Media Massa dan Pembentukan Citra

semacam ini, wacana tidak dipahami sebagai sesuatu yang netral dan berlangsung secara alamiah, karena dalam setiap wacana selalu terkandung ideologi untuk mendominasi dan berebut pengaruh. Oleh karena itu, analisis wacana tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi harus melihat konteks, terutama bagaimana ideologi dari kelompok-kelompok yang ada tersebut berperan dalam membentuk wacana. Misalnya dari teks berita dapat dianalisis apakah dia feminis, antifeminis, kapitalis, sosialis dan sebagainya Sobur, 2002:68. Dalam perumusan dan penyusunan suatu ideologi bahasa mempunyai peran penting. Ideologi suatu kelompok atau individu dapat diketahui melalui pemilihan bahasa yang dipakai. Bahasa diperlukan untuk menyampaikan ideologi seseorang dalam memaknai suatu realitas sosial.

2.5 Media Massa dan Pembentukan Citra

Media massa mempunyai peran penting dalam mempertahankan kemajuan demokrasi. Melalui media massa ide-ide organisasi, pemerintah dapat disampaikan kepada khalayak luas. Konstruksi citra yang dibangun oleh media massa terbentuk dalam dua model; 1 model good news dan 2 model bad news. Model good news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik sehingga terkesan lebih baik dari sesungguhnya. Sedangkan model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan atau cenderung memberi citra buruk pada objek pemberitaan sehingga terkesan lebih buruk, lebih jahat, dari sesungguhnya Bungin, 2006: 209. Contoh model bad news dapat kita lihat dalam berita Universitas Sumatera Utara tentang kriminalitas, dimana pelaku dikonstruksi sebagai sosok yang buruk, kejam, dan sadis sementara contoh model good news sering kia temui dalam iklan , dimana sebuah produk dikonstruksi sebagai barang yang terbaik, dapat diandalkan, tiada duanya, dan lebih unggul dari produk lain. Pencitraan di media sangat ditentukan oleh tujuan dari pihak-pihak dibalik pemberitaan tersebut. Media tidaklah dapat lepas dari subjektifitas. Media bukanlah saluran yang bebas tempat semua kekuatan sosial saling berinteraksi dan berhubungan. Sebaliknya, media hanya dimiliki oleh sekelompok dominan, sehingga mereka lebih mempunyai kesempatan dan akses untuk mempengaruhi dan memaknai peristiwa berdasarkan pandangan mereka. Media bahkan menjadi sarana di mana kelompok dominan bukan hanya memantapkan posisi mereka tetapi juga memarjinalkan dan meminggirkan posisi kelompok yang tidak dominan Eriyanto, 2001:52. Hal ini diperparah lagi dengan kenyataan bahwa di dalam tubuh media sendiri begitu banyak kepentingan yang bermain. Selain ideologi media tersebut, terselubung juga kepentingan lainnya seperti kapitalisme pemilik modal, keberlangsungan lapangan kerja bagi para karyawan dan sebagainya. Penyampaian sebuah berita di media pastilah menyimpan subjektivitas penulis. Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita akan dinilai apa adanya. Berita akan dipandang sebagai barang suci yang penuh dengan objektivitas http:www.oke.or.id. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu yang memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita menyimpan ideologislatar belakang seorang penulis. Seorang penulis pasti akan memasukkan ide-ide mereka dalam analisis terhadap data-data yang diperoleh di lapangan. Universitas Sumatera Utara Orang-orang memiliki ide tentang siapa diri mereka, ide-ide yang disajikan kepada orang lain. Mereka memperhatikan citra yang orang lain bentuk dari mereka. Hanya dengan mempengaruhi citra dirinya kepada orang lain, mereka dapat memperkirakan atau mengontrol bagaimana orang lain akan merespon diri mereka. Para elit penguasa selalu berupaya agar citra yang yang diberikan pada mereka selalu positif, setiap kebijakan penguasa harus direspon secara baik demi mempertahankan kekuasaan. Usaha-usaha untuk menggulingkan kekuasaaan lewat pemberitaan yang buruk oleh media tertentu biasanya menuai kecaman dari pihak yang tidak ingin citra diri atau citra pemerintahannya buruk. Teori Kritik Budaya Cultural critical dari Stuart Hall. Hall, menyadari bahwa media massa berfungsi untuk mempertahankan dominasi dari orang-orang yang telah memiliki kekuasaan Griffin, 2003: 367. Teori ini menyatakan bahwa media massa telah memaksakan ideologi dominan pada masyarakat lain. Pengonotasian kata serta citra adalah bagian dari pemaksaan ideologi, yang dilakukan sebagai bentuk pelayanan terhadap elit yang sedang berkuasa Artinya, pertama, media telah menjadi alat kontrol atas bagaimana negara kita dilihat oleh publik dunia. Kedua, publik dunia adalah subjek sekaligus objek dari media yang sangat mudah untuk dimanipulasi. Ketiga, tidak ada demokrasi dalam kendali media, karena media sendiri adalah pihak yang dikendalikan oleh pihak elit yang berkuasa. Proses serta pesan yang terjadi dalam komunikasi, jelas bersifat hanya searah http:www.msnbc.msn.comid. Dalam politik media, pihak elit yang berkuasa bertarung memperebutkan simpati dari khalayak lewat pembentukan citra yang positif. Salah satunya ialah dengan menciptakan slogan yang tak seorang pun berani berseberangan dengannya, dan semua Universitas Sumatera Utara orang mau mendukungnya. Tak ada yang tahu apa makna yang ada dibaliknya Chomsky, 2006:29. Duet SBY JK mengusung slogan ‘Bersama Kita Bisa’ benar- benar mampu memberi janji keapada masyarakat bahwa dengan memilih SBYJK maka segala kondisi bangsa yang ketika itu sedang carut marut dapat diatasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media mampu mengangkat citra positif maupun negatif dari seseorang atau sekelompok orang melalui konstruksi berita yang ditampilkan. Universitas Sumatera Utara BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Penelitian

Dokumen yang terkait

Perbandingan Antara Garis Politik Hukum Menurut GBHN RI 1998 dan RPJPN di Era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

2 84 169

Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono & Wakil Presiden Jusuf Kalla Di Surat Kabar (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Pasca Kecelakaan Transportasi Yang Terjadi Bulan J

0 52 164

Format Baru Relasi Presiden-Dpr (Studi Kasus Hubungan Presiden dan DPR Pada Masa Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla)

5 86 87

Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan KPK Dan POLRI (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan Polri dan KPK Pada Surat Kabar Kompas)

1 52 118

Wacana Kepemimpinan: Analisis Fase Dan Modalitas Teks Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Berdasarkan Perspektif Linguistik Sistemik Fungsional

9 144 194

Pencitraan Presiden Dalam Karya Fotografi (Analisis Semiotik Foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Dan Megawati Soekarno Putri pada buku “Split Second, Split Moment” karya Julian Sihombing)

0 12 78

Pencitraan Presiden Dalam Karya Fotografi (Analisis Semiotik Foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Dan Megawati Soekarno Putri pada buku “Split Second, Split Moment” karya Julian Sihombing)

3 16 78

Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Dalam Rangka Pelaksanaan Kedaulatan Rakyat Di Indonesia (Analisis Yuridis Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden)

0 7 118

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Citra Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dalam iklan politik

0 0 154

Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil pr-iiden, dan

0 0 548