Penyerapan uranium dengan zeolit dan imobilisasi zeolit jenuh uranium menggunakan polimer

(1)

PENYERAPAN URANIUM DENGAN ZEOLIT DAN

IMOBILISASI ZEOLIT JENUH URANIUM MENGGUNAKAN

POLIMER

ANISSA 105096003155

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENYERAPAN URANIUM DENGAN ZEOLIT DAN

IMOBILISASI ZEOLIT JENUH URANIUM DENGAN

POLIMER

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

ANISSA 105096003155

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENYERAPAN URANIUM DENGAN ZEOLIT DAN

IMOBILISASI ZEOLIT JENUH URANIUM MENGGUNAKAN

POLIMER

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh ANISSA 105096003155

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Herlan Martono, M. Sc NIP.19510625 198101 1 001

Dr. Thamzil Las

NIP. 19490516 197703 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia


(4)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Penyerapan Uranium Dengan Zeolit Dan Imobilisasi Zeolit Jenuh Uranium Dengan Polimer” telah diuji dan dinyatakan lulus pada sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari kamis tanggal 2 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata satu (S1) Program Studi Kimia.

Jakarta, Desember 2010 Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. Sofyan Yatim NIP. 330 000 461

Hendrawati, M.Si NIP. 19720815 200312 2 001

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Herlan Martono, M.Sc NIP. 19510625 198101 1 001

Dr. Thamzil Las NIP. 19490516 197703 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi

Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP. 19680117 200112 1 001

Sri Yadial Chalid, M.Si NIP. 19680313 200312 2 001


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR – BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Desember 2010

ANISSA 105096003155


(6)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah SWT atas nikmat islam, iman dan sehat serta diutusnya nabi Muhammad SAW, Rasul yang menjadi Rahmat seluruh alam. Segala puji hanya bagi Allah SWT atas segala limpahan taufiq, hidayah serta inayah-Nya yang tiada putus dan hentihentinya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Penyerapan Uranium Dengan Zeolit dan Imobilisasi Zeolit Jenuh Uranium Menggunakan Polimer“ dapat diselesaikan. Yaa Robbi lakal hamdu wa lakasy syukru.

Skripsi ini dibuat penulis sebagai tugas akhir dan syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar sarjana S1 kimia. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PTLR BATAN dari bulan Maret s.d Agustus 2009.

Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang selama ini telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini diantaranya: 1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Sri Yadial Chalid, M.Si selaku Ketua Prodi Kimia FST yang telah memberikan arahan, dorongan, dan motivasi kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Ir. Herlan Martono, M.Sc, selaku pembimbing I, terima kasih atas pengalaman, perhatian dan ilmu-ilmunya yang begitu bermanfaat bagi penulis serta bimbingannya untuk mendidik ananda


(7)

4. Dr. Thamzil Las, selaku pembimbing II atas motivasi, perhatian, bimbingan dan dukungan yang telah diberikan serta pengertiannya dalam mendidik. Semoga Allah memberikan sejuta kebaikan kepada bapak beserta keluarga. 5. Prof. Dr. Sofyan Yatim dan Ibu Hendrawati, M. Si selaku para penguji, yang

telah memberikan banyak saran untuk memperbaiki skripsi ini lebih baik. 6. Bapak Dr. Djarot S Wisnubroto, M.Sc, Selaku pimpinan PTLR BATAN yang

telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di PTLR BATAN. 7. Ibu Yusraini, M.Si; Ibu Siti Nurbaiti, M.Si; dan Ibu Nurhasni, M.Si selaku

dosen Kimia UIN yang telah banyak memberikan saran, dan doa serta dukungannya untuk para mahasiswa kimia UIN.

8. Bapak Ir. Husein Zamroni, Ibu Ir. Aisyah, M.T, Ibu Wati, S.T, Bapak Sugeng, Bapak Yuli Purwanto, Bapak Rachmadatin dan Bapak Dwi Luhur Ibnu Saputra selaku pegawai BATAN yang telah banyak membantu selama berlangsungnya penelitian. Terima kasih untuk sambutan hangatnya, motivasi, kontribusi tenaga dan ilmu serta pengalaman yang diberikan selama ini.

9. Kepada kedua orang tua dan suami tercinta yang telah memberikan dukungan, motivasi dan nasihat serta doa yang amat berharga untuk ananda.

Tak akan ada skripsi ini tanpa terlibatnya kalian semua. Semoga mahabbah Allah SWT senantiasa tercurah pada kita semua. Jazakumullah ahsanal jaza.

Alhaqqu min Robbika falaa takuunanna minal mumtariin. Wassalamu’alaikum

Jakarta, Desember 2010


(8)

DAFTAR ISI

Hal KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR TABEL... ABSTRAK... ABSTRACT ... BAB I PENDAHULUAN ... 1.1.Latar Belakang ... 1.2.Perumusan Masalah ... 1.3.Tujuan Penelitian ...

1.4.Hipotesis………..………...

1.5.Manfaat Penelitian ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1.Limbah Radioaktif ... 2.2. Pengelolaan Limbah Radioaktif……….……… 2.3. Pengolahan Limbah Radioaktif……….……… 2.4. Uranium………. 2.5. Limbah Cair Transuranium (LCTRU)………...……….... 2.6. Zeolit ………...

2.6.1. Zeolit sebagai Filter (Penyaring) Ion……….. 2.6.2. Zeolit sebagai Material Penyerap (Sorben) dan Dehidrasi………. 2.6.3. Zeolit sebagai Penukar Ion………. 2.7. Alumino Siliko Fosfat (ASP) ... 2.8. Imobilisasi/Solidifikasi... 2.9. Polimerisasi ………...……... 2.10. Karakteristik Hasil Imobilisasi ………...……….. 2.11. Spektrofotometer UV-Visibel ………... 2.12. Difraksi Sinar X ...

v vii ix x xi xii 1 1 2 3 3 4 5 5 6 7 8 9 11 13 14 17 18 19 22 24 27 29


(9)

2.13. X-Ray Flouresence (XRF) ... BAB III METODE PENELITIAN ... 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ... 3.2.Bahan dan Alat ... 3.2.1. Bahan ……… 3.2.2. Alat.. ……….

3.3.Cara Kerja…..………...

3.3.1. Pemurnian Zeolit……... ………... 3.3.2. Modifikasi Zeolit dalam bentuk ASP ……… 3.3.3. Pembuatan Simulasi Uranium ……… 3.3.4. Penentuan Komposisi…..….………... 3.3.5. Penentuan Waktu Kontak... ………... 3.3.6. Imobilisasi ASP Jenuh Uranium Menggunakan Polimer …... 3.3.7. Karakterisasi Hasil Imobilisasi………..…... 3.3.8. Analisis Uranium dengan Spektrofotometer UV-Visibel………... BAB 1V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 4.1. Modifikasi Zeolit Menjadi Alumino Siliko Fosfat (ASP) ……….. 4.2. Penentuan Penambahan Pengkompleks Na2CO3 Dalam (UO2)+2... 4.3. Penentuan Waktu kontak ……….. 4.4. Imobilisasi ASP jenuh (UO2)+2 dengan polimer ……….. 4.5. Karakteristik Hasil Imobilisasi………... 4.5.1. Uji Densitas………. 4.5.2. Uji Kuat Tekan……… 4.5.3. Uji Pelindihan………. 4.6. Pemilihan Kandungan Limbah Terbaik………... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 5.1. Kesimpulan ……..………. 5.2. Saran ………..………... DAFTAR PUSTAKA ………... LAMPIRAN ... 32 33 33 33 33 33 34 34 34 35 35 35 36 37 38 40 40 43 45 46 47 47 48 49 50 51 51 51 52 55


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema proses olah ulang bahan bakar bekas... 10

Gambar 2. Struktur Tetrahedral Alumina Silikat... 12

Gambar 3. Struktur Stereotip Klinoptilolit ... 13

. Gambar 4. Reaksi pembentukan ASP... 18

Gambar 5. Struktur resin Epoksi... 23

Gambar 6. Skema instrumen UV-Visibel ... 28

Gambar 7. Kondisi Difraksi Bragg... 29

Gambar 8. Skema difraksi sinar X menggunakan metode rotasi kristal ... 31

Gambar 9. Skema kerja alat XRF ... 32

Gambar 10. Grafik perbandingan zeolit dan ASP menggunakan XRD... 41

Gambar 11. Reaksi pembentukan Uranil Karbonat ... 44

Gambar 12. Grafik hubungan waktu kontak dan penyerapan uranium oleh zeolit 45

Gambar 13. Blok polimer limbah zeolit jenuh uranium... 46

Gambar 14. Grafik hubungan kandungan limbah terhadap densitas... 47


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi ASP, resin dan hardener untuk imobilisasi... 36

Tabel 2 Data komposisi kimia zeolit murni dan ASP... 40

Tabel 3. Data analisis XRD perbandingan zeolit Lampung dan ASP... 42

Tabel 4. Data penyerapan uranium oleh berbagai komposisi zeolit... 43

Tabel 5. Data uji pelindihan hasil imobilisasi blok polimer ...……... 49


(12)

PENYERAPAN URANIUM DENGAN ZEOLIT DAN IMOBILISASI ZEOLIT JENUH URANIUM MENGGUNAKAN POLIMER

ABSTRAK

Telah dilakukan penyerapan uranium sebagai limbah simulasi produksi radioisotop Mo-99 dengan zeolit dan imobilisasi zeolit jenuh uranium menggunakan resin epoksi. Zeolit yang digunakan berasal dari Lampung yang kemudian dimodifikasi menjadi alumino siliko fosfat (ASP) dengan mereaksikan zeolit dan amonium dihidrogen fosfat, sebagai penyerap uranium. Analisis penyerapan uranium dilakukan dengan teknik spektrofotometer UV-Vis. Penentuan parameter kristal ASP dianalis dengan teknik Difraksi sinar-X, dan penentuan komposisi ASP dianalisis dengan teknik X-Ray Flouresence. ASP yang telah jenuh dengan limbah uranium diimobilisasi dalam bentuk blok polimer dengan kandungan limbah 0, 10, 20, 30, 40, dan 50% berat. Karakterisasi hasil imobilisasi dilakukan dengan pengujian densitas, kuat tekan, dan laju pelindihan. Hasil penyerapan uranium terbaik terjadi pada modifikasi zeolit menjadi ASP dengan perbandingan 1:1 yaitu dengan efisiensi penyerapan sebesar 73,79% berat selama waktu kontak 40 menit. Karakterisasi hasil imobilisasi pada uji pelindihan, kuat tekan dan densitas yang terbaik didapatkan pada kandungan limbah 20%.

Kata Kunci: Zeolit, Alumino siliko fosfat (ASP), Limbah uranium, Imobilisasi, Polimer, Spektrofotometer UV-Vis, XRD.


(13)

THE SORPTION OF URANIUM BY ZEOLITE AND IMMOBILIZATION OF USED ZEOLITE USING POLYMER

ABSTRACT

Sorption of uranium has been carried out as waste simulation of radioisotope production Mo-99 with zeolite and immobilizayion of used zeolite using epoxy resin. Zeolites were used, in the world from Lampung then modified into alumino-silico phosphate (ASP) by treating zeolite and ammonium dihydrogen phosphate, as an absorbent uranium. Uranium absorption analysis technique performed by UV-Vis spectrophotometer. Determination of ASP crystals were analyzed by X-Ray techniques Diffraction, and determining the composition of ASP were analyzed by X-Ray technique Flouresence. Used ASP with saturated uranium waste is immobilized by polymer with waste loading 0, 10, 20, 30, 40, and 50% weight. The characterization of waste polymer product were performed by testing the density, compression strength and leaching. Best of uranium on the absorption occurs in zeolite modification to an ASP with a ratio of 1:1 is the absorption efficiency of 73,79% during the 40-minute contact time. Best on testing for density, compression strength and leaching rate, the best of immolization product at the 20% waste loading.

Kata Kunci: Zeolit, Alumino siliko fosfat (ASP), Limbah uranium, Imobilisasi, Polimer, Spektrofotometer UV-Vis, XRD.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah radioaktif ditimbulkan dari kegiatan kedokteran nuklir, aplikasi teknik nuklir di bidang industri, pengoperasian reaktor nuklir, produksi bahan bakar nuklir, produksi radioisotop dan penelitian di bidang nuklir. Limbah radioaktif dihasilkan dalam fase gas, cair dan padatan melalui proses industri termasuk listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga nuklir.

Dalam kedokteran nuklir, isotop Mo99 digunakan untuk diagnosis penyakit seperti fungsi hati, ginjal, dan adanya tumor. Di Instalasi Produksi Radioisotop, isotop Mo99 dibuat dari High Enriched Uranium (HEU) atau dikenal dengan uranium diperkaya 93%, yang diiradiasi dalam reaktor G.A. Siwabessy. Uranium diperkaya 93%, berarti U235 93% yang akan mengalami reaksi fisi, sedangkan 7% U238 yang mengalami reaksi serapan netron. Setelah iradiasi dalam reaktor, kelongsong dilepas dan U yang telah teriradiasi dilarutkan kedalam HNO3 6–8 M. Setelah Mo99 diambil dengan penyerapan dalam Al2O3, maka uranium diekstraksi dengan pelarut tributil fosfat dodekan. Hasil ekstraksi adalah fase ekstrak yang banyak mengandung uranium dan sedikit hasil belah dan fase rafinat yang mengandung hasil belah dan sedikit uranium (Herbanu Daru, A, 2004). Limbah rafinat ini perlu dikelola untuk menghindari potensi bahaya dan dampaknya terhadap pekerja, masyarakat, dan lingkungan. Salah satu pengolahan


(15)

mengisolasi uranium dalam limbah rafinat dengan proses pertukaran ion menggunakan zeolit dan imobilisasi dengan polimer.

Di Indonesia, zeolit ditemukan dalam jumlah besar, yang tersebar di beberapa daerah, terutama di Jawa seperti di Bayah dan Sukabumi serta Lampung. Mineral zeolit di Indonesia tersebut terutama dari jenis klinoptilolit dan modernit. Namun zeolit alam ini umumnya masih bermutu rendah dan salah satu cara untuk memperbaiki mutu tersebut dengan memodifikasi zeolit kedalam bentuk senyawa alumino-siliko fosfat (ASP) karena dapat bertindak sebagai penukar kation dan anion.

Dalam studi ini akan dilakukan penelitian dengan memanfaatkan zeolit Lampung yang dimodifikasi menjadi alumino siliko fosfat untuk pengolahan limbah uranium. Variabel yang berpengaruh pada penyerapan uranium oleh ASP adalah waktu kontak, sehingga dapat ditentukan lamanya waktu kontak yang sesuai untuk penyerapan maksimum radionuklida oleh zeolit. Selanjutnya zeolit yang telah menyerap radionuklida pada kondisi maksimum diimobilisasi dengan polimer, sebagai variabel adalah kandungan limbah (waste loading) dalam polimer.

1.2. Perumusan Masalah

Limbah cair uranium dari rafinat hasil samping produksi radioisotop Mo99 harus diolah agar tidak membahayakan manusia dan lingkungan. Untuk pengolahan limbah cair uranium yang berumur panjang dilakukan melalui dua tahap yaitu reduksi volume dan solidifikasi (imobilisasi). Reduksi volume


(16)

dilakukan dengan penyerapan uranium dengan zeolit dan ASP, untuk memudahkan penanganan lebih lanjut. Zeolit dimodifikasi menjadi ASP agar kapasitas serap uranium menjadi lebih besar. Alumino-siliko fosfat jenuh uranium selanjutnya diimobilisasi dengan polimer epoksi yang tahan dalam jangka lama melebihi umur uranium. Polimer epoksi mempunyai ketahanan kimia yang tinggi dan diharapkan laju pelindihan uranium dari polimer-limbah ke lingkungan sekecil mungkin sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan.

Pada penelitian ini digunakan limbah cair simulasi yaitu uranil nitrat heksahidrat yang dilarutkan dalam air.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan penyerapan limbah uranium yang terbaik menggunakan zeolit dan mengimobilisasi limbah dengan polimer.

1.4. Hipotesis

Zeolit yang dimodifikasi menjadi alumino-siliko fosfat (ASP) dapat menyerap (UO2)+2 (dalam bentuk kation) dan (UO2(CO3)3)-4 (dalam bentuk anion) serta imobilisasi zeolit jenuh uranium dengan polimer epoksi akan menyebabkan uranium tidak mengalami difusi dalam air demin (aquades). Dalam pengujian ini diharapkan diperoleh komposisi polimer-limbah yang terbaik.


(17)

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Limbah uranium dapat diolah dengan penyerapan oleh zeolit yang

dimodifikasi menjadi alumino siliko fosfat (ASP) dan diimobilisasi dengan polimer.

2. Mengetahui komposisi dan lama waktu kontak serapan uranium terbaik. 3. Menggunakan bahan yang lebih praktis dan ekonomis dalam imobilisasi


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Radioaktif

Limbah radioaktif, menurut peraturan pemerintah No.27, 2002, adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat dipergunakan lagi.

Limbah radioaktif secara volumetrik lebih sedikit jika dibandingkan dengan limbah industri dan limbah perkotaan. Pengelompokan limbah radioaktif bergantung pada kandungan bahan radioaktif yang terkandung dalam limbah radioaktif. Bahan radioaktif yang terkandung dalam limbah radioaktif mempunyai waktu paro tertentu dan akan memancarkan radiasi secara terus menerus. Salah satu sifat yang dimiliki oleh sumber radioaktif adalah meluruh dan memiliki umur paro tertentu. Sifat ini sangat menguntungkan karena limbah radioaktif akan berkurang radioakvitasnya seiring dengan waktu dalam bentuk peluruhan. Untuk itu informasi tentang waktu paro dan aktivitasnya menjadi suatu pertimbangan pada pengolahan dan penyimpanan limbah radioaktif. Limbah radioaktif yang telah diolah disimpan sementara di ruang penyimpanan limbah yang kedap air (10-50 tahun) sebelum disimpan secara lestari (disposal). Tempat penyimpanan limbah lestari dipilih di tempat/lokasi khusus, dengan kondisi geologi yang stabil. Penyimpanan limbah radioaktif bertujuan untuk mengisolasi limbah radioaktif dari lingkungan sekitar dalam jangka waktu tertentu. Tingkat aktivitas dan umur


(19)

limbah (jenis limbah), menentukan jenis imobilisasi dan disposal. Untuk limbah aktivitas rendah digunakan penyimpanan tanah dangkal (kedalaman 10 m dari permukaan tanah) dan untuk hasil imobilisasi limbah aktivitas tinggi dan transuranium digunakan penyimpanan tanah dalam (kedalaman 500-1000 m dari permukaan tanah).

Berdasarkan karakteristik dan untuk pengelolaan jangka panjang, maka limbah radioaktif diklasifikasikan menjadi beberapa bagian (Miyasaki, et al, 1996 dalam Martono, 2007) :

1. Limbah radioaktif dengan aktivitas rendah dan menengah yang mengandung radioisotop pemancar beta dan gamma berumur pendek (umur paro kurang dari 30 tahun) dan konsentrasi radionuklida pemancar alfanya sangat rendah. Setelah 300 tahun potensi bahaya radiasinya dapat diabaikan.

2. Limbah radioaktif dengan aktivitas tingkat rendah dan menengah yang banyak mengandung radioisotop berumur paro panjang yaitu golongan aktinida sebagai pemancar alfa, dan dapat disebut limbah transuranium. 3. Limbah radioaktif dengan aktivitas tinggi yang banyak mengandung

radioisotop hasil belah dan sedikit aktinida.

2.2. Pengelolaan Limbah Radioaktif

Pengelolaan limbah radioaktif meliputi kegiatan pengumpulan dan pengelompokan limbah, pemantauan limbah di instalasi penimbul limbah, transportasi ke instalasi pengolah limbah, pemantauan limbah sebelum diolah,


(20)

pengolahan, pemantauan limbah hasil olahan, transportasi limbah hasil olahan ke tempat penyimpanan sementara, penyimpanan lestari (disposal) dan pemantauan lingkungan.

Untuk menjamin keselamatan dan melindungi masyarakat dengan baik serta lingkungannya, maka limbah radioaktif harus dikelola secara baik. Rangkaian kegiatan pengolahan limbah radioaktif meliputi (Ronodirdjo, S, 1982):

a) Pengumpulan dan pengelompokkan limbah b) Pengangkutan ke instalasi pengolahan c) Monitoring sebelum pengolahan d) Pengolahan

e) Monitoring limbah yang sudah diolah sebelum dibuang f) Pembuangan/ Penyimpanan akhir

g) Monitoring lingkungan

2.3. Pengolahan Limbah Radioaktif

Pengolahan limbah radioaktif dapat dilakukan dengan mengubah bentuk dan sifat limbah. Pada umumnya pengolahan limbah radioaktif meliputi 2 tahap, yaitu reduksi volume dan solidifikasi.

1. Reduksi volume untuk memperkecil volume, sehingga memudahkan proses selanjutnya. Reduksi volume limbah radioaktif cair dilakukan antara lain dengan proses penukar ion. Limbah hasil reduksi volume yang berupa ASP bekas disolidifikasi dengan bahan matriks yang sesuai yaitu ASP jenuh uranium diimobilisasi dengan polimer.

2. Solidifikasi disebut juga imobilisasi, yaitu mengikat radionuklida dalam limbah hasil reduksi volume dengan matriks tertentu sehingga tidak


(21)

mudah larut dan lepas ke lingkungan jika hasil solidifikasi kontak dengan air pada penyimpanan lestari (disposal) dalam tanah. Bahan matriks yang digunakan untuk solidifikasi yaitu polimer. Polimer lebih tahan dalam jangka lama dan laju pelindihannya lebih kecil dibandingkan semen, sehingga diharapkan mampu mengungkung ASP yang mengikat uranium dalam jangka lama. (Martono, 2006)

2.4. Uranium

Uranium termasuk unsur dalam deret aktinida yang mempunyai lebih dari satu bilangan oksidasi. Isotop yang menyusun uranium alam, yaitu U235 dengan jumlah sekitar 0,7 % dan U238 sebanyak 99,3 %. Isotop U235 merupakan bahan bakar dapat belah yang bisa menghasilkan sejumlah energi dan hasil belah yang radioaktif, sedangkan U238 apabila menangkap netron dapat berubah menjadi Pu239, dimana Pu239 ini dapat digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir yang baru (Conolly, J., 1978 dalam Husen, Z., 1993). Campuran uranium oksida dan plutonium oksida digunakan sebagai bahan bakar reaktor pembiak cepat (Fast Breeder Reactor).

Seperti unsur aktinida yang lain uranium mempunyai sifat kimia yang mirip dan mempunyai bilangan oksidasi dari 3 sampai 6 dengan bentuk spesies ionik seperti berikut :


(22)

Dari keempat bentuk ini yang paling stabil adalah UO22+. Apabila dalam larutan terdapat ion-ion lain seperti karbonat maka UO22+ ini dapat membentuk kompleks anion dengan konstanta kesetimbangan reaksi K = 4 x 105. Reaksi sebagai berikut:

UO22+ + 3CO32- UO2(CO3)34-

2.5. Limbah Cair Transuranium(LCTRU)

Limbah transuranium disebut juga alpha bearing waste adalah limbah yang mengandung satu atau lebih radionuklida pemancar alfa, dalam jumlah di atas yang diperkenankan dan sedikit hasil belah.

Pada saat ini, strategi Indonesia dalam daur bahan bakar nuklir adalah daur terbuka, yaitu bahan bakar bekas tidak diproses ulang (reprocessing), sehingga sebagai limbah aktivitas tinggi adalah bahan bakar bekas itu sendiri. Di negara yang teknologi nuklirnya sudah maju seperti Jepang, Perancis, Inggris, Amerika, India, dan Pakistan, proses olah ulang bahan bakar bekas reaktor nuklir dilakukan untuk mengambil U sisa dan Pu yang terjadi dalam bahan bakar bekas yang kemudian digunakan kembali untuk pembuatan perangkat bahan bakar nuklir baru. Pada proses olah ulang timbul limbah cair aktivitas tinggi dan limbah cair transuranium, Limbah Cair Aktivitas Tinggi (LCAT) umumnya dihasilkan pada ekstraksi siklus I proses olah ulang bahan bakar bekas reaktor nuklir, sedangkan Limbah Cair Transuranium (LCTRU) dihasilkan pada ektraksi siklus II proses tersebut. Skema proses olah ulang bahan bakar bekas ditunjukkan pada Gambar 1 (Martono H, 2007).


(23)

Pelarutan dengan larutan HNO3 6 - 8 M

Ekstraksi siklus I

Ekstraksi siklus II

Gambar 1. Skema proses olah ulang bahan bakar bekas

Komposisi LCAT, komponen utama adalah hasil belah (fission product) yang terkontaminasi aktinida. Pada umumnya LCTRU berupa pelarut bekas dari proses olah ulang bahan bakar bekas. Limbah tersebut banyak mengandung aktinida dan sedikit hasil belah, oleh karena itu LCTRU memiliki toksisitas yang tinggi dan berumur panjang. Demikian pula LCAT juga berumur panjang (Martono H, 1999).

Hasil belah dan sedikit aktinida (LCAT)

Aktinida dan sedikit hasil belah

U, Pu

Imobilisasi dengan polimer

Imobilisasi dengan gelas borosilikat Aktinida lain dan (U, Pu) dan

terkontaminasi hasil belah (LCTRU)

Bahan Bakar Bekas


(24)

Limbah cair TRU ini menurut pengolahannya digolongkan sebagai limbah aktivitas rendah, sedangkan menurut penyimpanannya digolongkan sebagai limbah aktivitas tinggi yaitu penyimpanan dalam tanah deep repository (500-1000 m di bawah permukaan tanah) dalam jangka lama sampai jutaan tahun. Limbah radioaktif aktivitas rendah berumur pendek penyimpanannya secara tanah dangkal Shallow-land burial (10 m di bawah permukaan tanah) (Aisyah, 2004).

2.6. Zeolit

Zeolit merupakan mineral alam, ditemukan dalam keadaan bercampur dengan mineral-mineral lainnya, seperti dengan kalsit, batuan lempung (clay) dan feldspar. Diawali oleh penemuan Cronstedt (ahli mineral Swedia) pada tahun 1756, yang mendapatkan sejenis mineral (stilbite) apabila dipanaskan akan seperti batuan mendidih. Gejala ini disebabkan karena proses kehilangan molekul air (dehidrasi) dari mineral tersebut. Sejak saat itu dikenal istilah zeolit atau ”boiling stone” yang berasal dari bahasa Yunani , zeo = didih dan lite = batuan. Sejak ditemukan deposit zeolit yang cukup besar pada tahun 1977 di Amerika Serikat, Uni Sovyet, Jepang, Australia, dan akhir-akhir ini di Cuba dan beberapa negara Eropa bagian timur. Akhir-akhir ini minat peneliti untuk memanfaatkan zeolit di berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi semakin meningkat. Gambaran ini dapat dilihat dari informasi British Zeolit Association (BZA) yang mengatakan bahwa publikasi ilmiah tentang zeolit mencapai 2000 paper per tahunnya dengan tiga atau empat kali setahun konferensi internasional dilakukan berkala di negara-negara industri.


(25)

Untuk memperjelas definisi zeolit yang sering dicampuradukan dengan golongan mineral clay, feldspar, atau resin maka pada tahun 1984 J.V. Smith seorang ahli kristalografi asal Amerika mendefinisikan zeolit sebagai ”a zeolite is an aluminosilicate with a framework structure enclosing cavities occupied by large ions and water molecules both of which have considerable freedom of movement, permitting ion-exchange and reversible dehydration”, yaitu zeolit merupakan senyawa alumina-siliko yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi dan memiliki rongga di dalam kristal yang terisi ion-ion logam alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas.

Rumus kimia zeolit dapat ditulis berdasarkan oksida (M2/nO Al203 aSiO2 bH2O)

n ialah valensi logam, a dan b masing-masing adalah molekul silikat dan air. Dalam struktur zeolit atom Al dan Si berkoordinasi dengan seluruh atom oksigen dalam bentuk tetrahedral silika atau alumina.

Gambar 2. Struktur tetrahedral alumina-silikat

Struktur zeolit adalah berbentuk jaringan yang mempunyai banyak saluran dan lubang-lubang kosong yang berkaitan satu sama lain yang berisi kation dan molekul air. Bentuk molekul zeolit adalah kristal (alumino silikat kering) yang


(26)

pada umumnya terdiri dari kation-kation Na+, K+, Ca2+, Mg2+,dan Ba2+. Struktur dari AlO4.SiO4 adalah tiga dimensi yang terdiri dari AlO4 dan SiO4 tetrahedral dihubungkan dengan pemakaian oksigen yang bersama-sama.

Rumus empirisnya :

R2n+. Al2O3. x SiO2 . y H2O

Dalam formula ini x > 2, karena AlO4 tetrahedral hanya bergabung dengan SiO4 tetrahedral. (n adalah valensi kation). Zeolit yang ada di Indonesia mayoritas dalam bentuk klinoptilolit Na6[Al6Si30O72]24H2O yang ditunjukkan pada gambar 3 dan Mordernit Na8[Al8Si40O96]24H2O.

Gambar 3. Struktur stereotip klinoptilolit (Las, T, 1989)

Penggunaan zeolit pada umumnya didasarkan pada sifat-sifat kimia dan fisika zeolit, seperti: dehidrasi, penyerap (adsorben), penukar ion, katalis dan filtrasi.

2.6.1. Zeolit sebagai Filter (Penyaring) Ion

Zeolit dapat menyaring molekul, ion dan atom karena ada saluran dan rongga dalam struktur zeolit bila ”oxygen window” dari saluran atau rongga lebih kecil dari ukuran molekul, ion, atau atom.


(27)

Unsur-unsur kimia yang memiliki diameter kinetik yang terlalu besar membuat unsur-unsur kimia tersebut tidak dapat melewati pori-pori zeolit, sehingga secara selektif unsur-unsur kimia tersebut tersaring, hal ini kemudian digunakan sebagai pemisahan molekul berdasarkan atas ukuran dan bentuk. Afinitas dari masing-masing jenis molekul yang dapat tertangkap dalam rongga-rongga yang ada dalam zeolit bergantung pada lingkup elektroniknya. Medan elektrostatik kuat yang ada dalam rongga-rongga zeolit menghasilkan interaksi yang sangat kuat dengan molekul polar seperti air.

2.6.2. Zeolit sebagai Material Penyerap (Sorben) dan Dehidrasi

Adsorpsi adalah suatu proses terjadinya penyerapan molekul-molekul larutan atau gas pada permukaan suatu zat padat. Zat yang diserap tersebut disebut adsorbat dan zat padat yang menyerap disebut adsorben, sedangkan peristiwa penyerapan itu sendiri dinamakan proses adsorpsi. Adsorpsi akan berlangsung dengan cara menempatkan partikel zat penyerap pada suatu hamparan yang tetap lalu dialirkan fluida yang akan melewati unggun tersebut. Proses adsorpsi akan terus berlangsung sampai suatu saat tidak terjadi lagi penyerapan oleh zat penyerap dimana kondisi yang demikian itu dikatakan sebagai kondisi titik jenuhnya.

Zat penyerap atau pengadsorpsi adalah partikel yang berpori dimana hampir seluruh proses adsorpsinya akan berlangsung pada dinding pori-pori tersebut. Pori-pori yang sangat kecil tersebut ternyata mempunyai luas permukaan dalam yang lebih besar dari permukaan luar pertikelnya sendiri.


(28)

Fenomena adsorpsi terjadi karena perbedaan polaritas, sehingga terjadi peristiwa pelekatan molekul (sebagian molekul) pada permukaan partikel. Komponen yang teradsorpsi (adsorbat) melekat sedemikian kuatnya melebihi komponen lainnya, sehingga memungkinkan pemisahan yang menyeluruh dari komponen yang dimaksud tersebut.

Proses adsorpsi dipengaruhi oleh jenis adsorben yang digunakan, temperatur, komposisi dan kandungan air kristal adsorpsi tersebut.

Beberapa peneliti telah melakukan proses adsorbsi zat padat dalam larutan, antara lain adalah Gutwich menerangkan bila adsoben berada dalam larutan akan terjadi penarikan zat terlarut dan pelarut ke permukaan adsorben. Apabila gaya tarikan adsorben dengan zat terlarut lebih besar dari gaya tarikan pelarut dengan zat terlarut, maka zat terlarut itu dapat diadsorbsi.

Proses adsorbsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Secara kontak.

Proses ini adalah dengan memasukan adsorben ke dalam larutan yang akan dimurnikan dan diaduk dengan kecepatan pengaduk yang konstan selama waktu tertentu. Kemudian dilakukan pemisahan (sentrifuge), untuk memisahkan adsorben dari larutan tersebut, sehingga diperoleh larutan yang diinginkan.

2. Secara perkolasi.

Proses ini dilakukan dengan jalan melewatkan larutan kedalam kolom yang berisi adsorben, sehinggan diperoleh larutan yang diinginkan.


(29)

Bila zeolit dipanaskan pada suhu tinggi maka akan menjadi dehidrasi (pelepasan molekul air dari dalam rongga permukaan zeolit), menyebabkan kristal zeolit akan membentuk rongga-rongga. Peristiwa dehidrasi zeolit sangat penting, karena tanpa melakukan dehidrasi zeolit sulit digunakan sebagai adsorben. Hilangnya molekul air meyebabkan interaksi antar spesi akan aktif pada saat proses adsorpsi. Struktur kristal yang unik ini membuat zeolit mempunyai kemampuan sebagai absorben, sehingga menyebabkan zeolit akan sangat selektif untuk menyerap molekul-molekul seperti He, N2, O2 , CO2, SO , Ar, Kr, dan uap air dalam proses pengeringan (drying). Proses penyerapan oleh zeolit ini terjadi karena disamping strukturnya ”rigid” juga menpunyai polaritas yang tinggi.

Penyerapan adalah proses ikatan suatu molekul atau unsur pada permukaan unsur lain. Penggunaan zeolit sebagai adsorben karena:

 Zeolit bersifat selektif dan mempunyai kapasitas tukar kation cukup tinggi.  Zeolit dapat memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukuran dan bentuk

struktur kristal zeolit.

Zeolit itu sendiri bersifat polar, jika beberapa molekul memasuki sistem pori zeolit, salah satu molekul tersebut akan tertahan yang berdasarkan kepada kepolaran atau efek interaksi molekul tersebut dengan zeolit. Mekanisme proses ini ada dua yaitu: penyerapan fisik atau gaya tarik vanderaxial dan penyerapan kimia atau gaya tarik elektrostatik. Kedua mekanisme tersebut dapat berjalan secara bersamaan bergantung pada sifat unsur yang diserap keasaman permukaan, kemampuan penukaran kation zeolit, dan kandungan kelembaban sistem.


(30)

2.6.3. Zeolit sebagai Penukar Ion

Pertukaran ion pada dasarnya terjadi dalam suatu cairan yang mengandung anion dan kation, dimana salah satu atau sebagian ion akan terikat pada matriks mikropori berfase padat. Molekul air dapat berada dalam mikropori bersama ion (kation, anion) dengan muatan berlawanan dengan ion dari matriks, sehingga akan terjadi kesetimbangan muatan untuk mencapai keadaan netral. Ion yang berada dalam cairan dapat bergerak bebas di dalam matriks mikropori. Material ini disebut penukar kation atau anion, tergantung pada jenis ionnya.

Pada umumnya zeolit dengan perbandingan SiO2/Al2O3 yang rendah kurang baik digunakan sebagai penukar ion, karena kurang stabil dalam suasana asam.

Adapun sifat-sifat khas yang dimiliki zeolit adalah :

1. Air hidrat (air kristalnya) mudah dilepaskan berangsur-angsur dengan jalan pemanasan, dan air hidrat yang sudah terlepas tersebut mudah dikembalikan lagi dengan menyerap air dari udara lembab atau dari uap. Terlepasnya air hidrat tersebut tidak merubah bentuk kristal asalkan belum mendekati sempurna / keseluruhan.

2. Zeolit mudah mengadakan pertukaran ion logam alkalinya dengan ion unsur lain, dan sebaliknya. Dengan dasar ini maka zeolit digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali kesadahan air.

3. Zeolit mudah larut dalam HCl, dan setelah dipanaskan/ diuapkan terbentuk seperti gelatin.


(31)

4. Bentuk kristalnya adalah orthorhombic, berwarna putih transparan dan kadang-kadang kekuning-kuningan, kemerah-merahan, tergantung pigmen yang ada padanya.

5. Variasi berat jenis rata-rata adalah 2 - 2,4 g/ml

2.7. Alumino-Siliko Fosfat (ASP)

Modifikasi zeolit menjadi ASP dilakukan dengan melakukan substitusi gugus fosfor ke dalam struktur zeolit. Alumino-siliko fosfat adalah suatu bentuk modifikasi zeolit yang mempunyai struktur kristal unik dan memungkinkan mempunyai sifat sebagai penukar anion dan kation. Pembuatan ASP dilakukan dengan cara mereaksikan zeolit murni dan senyawa amonium dihidrogen fosfat (ADHP) dengan pemanasan pada suhu 235 °C hingga terjadi pergantian tetrahedral Si dengan tetrahedral fosfat (isomourphously replacement), dengan reaksi berikut : (Malik S.A, T. Las, Dyer A, 1988)

O O O O (NH4)H2PO4

Si O Al - O + K+,Ca+2,Mg+2 Si O Al- O + K+,Ca+2,M +2,H+

235 °C

O O O O

O Si O O P+ O

O O


(32)

Pada suhu 235 oC tersebut ADHP meleleh, untuk membantu agar reaksi berjalan baik pencampuran zeolit dan lelehan dengan pengadukan.

Molekul air dalam zeolit mudah terhidrasi sehingga selama pemanasan berlangsung air akan lepas dari zeolit. Pelepasan molekul air dari zeolit tersebut akan terjadi pada periode pemanasan awal dimana laju penguapan naik secara bertahap, pada periode reaksi dan penguapan laju tetap, dan pada periode pemanasan akhir dimana laju pengupan turun. Periode proses penguapan laju tetap adalah periode dimana kecepatan penghilangan air per unit luas permukaan penguapan ( kecepatan penguapan ) berharga konstan.

2.8. Imobilisasi / Solidifikasi

Dalam pengolahan limbah radioaktif, tujuan imobilisasi ialah mengikat radionuklida dalam bahan matriks tertentu, sehingga tidak mudah larut dan lepas ke lingkungan, pada penyimpanan lestari (disposal) dalam tanah jika kontak dengan air tanah.

Beberapa aspek penting dalam memilih bahan matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif ialah (Mendel, 1985):

1. Proses pembuatan yang mudah dan praktis 2. Kandungan limbah (waste loading)

3. Ketahanan kimia (laju pelindihan) 4. Ketahanan terhadap radiasi 5. Kestabilan terhadap panas 6. Kekuatan mekanik


(33)

Bahan matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif cair dipilih yang dapat disatukan dan tidak membentuk fase pemisah. Terjadinya fase pemisah menyebabkan ketidak homogenan.

Bahan matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif merupakan penahan (barrier) primer untuk membatasi terlepasnya radionuklida, sehingga harus homogen, permeabilitasnya rendah, dan kekuatan mekaniknya baik.

Setelah pertimbangan proses sederhana, maka ketahanan kimia perlu lebih mendapat perhatian. Hal ini sesuai dengan tujuan imobilisasi yaitu mencegah agar radionuklida tidak terlepas ke lingkungan (terlindih) jika kontak dengan air selama penyimpanan. Walaupun demikian, pada penyimpanan masih ada penghalang berlapis yang ditambahkan untuk menghalangi lepasnya radionuklida dari bahan matriks ke lingkungan, yaitu berturut-turut wadah limbah, overpack dari titanium atau besi khusus untuk limbah aktivitas tinggi, bentonit sebagai back fill material dan tanah atau batuan di lingkungan atau sekitar tempat penyimpanan itu sendiri. Kandungan limbah dalam bahan matriks berpengaruh terhadap efisiensi imobilisasi. Pertimbangan ekonomi yang lain adalah yaitu bahan yang digunakan untuk imobilisasi murah, mudah didapat dalam jumlah besar dan prosesnya sederhana. Kandungan limbah diharapkan besar, untuk gelas borosilikat antara 20 - 30 % berat limbah cair aktivitas tinggi. Pada semen kandungan limbah cairnya adalah 30 % berat. Umumnya dengan kenaikan kandungan limbah, laju pelindihan naik. Jadi, perlu pertimbangan kandungan limbah terhadap laju pelindihannya.


(34)

Kestabilan terhadap panas merupakan ketahanan bahan terhadap temperatur yang tinggi. Makin tinggi aktivitas radionuklida dalam limbah maka panas yang ditimbulkan dari peluruhan radionuklida juga makin tinggi. Sebagai contoh adalah ketidakstabilan gelas yang mengandung limbah cair aktivitas tinggi, yaitu terjadinya kristalisasi dalam gelas yang disebut devitrifikasi. Terjadinya devitrifikasi ini merubah struktur gelas yang amorf menjadi kristal sehingga mengakibatkan kenaikan laju pelindihan. Untuk mencegah terjadinya devitrifikasi gelas hasil imobilisasi diperlukan sistem pendingin. Panas yang ditimbulkan oleh limbah radioaktif cair aktivitas rendah dan sedang relatif rendah sehingga tidak perlu pendinginan.

Kestabilan terhadap radiasi merupakan ketahanan bahan terhadap pengaruh radiasi yang dipancarkan oleh limbah radioaktif dalam bahan matriks. Pengaruh radiasi gamma dan beta menimbulkan panas dalam bahan matriks. Pengaruh radiasi alfa dalam bahan dapat mengakibatkan radiolisis dan perubahan komposisi. Adanya kerusakan bahan tersebut dapat dilihat dari perubahan densitas, kekuatan mekanik, dan laju pelindihannya. Hal ini akan membatasi aktivitas limbah yang diimobilisasi dan pemilihan bahan matriks yang sesuai.

Limbah uranium berumur paro panjang, dan panas yang ditimbulkan tidak tinggi, sehingga polimer sesuai digunakan untuk imobilisasi limbah jenis ini.


(35)

2.9. Polimerisasi

Limbah uranium pemancar alfa yang berumur paro panjang tidak diimobilisasi dengan semen yang berumur sekiar 300 tahun. Polimer yang tahan dalam jangka lama, lebih sesuai untuk imobilisasi limbah uranium.

Pada polimerisasi terjadi perubahan fase cair dan pasta menjadi padat. Proses ini disebut curing atau pengeringan. Proses ini terjadi secara fisika karena terjadi penguapan pelarut atau medium pendispersi. Curing dapat juga terjadi karena terjadinya perubahan kimia yaitu terjadinya reaksi antara molekel-molekul yang relatif kecil dengan fase cair atau pasta membentuk jaringan molekul yang lebih padat, besar dan tidak mudah larut. Proses curing pada polimerisasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Aisyah, 2004):

1. Curing dengan radiasi sinar gamma

Interaksi sinar gamma dengan molekul polimer menyebabkan terjadinya degradasi dengan membentuk radikal bebas. Radikal bebas kemudian bereaksi dengan ikatan silang membentuk spesi yang melakukan propagasi. Reaksi selanjutnya terjadi antara spesi yang melakukan propagasi dengan molekul dalam sistem yang membentuk jaringan ikatan silang sehingga terjadi proses curing.

2. Curing dengan reaksi polimerisasi yang bersifat eksotermis

Proses lebih sederhana, walaupun kadang-kadang curing dalam proses ini perlu waktu yang lama. Reaksi polimerisasi dimulai dengan adanya radikal bebas yang terbetuk karena dekomposisi bahan yang tidak stabil oleh suhu dan katalis. Radikal bebas dengan monomer akan mengadakan reaksi


(36)

polimerisasi dan akhirnya jika radikal bebas bereaksi dengan radikal bebas yang lainnya, maka terjadi reaksi terminasi yang menghasilkan polimer.

Ada beberapa jenis polimer yang telah digunakan dalam penelitian pengolahan limbah transuranium di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif yaitu polimer poliester stiren, epoksi aklirat, stiren divinil benzena, dan resin epoksi. Masing-masing polimer dengan karakteristik yang berbeda dengan tinjauan proses curingnya dapat menjadi pertimbangan sebagai bahan matriks untuk imobilisasi limbah uranium yang berumur panjang.

Polimer yang digunakan dalam penelitian ini adalah resin epoksi . Resin epoksi merupakan salah satu jenis polimer yang banyak digunakan sebagai material struktur. Material ini terbentuk dari reaksi antara epiklorohidrin dengan bifenil propana (bisfenol A), seperti pada Gambar 5 (Joel R, 1995):


(37)

Resin epoksi memiliki sifat yang unggul, diantaranya sifat mekanik yang baik, tahan terhadap bahan kimia, adesif dan mudah diproses. Berdasarkan pada keunggulan ini resin epoksi dipilih untuk imobilisasi limbah zeolit yang mengikat uranium.

Terdapat beberapa merek resin epoksi di pasaran yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada penelitian ini dipilih resin epoksi jenis EPOSIR 7120 yang biasa digunakan sebagai material standar dalam bahan struktur. Pertimbangan pemilihan EPOSIR 7120 ini karena harganya murah, selain itu mampu membentuk bahan keras.

2.10. Karakteristik Hasil Imobilisasi

Hasil imobilisasi berupa blok polimer-limbah. Untuk mengetahui kualitas hasil imobilisasi maka dilakukan pengukuran densitas kemudian dilakukan pengujian terhadap kuat tekan dan laju pelindihan.

Densitas merupakan salah satu parameter blok polimer limbah yang dibutuhkan untuk memprediksi keselamatan transportasi , penyimpanan sementara (interm storage), dan penyimpanan lestari (disposal). Densitas dari blok polimer-limbah ditentukan dengan menentukan massa sampel dibagi volumnya. (Dewi, 1999)

Kuat tekan adalah gaya maksimum yang dibutuhkan untuk menghancurkan benda uji dibagi dengan luas permukaan yang mendapatkan tekanan. Kuat tekan blok polimer-limbah merupakan parameter penting untuk evaluasi karena jatuh atau mengalami benturan. Untuk menjamin keselamatan


(38)

penanganan transportasi, penyimpanan sementara dan penyimpanan lestari, blok polimer limbah harus mempunyai kuat tekan yang tinggi, sehingga apabila terjatuh atau mengalami benturan tidak menimbulkan kerusakan yang serius.

Laju pelindihan adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan lepasnya radionuklida dari hasil imobilisasi terhadap pelarutan air. Laju pelindihan sangat penting diketahui untuk mengevaluasi hasil proses polimerisasi serta untuk mengevaluasi bahan radioaktif yang terlindih per satuan waktu per satuan luas dari jumlah limbah tertentu yang diimobilisasi. Metode penentuan laju pelindihan yang dilaksanakan pada setiap instalasi nuklir berbeda-beda.

Ditinjau dari cara air pelindih melarutkan atau mengekstraksi radionuklida ada 2 macam yaitu secara statis dan secara dinamik. Secara statis apabila ekstraksi radionuklida oleh air pelindih dalam kondisi air menggenang (stagnant), sedangkan secara dinamik yaitu air pelindih mengalami pergantian secara kontinyu (mengalir). Parameter yang berpengaruh terhadap laju pelindihan yaitu kecepatan aliran, waktu pelindihan, temperatur pelindihan, komposisi air pelindih yang meliputi keasaman dan konsentrasi ion terlarut, daya larut, permukaan alterasi, dan radiolisis.

Air dapat mengakibatkan pengaruh yang berbeda-beda terhadap sifat pelepasan radinuklida. Berdasarkan kondisi kecepatan aliran dari air pelindih ada 3 macam pelepasan radionuklida yaitu kondisi kecepatan besar, kecepatan rendah, dan kecepatan aliran sangat rendah. Pada kondisi kecepatan aliran besar laju pelepasan radionuklida dipengaruhi oleh kinetika hidrolisis matriks yang ada


(39)

dipermukaan polimer. Pada kondisi kecepatan besar ini hanya merupakan studi akademis saja karena situasi dalam penyimpanan limbah tidak sesuai dengan kondisi tersebut. Sedangkan pada kondisi kecepatan aliran rendah mengacu pada tempat penyimpanan limbah dan waktu kontak antara limbah dengan air akan menjadi lama sampai menjadi jenuh. Pada kondisi ini laju pelepasan massa radionuklida ditentukan oleh konsentrasi dari bermacam-macam elemen (unsur), terutama elemen matriks polimer yang ada. Jika laju aliran sangat rendah sehingga menggenang menjadi kondisi ketiga yaitu limbah yang tergenang air. Laju pelepasan massa radionuklida pada keadaan tergenang ini nilainya konstan dan tergantung pada difusi transfer massa dari air pelindih. Pada waktu yang lama difusi dan pelarutan yang terjadi dapat menyebabkan perubahan lapisan permukaan polimer. Hal ini mempengaruhi laju pelepasan radionuklida juga. Pada kondisi menggenang ini laju pelepasan massa dari unsur yang mudah larut akan lebih tinggi dari unsur yang sukar larut. (Wati, 1992)


(40)

2.11. Spektrofotometer UV-Visibel

Spektrofotometer UV-Vis adalah analisis larutan berdasarkan penyerapan cahaya. Dalam hal ini cahaya merupakan gelombang elektromagnetik dari berbagai panjang gelombang. Spektrometer ini bekerja berdasarkan Hukum Lambert-Beer. Sumber cahaya yang memancarkan sederetan panjang gelombang dipancarkan pada monokromator yang menyeleksi satu atau sederetan panjang gelombang yang sangat kecil dan menyebabkan berkas cahaya monokromatik tersebut melalui sampel di dalam tabung yang panjangnya diketahui dengan tepat. Berkas cahaya yang datang diserap oleh oleh sampel dan cahaya diteruskan (cahaya yang panjang gelombangnya sama dengan cahaya yang masuk).

Spektrofotometer digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul di dalam larutan. Ketika panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian energi cahaya tersebut akan diserap. Aplikasi dari spektrofotometer memanfaatkan hukum Lambert-Beer yaitu apabila suatu cahaya monokromatis dilewatkan melalui suatu media yang transparan, maka bertambah turunnya intensitas cahaya yang ditransmisikan sebanding dengan tebal dan kepekatan media yang digunakan. Spektrofotometer memiliki lima bagian penting, yaitu:

1. Sumber cahaya

Beberapa sumber cahaya yang digunakan UV adalah lampu deuterium (D2O) yang dipakai pada daerah panjang gelombang 190-380 nm. Pada daerah visibel menggunakan lampu tungstein xenon (AuC) yang dipakai pada daerah panjang gelombang 380-900 nm. Sedangkan lampu merkuri


(41)

dapat digunakan untuk mengkalibrasi panjang gelombang pada daerah ultraviolet, khususnya pada panjang gelombang 365 nm, serta mengecek resolusi dari monokromator.

2. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk memilih panjang gelombang tertentu dari sinar polikromatik, sehingga dapat diperoleh sinar monokromatik dengan panjang gelombang yang dikehendaki. Monokromator pada umumnya berbentuk cermin, prisma dan kisi difraksi.

3. Sel penyerap (sel kuvet)

Sel kuvet ini merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. 4. Detektor

Detektor merupakan suatu transduser, yang berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi energi listrik yang besarnya setara dengan intensitas cahaya yang sampai pada detektor tersebut.

5. Analyzer (pengolah data)

Analyzer ini mampu mengolah data yang tertangkap sinyal dari detector, sehingga menghasilkan hasil analisis dalam bentuk spektrum, grafik ataupun angka.

Skema instrumen spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 6. Skema Instrumen UV-Vis Sumber

cahaya


(42)

2.12. Difraksi sinar-X

Spektroskopi difraksi sinar-X (X-ray difraction/XRD) merupakan salah satu metode karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fase kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel.

Difraksi sinar X merupakan teknik yang digunakan dalam karakteristik material untuk mendapatkan informasi tentang ukuran atom dari material kristal maupun nonkristal. Difraksi tergantung pada struktur kristal dan panjang gelombangnya. Jika panjang gelombang jauh lebih dari pada ukuran atom atau konstante kisi kristal maka tidak akan terjadi peristiwa difraksi karena sinar akan dipantulkan, sedangkan jika panjang gelombangnya mendekati atau lebih kecil dari ukuran atom atau kristal maka akan terjadi peristiwa difraksi. Ukuran atom dalam orde angstrom (Å) supaya terjadi peristiwa difraksi maka panjang gelombang dari sinar yang melalui kristal harus dalam orde angstrom (Å).


(43)

Dasar prinsip difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg:

n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,...

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal,maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar ini disebut JCPDS.

Prinsip kerja XRD secara umum adalah sebagai berikut : XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, tempat objek yang diteliti, dan detektor sinar X. Sinar X dihasilkan di tabung sinar X yang berisi katoda memanaskan filamen, sehingga menghasilkan elektron. Perbedaan tegangan 4 menyebabkan percepatan elektron akan menembaki objek. Ketika elektron mempunyai tingkat energi yang tinggi dan menabrak elektron dalam objek sehingga dihasilkan pancaran sinar X. Objek dan detektor berputar untuk menangkap dan merekam


(44)

intensitas refleksi sinar X. Detektor merekam dan memproses sinyal sinar X dan mengolahnya dalam bentuk grafik.

Alat yang digunakan untuk mengukur dan mempelajari difraksi sinar X dinamakan Goniometer. Pada metoda kristal tunggal, sebuah kristal yang berkualitas baik diletakkan sedemiksian rupa sehingga dapat berotasi pada salah satu sumbu kristalnya. Ketika kristal itu diputar pada salah satu sumbu putar, seberkas sinar X monokromatik dipancarkan ke arah kristal. Ketika kristal berputar, perangkat-perangkat bidang yang ada dalam kristal berurutan akan memantulkan berkas sinar X. berkas sinar X yang dipantulkan ini kemudian direkam pada sebuah piringan fotografik. Jika yang digunakan piringan datar, akan diperoleh suatu pola seperti terlihan pada gambar dibawah ini. tetapi apabila yang digunakan adalah film fotografik yang lengkung berbentuk silinder dengan kristal yang diuji terletak ditengah silinder, maka akan diperoleh suatu deretan spot yang berbentuk garis lurus sehingga pengukuran akan menjadi semakin mudah.


(45)

2.1.3. X-Ray Flouresence (XRF)

Metode XRF secara luas digunakan untuk menentukan komposisi unsur suatu material. Metode ini juga digunakan untuk menentukan konsentrasi unsur berdasarkan pada panjang gelombang dan jumlah sinar X yang dipancarkan kembali setelah suatu material ditembaki sinar X berenergi tinggi. Metode ini cepat dan tidak merusak sampel, sehingga metode ini dipilih untuk aplikasi di lapangan dan industri untuk kontrol material. Tergantung pada penggunaannya, XRF dapat dihasilkan tidak hanya oleh sinar X tetapi juga sumber eksitasi primer yang lain seperti partikel alfa, proton atau sumber elektron dengan energi yang tinggi.

Prinsip kerja alat ini adalah radiasi foton elektromagnetik ditembakkan ke material yang akan diteliti. Radiasi elektromagnetik yang dipancarkan akan berinteraksi dengan elektron yang berada di kulit K suatu unsur. Elektron yang berada di kulit K akan memiliki energi kinetik yang cukup untuk melepaskan diri dari ikatan inti, sehingga elektron tersebut akan terlepas keluar.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimen skala laboratorium, yang dilakukan di laboratorium PTLR (Pusat Teknologi Limbah Radioaktif), BATAN, Serpong, Banten. Penelitian ini berlangsung lebih kurang 5 bulan, yang dimulai pada pertengahan Maret sampai akhir Agustus 2009.

3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah uranilnitrat heksahidrat (UO2(NO3)2.6H2O) dari Merck, natrium karbonat (Na2CO3) dari Merck, zeolit Lampung, metil iodida (CH3I) , ammonium dihidrogen fosfat (ADHP), arsenazo III, larutan NaOH dan HCl 1 N, dan resin epoksi EPOSIR 7120 PT. Justus Kimia Raya.

3.2.2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (Spektrofotometer Milton Roy Spectonic 1001+) digunakan untuk analisis uranium, blok cetakan silinder berdiameter 25 mm dan tinggi 20 mm, neraca analitik, alat Paul Weber west Germany untuk menguji kuat tekan, alat Soxhlet untuk uji pelindihan, pH meter dan jangka sorong.


(47)

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Pemurnian Zeolit

Zeolit Lampung ditumbuk dengan mortal kemudian disaring dengan saringan 30-60 mesh, sehingga diperoleh ukuran zeolit Lampung 60 mesh. Refluks zeolit alam dengan air bebas mineral selama 3 x 8 jam. Hal ini untuk memurnikan/ memisahkan garam terlarut yang tercampur. Setiap 8 jam, air bebas mineral diperbarui. Dalam hal ini digunakan 600 ml air bebas mineral untuk 100 gram zeolit. Zeolit kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C, selama 3 jam. Selanjutnya dilakukan pemisahan zeolit dari partikel / mineral berat dengan menggunakan methyl iodide (CH3I) agar zeolit yang bebas dari mineral berat seperti silikat akan mengapung di bagian atas dalam cairan metal iodide. Zeolit dipisahkan dari mineral berat, sehingga diperoleh zeolit murni yang masih dalam bentuk multi kation. Zeolit murni disimpan dalam desikator yang mengandung NaCl jenuh untuk minimal satu minggu sebelum karakterisasi untuk menjaga keseimbangan air pada zeolit.

3.3.2. Modifikasi Zeolit dalam Bentuk ASP

Zeolit dimodifikasi dalam bentuk ASP dengan mencampurkan zeolit murni dan amonium-dihidrogen-fosfat (ADHP) dengan perbandingan berat 1:1, dan 5:1. Campuran tersebut diaduk dan dipanaskan dalam oven pada suhu 235°C selama 30 menit. Setelah melebur sempurna, campuran diaduk dan dilanjutkan pemanasan selama 4 jam. Campuran kemudian dituangkan ke dalam air mendidih, dan disaring, lalu dicuci dengan air panas hingga bebas ion amonium.


(48)

Pengeringan ASP dilakukan dalam oven pada suhu 80 °C, kemudian didiamkan dalam desikator yang dibawahnya terdapat NaCl jenuh.

3.3.3. Pembuatan Larutan Limbah Simulasi Uranium

Uranium yang digunakan dalam penelitian ini adalah uranil nitrat heksahidrat UO2(NO3)2.6H2O. Larutan induk uranium dengan konsentrai 100 mg/l dibuat dengan melarutkan uranil nitrat heksahidrat sebanyak 0,2109 gram dalam 1000 ml.

3.3.4 Penentuan Komposisi Umpan dan Penambahan Pengompleks Na2CO3 Larutan limbah simulasi uranium konsentrasi 100 mg/l diambil sebanyak 250 ml, kemudian tambahkan serbuk Na2CO3 pada berbagai berat yaitu 0,05: 0,1; 0,5 dan 1 gram, kemudian ditepatkan volumenya sampai 500 ml sehingga didapatkan konsentrasi uranium 50 mg/l. ASP sebanyak 0,25 gram masing-masing dimasukkan dan dikocok selama 1 jam.

3.3.5. Penentuan Waktu Kontak

Larutan limbah simulasi uranium konsentrasi 100 mg/l diambil sebanyak 250 ml kemudian ditepatkan volumenya sampai 500 ml sehingga didapatkan konsentrasi uranium 50 mg/l. Kemudian komposisi hasil serap uranium terbaik dimasukkan sebanyak 0,25 gram dan dikocok dengan variasi waktu 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit.


(49)

3.3.6. Imobilisasi ASP Jenuh Uranium Menggunakan Polimer

Pembuatan blok polimer-limbah dilakukan menggunakan cetakan dengan diameter 25 mm dan tinggi 20 mm. Sebagai bahan matriks pengungkung digunakan polimer epoksi EPOSIR 7120 yang dicampur dengan hardener (bahan pengeras) dengan perbandingan 2 : 1 yang disajikan pada Tabel 1. Setelah komposisi untuk masing-masing waste loading dimasukkan kedalam cetakan, selanjutnya diaduk 10 menit hingga campuran merata dan homogen. Campuran polimer limbah zeolit ASP jenuh yang telah homogen dapat diketahui dari tidak adanya endapan zeolit dibagian bawah dan tidak adanya rongga udara. Campuran harus homogen agar kuat tekannya besar dan tidak mudah pecah.

Tabel 1. Komposisi ASP jenuh uranium, resin dan hardener untuk imobilisasi Waste Loading ASP (gram) Resin (gram) Hardener (gram)

0% - 6,53 3,27

10% 0,98 5,88 2,94

20% 1,96 5,226 2,61

30% 2,94 4,57 2,29

40% 3,92 3,92 1,96

50% 4,9 3,27 1,63

Setelah didiamkan selama 8 jam, blok polimer menjadi mengeras, kemudian dilakukan pengukuran densitas, pengujian kuat tekan, dan nilai pelindihan.


(50)

3.3.7. Karakterisasi Hasil Imobilisasi 1. Uji Densitas

Uji densitas dilakukan dengan mencari volume blok polimer-limbah yaitu dengan cara mengukur tinggi dan diameter blok polimer-limbah dengan menggunakan jangka sorong. Selanjutnya blok polimer-limbah ditimbang hingga konstan.

Densitas blok polimer-limbah dihitung dengan persamaan:

dimana: ρ = berat jenis (gram cm-3), m = massa contoh (gram), v = volume contoh (cm3).

2. Uji Tekan

Diameter blok polimer-limbah diukur untuk menentukan luas permukaanya. Pengujian kuat tekan blok polimer-limbah dilakukan dengan menggunakan alat Paul Weber PW 1065 dengan diameter maksimum 65 mm dan kapasitas maksimum 132,72 kN. Kekuatan tekan polimer-limbah dihitung dengan persamaan : (Aisyah,2004)

dimana σc adalah kekuatan tekan (kN/cm2); Pmaks : beban tekanan maksimum (kN); dan A adalah luas penampang mula-mula (cm2)

3. Laju pelindihan dilakukan menurut Japan Industrial Standard (JIS) , yaitu laju pelindihan dipercepat dalam medium air.


(51)

Labu didih volume 1000 ml diisi dengan air bebas mineral sebanyak 500 ml. Air pendingin dialirkan dengan mantel pemanas. Laju pelindihan dengan alat Soxhlet dilakukan pada 100 °C dengan tekanan 1 atm selama 6 jam. Selanjutnya larutan uranium dalam air pelindih dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui uranium yang terterlindih selama uji pelindihan. Laju pelindihan dihitung berdasarkan uranium yang lepas ke air pelindi dengan persamaan. (Aisyah, 2004)

t A W

Lr O

. 

Dimana: Lr : laju pelindihan (g cm-2 hari-1), A : luas permukaan contoh (cm2g-1), W : berat uranium yang ada dalam air pelindih (g), dan t : waktu pelindihan (hari).

3.3.8. Analisis Uranium dengan Spektrofotometer UV-Visible a) Pembuatan Larutan Standar

Larutan uranium 100 mg/l dipipet sebanyak 0,125; 0,25; 0,5; 1; 1,5 dan 2 ml dimasukkan kedalam beker gelas 25 ml. Masing-masing beker gelas ditambahkan 2 ml arsenazo III 0,05 % dan air bebas mineral hingga volume larutan menjadi ± 20 ml. Larutan tersebut diatur pH-nya menjadi 2,5 dengan menggunakan HCl atau NaOH dan selanjutnya larutan dipindahkan kedalam labu ukur 25 ml, dan ditambahkan air bebas mineral hingga garis batas. Dibuat larutan blanko. Absorbansi uranium diukur


(52)

dengan spektrofotometer pada panjang gelombang ± 650 nm. Dibuat kurva kalibrasi konsentrasi versus absorbansi.

b) Analisis Konsentrasi Uranium dalam larutan sampel

Larutan hasil penentuan serapan uranium, waktu kontak yang terbaik dan dari hasil pelindihan masing-masing diambil sebanyak 1 ml, kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia 25 ml, dibuat triplo. Masing-masing ditambahkan 2 ml arsenazo III 0,05 % dan air bebas mineral hingga volume larutan menjadi ± 20 ml. Larutan tersebut diatur pH-nya menjadi 2,5 dengan menggunakan HCl atau NaOH, dan selanjutnya dipindahkan larutan kedalam labu ukur 25 ml; dan ditambahkan air bebas mineral hingga garis batas. Dibuat larutan blanko. Absorbansi uranium diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum. Konsentrasi larutan sampel ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi yang diperoleh pada percobaan di atas.


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Modifikasi Zeolit Menjadi Alumino Siliko Fosfat (ASP)

Modifikasi zeolit menjadi alumino siliko fosfat (ASP) dilakukan dengan melakukan substitusi gugus fosfo ke dalam struktur zeolit. Alumino siliko fosfat mempunyai sifat ganda sebagai penukar anion dan kation. Pembuatan ASP dilakukan dengan cara mereaksikan zeolit murni dan senyawa amonium dihidrogen fosfat (ADHP) dengan menggunakan cara pemanasan pada suhu titik lebur 235 OC selama pembuatan ASP. Perbandingan zeolit dan ADHP akan menghasilkan ASP yang optimum untuk penyerapan uranium. Komposisi kimia yang terkandung di dalam ASP dapat diketahui dengan analisis XRF.

Tabel 2. Data komposisi kimia zeolit murni dan ASP Komposisi kimia zeolit murni (% berat) ASP (% berat)

SiO2 70,88 54,6

Al2O3 14,38 17

P2O5 - 27,9

CaO 2,62 1,1

K2O 2,44 2,0

MgO 1,42 TD

Na2O 0,22 TD

SiO2/Al2O3 4,93 3,2

P2O5/Al2O3 - 1,6

Data hasil analisis komposisi kimia pada Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi pertambahan kandungan fosfor pada ASP, P2O5 sebesar 27,9% berat. Kandungan SiO2 berkurang dari 70,88% menjadi 54,6% berat karena pada pembentukan ASP ini terjadi substitusi Si oleh P. Rasio P2O5/Al2O3 menunjukkan


(54)

kemampuan ASP sebagai penyerap anion atau kation. Pada penelitian ini, rasio P2O5/Al2O3 pada pembentukan ASP sebesar 1,6% berat. Pada umumnya Rasio P2O5/Al2O3 >1 lebih cenderung dominan bersifat sebagai penukar anion, namun tergantung jenis anion. Kandungan Na2O dan MgO memiliki nilai yang sangat kecil sehingga tidak dapat dideteksi oleh alat instrument, NH4+ menguap menjadi NH3 dan H+, dalam penelitian ini tidak dianalisis.

Hasil analisis kandungan ASP dengan metode XRD dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 10 di bawah ini

Gambar 10. Grafik perbandingan zeolit Lampung dan ASP menggunakan XRD 2θ


(55)

Tabel 3. Data analisis XRD perbandingan zeolit Lampung dan ASP

Zeolit Lampung ASP

2θ(°) d(Å) I/Io (°) d(Å) I/Io

5,62 15,71 11 15,22 5,82 21

5,78 15,27 11 15,38 5,76 28

9,60 9,21 12 15,48 5,72 26

9,86 8,96 22 15,64 5,66 12

22,02 4,03 29 20,61 4,31 11

22,39 3,97 35 21,38 4,15 14

22,76 3,90 14 21,62 4,11 31

26,04 3,42 15 21,98 4,04 24

27,80 3,21 22 22,08 4,022 17

28,05 3,18 100 22,80 3,90 35

29,94 2,98 14 23,78 3,74 12

30,08 2,97 16 25,11 3,54 12

30,26 2,95 14 25,36 3,51 21

31,97 2,79 11 27,4 3,25 11

42,17 2,14 13 27,62 3,22 13

48,60 1,87 10 27,83 3,20 26

28,14 3,17 100

30,22 2,96 26

30,42 2,94 39

30,60 2,92 49

37,83 2,38 10

Pada Gambar 10 dan Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa pada data ASP terdapat penambahan peak sudut 15,38 dan 30,60 yang menunjukkan terjadinya pembentukan fosfat.


(56)

4.2. Penentuan Penambahan Pengkompleks Na2CO3 Dalam (UO2)+2

Dari hasil percobaan penyerapan uranium dengan atau tanpa penambahan Na2CO3 oleh berbagai macam zeolit dengan waktu kontak 1 jam disajikan pada Tabel 4. Efisiensi penyerapan uranium terbaik terdapat pada zeolit Lampung yang telah dimodifikasi menjadi alumino siliko fosfat (ASP) dengan perbandingan zeolit : ADHP adalah 1:1 sebesar 74,73% berat.

Tabel 4. Data penyerapan (UO2)+2 dengan atau tanpa pengompleks Na2CO3 oleh berbagai zeolit dengan waktu kontak 1 jam

No Jenis Zeolit

Penambahan Na2CO3(gram)

Efisiensi penyerapan (%)

1 Zeolit Alam 0 13,56

2 ASP 1:1

0 0,05 0,1 0,5 1 74,73 5,30 6,88 7,11 1,22

3 ASP 5 : 1 0 45,95

Dari Tabel 4 di atas diperlihatkan bahwa zeolit alam memiliki nilai serapan yang paling kecil jika dibandingkan dengan komposisi ASP 1:1 dan ASP 5:1. Hal ini dimungkinkan karena kemurnian zeolit alam masih rendah dan masih bersifat multikation. Oleh sebab itu, zeolit alam dimodifikasi dalam bentuk ASP agar dapat menyerap uranium dengan baik karena dapat bersifat sebagai kation maupun anion. Nilai serapan uranium oleh ASP 1:1 tanpa pengkompleks jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ASP 5:1 tanpa pengkompleks. Hal Ini berarti bahwa ASP 5:1 kurang menyerap uranium karena luas permukaan serap ASP 1:1 lebih besar daripada ASP 5:1. Nilai serapan uranium ASP 1:1 tanpa pengompleks lebih besar dibanding dengan penambahan pengompleks Na2CO3, hal ini terjadi


(57)

karena ASP 1:1 lebih suka menyerap uranium dalam bentuk kation. Dalam bentuk kation masih terdapat lubang kecil sehingga uranium dapat mengisi rongga. Sedangkan apabila senyawa dalam bentuk anion dengan penambahan pengompleks, (UO2(CO3)3)-4 berbentuk makro molekul sehingga tidak dapat diserap/masuk ke dalam rongga ASP. Semakin banyak jumlah pengompleks senyawa Na2CO3 yang ditambahkan maka semakin kecil penyerapan uranium karena makin banyak kompleks ion uranil karbonat yang tidak dapat masuk ke dalam rongga ASP. Fosfat yang terkandung dalam ASP memungkinkan lebih suka mengikat CO3-2 dibanding mengikat senyawa kompleks uranil karbonat (UO2(CO3)3)-4 karena perbedaan keelektronegatifan sehingga memiliki nilai serap uranium yang kecil jika ditambahkan senyawa natrium karbonat dan lebih menyukai ion sederhana dibanding senyawa kompleks. Adapun reaksi yang mungkin terjadi pada penyerapan ini adalah:

O O O O Na2CO3,, UO2+2

Si O Al - O + K+,Ca+2,Mg+2,H+ Si O Al- UO

2+2 + K+,Ca+2

(UO2(CO3)3)-4

O O O O PO4-3

O P+ O O P+ CO 3-2, NO3

O O


(58)

4.3. Penentuan Waktu Kontak

Pada Gambar 12 didapat grafik hubungan penyerapan uranium oleh ASP 1:1 tanpa pengompleks dengan variasi waktu kontak. Jika waktu kontak bertambah maka banyaknya uranium yang terserap juga semakin bertambah. Waktu kontak dimana penyerapan uranium sama atau hampir sama dengan penyerapan uranium jika waktu kontak tidak terhingga yang akan digunakan sebagai penentuan waktu tinggal larutan uranium dalam kolom operasi penukar ion. Pada penelitian ini diperoleh penyerapan uranium yang efisien atau optimal sebesar 73,79 % berat selama waktu kontak 40 menit. Setelah 40 menit maka tambahan waktu selanjutnya hanya menambah % efisien penyerapan yang kecil.

Gambar 12. Grafik hubungan waktu kontak dan penyerapan uranium dalam bentuk (UO2)+2 oleh zeolit ASP 1:1


(59)

4.4. Imobilisasi ASP jenuh (UO2)+2 dengan polimer

Dari hasil data sebelumnya, komposisi zeolit ASP yang terbaik adalah pada komposisi zeolit ASP 1:1. ASP ini kemudian dibuat jenuh dengan penambahan (UO2)+2 yang dicampurkan melebihi nilai kapasitas serapnya dan dikocok melebihi waktu kontak serapan terbaik yaitu melebihi dari 40 menit untuk menjamin agar ASP dalam keadaan jenuh. Selanjutnya zeolit ASP jenuh diimobilisasi dengan polimer epoksi.

Pengamatan secara visual hasil imobilisasi limbah simulasi dengan polimer epoksi menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan limbah maka warna blok polimer-limbah hasil imobilisasi lebih kecoklatan, sedangkan untuk polimer tanpa limbah tampak berwarna jernih kekuningan. Hal ini dapat terjadi karena semakin banyak kandungan limbah, akan semakin merubah warna polimernya.


(60)

4.5. Karakteristik Hasil Imobilisasi

Imobilisasi pada penelitian ini menghasilkan blok polimer-limbah. Untuk mengetahui kualitas hasil imobilisasi blok polimer-limbah, maka dilakukan pengujian nilai densitas, kuat tekan dan pelindihan.

4.5.1. Uji Densitas

Pengujian densitas ini cukup penting dalam proses imobilisasi karena nilai densitas yang akan menjadi pertimbangan dalam transportasi limbah, perancangan tempat penyimpanan (interm storage), dan penyimpanan lestari.

Dari hasil percobaan, nilai densitas blok polimer-limbah sebagai fungsi kandungan limbah ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 14 berikut ini.

Gambar 14. Grafik hubungan kandungan limbah terhadap densitas blok polimer limbah hasil imobilisasi

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa semakin besar kandungan limbah (waste loading), maka densitas blok polimer limbah makin besar. Hal ini karena persentase unsur-unsur dengan berat atom yang besar, uranium meningkat, sehingga densitas blok polimer limbah akan semakin besar.


(61)

4.5.2. Uji Kuat Tekan

Pada penelitian ini, hasil imobilisasi blok polimer-limbah diuji tingkat kekuatannya dengan alat uji Paul Weber. Kuat tekan blok polimer-limbah sebagai fungsi kandungan limbah disajikan pada Gambar 15 berikut ini.

Gambar 15. Grafik hubungan kandungan limbah terhadap kuat tekan blok polimer limbah hasil imobilisasi

Gambar 15 menyajikan grafik hubungan antara kandungan limbah dengan kuat tekan blok polimer-limbah hasil imobilisasi. Pada saat awal penambahan kandungan limbah yang sedikit menaikkan kuat tekan limbah polimer. Hal ini karena limbah berfungsi sebagai filler yang mengisi lapisan polimer. Semakin besar kandungan limbah maka semakin kecil kuat tekannya. Hal ini terjadi karena polimer epoksi mempunyai struktur linier. Adanya persentase limbah yang semakin besar maka persentase polimernya semakin sedikit, maka, karena antara polimer dan zeolit membentuk komposit yang rapuh sehingga kekuatan blok polimer menurun. Ini berarti rantai polimer yang terbentuk semakin pendek. Dengan rantai polimer yang semakin pendek dan volume blok polimer-limbah yang semakin besar maka tiap lapisan rantai polimer tidak cukup mengungkung


(62)

Kuat tekan ini dapat diketahui dari gaya maksimum yang dibutuhkan untuk menghancurkan benda uji dibagi dengan luas permukaan yang mendapatkan tekanan. Kuat tekan blok polimer-limbah merupakan parameter yang penting sebagai bahan evaluasi kualitas hasil imobilisasi blok polimer ketika jatuh atau mengalami benturan.

4.5.3. Uji Pelindihan

Uji pelindihan ini dilakukan dengan cara static yaitu dilakukan dalam kondisi air menggenang. Adanya perbedaan konsentrasi uranium antara blok polimer limbah hasil imobilisasi dengan air pelindih mengakibatkan terjadinya difusi. Uji pelindihan ini dipengaruhi oleh temperatur dan perbedaan konsentrasi awal dari blok polimer limbah hasil imobilisasi dengan air pelindih

Tabel 5. Data uji pelindihan uranium dari blok polimer limbah sebagai fungsi kandungan limbah

Kandungan Limbah (%) Laju Pelindihan (gram. cm-2. hari -1) 10 20 30 40 50 ND ND ND ND ND Keterangan:

ND = Non Detected/Tidak Terdeteksi

Pada Tabel 5 menyajikan data laju pelindihan uranium dari blok polimer limbah pada berbagai kandungan limbah (waste loading) dari 10 – 50 %. Hasil uji pelindihan uranium dari blok polimer limbah tidak terdeteksi sehingga tidak ada limbah uranium yang terlepas ke dalam air. Hal ini dapat dikatakan bahwa polimer epoksi mampu mengimobilisasi limbah dengan sangat baik dan uranium


(63)

yang terikat oleh zeolit terperangkap oleh polimer serta blok polimer limbah memiliki kestabilan terhadap air.

4.6. Pemilihan Kandungan Limbah Terbaik

Berdasarkan pertimbangan densitas, kuat tekan dan laju pelindihan, hasil imobilisasi terbaik pada kandungan limbah 20 % berat, maka nilai densitas sebesar 1,1 g/cm3 dan nilai kuat tekan sebesar 12.17 kN/cm2. Sedangkan pada pengujian laju pelindihan nilainya tidak dapat terdeteksi karena memiliki nilai konsentrasi uranium yang sangat rendah.


(64)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

1. Efisiensi penyerapan uranium terbaik terdapat pada modifikasi zeolit ASP 1:1 selama waktu kontak 40 menit sebesar 73,79 % berat.

2. Semakin besar kandungan limbah zeolit ASP maka semakin besar pula nilai densitas blok polimer limbah.

3. Semakin besar kandungan limbah zeolit ASP maka kuat tekan naik sampai kandungan limbah 20 % berat, akhirnya semakin kecil nilai kuat tekannya. 4. Hasil uji pelindihan uranium dari blok polimer limbah ke air pelindih

sangat kecil sehingga tidak terdeteksi.

5. Berdasarkan pertimbangan densitas, kuat tekan dan laju pelindihan, maka hasil imobilisasi terbaik pada kandungan limbah 20% berat.

5.2 Saran

Pada uji pelindihan blok polimer limbah perlu dilakukan pengujian dengan berbagai variasi konsentrasi larutan dari yang terkecil sampai terbesar dan diuji dengan menggunakan air laut, air tanah, atau air yang mengandung asam.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. 2004. Pengaruh Keasaman dan Kandungan Limbah pada Imobilisasi Limbah TRU dari Instalasi Radiometalurgi dengan Polimer. Hasil Penelitian Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif (P2PLR): Jakarta

Cooper, M. B dan B. L. Tracy. 1990. Radiation Protection in the Mining and Milling of Radioactive Ores. Prosiding Presentasi Ilmiah Laboratorium Radiasi: Australia

Daru, Herbanu. A. 2004. Produksi Radioisotop Mo-99 Hasil fisi U-235. Laporan Kerja Praktek di PT. BATEK, Serpong.

Dewi, S. 1999. Solidifikasi Limbah Konsentrat Menggunakan Resin Termoplastik. Prosiding Seminar Teknologi Pengolahan Limbah II, Pusat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif BATAN: Jakarta.

Dyer, A. 1988. An Introduction to Zeolit Molecular Sieves. Department of Chemistry and Applied Chemistry: University of Salford, the United Kingdom.

JCPDS, 1997. International Centre for Diffraction Data. All Rights Reserved PCPDFWIN v. 1.30

I.chorkendroff, J.W. Niemantsverdiet. 2003. Concepts of Modern Catalysis and Kinetics. Wliey-VCH GmbH&Co. New York.. Hal 143 -147

International Atomic Energy Agency. 1988. Treatment of Alpha Bearing Waste, Technical Reports Series No.28. IAEA: Viena.

Joel R, Fried. 1995. Polymer science and Technology. USA: Prentice-Hall Inc Krause, H. Factors to be Considered in Establishing a Radioactive Waste

Management system. Jakarta: Joint German-Indonesia Seminar On Public Acceptable, Waste Management and Nuclear Safety

Las, Thamzil. 1989. “Use of Natural Zeolit for Nuclear Waste Treatment”. PhD Thesis, Department of Chemistry and Applied Chemistry: University of Salford, the United Kingdom.


(66)

Las, Thamzil. 1997. Potensi Zeolit untuk Mengolah Limbah Industri dan Radioaktif. P2PLR BATAN : Serpong

Las, Thamzil. 1997. Pemanfaatan Mineral Zeolit Untuk Pengolahan Limbah. PTPLR BATAN : Serpong

Las, Thamzil dan Gunanjar. 1997. Pemanfaatan Mineral Zeolit Alam Untuk Mendukung Kelestarian Lingkungan. Prossiding Seminar teknologi Pengolahan Limbah Ii: BATAN

Malik, S.A. 1988. “Inorganic Ion Exchangers”. PhD Thesis, Department of Chemistry and Applied Chemistry: University of Salford, the United Kingdom.

Martono, H., Wati. 2006. Pengaruh Kondisi Penyimpanan dan Air Tanah terhadap Laju Pelindihan Radionuklida dari Hasil Solidifikasi. PLTR BATAN: Tangerang.

Martono, H. 2008. Pengolahan Limbah Aktivitas Tinggi dan Transuranium. Serpong: Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN

Martono, H. 2007. Pengelolaan Limbah Aktivitas Tinggi dan Transuranium. Pendidikan dan Pelatihan Pengolahan Limbah Radioaktif, BATAN: Serpong

Martono, H; Aisyah; Wati., 2007. Karakteristik Hasil Imobiliasasi Abu dan Pasta yang Mengandung Limbah Transuranium. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah, ISSN 1410-9565 Vol: 10 No: 2, Pusat Teknologi Limbah

Martono, H., dan Wati. Pengaruh Kondisi Penyimpanan dan Air Tanah terhadap Laju Pelindihan Radionuklida dari Hasil Solidifikasi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI, ISSN 1410-6086, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

Mendel J.E. 1985.The Fixation of High Level Waste in Glasses. PNL Richland: Washington

Miyasaki S. 1996. Japan’s Experiences in Fundamental Management of Radioaktive Wastes. BATAN-JEPIC Seminar: Jakarta

Morton, E., Wacks dan Roy G. Prost. Waste Management 84 dan 85.

Ronodirdjo, S. 1982. Pengolahan Sampah Radioaktif. Yogyakarta: Jurusan Teknik Nuklir FT-UGM


(67)

Zamroni, Husen. 1993. Studi Pengolahan Limbah Cair Np-237 dan Uranium dengan Penukar Anion. Yoyakarta : Skripsi Sarjana Teknik Nuklir FT-UGM

Wati. 1992. Pengaruh Komposisi, Waktu, dan Keasaman terhadap Ketahanan

Kimia Gelas Limbah. Pusat pendidikan dan Latihan BATAN:

Yogyakarta

West A.R. 1989. Solid State Chemistry and its Application. John Willey and Son. Singapore, 102-144


(68)

LAMPIRAN 1

PEMBUATAN LIMBAH CAIR SIMULASI

Ditimbang 0,1 gram Uranium dari UO2(NO3)2.6H2O, dengan rumus : Berat Molekul UO2(NO3)2.6H2O x 0.1 gram U = gram UO2(NO3)2.6H2O

Berat Atom U (berat yang ditimbang) 502 x 0,1 gram = 0.2109 gram UO2(NO3)2.6H2O

238

0.2109 gram UO2(NO3)2.6H2O dilarutkan kedalam 1000 ml air bebas mineral sehingga didapatkan konsentrasi Uranium 100 mg/l


(69)

Ditambahkan 60 gram zeolit ASP

Di rolling sehingga jenuh

Diendapkan lebih dari 2 hari

Disaring

Endapan filtrat

Dikeringkan Diuji Uranium

awal dan akhir dengan UV-Vis LAMPIRAN 2

PEMBUATAN LIMBAH CAIR SIMULASI UNTUK IMOBILISASI Uranium terserap yang terbaik adalah 0,074 g/g zeolit ASP.

Uranium terserap = 0,074 X 60 gram zeolit ASP = 4,44 gram UO2(NO3)2.6H2O yang ditimbang

4,44 gram = 9,365gram

dibulatkan menjadi 10 gram

10 gram uranil nitrat heksahidrat dilarutkan dalam 1000 ml aquades agar didapatkan uarium terserap sebesar 4,44 gram.


(70)

LAMPIRAN 3

PENENTUAN PENYERAPAN URANIUM OLEH ZEOLIT TERHADAP WAKTU KONTAK

Kurva Kalibrasi Konsentrasi

(ppm) Absorbansi

0.5 0.103

1 0.207

2 0.416

4 0.766

6 1.206

Hasil analisis larutan standar yang diperoleh disajikan sebagai grafik standar absorbansi fungsi konsentrasi Uranium (ppm) dan diperoleh persamaan garis linier sebagai berikut: y = bx + c

dalam kaitan tersebut y dan x masing-masing ialah absorbansi dan konsentrasi Uranium (ppm), dari analisa regresi diperoleh b = 0,197 dan c = 0,006

Waktu Kontak

(menit) Absorbansi

Konsentrasi (mg/L) Uranium terserap (g) Efisiensi penyerapan (%)

10 0.1407 17.09 0.0165 65.96

20 0.12 14.46 0.0178 71.19

30 0.1163 13.99 0.0181 72.12

40 0.1097 13.15 0.0185 73.79

50 0.108 12.94 0.0186 74.22

60 0.106 12.69 0.0187 74.73

Uranium Awal 0.4017 50.22

Nilai konsentrasi sampel dapat diketahui dengan memasukkan nilai absorbansi sampel ke dalam persamaan regresi linier kurva standar, kemudian uranium terserap dan efisiensi penyerapannya dapat diketahui dengan rumus:

Uranium terserap (gram) = [ Uranium awal – uranium akhir ] X Volume % Efisiensi Penyerapan = [Uranium awal] – [Uranium akhir] X 100 %


(71)

LAMPIRAN 4

PENENTUAN KOMPOSISI UMPAN Na2CO3 Kurva kalibrasi

Penambahan Na2CO3 U terserap (gram) Efisiensi penyerapan (%)

0.05 0.00516 5,3

0.1 0.00671 6,88

0.5 0.0072 7,11

1 0.0012 1,22

Konsentrasi

(ppm) Absorbansi

0.5 0.114

1 0.225

2 0.446

4 0.839

6 1.118


(72)

LAMPIRAN 5

IMMOBILISASI BLOK POLIMER LIMBAH ZEOLIT

Kandungan Limbah

(%)

Berat (g) Tinggi (cm) Volume V=Axt dalam cm3 Densitas ρ = m/v

dalam (g/cm3) Pmaks (kN) Kuat Tekan (kN/cm2)

0

10.6361 2.0094 9.906342 1.073666 50 10.14 10

10.6412 2.0054 9.886622 1.076323 60 12.17 20

10.2522 1.907 9.40151 1.090484 60 12.17 30

11.2795 2.0062 9.890566 1.14043 50 10.14 40

10.7678 1.805 8.89865 1.210049 40 8.114 50

10.5782 1.704 8.40072 1.259202 40 8.114

Keterangan : diameter (d) = 2,509 r2 = 1,57


(73)

LAMPIRAN 6


(74)

(75)

LAMPIRAN 7

ANALISIS ASP DENGAN X-RAY FLOURENSI (XRF) Tabel komposisi kimia yang terdapat pada ASP dengan analisis XRF

Unsur Nilai (%) Komposisi ASP

ASP (%)

Al 4.512 Al2O3 17

Si 25.380 SiO2 54,6

P 6.06 P2O5 27,9

Ca 0.78 CaO 1,1

K 0.830 K2O 2,0

Na TD Na2O TD

Mg TD MgO TD

Perhitungan :

Komposisi oksida = Berat molekul (Mr)/Ar unsur atom X nilai unsure (%)  SiO2 = (28+32) x 25,4 % = 54,6 %

28

 Al2O3 = ((27x2)+48) x 4,5 % = 17% 27

 SiO2 = 54,64 % = 3,2% Al2O3 17 %


(76)

(1)

LAMPIRAN 6


(2)

(3)

LAMPIRAN 7

ANALISIS ASP DENGAN X-RAY FLOURENSI (XRF) Tabel komposisi kimia yang terdapat pada ASP dengan analisis XRF

Unsur Nilai (%) Komposisi ASP

ASP (%)

Al 4.512 Al2O3 17

Si 25.380 SiO2 54,6

P 6.06 P2O5 27,9

Ca 0.78 CaO 1,1

K 0.830 K2O 2,0

Na TD Na2O TD

Mg TD MgO TD

Perhitungan :

Komposisi oksida = Berat molekul (Mr)/Ar unsur atom X nilai unsure (%)  SiO2 = (28+32) x 25,4 % = 54,6 %

28

 Al2O3 = ((27x2)+48) x 4,5 % = 17%

27

 SiO2 = 54,64 % = 3,2%


(4)

(5)

LAMPIRAN 8

Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian

1. Alat Uji Kuat Tekan Paul Weber 2. Uji Densitas dengan Jangka Sorong

3. Ayakan Retsch

5. XRD Phillips

4. Blok cetakan silinder


(6)