8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori-teori yang Relevan
Teori-teori yang relevan merupakan teori yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Teori ini mengenai naskah kuno yang terdiri dari
pengadaan dan tujuan pengadaan naskah kuno, alih media yang terdiri dari prioritas utama alih media, tujuan dan manfaat alih media, transformasi digital
yang terdiri dari digitalisasi, prosedur sebelum melakukan digitalisasi, proses digitalisasi, dan proses transformasi digital naskah kuno serta perangkat keras
untuk mengoperasikan naskah kuno digital.
2.2 Naskah Kuno
Naskah kuno dapat dikategorikan dalam manuskrip tetapi tidak semua manuskrip dikategorikan naskah kuno. Manuskrip merupakan hasil tulisan tangan
yang ditulis atau diketik oleh seseorang yang tidak dicetak dan juga tidak dipublikasikan. Naskah kuno terdiri dari dua arti kata yaitu “naskah” artinya
karangan yang masih ditulis dengan tangan atau karangan seseorang yang belum diterbitkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, 776 dan kata “kuno” berarti
lama atau dahulu kala Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, 614. Naskah kuno adalah karangan seseorang pada masa lalu yang kandungan isinya mencerminkan
berbagai pemikiran, pengetahuan, adat istiadat, serta perilaku masyarakat dan belum diterbitkan.
9 Pengertian naskah kuno yang tercantum pada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab 1 pasal 1 ayat 4 adalah:
Semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada dalam negeri maupun di luar negeri yang
berumur sekurang-kurangnya 50 lima puluh tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah dan ilmu pengetahuan.
Sedangkan
Pudjiastuti 2006, 9 menyatakan bahwa “naskah kuno merupakan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan rasa dan pikiran
hasil budaya masa lampau yang mengandung nilai historis.” Selanjutnya Suprihati 2004, 2 menyatakan bahwa “naskah kuno terdiri dari berbagai aksara dan bahasa
daerah yang ditulis pada daun lontar, bambu, rotan, daun nipah, kulit kayu, tulang binatang, lurang, kertas Eropa, kain dan lain-
lain.” Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa naskah kuno adalah semua
dokumen hasil tulisan tangan dari berbagai aksara dan bahasa daerah yang berumur sekurang-kurangnya 50 lima puluh tahun yang berisi berbagai
pemikiran mengenai ilmu pengetahuan, adat istiadat atau budaya masa lampau yang mengandung nilai historis baik yang berada di dalam maupun di luar negeri.
2.2.1 Pengadaan Naskah Kuno
Pengadaan koleksi bahan pustaka adalah proses menghimpun bahan pustaka yang akan dijadikan koleksi diperpustakaan. Menurut Soeatminah 1992,
71 pengadaan bahan pustaka berasal dari berbagai sumber yaitu:
10 1.
Pembelian Pengadaan bahan pustaka dengan cara pembelian merupakan kegiatan
penambahan koleksi yang paling banyak dilakukan oleh perpustakaan. Dengan cara ini dapat dilakukan pemilihan koleksi yang benar-benar
sesuai dengan kebutuhan pengguna dan dana yang tersedia. Sebelum melakukan pembelian, setiap judul buku harus diperiksa kembali untuk
mengetahui apakah buku tersebut sudah dimiliki oleh perpustakaan atau sedang dipesan. Pembelian bahan pustaka dapat dilakukan melalui
penerbit, toko buku dan agen buku.
2. Tukar menukar
Tukar menukar bahan pustaka dapat dilakukan apabila perpustakaan memiliki jumlah bahan pustaka yang tidak dibutuhkan lagi atau jumlah
bahan pustaka yang terlalu banyak, atau hadiah yang tidak diinginkan. Pada proses tukar menukar dibutuhkan kesepakatan yang lazimnya
memiliki perbandingan 1:1 tidak memandang berat, tebal atau tipis publikasi dan harga. Tujuan dari tukar menukar bahan pustaka yaitu
untuk memperoleh bahan pustaka tertentu yang tidak dapat dibeli, untuk memanfaatkan bahan pustaka yang duplikasi atau penerimaan
hadiah yang tidak sesuai dan untuk mengembangkan kerjasama yang baim antar perpustakaan.
3. Hadiah
Sebagian bahan pustaka yang terdapat di perpustakaan ada juga diperoleh melalui hadiah. Bahan pustaka yang diperoleh lewat hadiah
sangat penting untuk mengembangkan koleksi perpustakaan. Perpustakaan yang menerima bahan pustaka berupa hadiah dapat
menghemat biaya pembelian. Ada dua cara teknik yang ditempuh unutk mendapatkan bahan pustaka melalui hadiah yaitu hadiah atas
permintaan dan hadiah tidak atas permintaan.
4. Titipan
Pengadaan bahan pustaka melalui titipan biasanya dilaksanakan oleh pecinta buku yang menitipkan koleksinya diperpustakaan agar dibaca
oleh pengguna.
Sedangkan Windi 2013, 5 mengemukakan cara pengadaan naskah kuno adalah sebagai berikut:
1. Hibah
Hibah dari pemilik naskah atau kolektor naskah kuno ialah para pemilik naskah dengan senang hati menitipkan naskah kuno yang ada
pada mereka kepada Perpustakaan. Apabila naskah kuno yang ada pada pemilik naskah tidak sanggup untuk merawatnya, maka pihak
Perpustakaan meminta persetujuan pewaris naskah agar naskah kuno yang ada pada mereka disimpan pada Perpustakaan.
11 2.
Pembelian Naskah secara Pribadi Museum atau perpustakaan membeli benda-benda kuno, termasuk
naskah, yang ditawarkan pemilik benda kuno atau naskah itu. Dalam hal ini Perpustakaan hanya sedikit ingin membeli naskah kuno dari
pewaris naskah, kurangnya dana mengakibatkan sulitnya membeli naskah kuno dari pewaris naskah. Naskah yang di jual dengan sangat
mahal maupun ketertutupan informasi dari masyarakat.
3. Salinan dari Naskah Induk
Naskah kuno yang tersimpan kebanyakan berupa kopiian naskah, alih media naskah maupun salinan naskah dari naskah induk.
4. Pengembalian atau Penyerahan
Perpustakaan atau museum suatu negara yang menyimpan naskah kuno untuk dikembalikan ke negara asal naskah kuno. Pada saat ini
perpustakaan belum pernah menerima foto copy maupun salinan naskah asli dikembalikan atau diserahkan kepada perpustakaan.
Selain pendapat di atas Sutarno 2006, 177 mengemukakan koleksi bahan pustaka dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
1. Pembelian baik langsung maupun melalui pihak ketiga;
2. Melakukan tukar menukar;
3. Mendapatkan bantuan atau sumbangan;
4. Menggandakan seperti membuat foto kopi, membuat duplikasi,
membuat CD dan lain sebagainya; dan 5.
Menerbitkan termasuk didalamnya membuat kliping koran. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa cara pengadaan naskah kuno
hampir sama dengan pengadaan bahan pustaka. pengadaan bahan pustaka dapat dilakukan melalui pembelian, tukar menukar, hadiah dan titipan sedangkan
pengadaan naskah kuno dapat dilakukan melalui hibah, pembelian secara pribadi, salinan naskah induk dan penyerahan atau pengembalian dari perpustakaan lain
yang memiliki naskah kuno.
2.2.2 Tujuan Pengadaan Naskah Kuno
Pengadaan bahan pustaka dimaksudkan agar koleksi sesuai dengan kebutuhan pengguna. Dengan adanya pengadaan bahan pustaka maka koleksi
12 perpustakaan dapat dibina sebaik mungkin sehingga tujuan perpustakaan tercapai.
Menurut Sutarno 2006, 174 “tujuan pengadaan bahan pustaka menambah dan melengkapi koleksi yang sudah ada serta menjadi titik tolak kegiatan pembinaan
dan pengembangan koleksi selanjutnya.” Sedangkan dalam Buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Perguruan Tinggi 2002, 6 dinyatakan
tujuan pengadaan bahan pustaka adalah sebagai berikut: 1.
Menetapkan kebijakan pada rencana pengadaan bahan pustaka; 2.
Menetapkan metode yang sesuai dan terbaik untuk pengadaan; 3.
Mengadakan pemeriksaan langsung pada bahan pustaka yang dikembangkan;
4. Menetapkan skala prioritas pada bahan pustaka yang dikembangkan;
5. Mengadakan kerjasama antara perpustakaan pada pengadaan bahan
pustaka dan pelayanan setiap unit perpustakaan; serta 6.
Melakukan evaluasi pada koleksi yang dimiliki perpustakaan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan pengadaan bahan pustaka
dapat menambah koleksi yang sudah ada. Dapat juga dijadikan sebagai metode serta skala prioritas dalam pengembangan koleksi. Selain itu dapat dilakukan
evaluasi pada koleksi yang telah dimiliki perpustakaan.
2.3 Alih Media
Alih media pada saat ini menjadi suatu fenomena baru yang mulai banyak diperhatikan dan dibutuhkan penyebaran informasi maupun pelestarian informasi
yang terkandung didalamnya, sehingga akses informasi menjadi cepat dan efisien. Menurut Hartinah 2009, 15 “alih media adalah merubah bentuk dari bahan
tercetak ke dalam bentuk digital seperti mikrofice, pita magnetik, CD, DVD dan lain-
lain.” Alih media biasanya dilakukan pada bahan pustaka yang bernilai sejarah seperti naskah kuno, buku langka atau bahan pustaka yang memiliki
13 kondisi fisik yang sudah rapuh. Sedangkan Kosasih 2008, 12 mengemukakan
bahwa “alih media juga merupakan alternatif untuk melestarikan kandungan informasi bahan pustaka, karena formatnya dapat disimpan pada media
penyimpanan yang relatif besar kapasitasnya dan tahan lama.” Selanjutnya, Husna 2013, 2 mengemukakan bahwa:
Alih media digital artinya suatu proses pengalihan bentuk ke dalam format digital dari bentuk analog yang sebelumnya hanya satu buah menjadi file
digital yang dapat dibaca pada komputer dan dapat dibuatkan kopi digitalnya, sehingga ada dua versi yaitu versi asli dan kopiannya dalam
bentuk digital. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa alih media adalah merubah
bentuk tercetak ke dalam bentuk digital atau alternatif untuk melestarikan kandungan informasi bahan pustaka. Format penyimpanan yang relatif besar
kapasitasnya dan tahan lama sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas serta digunakan kapan saja dalam jangka waktu yang cukup lama. Selain itu,
dapat juga dibuatkan kopi digitalnya yang memiliki versi asli dan versi kopiannya dalam bentuk digital.
2.3.1 Prioritas Utama Alih Media
Langkah pertama dalam melestarikan isi kandungan naskah kuno adalah dengan membuat suatu prioritas. Prioritas ini diperlukan untuk menyelamatkan
nilai historis dan isi kandungan dalam naskah kuno. Menurut survey yang dilakukan oleh Gould dan Ebdon yang dikutip oleh Lee 2001, 4 mencatat bahwa
“hampir dua pertiga perpustakaan telah melakukan program kegiatan alih media bahan pustaka yang terjadi sekitar tahun 1995-1996, tetapi tidak semua
perpustakaan mengalihmediakan setiap koleksinya dalam bentuk digital. ” Alasan
14 utama banyaknya perpustakaan dan museum melakukan alih media bahan pustaka
ialah untuk meningkatkan penggunaan koleksi, mengusahakan agar bahan pustaka asli tidak cepat mengalami kerusakan, menjaga dan melestarikan nilai yang
terkandung dalam naskah kuno seperti nilai historisnya. Dalam Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka 1995, 7 dinyatakan
bahwa: Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu bahan pustaka perlu
dilakukan alih media, diantaranya, faktor lingkungan temperatur dan kelembapan udara, cahaya, pencemaran udara, faktor biota, dan bencana
alam seperti kebanjiran, gempa bumi, kebakaran dan kerusuhan dan faktor manusia. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kualitas
kertas yang baik dan keterbatasan dana yang ada serta pentingnya peranan bahan pustaka sebagai media informasi di masa mendatang,
mengakibatkan sering ditemukan bahan pustaka sudah dalam kondisi rusak, kertasnya rapuh dan berubah warna menjadi kuning kecoklatan,
bahkan ada juga yang telah hancur. Dengan hancurnya kertas tersebut, berakibat hancur juga informasi yang terkandung di dalamnya dan hal ini
merupakan kerugian yang tak ternilai.
Sedangkan Seadle 2004, 119 mengemukakan kriteria yang harus menjadi
prioritas penting untuk mengalihmediakan bahan pustaka, adalah: 1.
Apakah bahan pustaka merupakan bahan pustaka yang rusak dan berharga;
2. Apakah prosedur digitalisasi bahan pustaka sesuai dengan standar yang
ada; dan 3.
Apakah hak cipta memberikan akses untuk tujuan pendidikan dan penelitian.
Selanjutnya menurut Hendrawati 2014, 11 kriteria dalam penyeleksian materi yang akan didigitalisasi meliputi:
1. Prioritas: koleksi naskah nusantara, buku langka, peta kuno, gambar,
foto bersejarah, majalah, surat kabar; 2.
Koleksi dengan permintaan yang tinggi atau sedang; 3.
Koleksi yang relatif tidka dikenal, karena diakses lewat digital diharapkan meningkatkan permintaan; dan
15 4.
Kriteria: Tema: yang menajdi prioritas adalah sejaran terbentuknya zaman kolonial, kemerdekaan dan lain-lain serta tingkat keterpakaian.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa untuk mengalihmediakan bahan pustaka terlebih dahulu harus membuat suatu prioritas utama dilakukannya
kegiatan alih media. Selain itu, dalam melakukan alih media juga harus memperhatikan kriteria penting dalam mengalihmediakan bahan pustaka seperti
bahan pustaka yang berharga, prosedur dan standar digitalisasi bahan pustaka serta hak cipta untuk mengaksesnya.
2.3.2 Tujuan Alih Media
Tujuan dilakukannya kegiatan alih media naskah kuno yaitu untuk menyelamatkan nilai informasi yang terkandung didalamnya dan mengurangi
intensitas penggunaan naskah secara langsung karena naskah rentan mengalami kerusakan. Hartinah 2009, 15 mengemukakan bahwa:
Kegiatan alih media bertujuan untuk untuk melestarikan nilai informasi termasuk koleksi informasi langka, efisiensi ruang simpan, memperbanyak
jumlah dan keragaman koleksi informasi, kecepatan temu kembali informasi, tukar menukar informasi antar perpustakaan, penggunaan
koleksi bersama, dan memudahkan diseminasi informasi kepada pengguna dan bisa juga dikatakan agar koleksi tersebut selalu tersedia dan siap pakai
untuk jangka waktu yang lama.
Sedangkan Lee 2002, 93 mengemukakan bahwa “tujuan dilakukan kegiatan alih media agar koleksi tersebut selalu tersedia dan siap pakai untuk
jangka waktu yang lama.” Selanjutnya, Yulia 2009, 9.3 menyatakan bahwa “tujuan alih media adalah melestarikan kandungan informasi bahan pustaka atau
melestarikan bentuk aslinya selengkap mungsin untuk dapat digunakan secara optimal dalam jangka waktu yang cukup lama.”
16 Selanjutnya Hendrawati 2014, 11 mengemukakan lebih rinci tujuan alih
media digital adalah: 1.
Kemudahan Akses, memungkinkan orang ataupun pemustaka untuk dapat mengakses informasi tanpa harus datang ke perpustakaan dapat
diakses secara online; 2.
Layanan jarak jauh long distance service, artinya pengguna dapat menikmati layanan sepuasnya, kapanpun, tanpa dihalangi ruang dan
waktu; 3.
Melestarikan serta mempertahankan koleksi-koleksi yang bersifat langka, usang dan perlu penanganan, karena bentuk asli koleksi yang
perlu pelestarian dapat digantikan dengan format digitalnya; 4.
Melestarikan khasanah budaya bangsa, dengan mendokumentasikan naskah-naskah yang ada di Nusantara ke dalam format digital sebagai
kepentingan, penelitian, pendidikan pengguna, penerbitan serta program-program pameran;
5. Membangun komunitas sosial baru yang tersimpan dalam media portal
Perpustakaan Digital Nasional Indonesia dapat digunakan oleh masyarakat yang berbeda termasuk mereka yang menggunakan
jaringan sosial dan teknologi baru lainnya;
6. Tujuan pembangunan perpustakaan digital untuk mempromosikan
pemahaman dan kesadaran antar budaya dalam lingkup nasional, menyediakan sumber belajar, mendorong ketersediaan bahan pustaka
dan informasi yang mengandung nilai budaya setempat local content serta mendukung penelitian ilmiah; dan
7. Serta memungkinkan kerja sama antar lembaga atau instansi yang
terkait dalam pemanfaatan sumber informasi bersama e-resources. Selain pendapat di atas Zulfitri 2014, 83 mengemukakan tujuan alih
media naskah kuno sebagai berikut: 1.
Menyelamatkan nilai informasinya; 2.
Menyelamatkan fisiknya; 3.
Mengatasi masalah kekurangan ruang; 4.
Mempercepat perolehan informasi, seperti dokumen yang tersimpan dalam CD Compact Disk sangat mudah diakses, baik dalam jarak
jauh maupun dekat. Hal ini dilakukan untuk melestarikan informasi yang terkandung dalam koleksi dengan mengalih mediakan atau
melestarikan kedua-duanya bentuk fisik maupun kandungan informasinya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan dilakukan kegiatan mengalihmediakan bentuk cetak ke dalam bentuk digital yaitu agar informasi
17 yang terkandung dalam koleksi tersebut bisa dilestarikan dan selalu tersedia serta
bisa digunakan kapan saja dalam jangka waktu yang cukup lama serta mengurangi intensitas penggunaan naskah kuno secara langsung karena rentan mengalami
kerusakan.
2.3.3 Manfaat Alih Media
Kegiatan alih media naskah kuno memiliki banyak manfaat. Selain menghemat tempat penyimpanan manfaat alih media juga bisa menyelamatkan
nilai informasi yang terkandung didalam naskah kuno tersebut. Menurut Restinaningsih manfaat alih media yaitu:
1. Mengamankan isi naskah dari kepunahan agar generasi seterusnya tetap
mendapatkan informasi dari ilmu-ilmu yang terkandung dari naskah tersebut;
2. Mudah digandakan berkali-kali untuk dijadikan cadangan back up
data; 3.
Mudah untuk digali informasinya oleh para peneliti jika di-upload ke sebuah alamat web; dan
4. Dapat dijadikan sebagai objek promosi terhadap kekayaan bangsa.
Sedangkan Hartinah 2009, 16 mengemukakan manfaat alih media adalah sebagai berikut:
1. Melestarikan nilai atau kandungan informasi;
2. Meningkatkan akses pada informasi dan pengetahuan yang
tersembunyi; 3.
Mempromosikan sumber daya yang pernah ada seperti sejarah, budaya, pengetahuan dan lain sebagainya; serta
4. Mempromosikan instansi atau lembaga sumber dokumen.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa manfaat alih media naskah kuno dapat menyelamatkan, mengamankan dan melestarikan kandungan informasi yang
terkandung didalamnya. Tidak hanya itu saja, alih media dapat juga meningkatkan akses pada informasi dan pengetahuan yang tersembunyi. Selain itu, dapat juga
18 sebagai media untuk mempromosikan lembaga atau instansi sumber dokumen
tersebut.
2.4 Digitalisasi
Digitalisasi ialah bagian dari pelestarian yang berupaya untuk menyelamatkan naskah-naskah kuno dengan memanfaatkan teknologi digital
seperti soft file, foto digital, mikrofilm serta mengupayakan agar naskah asli atau naskah duplikatnya dapat bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama.
Menurut Restinaningsih 2009, 24 “digitalisasi manuskrip adalah proses
pengalihan manuskrip dari bentuk aslinya ke dalam bentuk digital atau menyalinnya dengan melakukan proses scanning atau memfotonya dengan
kamera digital.” Digitalisasi naskah kuno dilakukan agar isi kandungan informasi dari naskah tetap terjaga jika sewaktu-waktu fisik naskah tersebut sudah tidak
dapat dipertahankan lagi. Sedangkan menurut Chowdhury yang dikutip oleh Husna 2013, 1
menyatakan bahwa: “Digitization is the proses of taking a physical item, such as a book,
manuscript or photograph, and making a digital copy of it. Digitization entails creating a digital copy of an analogue object
”. Maksud dari ahli tersebut yaitu digitalisasi merupakan suatu proses mengalihmediakan
bentuk cetak bahan pustaka seperti manuskrip atau naskah kuno ke dalam bentuk digital yang mencakup pembuatan salinan file yang berbentuk
analog. Selain pendapat di atas, Gardjito 2002, 13 mengemukakan bahwa:
Kelebihan bentuk digital dibandingkan dengan bentuk media lain yaitu informasi digital ikut membentuk sebagian besar peningkatan budaya dan
warisan intelektual bangsa serta memberikan manfaat yang penting bagi penggunanya. Salah satu contoh dari kelebihan produk digital ialah
19 dikemas dalam bentuk CD-ROM yang cara penelusurannya berbeda dari
cara pengaksesan informasi melalui jaringan internet. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa digitalisasi adalah suatu proses
mengalihkan bentuk asli bahan pustaka seperti buku dan naskah kuno kedalam bentuk digital yang mencakup pembuatan salinan dalam bentuk analog dengan
melakukan scanning atau memfotonya dengan menggunakan kamera digital.
2.4.1 Prosedur Sebelum Melakukan Digitalisasi
Ada beberapa tahapan sebelum melakukan proses digitalisasi. Prosedur digitalisasi ini dilakukan agar memudahkan dalam proses temu kembali dan
penyimpanannya. Gardjito 2002, 1-20 mengemukakan mengenai prosedur digitalisasi sebagai berikut:
1. Identifikasi Kategori
Penetapan kategori dari pemilihan informasi harus dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan yang dapat mewakili kepentingan berbagai
sektor. Setelah penetapan kategori dipilih langkah selanjutnya yaitu harus mengetahui apakah koleksi dilindungi oleh hak cipta. Jika bahan
pustaka dilindungi oleh hak cipta, maka proses pelaksanaanya tidak dapat dilanjutkan tanpa izin dari pemilik hak cipta tersebut.
2. Menghimpun atau Mengumpulkan Koleksi
Langkah selanjutnya adalah menghimpun dan mengumpulkan koleksi. Dalam mengumpulkan koleksi dapat dilakukan oleh setiap pusdokinfo
melalui pemilik atau pengelola informasi. Setiap melakukan pemilihan koleksi, topiknya terbatas begitu juga dengan waktu pemilihan,
penghimpunan dan pemrosesannya harus disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
3. Proses Digitalisasi
Tahap selanjutnya yaitu melakukan digitalisasi atau proses digital. Pengalihmediaan informasi berbagai jenis media dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa macam alat perekam. Proses yang paling sederhana dalam pengalihmediaan bentuk digital dapat
dilakukan dengan bantuan alat perekam scanner atau kamera digital untuk menghasilkan gambar elektronik bitmap images.
4. Pembuatan Metadata
Agar informasi yang telah direkam dapat ditelusuri kembali maka diperlukan metadata. Metadata diartikan sebagai data tentang data
20 yang mempunyai kemampuan dalam menentukan suatu sumber,
menunjukkan lokasi data atau dokumen serta memberikan ringkasan tentang apa yang perlu dimanfaatkan. Ada tiga kemampuan yang
sangat diperlukan dalam pembuatan metadata untuk sebuah paket informasi yaitu: penyandian encoding,pembuatan deskripsi untuk
informasi dan preservasi, dan penyediaan akses untuk deskripsi tersebut.
5. Pengelolaan
Setelah melakukan pembuatan metadata tahapan selanjutnya yaitu pengelolaan informasi digital. Pengelolaan informasi digital ini
dilakukan oleh pihak yang terkait didalamnya agar pemustaka atau pengguna lebih mudah dalam mencari bahan pustaka yang
dibutuhkannya. Tahap pengelolaan informasi digital dapat dilakukan oleh pemrakarsa, pembuat peraturan, pembuat atau pencipta, pemilik
hak cipta, penyandang dana, pendukung, pembaca dan konservator.
6. Pendistribusian
Tahap terakhir dari proses ini yaitu tahap pendistribusian. Sistem pendistribusian informasi digital dapat dilakukan melalui situs web
masing-masing perwakilan atau dari badan asosiasi yang menjadi pengelolaan kandungan informasi naskah lokal atau naskah kuno.
Informasi yang dapat dilayankan berupa teks dan gambar.
Sedangkan Najiah 2015, 26 mengemukakan tahapan dalam alih media digital adalah:
1. Pengumpulan dan Seleksi Bahan Pustaka
Untuk pengumpulan dan seleksi bahan pustaka dapat diperoleh melaui intern dan ekstern instansi.
2. Pengecekan Kondisi Fisik Bahan Pustaka
Bahan pustaka yang akan dialihmediakan sebelumnya dilakukan pengecekan kondisi fisik, apabila tingkat kerusakan bahan pustaka
tersebut tinggi maka terlebih dahulu perlu dilakukan perbaikan. Setelah dilakukan perbaikan, bahan pustaka tersebut dapat dialihmediakan.
3. Pencatatan Deskripsi Bibliografis
Selanjutnya dilakukan pencatatan data-data bibliografisnya dicatat dan metadata dari file-file elektronik yang telah dialihmediakan. Hal ini
dilakukan agar koleksi yang telah dialihmediakan dapat ditelusur kembali dengan menggunakan data bibliografisnya serta data-data
tersbut disimpan di dalam pangkalan data sebagai arsip Bidang Transformasi Digital.
4. Proses Pengambilan Objek yang akan Dialihmediakan ke Bentuk
Digital. Proses pengambilan objek dapat dilakukan melalui scanning, proses
pengambilan tiga dimensi dengan kamera digital, proses peliputan peristiwa dan proses konversi.
21 5.
Proses Editing Setelah pengambilan objek tahap berikutnya adalah proses
penyuntingan dokumen yang telah dialihmediakan. 6.
Konversi File Proses pembuatan file-file turunan dari file master file TIFF, MPEG,
mp3, RAW, dan lain-lain. 7.
Pengemasan Dokumen Proses pengemasan dokumen ini dilakukan agar bahan pustaka yang
telah dialihmediakan dapat dibaca seperti dokumen aslinya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa prosedur digitalisasi dimulai dari identifikasi kategori berdasarkan informasi yang dipilih, menghimpun atau
mengumpulkan koleksi berdasarkan wilayah terdapatnya naskah kuno, pengecekan kondisi fisik bahan pustaka, pencatatan deskripsi bibliografisnya,
digitalisasi atau alih media informasi yang menggunakan alat perekam, pengatalogan agar mudah ditelusuri, pengelolaan dan dukungan dari berbagai
pihak agar prosesnya berjalan lancar serta pendistribusian atau penyebaran informasi naskah kuno digital melalui situs website perpustakaan.
2.4.2 Proses Digitalisasi
Proses digitalisasi adalah proses mengubah dokumen tercetak menjadi dokumen digital. Menurut Pendit 2007, 103
“proses digitalisasi dapat dilakukan terhadap berbagai bentuk bahan pustaka seperti peta, naskah kuno, foto, karya
seni patung, lukisan dan sebagainya. ” Sedangkan menurut Restinaningsih 2009,
24 mengemukakan bahwa: Proses digitalisasi naskah kuno dengan kamera menggunakan jenis kamera
tertentu dengan tipe yang dapat menghasilkan gambar atau foto dengan tingkat piksel tinggi. Sehingga naskah dapat dibaca jika di-zoom in.
Kamera tersebut dihubungkan ke perangkat komputer atau laptop yang sudah diinstal perangkat lunak yang kompatibel untuk mengolah gambar
yang diambil.
22 Selanjutnya Pendit 2007, 241-242 mengemukakan proses digitalisasi
bertujuan untuk: 1.
Pendidikan; 2.
Penyebaran ilmu pengetahuan; dan 3.
Tujuan konversi yaitu melestarikan peninggalan bersejarah dari bangsa.
Selain pendapat di atas menurut Syamsuddin yang disitir oleh Hartinah 2009, 15 mengemukakan bahwa kegiatan alih media koleksi perpustakaan
sebagai berikut: 1.
Pembuatan daftar dan pengelompokkan koleksi yang akan dilakukan alih media;
2. Pengambilan koleksi dari ruang koleksi;
3. Melakukan scan menggunakan scanner terhadap koleksi sesuai urutan
dalam daftar dan kelompok koleksi; 4.
Pengecekan dan pencocokan kelengkapan hasil scan dan koleksi yang di scan;
5. Pengembalian koleksi ke ruang koleksi;
6. Hasil scan koleksi disimpan ke dalam database dan server termasuk
membuat backup data, pemberian nama khusus terhadap file-file untuk memudahkan proses temu kembali;
7. Hasil scan koleksi disiapkan dalam bentuk CD-ROM atau DVD untuk
disimpan dalam ruang koleksi atau untuk kebutuhan diseminasi informasi;
8. File-file hasil scan koleksi dihubungkan ke dalam website perpustakaan
digital agar bisa diakses oleh pengguna melalui jaringan LAN Local Area Network atau WAN Wide Area Network atau Internet;
9. Membuat buku petunjuk bagi pengguna tentang cara melakukan temu
kembali atau akses informasi dan peraturan-peraturan terhadap hak kekayaan intelektual HaKI terhadap koleksi bentuk digital.
Sedangkan Hendrawati 2014, 29-31 mengemukakan ada 3 tiga tahapan utama proses digitalisasi, yaitu:
1. Tahapan pra digitalisasi prosedur awal merupakan tahap persiapan
sebelum dilaksanakannya proses pengambilan objek digital. Kegiatan pertama yang dipersiapkan adalah lebih bersifat persiapan
asministrasi, diantaranya: inventarisasi dan seleksi bahan pustaka, survey kondisi fisik bahan pustaka, evaluasi dan analisis metadata serta
23 penentuan format file digital dan pemilihan metode pengambilan objek
digital capture; 2.
Tahapan digitalisasi merupakan tindakan pengalihan format suatu media ke format digital yang dimulai dengan proses pengambilan objek
digital. Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan kalibrasi peralatan yang
akan digunakan, pengambilan objek digital baik menggunakan kamera digital, scanner atau alat konversi lainnya, editing, konversi, upload dan
menyimpan data dalam cakram padat CD; dan
3. Tahapan pasca setelah digitalisasi. tahapan ini lebih menitik beratkan
pada bagaimana objek digital ini disajikan serta dapat diakses oleh pengguna.
Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah lebih kepada pengecekkan serta pengontrolan kualitas berkas digital, kelengkapan
serta urutan dari berkas digital.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa proses digitalisasi adalah suatu
proses mengubah dokumen tercetak ke dalam bentuk digital melalui tahapan pra digitalisasi, tahapan digitalisasi dan pasca digitalisasi agar naskah kuno dapat
digunakan oleh pengguna. Melalui digitalisasi, perpustakaan dapat menyimpan ribuan bahkan jutaan karya tulis maupun karya seni tanpa dibatasi ruang dan
waktu.
2.4.3 Proses Alih Media Naskah Kuno
Proses alih media bahan pustaka elektronik memerlukan teknik khusus yang
memiliki perbedaan
dengan bahan
pustaka tercetak.
Menurut Syachrulramdhani 2011, 38 mengemukakan bahwa:
Proses alih media bahan pustaka dimulai dari konversi yang dilakukan untuk menyamakan format dan mengatur penamaan file, pembuatan
metadata untuk keperluan penelusuran berbasis web. Kemudian proses penyimpanan dokumen adalah proses penyimpanan dimana termasuk di
dalamnya adalah pemasukan data data entry, editing, pembuatan indeks dan klasifikasi berdasarkan subjek dari dokumen dan proses pengaksesan
dan pencarian kembali dokumen adalah proses bagaimana melakukan pencarian kembali dokumen-dokumen yang telah disimpan. Terakhir
proses pendistribusian dokumen adalah proses penyebarluasan hasil
24 penyimpanan dokumen ke masyarakat pengguna sesuai bentuk
penyimpanannya. Selain pendapat di atas Sulendra 2014, 4 mengemukakan bahwa alur
kerja alih media naskah kuno adalah sebagai berikut: 1.
Pengumpulan dan seleksi bahan pustaka Bahan pustaka yang akan dialihmediakan diperoleh dari intern lingkungan
perpustakaan sendiri atau melalui kerjasama dengan instansi pemerintah maupun non pemerintah lainnya.
2. Pengecekan Kondisi Fisik Bahan Pustaka
Sebelum bahan pustaka akan dialih mediakan maka dilakukan pengecekan kondisi fisik. Bila kondisi fisik bahan pustaka tidak rusak dapat langsung
dialihmediakan, tetapi bila tingkat kerusakannya sudah tinggi, dilakukan konservasi terlebih dahulu sebelum dialihmediakan.
3. Scanning atau Capturing File
Proses scanning dokumen asli direkomendasikan untuk menggunakan resolusi minimum 300 dpi dot per inch dan disimpan dalam bentuk
dokumen elektronik dalam format tertentu TIFF, GIF, JPEG dll. untuk file gambar. Dokumen elektronik tersebut memiliki informasi yang sama
dengan dokumen aslinya dalam rangka memberikan versi digital yang berumur panjang dan berkualitas tinggi.
4. Editing dan Compiling
Proses ini mencakup pengeditan dokumen yang sudah di-scan atau di- capture dan pembuatan file-file turunan File JPEG 300 dpi atau File
JPEG 100 dpi untukpengemasan dan penerbitan ke Web. Dilanjutkan dengan proses penyatuan file-file yang sebelumnya terpisah pada saat
pengeditan. Proses compilling ini biasanya disatukan kedalam format PDF Portable Document Format.
5. Pengemasan Akhir
Adalah pengemasan dokumen ke dalam bentuk multi media sehingga dokumen itu bisa dibaca seperti layaknya dokumen aslinya. Pengemasan
hasil akhir alih media terdiri menjadi dua: dalam bentuk EXE dan bentuk HTML Hyper Text Markup Languange.
Sedangkan dalam Standar Operasional Prosedur Digitalisasi Bahan
Pustaka Perpustakaan Pengadilan Tinggi Agama Makassar 2008, 4, langkah- langkah yang harus dilakukan dalam pengalihan bahan pustaka atau naskah kuno
tercetak ke dalam bentuk digital, yaitu:
25 1.
Seleksi dan pengumpulan bahan yang akan dibuat koleksi digital. Bahan-bahan yang akan dialihmediakan dari tercetak ke dalam bentuk
digital perlu diseleksi terlebih dahulu agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan digitalisasi koleksi perpustakaan. Bahan-bahan
yang akan digitalisasi adalah bahan-bahan yang mengandung informasi spesifik, seperti bahan pustaka yang sudah lama seperti naskah kuno.
Setelah dilakukan seleksi akan dilanjutkan kepada tahap selanjutnya dalam mengalihmediakan.
2. Pembongkaran jilid koleksi agar bisa dibaca oleh alat pemindai
scanner. Proses ini dilakukan untuk memudahkan dalam pemindaian lembar
demi lembar bahan tersebut. Untuk penggunaan mesin pemindai atau scanner, maka pembongkaran dokumen tercetak dari jilidnya sudah
menjadi keharusan.
3. Pembacaan halaman demi halaman dokumen menggunakan scanner
kemudian disimpan dalam format file PDF Portable Document Format.
Operator hanya tinggal memasukkan sejumlah lembar misalnya 30 atau 50 lembar atau lebih sesuai kemampuan alat pemindai kedalam
bak kertas. Mesin pemindai secara otomatis akan mengambil lembar demi lembar sampai persediaan lembaran di bak kertas habis. Hasil dari
proses ini adalah dokumen dalam bentuk eletronik atau file komputer.
4. Pengeditan.
Hasil pemindaian yang sudah dalam bentuk elektronik masih perlu juga dilakukan pengeditan. Editing dilakukan seperti pemotongan pinggiran
halaman, pembalikan halam dan lain-lain sehingga hasilnya menjadi lebih bagus dan mudah dibaca. Selain itu, perlu dilakukan
penggabungan halaman dan bookmarking agar halaman-halaman dokumen dapat diakses dengan cepat.
5. Pembuatan serta pengelolaan metadata.
Pembuatan serta pengelolaan metadata basisdata dilakukan agar dokumen tersebut dapat diakses dengan cepat. Pembuatan basisdata
dapat menggunakan perangkat lunak apa saja dan bisa digunakan oleh semua pustakawan dan pengguna perpustakaan.
6. Melengkapi basis data dokumen dengan abstrak jika diperlukan.
Terutama untuk dokumen-dokumen yang berisi informasi ilmiah serta monograf lainnya. Sedangkan untuk dokumen yang berisi informasi
singkat dan semacamnya, cukup ditambahkan keterangan atau anotasi. 7.
Pemindahan atau penyimpanan upload ke server. Tahap selanjutnya adalah mengumpulkan dokumen tersebut, menata
serta mengkopinya dalam CD-ROM Compact Disc Read-Only Memory dan DVD Digital Video Disc.
8. Penjilidan kembali dikumen yang sudah dibongkar.
Dokumen yang telah dibongkar, jika masih diperlukan bentuk tercetaknya maka harus dilakukan penjilidan kembali. Setelah
26 dilakukan penjilidan naskah tersebut dapat dikembalikan ke rak atau
tempat penyimpanan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam pengalihan naskah kuno tercetak ke dalam bentuk digital yaitu melakukan pembongkaran pada naskah untuk di scanning dan editing naskah agar
mudah dibaca, tahap terakhir upload naskah agar bisa dilayankan kepada pengguna. Setelah ketiga proses itu selesai, naskah yang telah dibongkar dijilid
kembali untuk dikembalikan pada tempat penyimpanannya.
2.5 Perangkat keras untuk Mengoperasikan Naskah Kuno Digital
Naskah kuno yang telah dialihmediakan disimpan dalam bentuk Compact Disc Read-Only Memory CD-ROM. Untuk mengoperasikannya harus memiliki
perangkat keras untuk mengoperasikannya agar bisa digunakan oleh pengguna. Menurut Stallings 2004, 166 “CD-ROM suatu disk yang tidak dapat dihapus
digunakan untuk penyimpanan data komputer yang menggunakan sistem standar disk 12 cm dan dapat menampung lebih dari 650 MB atau kira-kira 300000
halaman teks.” Sedangkan Sutarman 2009, 137 menyatakan bahwa “CD-ROM adalah jenis piringan optic
yang mempunyai sifat hanya bisa dibaca.” Selanjutnya Hamacher 2004, 286 mengemukakan “tingkat kepentingan
CD-ROM bagi sistem komputer muncul karena kapasitas penyimpanan yang besar dan waktu akses yang cepat dibandingkan dengan media portable lainnya
seperti floppy disc dan tape magnetic .” Selain pendapat di atas, Khihanta 2014,
8.4 menyatakan bahwa “data yang terekam dalam CD bisa dibaca melalui CD-
27 ROM player yang menggunakan sinar laser berisi cahaya warna merah melewati
putaran CD melalui si stem prisma dan kaca.”
Sedangkan Stallings 2004, 168 mengemukakan keuntungan dan kekurangan CD-ROM sebagai media penyimpanan adalah:
Keuntungan: 1.
Data yang tersimpan pada disk optik bisa diperbanyak dengan biaya yang murah tetapi pada disk magnetik basis datanya harus direproduksi
untuk menyalin data kedalam disk dengan mengunakan dua buah disk drive;
2. Disk optik dapat dipindah-pindahkan informasi yang terdapat
didalamnya tetapi sebagian disk magnetik tidak dapt dipindahkan informasinya.
Kekurangan: 1.
CD-ROM hanya dapat dibaca saja read-only dan tidak dapat di- update;
2. CD-ROM mempunyai waktu akses yang lebih lama dibandingkan
dengan waktu akses disk drive magnetik sebanyak setengah detik. Tidak hanya CD-ROM saja media penyimpanan naskah kuno yang telah
dialihmediakan tetapi DVD juga dapat digunakan sebagai tempat penyimpanan naskah kuno digital. Menurut Hamacher 2004, 287 “ukuran fisik disk DVD
sama dengan CD yang memiliki ketebalan 1,2mm dan diameter 120mm.” Sedangkan Sutarman 2009, 139 menyatakan b
ahwa “Digital Video Disc atau Digital Versatile Disc atau DVD merupakan teknologi piringan optik yang
memiliki kapasitas penyimpanan data yang lebih besar.” DVD dapat membaca data lebih cepat dengan muatan video berkualitas setara sinema. DVD memiliki
kualitas yang lebih baik dibanding piringan penyimpanan data untuk keperluan audio maupun komputer PC. Sutarman mengemukakan kemampuan DVD dapat
dilihat dari jenisnya yaitu: 1.
Single-sided, single layer kapasitas 4,7 GB;
28 2.
Double-sided, single layer kapasitas 8,5 GB; 3.
Single-sided, double layer kapasitas 9,4 GB; dan 4.
Double-sided, double layer kapasitas 17 GB. Selain itu, Simarmata 2006, 146-147 mengemukakan bahwa DVD
memiliki kapasitas tinggi yang mampu menyimpan 4.7 GB sampai 17 GB dan harus mempunyai driver DVD-ROM untuk membaca dan menyimpan basisdata,
perangkat lunak kompleks dan gambar hidup. Sedangkan Stallings 2004, 170 mengemukakan bahwa:
Ada 3 perbedaan DVD dengan CD yang berkaitan dengan kapasitas penyimpanannya yaitu:
1. Bit dikemas lebih lekat pada DVD.
Pengaturan jarak minimun dan maksimum antara bintik sepanjang pilinan sekitar 1,6 µm sampai 0,834 µm serta penggunaan laser dengan
panjang gelombang antara 0,74 µm sampai 0,4 µm. Hasil dari kedua peningkatan itu adalah meningkatkan kapasitas sekitar tujuh kali lipat
atau sekitar 4,7 GB.
2. DVD memiliki lapisan kedua bintik dan daratan di atas lapisan pertama.
Sebuah DVD mempunyai lapisan semireflective diatas lapisan yang memantulkan cahaya dan menyesuaikan fokus, laser pada drive DVD
dapat membaca masing-masing secara terpisah. Teknik ini bisa menggandakan kapasitas disk sekitar 8,5 GB. Reflectifas yang lebih
rendah dari lapisan kedua dapat membatasi kapasitas penyimpanan sehingga penggandaan penuh tidak mudah dicapai.
3. DVD-ROM dapat menjadi dua sisi sedangkan data direkam hanya pada
satu sisi CD. Hal ini menjadikan kapasitasnya hingga 17 GB. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa CD-ROM dan DVD dapat
digunakan sebagai media penyimpanan naskah kuno yang telah dialimediakan. Sebelum melakukan penyimpanan kedalam format tersebut terlebih dahulu
perhatikan kualitas dan kapasitas penyimpanannya. CD-ROM dan DVD sifatnya hanya bisa dibaca saja, oleh karena itu harus menyediakan perangkat keras untuk
dapat mengoperasikan naskah kuno digital.
29
2.6 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan