plot Gambar 4.1, titik-titik menyebar cukup dekat pada garis diagonal, maka disimpulkan bahwa asumsi normalitas dipenuhi.
4.2.2 Uji Multikolinearitas
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi antar variabel bebas Ghozali, 2011:105.
Ketika terdapat korelasi antar variabel bebas yang cukup tinggi, maka permasalahan ini disebut dengan istilah multikolinearitas Stevens, 2009:74. Jika
terjadi multikolinearitas yang sempurna perfect multicolinearity, maka koefisien-koefisien regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan
indeterminate, jika terjadi multikolinearitas yang tinggi, koefisien-koefisien regresi dari variabel bebas dapat ditentukan, namun memiliki nilai standar error
yang tinggi yang berarti bahwa koefisien-koefisien regresi tersebut tidak dapat diestimasi dengan tepat atau akurat Gujarati, 2003:344. Field 2009:221 juga
menyatakan bahwa seharusnya tidak terjadi hubungan linear yang sempurna perfect linear relationship dari dua atau lebih variabel bebas. Jadi, variabel-
variabel bebas seharusnya tidak berkorelasi terlalu tinggi not correlate too highly.
Untuk memeriksa apakah terjadi multikolinearitas atau tidak dapat dilihat dari nilai variance inflation factor VIF. Nilai VIF yang lebih dari 10 diindikasi
suatu variabel bebas terjadi multikolinearitas Myers dalam Stevens, 2009:75.
Tabel 4.3 Uji Multikolinearitas
Sumber : hasil olahan software SPSS
Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.3, nilai VIF dari variabel Pajak Daerah adalah 1,638, nilai VIF dari variabel Retribusi Daerah adalah 1,079, nilai
VIF dari variabel Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan adalah 1,657, dan nilai VIF dari Lain-Lain PAD yang Sah adalah 1,072. Karena masing-
masing nilai VIF tidak lebih besar dari 10, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas yang berat.
4.2.3 Uji Non-Autokorelasi atau Independensi Residual Independent Errors
Uji independensi residual uji non-autokorelasi merupakan suatu uji untuk memeriksa apakah untuk setiap dua pengamatan residual saling berkorelasi atau
tidak Field, 2009:220. Supranto 2005:151 mengartikan non-autokorelasi sebagai tidak terjadinya korelasi antara kesalahan pengganggu yang satu dengan
yang lainnya. Meskipun terjadinya autokorelasi terhadap estimator-estimator yang dihasilkan oleh metode ordinary least square OLS tetap tak bias unbiased,
konsisten consistent, dan terdistribusi normal secara asimtotis, namun estimator- estimator tersebut tidak lagi efisien. Sebagai akibatnya, pada uji t, F, dan chi
kuadrat tidak lagi sah untuk digunakan cannot be legitimately applied Gujarati,
2003:489. Asumsi mengenai independensi terhadap residual non-autokorelasi dapat diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson Field, 2009:220. Riyanto
2012:59 menyatakan jika nilai statistik Durbin-Watson -2 sd +2, maka asumsi independensi terhadap residual non-autokorelasi terpenuhi. Sebaliknya, bila nilai
statistik Durbin-Watson -2 atau 2, berarti asumsi independensi terhadap residual non-autokorelasi tidak terpenuhi.
Tabel 4.4 Uji Autokorelasi
Sumber : hasil olahan software SPSS
Berdasarkan Tabel 4.4, nilai dari statistik Durbin-Watson adalah 1,473. Perhatikan bahwa karena nilai statistik Durbin-Watson terletak di antara -2 dan
+2, maka asumsi non-autokorelasi terpenuhi. Dengan kata lain, tidak terjadi gejala autokorelasi yang tinggi pada residual.
4.2.4 Uji Heteroskedastisitas