Protein Telur Faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Protein Pada Telur Tempat dan Waktu Penelitian

2.7 Protein Telur

Putih telur yang segar adalah tebal dan diikat kuat oleh kalaza. Untuk telur baik, putih telur harus bebas dari titik daging atau titik darah. Albumen dari putih telur terdiri dari 4 lapisan. Masing-masing chalazae 27,0, putih kental 57,0, putih telur encer dalam 17,3, dan putih telur encer bagian luar 23,0. Putih telur adalah larutan yang mengandung sekitar 12 protein. Lapisan yang terakhir ini berhubungan dengan “chalaza”, suatu serabut yang menahan kestabilan kuning telur. Sifat masing-masing lapisan berbeda, terutama dalam hal kandungan ovomusin, di mana lapisan kental kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan encer Muchtadi, 2010; Sudaryani, 2003.

2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Protein Pada Telur

1. Kondisi Lingkungan Ayam - Penyakit Beberapa jenis penyakit ayam, seperti infeksi bronkitis dapat menimbulkan abnormalitas pada pada kulit telur. Bahkan penyakit tersebut juga menimbulkan penurunan kualitas pada putih telur dan kuning telur Sudaryani, 2003. - Suhu Suhu yang panas akan mengurangi kualitas putih telur, kuning telur dan mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Hal ini disebabkan oleh penurunan nafsu makan ayam sehingga zat-zat gizi yang Universitas Sumatera Utara diperlukan tidak mencukupi. Suhu yang diperkenankan maksimal mencapai 29 o C Sudaryani, 2003. 2. Pakan Kualitas pakan akan mengurangi kualitas putih telur, kuning telur dan mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Untuk memenuhi sejumlah unsur nutrisi, ayam memperoleh pakan dari berbagai bahan makanan. Bahan pakan sebagai sumber energi yaitu jagung, dedak, bekatul dan ubi kayu. Bahan pakan sebagai sumber protein yaitu Bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa. Bahan makanan sebagai sumber mineral yaitu tepung tulang, tepung kerang, tepung ikan Rasyaf, 1994. 2.9 Metode Analisis Protein 2.9.1 Analisis Kualitatif Analisis protein secara umum dilakukan dengan dua metode, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Reaksi pengenalan kualitatif yang dapat dilakukan yakni reaksi Xantoprotein dan reaksi Biuret. 1. Reaksi Xantoprotein Dibuat dengan cara: larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati- hati kedalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi adalah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan Bintang, 2010. Universitas Sumatera Utara 2. Metode Biuret Dilakukan dengan cara: larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO 4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu membentuk senyawa kompleks ditandai dengan timbulnya warna ungu violet atau biru violet Bintang, 2010.

2.9.2 Analisis Kuantitatif

Bentuk uji kuantitatif penentuan kadar yang dapat dilakukan: 1. Metode Titrasi Formol Prinsip metode ini adalah dengan adanya air dan penambahan Kalium oksalat, protein akan dihidrolisis menjadi asam-asam amino. Selanjutnya dengan penambahan formaldehid akan menghambat gugus basa asam amino membentuk gugus dimethilol sehingga tidak mengganggu reaksi antara NaOH dengan gugus asam dari asam amino dan konsentrasi protein dapat ditentukan Estiasih, dkk., 2012. Indikator yang digunakan adalah PP fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein Sudarmadji, dkk., 1989. Dipipet 10 ml larutan putih telur atau larutan protein kedalam erlenmeyer 125 ml dan tambahkan 20 ml akuades dan 0,4 ml larutan kalium oksalat jenuh K- oksalat : air = 1: 3 dan tambahkan 1 ml fenoftalein 1. Universitas Sumatera Utara Diamkan selama 2 menit. Dititrasilah larutan dengan 0,1 N NaOH sampai mencapai warna seperti warna standar atau sampai warna merah jambu. Setelah warna tercapai, tambahkan 2 ml larutan formaldehid 40 dan titrasilah kembali dengan larutan NaOH sampai warna seperti warna standar tercapai lagi. Catat titrasi kedua ini. Titrasi koreksi yaitu titrasi kedua dikurangi titrasi blanko merupakan titrasi formol, untuk perhitungan protein Sudarmadji, dkk., 1984: Protein = NNaOH 0,1 �� − �� × 1,83 Untuk protein digunakan faktor 1,83 Keterangan : �� = titrasi sampel �� = titrasi blanko Menurut Sudarmadji, dkk., 1989, reaksi titrasi formol adalah sebagai berikut: R CH C R C C Pada pH netral O R C C + CH 2 O R C COOH NH 3 + O HOH 2 H N CH 2 OH Formalin Dimenthilol O R C COOH + NaOH R C C + H 2 O HOH 2 C N CH 2 OH HOH 2 C N CH 2 OH H O ONa O NH 3 + OH NaOH O H H H H Universitas Sumatera Utara 2. Metode Kjeldhal Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut. Penentuan kadar protein dengan metode ini mengandung kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sehingga kadar protein yang diperoleh langsung dengan cara kjeldahl ini sering disebut dengan kadar protein kasarcrude protein Sudarmadji, dkk., 1989. Berlangsung tiga tahap: a. Tahap Destruksi Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon C dan hidrogen H teroksidasi menjadi karbon monoksida CO, karbondioksida CO2, dan air H 2 O. Elemen Nitrogen akan berubah menjadi amonium sulfat. Banyaknya asam sulfat yang digunakan untuk destruksi diperhitungkan terhadap kandungan protein, karbohidrat dan lemak Bintang, 2010. Untuk mempercepat destruksi maka ditambahkan katalisator. Dengan penambahan katalisator, maka titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga proses destruksi akan berjalan lebih cepat. Katalisator yang digunakan yaitu Universitas Sumatera Utara campuran K 2 SO 4 yang dapat mempercepat proses oksidasi dan juga dapat menaikkan titik didih asam sulfat. Proses destruksi diakhiri jika larutan telah menjadi warna jernih Bintang, 2010. Reaksi yang terjadi pada proses destruksi Meloan, 1987: katalisator n – C – NH 2 + H 2 SO 4 CO2 + NH 4 2SO 4 + SO 2 pemanasan protein b. Tahap Destilasi Pada tahap destilasi, amonium sulfat dapat dipecah menjadi amonia, yaitu dengan penambahan larutan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yg dibebaskan ditangkap oleh larutan asam. Asam yg dapat dipakai adalah H 2 SO 4 . Agar kontak antara larutan asam dengan amonia berjalan sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus tercelup kedalam larutan asam. Destilasi diakhiri jika semua amonia sudah terdestilasi sempurna menggunakan indikator mengsel sebagai indikator penunjuk. Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi yaitu Bintang, 2010: NH 4 2 SO 4 + 2 NaOH 2 NH 3 ↑ + Na 2 SO 4 + 2H 2 O c. Tahap Titrasi Apabila penampung destilat yang digunakan adalah larutan asam sulfat, maka sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH 0,025 N menggunakan indikator mengsel indikator campuran metil red Universitas Sumatera Utara dan metil blue. Selisih jumlah titrrasi sampel dan blanko merupakan jumlah nitrogen. N = ������������−������ ������������� 1000 x N NaOH x 14,007 x 100 Setelah diperoleh N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan N dengan suatu faktor konversi. Besarnya faktor konversi nitrogen tergantung pada persentase nitrogen yang menyusun protein dalam bahan pangan yg dianalisa tersebut Sudarmadji, dkk., 1989. Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi ini yaitu: NH 3 + H 2 SO 4 NH 4 2 SO 4 Kelebihan H 2 SO 4 + 2 NaOH Na 2 SO 4 + 2H 2 O Bintang, 2010. Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl adalah berdasarkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa umumnya protein mengandung rata-rata 16 N dalam protein murni. Apabila jumlah N dalam bahan telah diketahui, maka jumlah protein dihitung dengan mengalikan jumlah N dengan 10016 N X 6,25. Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan tepat, maka faktor konversi yang lebih tepat yang dipakai Meloan, 1987. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Maret 2013 - Juni 2013. 3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel