selatan, Brasil, Tiongkok, India, Jepang, Korea Selatan, Pakistan dan Rusia.

Salam Pembuka (Spe)

[363] Saudara-saudara,

Pernyataan (PE) [364] Sebagaimana diamanahkan pula oleh UUD 1945, kita akan senantiasa aktif dalam upaya untuk menjaga perdamaian dunia yang masih terus dirundung konflik yang berkepanjangan.

akan=Modalisasi/Probabilitas /Menengah

masih=

Modalisasi/Keseringan/Rendah terus =

Modalisasi/Keseringan/Tinggi Pernyataan (PE) [365] Pada kesempatan yang baik ini, saya

ingin menyampaikan penghargaan,

Ingin=

Modulasi/Kecenderungan/Rendah Penjelasan (PJ) [366] dan apresiasi yang tinggi bagi

putra-putri terbaik bangsa yang saat ini bertugas menjaga perdamaian di berbagai medan konflik internasional yaitu: di Lebanon, Kongo, Sudan,dan Liberia –

[367] yang semuanya berada di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pernyataan (PE) [368] Kita juga bangga, karena untuk

pertama kalinya, Kapal Republik Indonesia, KRI Diponegoro dari jajaran Angkatan Laut Republik Indonesia, sekarang ini bertugas menjaga perdamaian di perairan Lebanon.


(4)

Pernyataan (PE) [369] Dengan berakhirnya konflik dan operasi militer di berbagai wilayah tanah air,

Penjelasan (PJ) [370] maka penugasan untuk menjaga perdamaian internasional adalah juga medan latihan bagi para prajurit TNI untuk meningkatkan profesionalitas mereka sesuai standar militer internasional. Salam Pembuka

(Spe)

[371] Saudara-saudara,

Pernyataan (PE) [372] Kita akan terus berkontribusi dalam penciptaan dunia yang lebih adil dan demokratis.

akan=Modalisasi/Probabilitas /Menengah

terus =

Modalisasi/Keseringan/Tinggi Pernyataan (PE) [373] Kita tetap konsisten mendorong

reformasi PBB, termasuk Dewan Keamanan PBB,

Tetap= Modalisasi/Probabilitas /Tinggi

Pernyataan (PE) [374] dan mereformasi lembaga keuangan dunia agar lebih mencerminkan realitas perubahan kekuatan ekonomi dunia. Penjelasan (PJ) [375] Kita terus membantu perjuangan

bangsa Palestina untuk mewujudkan cita-citanya menjadi negara yang merdeka, berdaulat dan utuh.

Penegasan (PG) [376] Indonesia juga akan tetap berjuang menciptakan dunia yang lebih sejahtera.

akan=Modalisasi/Probabilitas /Menengah

tetap= Modalisasi/Probabilitas /Tinggi

Pernyataan (PE) [377] Keanggotaan kita di ASEAN, G-20, APEC, ASEM, D-8, OKI akan selalu kita manfaatkan untuk memajukan kerjasama dan kesejahteraan internasional.

akan=Modalisasi/Probabilitas /Menengah

selalu=Modalisasi/Keseringan/ Tinggi

Fokus (FO)/ Penjelasan (PJ)

[378] Melalui G-20, Indonesia terus berupaya bersama negara maju dan

emerging economies lainnya untuk

mencari solusi terhadap krisis keuangan global,

[379] serta menciptakan tatanan ekonomi dunia yang lebih adil.

terus =

Modalisasi/Keseringan/Tinggi

Pernyataan (PE) [380] Dalam forum OKI, Indonesia ikut mendorong reformasi OKI,

Penjelasan (PJ)/ [381] dan ikut mengusung Piagam Mekah yang merupakan dokumen politik yang bersejarah bagi umat Islam,

Fokus (FO) [382] khususnya dalam rangka

mempromosikan Islam moderat dan nilai-nilai demokrasi.


(5)

Pernyataan (PE) [383] Indonesia juga terus aktif menangani isu-isu global, termasuk perubahan iklim.

terus =

Modalisasi/Keseringan/Tinggi Penilaian (PL) [384] Tahun 2007, kita telah menorehkan

tinta emas dengan keberhasilan kita menyelenggarakan UN Conference on Climate Change, yang berhasil menelorkan Bali Road Map.

Pernyataan (PE) [385] Terlepas dari berbagai upaya yang terus dilakukan, memang masih belum ada jaminan bahwa dalam pertemuan COP-15 di Copenhagen bulan Desember

mendatang,

terus =

Modalisasi/Keseringan/Tinggi

Penjelasan (PJ) [386] negara-negara maju dan berkembang akan berhasil mencapai suatu konsensus baru untuk rezim perubahan iklim paska-2012.

akan=

Modalisasi/Probabilitas/Menengah Pernyataan (PE) [387] Dalam proses ini, Indonesia terus

berupaya berperan menjembatani dan membangun konsensus baru.

terus =

Modalisasi/Keseringan/Tinggi Penjelasan (PJ) [388] Kita juga dengan penuh

tanggung-jawab terus menjaga kelestarian hutan hujan tropis yang merupakan aset dunia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

terus =

Modalisasi/Keseringan/Tinggi

Penegasan (PG) [389] Kita harus berhasil karena ini bukan saja untuk kepentingan bangsa Indonesia,

harus= Modulasi/Keharusan/Tinggi Penjelasan (PJ) [390] namun juga demi kepentingan yang

jauh lebih besar, yaitu kepentingan masa depan umat manusia dan bumi kita. Salam Pembuka

(Spe)

[391] Saudara-saudara Bangsa dan se-Tanah air,

Hadirin yang saya muliakan, Pernyataan (PE) [392] Pada hakikatnya setiap bangsa

memiliki cita-cita dan visi strategisnya. Pernyataan (PE) [393] Cita-cita ini tidak datang dari langit,

tetapi mesti kita raih dengan perjuangan dan kerja keras.

mesti=Modulasi/Keharusan/Tinggi

Ungkapan (UK) [394] Sebagai mana pepatah Bugis mengatakan, “resopa temmangingi namalomo naletei pammase dewata”, yang artinya hanya perjuangan dan kerja keras yang terus menerus yang akan

mendapatkan ridho Tuhan Yang Maha Kuasa.

terus=

Modalisasi/Keseringan/Tinggi akan=Modalisasi/Probabilitas/Mene ngah

Pernyataan (PE) [395] Kita ingin mewariskan Indonesia kepada anak cucu kita,

ingin=

Modulasi/Kecenderungan/Rendah Penegasan (PG) [396] Indonesia yang lebih maju, lebih


(6)

Pesan (PS) [397] Terakhir, marilah kita mensyukuri karunia Tuhan kepada kita bangsa Indonesia bahwa dengan perjuangan dan kerja keras kita,

Pernyataan (PE) [398] kita telah berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Pernyataan (PE) [399] Telah jauh kita berjalan sebagai suatu bangsa,

Penjelasan (PJ) [400] dari sekedar bangsa jajahan menjadi anggota negara-negara G-20, yang ikut menentukan arah ekonomi dunia. Pernyataan (PE) [401] Perjalanan kita memang masih

panjang.

memang=Modalisasi/Probabilitas/ Menengah

masih= Modalisasi: Keseringan/Rendah Penjelasan (PJ)

[402] Namun kita yakin, dengan semangat satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, [403] kita akan terus bersatu, bangkit dan maju, menuju masa depan yang gemilang.

yakin=

Modalisasi:Probabilitas/Tinggi akan=Modalisasi:Probabilitas /Menengah

terus=Modalisasi/Keseringan/ Tinggi

Ringkasan (RK) [404] Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, melimpahkan rahmat, karunia, dan ridho-Nya kepada kita semua dalam membangun bangsa,

Fokus (FO) [405] dan negara kita menjadi bangsa yang besar, maju, demokratis, berkeadilan, dan bermartabat.

Orientasi (OR) [406] Dirgahayu Republik Indonesia! Salam Penutup

(SPp)

[407] Terima kasih,

[408] Wassalamu’alaikum warahmatullahi

wabarakatuh.

[409] Jakarta, 14 Agustus 2009 [410] PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Dokumen yang terkait

Analisis Wacana Pada Media Cetak Perspektif Linguistik Fungsional Sistemik (Lfs) Dan Representasi Semiotik

6 98 10

Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan KPK Dan POLRI (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan Polri dan KPK Pada Surat Kabar Kompas)

1 52 118

Persepsi Masyarakat Terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (Suatu Penelitian Deskriptif Kuantitatif di Desa Sukaraja Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya Propinsi Aceh)

0 25 94

ANALISIS WACANA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DI DEPAN SIDANG BERSAMA MPR/DPR 2009-2013 (Analisis Wacana Teks Pidato Kenegaraan Terkait Isu Ekonomi di Indonesia)

3 13 19

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA TEKS PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO BULAN Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Teks Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Bulan September 2011 Dan Pengembangannya Sebagai Materi Ajar Bahasa Indonesia Di S

0 1 14

PENDAHULUAN Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Teks Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Bulan September 2011 Dan Pengembangannya Sebagai Materi Ajar Bahasa Indonesia Di SMP.

0 1 6

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA TEKS PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO BULAN SEPTEMBER Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Teks Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Bulan September 2011 Dan Pengembangannya Sebagai Materi Ajar Bahasa Indo

0 2 19

ANALISIS TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF PADA WACANA PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SUSILO BAMBANG YUDHOYONO MASA JABATAN 2004-2009.

1 2 7

Pidato Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perselisihan Kpk Dan Polri (Analisis Wacana Kritis Model Teun A. Van Dijk Tentang Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perselisihan Kpk Dan Polri).

0 0 2

RETORIKA PIDATO SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN BARACK OBAMA SEBAGAI CAPRES PETAHANA (Kajian Retorika Banding Rancang-bangun Teks Pidato Politik) - Scientific Repository

0 1 6