apal long line dan kapal pancing tonda

1.495 cende tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 5.729 kg sehingga produksi tahun ini engalami peningkatan sebesar 683.271 kg. Pada tahun 2008 penurunan kembali rjadi sehingga produksi menjadi 590.557 kg. Pada data produksi tahun 2009 lah hasil tangkapan yang paling rendah dibandingkan dengan mpa kg.

5.2.2 apal long line dan kapal pancing tonda

buhanratu . ikan semaksimal ungkin, bermula saat ditangkap sampai ke tangan konsumen untuk dikonsumsi. usnya madidihang, lebih mengarah pada penanganan suhu , sehingga kualitas adid adidihang yang baru ditangkap, mengingat standar kualitas madid memperhatikan penanganan madidihang baik saat ditangkap maupun saat pendistribusian. Penanganan madidihang yang diterapkan kedua kapal saat di kapal tidak jauh berbeda, penanganan dimulai saat ikan diangkat dari air. Pada kapal long line dan kapal pancing tonda penanganan awal yang dilakukan saat ikan berada di dek Produksi madidihang pada tahun 2005 mencapai titik tertinggi yaitu sebesar .105 kg, lalu laju penurunan produksi dimulai pada tahun 2006 yang rung menukik tajam dengan total produksi sebesar 677.842 kg. Namun pada m te mencatat bahwa jum e t tahun sebelumnya, pada tahun ini produksi madidihang mencapai 542.584 Penanganan madidihang pada k di PPN Pala 1 Penanganan madidihang di laut Konsep penanganan madidihang tidak jauh berbeda dengan penanganan segar lainnya. Konsepnya adalah mempertahankan mutu m Namun pada tuna khus rendah, dari hulu hingga hilir yang dijaga dengan ketat m ihang tetap terjaga dengan baik. Penanganan madidihang lebih identik dengan penanganan yang eksklusif, karena penanganan yang dilakukan berbeda dengan ikan-ikan lainnya, hal tersebut disebabkan madidihang memiliki nilai jual yang sangat tinggi ketika sampai di pasar internasional, terutama Jepang. Jepang merupakan pasar terbesar dunia untuk komoditi madidihang segar, sedangkan pemasok utama madidihang segar ke Jepang adalah Indonesia Suharno Santoso, 2008. Kualitas madidihang yang akan diekspor tidak boleh berbeda jauh dengan m ihang yang diterapkan di pasar Jepang sangat tinggi, membuat pengusaha kapal long line dan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu sangat kapal adalah pelumpuhan stunning madidihang dengan alat tusuk. Penggunaan alat tusuk spike sangat efektif dalam melumpuhkan madidihang, hanya membutuhkan beberapa detik untuk melumpuhkan madidihang dengan cara menekan mata madidihang lalu menusukkan alat tusuk pada bagian lunak diantara kedua mata dan segera setelah penusukan dilakukan ikan akan mati, namun penggunaan martil dan balok masih digunakan dalam melumpuhkan madidihang pada kapal pancing tonda, sedangkan penggunaan kedua benda tersebut tidak terlalu menguntungkan dari segi kerusakan fisik dan kekhawatiran yang Penanganan berikutnya adalah membuang bagian insang sebagai salah satu sumb ra langsung saat berada di dalam palka, namun penggunaan plastik kemas tidak digunakan pada kapal pancing tonda yang diharapkan dapat melindungi ikan tidak bekerja dengan baik. Langkah selanjutnya adalah memasukkan madidihang ertahap ditimbulkan jika mematikan madidihang tidak dilakukan dengan sempurna. er bakteri, lalu menghentikan pendarahan madidihang dengan cara memutuskan jantung ikan yang terletak tepat dibelakang hubungan antara ujung insang bagian bawah dengan tubuh ikan, kemudian dilanjutkan dengan menyikatnya, menyiram bagian insang dengan menggunakan air laut. Pada kapal long line mulut madidihang diikat dengan kabel nilon agar gigi madidihang tidak merobek plastik pembungkus . Madidihang pada kapal long line yang telah bersih, telah diikat mulutnya dan bebas dari bekas darah dikemas menggunakan plastik khusus yang berfungsi untuk melindungi madidihang dari gesekan dan benturan seca dari gesekan es dan melindungi ikan dari lelehan es jika saluran pembuangan ke dalam palka. Sarana penanganan yang dimiliki kapal long line diantaranya adalah wadah penyimpanan palka pada kapal long line dapat memuat 400 ekor lebih madidihang dalam sekali pembongkaran, media yang digunakan untuk mendinginkan madidihang di dalam palka adalah air laut yang sebelumnya telah didinginkan menggunakan refrigerator, penggunaan media cair ini dapat menguntungkan dari segi keamanan fisik madidihang dari goresan yang sering terjadi pada kapal pancing tonda dan air laut dapat mendinginkan madidihang secara merata ke seluruh tubuh dan konstan karena dibantu dengan refrigerator, air laut dingin akan menyerap kalor pada tubuh madidihang secara b u palka jika bobot dari masing-masing madidihang berkisar dari hingga suhu tubuh madidihang turun mendekati suhu air laut. Pada beberapa kapal long line di PPN Palabuhanratu telah memiliki konstruksi seperti atap pelindung yang dapat melindungi madidihang saat dilakukannya penanganan dari sinar matahari dan hujan, sehingga terpaparnya madidihang terhadap sinar matahari dan air hujan dapat dihindari. Pada kapal pancing tonda memiliki sarana penanganan yang sederhana, seperti: wadah penyimpanan palka yang dapat menampung madidihang sekitar 10 ekor dalam sat 20 kg sampai 30 kg, pendinginan di dalam palka menggunakan es curah. Penggunaan es pada kapal pancing tonda sebenarnya lebih menguntungkan dari segi pendinginan yang lebih cepat terjadi, tetapi dilain sisi akan banyak jumlah es yang hilang sehingga lebih banyak es yang digunakan, sehingga sejumlah es yang ada harus digunakan dengan cermat agar pasokan es yang dibawa untuk mendinginkan madidihang di laut dapat dimaksimalkan. Proses pendinginan ikan di dalam palka kapal pancing tonda dimulai saat es bersentuhan dengan tubuh madidihang, proses pemindahan kalor terjadi dari tubuh madidihang yang kemudian diserap oleh es. Proses pemindahan kalor ini akan berhenti saat suhu tubuh madidihang mendekati suhu es. Es yang digunakan untuk mendinginkan madidihang pada kapal pancing tonda didapatkan dari proses penghancuran balok es menjadi es curah dengan menggunakan mesin penghancur es. Mesin yang digunakan untuk menghancurkan balok es menjadi es curah perlu diperhatikan, mesin yang digunakan saat menghancurkan es pada kapal pancing tonda biasanya dalam kondisi yang memprihatinkan, sehingga es yang dihasilkan tidak begitu mulus cenderung masih kasar, sehingga dapat berefek pada tubuh madidihang menjadi cepat tergores di dalam palka. Ukuruan es tidak hanya ditujukan pada keamanan fisik madidihang di dalam palka namun juga ditujukan untuk mempercepat proses pendinginan selama penyimpanan. Faktor penting dalam mempercepat proses pendinginan adalah ukuran es yang telah dihancurkan. Pada Tabel 13 akan disajikan hubungan ukuran es dengan kecepatan pendinginan dalam menit. ng Lama pendinginan Tabel 13 Pengaruh ukuran es terhadap kecepatan pendinginan Jumlah es ya digunakan Potongan es besar 10x10x10 cm Potongan es sedang 4x4x4 cm kecil 1x1x1cm Potongan es 100 dari berat ikan 154 menit 134 menit 89 menit 75 dari berat ikan 161 menit 137 menit 95 menit 50 dari berat ikan 192 menit 164 menit 120 menit Sumber: Adawiyah, 2007 Penyusunan es dalam melapisi madidihang di dalam palka harus dilakukan dengan benar agar dapat mengurangi kerusakan pada tampilan madidihang. Menurut Adawiyah 2007, penyusunan ikan di dalam palka dapat dilakukan dengan cara, ikan-ikan ditumpuk di dalam ruangan palka, di dasar palka diberi es setebal ± 15 cm. Jika pada bagian-bagian yang bersinggungan dengan dinding kapal karena bagian tersebut selalu panas oleh air laut, maka lapisan es harus diberi lebih tebal. Ikan ditumpuk berlapis-lapis dan bergantian dengan lapisan es. Jika ikan disiangi, maka bagian perut ikan menghadap ke bawah agar tidak ada air yang tertampung pada bagian perut ikan. Seluruh tubuh ikan diusahakan tertutupi oleh es dan bagian atas ditutupi dengan lapisan es yang tebal. Tumpukan ikan dan iliki atap pelindung pada konstruksinya, es tidak boleh lebih dari 50 cm, jika lebih maka ikan yang berada pada dibagian bawah akan terlalu banyak menerima tekanan dari ikan-ikan di atasnya sehingga akan rusak dan beratnya berkurang. Ikan yang akan disimpan dalam jumlah besar harus diberi sekat-sekat horizontal, sekat tersebut merupakan sekat hidup yang dapat dibongkar pasang sehingga memudahkan pekerjaan. Sebaiknya diusahakan agar lelehan air tidak mengalir ke bawah karena akan mengkontaminasi ikan yang ada pada lapisan bawah. Penanganan madidihang yang dilakukan saat berada di laut pada kapal pancing tonda terdapat kendala pada media pelindung dari sinar matahari yang terintegrasi dengan konstruksi kapal seperti atap pelindung, atap yang berfungsi sebagai pelindung dari sinar matahari dan hujan sangat membantu saat dilakukannya penanganan madidihang pada siang hari. Mayoritas kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu tidak mem sehingga kemungkinan terpaparnya madidihang saat penanganan di laut sangat mungkin terjadi sehingga dapat mempengaruhi kualitas madidihang. litasnya tetap terjaga. Penanganan yang baik menjadi tuntutan yang harus dilakukan setiap ABK apal, baik kapal long line maupun kapal pancing tonda. Penanganan saat di kapal s ikan agar tetap memiliki mutu yang baik. Tujuan utama dalam penanganan primer di kapal adalah untuk m bat pen a prin insip penanganan m di kapal dapat dilakukan pada langkah- l nanganan untuk menyiangi ikan, seperti alat penusuk Rentang waktu yang digunakan kapal pancing tonda dalam penangkapan dan pendaratan tidak begitu lama, yaitu sekitar 7 hari, dan masa penyimpanan 3-4 hari di dalam palka, sedangkan pada kapal long line rentang waktu yang digunakan dalam penangkapan dan pendaratan dapat mencapai 14 hari dan waktu penyimpanan selama 10 hari. Masalah rentang waktu dan suhu penyimpanan saat di laut menuju pelabuhan lebih identik pada kesegaran, madidihang yang disimpan dalam suhu rendah dengan waktu tertentu dapat berefek pada kualitasnya, sehingga waktu penyimpanan dan suhu yang diterapkan pada masing- masing kapal perlu diperhatikan agar kesegaran dan kua k merupakan tahap awal yang penting dalam menjaga kualita emperlam urunan mutu m didihang. Adapun sip-pr adidihang yang benar saat angkah berikut : 1 Persiapan peralatan pe untuk mematikan madidihang spike, pisau, gunting sirip semuanya harus dalam kondisi siap pakai, bersih dan tajam, plastik kemasan dipersiapkan, nylon cable tie tali pengait plastik keras untuk dikaitkan pada mulut ikan. Dek harus basah dan didinginkan dengan cara mengaliri dek dengan air dari selang secara terus menerus. Persiapan untuk menaikkan madidihang dengan menyiapkan alas pelindung agar ikan yang diangkat ke dek kapal tidak terbentur papan dek kapal. Waktu penyiangan disiapkan pula bantalan busa yang bersih dan basah, ini dilakukan agar penanganan tetap dalam kondisi higienis dan sanitasi yang baik, agar ikan tidak terkontaminasi dari peralatan dan naiknya suhu tubuh karena temperatur lingkungan Bahar Bahar,1991; 2 Cara pengangkatan madidihang ke dek kapal juga perlu diperhatikan, mengangkat madidihang dengan cara mengganco bagian insang, lalu melepas pancing yang masih mengait pada mulut madidihang dengan hati-hati Partosuwiryo, 2008; ang digunakan adalah dengan menusukan spike ke arah eralis mulai ri lendir, ikan dicuci dengan air bertekan 6 Langkah berikutnya adalah ikan di packing dengan plastik yang aman. 3 Melumpuhkan ikan yang masih hidup adalah dengan merusak bagian modula oblongata, cara y otak ikan. Penusukan dilakukan pada bagian lemah di atas kepala antara mata kiri dan mata kanan Endroyono, 1983; 4 Proses pengeluaran darah ikan dilakukan dengan cara memutuskan jantung ikan yang terletak tepat dibelakang hubungan antara ujung insang bagian bawah dengan tubuh ikan. Untuk mengeluarkan darah ikan lebih banyak dan lebih cepat, ikan ditusuk pada bagian sirip dada pectoral fin. Penusukan ini dilakukan tegak lurus terhadap garis linea lateralis dan tidak terlalu dalam 2-3 cm. Penusukan pada bagian tersebut tidak merugikan, sebab sepanjang garis line lat da pectoral fin sampai ke pangkal ekor membentang pembuluh darah yang cukup besar, serta daging sepanjang pembuluh darah tersebut berwarna merah dan mutunya kurang baik Endroyono, 1983; 5 Penyiangan dilakukan pada saat madidihang mati sempurna, dilakukan penyiangan untuk mengeluarkan isi perut dan insang dengan cara membuka tutup insang, kemudian mengunci mulut madidihang dengan tali pengait plastik. Memotong sekat antara jantung dan rongga perut, memotong pangkal insang sampai putus dan membuangnya ke laut. Untuk membuang sisa-sisa darah dan an tinggi sampai bersih Bahar Bahar,1991. Menurut Endroyono 1983 tujuan dari penyiangan adalah : a Untuk menghindari sumber-sumber penyebab pembusukan pada ikan sepeti mikroorganisme bakteri dan enzim pencernaan proses autolisis yang terpusat pada insang, pencernaan perut, dan lendir pada permukaan kulit; b Membuat bentuk penampilan ikan yang sesuai dengan tuntutan konsumen dalam perdagangan. Menurut KEP MEN 2007 bahan kemasan packing dan bahan lain yang kontak langsung dengan hasil perikanan harus memenuhi persyartan higienis, dan khususnya : a Tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik dari hasil perikanan; b Tidak boleh menularkan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan manusia; ntuk menurunkan suhu ikan dari dalam suhu -1 – 0 o C No. Jenis Suhu o C Kelembaban Waktu penyimpanan c Harus cukup kuat melindungi hasil perikanan. 7 Setelah mengemas ikan dengan plastik, ikan dimasukkan ke dalam palka yang terisi air laut dingin. Penggunaan air laut dingin dapat mengurangi perubahan warna pada daging, oksidasi lemak, dan tanggalnya sisik pada ikan. Prinsip dasar pendinginan ikan adalah u suhu awal misal 20 o C ke suhu rendah sekitar -1 sampai 0 o C Ilyas, 1983, ini bertujuan agar penyimpanan ikan agar tetap awet. Pada Tabel 14 dapat dilihat mengenai ambang batas waktu kesegaran ikan pada suhu -1 sampai 0 o C. Tabel 14 Penyimpanan 1. Tuna sirip biru -1-0 - Segar selama dua minggu 2. Tuna mata besar -1-0 - 3. Tuna sirip kuning -1-0 - Sumber : OFCF, 1987 Pada saat penyiangan untuk dinding rongga perut tidak dibelah di laut agar tidak terjadi peresapan air garam dan larutnya lemak yang terdapat dalam daging enunggu litasnya dan kegiatan pemrosesan berikutnya, sehingga pembongkaran yang dilakukan pada waktu siang hari sampai menjelang senja menjadi efektif karena dan pembelahan dinding perut dilakukan pada ruang proses di darat Bahar Bahar,1991. 2 Penanganan madidihang di pelabuhan Kunjungan kapal terdiri dari dua jenis yaitu tambat labuh. Tambat adalah apabila kapal bersandar atau mengikat tali di tempat tertentu untuk melakukan kegiatan membongkar hasil tangkapan, sedangkan kapal dikatakan berlabuh apabila setelah membongkar hasil tangkapan kapal bersandar atau mengikat tali di tempat tertentu yang bukan tempat bongkar, untuk istirahat dan m keberangkatan ke laut atau yang menunggu naik dock atau dalam keadaan floating repair Yuliastuti, 2010. Kegiatan tampat kapal long line di PPN Palabuhanratu tidak dilakukan pada waktu bersamaan dengan merapatnya kapal ke darmaga, membutuhkan persiapan terlebih dahulu. Biasanya pembongkaran dilakukan pada waktu siang hari sampai menjelang senja. Hal tersebut dilakukan karena hasil tangkapan kapal long line seperti madidihang langsung didistribusikan ke Jakarta untuk dicek kua b selesa lebih u Jakarta pada waktu pagi hari. Kegiatan tambat kapal pancing tonda tidak jauh aktu ibusian pada saat pembongkaran yang dilakukan pada kapal long ke bagian insang dan diangkut ke dalam boks mobil, namun pada kapal pancing , pembongkaran dimulai saat hankan agar suhu pada pusat produk konstan selama pem rm an sah, suhu ada pusat pr lama distribusi harus dilindungi dari roduk harus ditangani dan diperlakukan dengan cermat, hati-hati dan cepat. Semua sarana harus memenuhi persyaratan sanitasi, pem ongkaran membutuhkan waktu yang lama dan biasanya pembongkaran i pada malam hari, oleh sebab itu pendistribusian pada malam hari menjadi cepat karena aktifitas kendaran di jalan menjadi lebih berkurang dan mem dahkan proses penanganan selanjutnya di perusahaan ekspor madidihang di berbeda dengan kapal long line dan pendistribusiannya juga dilakukan pada w pagi, senja dan menjelang malam hari, namun hasil tangkapan seperti madidihang beberapa diantaranya langsung didistribusikan ke pasar lokal. Pendistr line dilakukan saat madidihang diangkat dari palka, kemudian dipindahkan darat menggunakan alat seluncur conveyor, lalu dilakukan pengisian es pada tonda pendistribusian dilakukan sedikit berbeda madidihang diangkat dari palka, kemudian dilakukan pembersihan dengan mengeluarkan sisa es dari bagian insang, dilanjutkan dengan membasuh tubuh madidihang dengan air bersih dengan tujuan agar tubuh madidihang bebas dari sisa es yang berasal dari palka dan kotoran yang menempel, lalu ditimbang bobotnya, diukur panjangnya, dan diangkut ke dalam boks mobil. Menurut Ilyas 1983 prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pendistribusian saat pembongkaran ikan adalah sebagai berikut : 1 Suhu dan kondisi lainnya harus diperta indahan te asuk penyimpan , pengangkutan, dan pengeceran. Khusus pada ikan ba p oduk 0 o C; 2 Produk dingin se produksi dan penularan kontaminasi oleh bakteri, jamur, senyawa kimia, dan kotoran lainnya yang berasal dari air laut, es, dan lain-lain bahan dari luar yang dapat membahayakan manusia; 3 Selama ditribusi p demikian juga pemeliharaannya. lengkapan nelayan, ot madidihang kapal penangkap madidihang merupakan masalah yang dapat ditimbulkan akibat dari kelalaian Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor: 264DPT.0PI.540.S4I09, pembongkaran yang ideal adalah pembongkaran yang dilakukan dengan memenuhi beberapa kriteria berikut: 1 Pembongkaran ikan dilakukan dengan hati-hati, cepat dan menghindari sinar matahari langsung; 2 Suhu ikan di dalam palka sesuai dengan persyaratan rantai dingin. 3 Pada saat pembongkaran, ikan diletakkan pada tempatwadah yang bersih dan higienis; 4 Suhu ikan, setelah di bongkar dari kapal dan diletakkan di tempatwadah penampung masih memenuhi persyaratan rantai dingin; 5 Tempatwadah penampungan ikan setelah pembongkaran, melindungi ikan dari kontaminasi dan tidak merusak ikan; 6 Perlengkapan yang digunakan saat pembongkaran ikan dalam kondisi baik dan tidak mengakibatkan kontaminasi produk ikan; 7 Peralatan, kendaraan yang digunakan selama proses muat ikan harus dapat mempertahankan suhu sesuai dengan yang dipersyaratkan serta tidak mengkontaminasi produk ikan. Pada saat kapal long line dan kapal pancing tonda berlabuh, ABK kapal biasanya melakukan persiapan untuk kegiatan melaut berikutnya. ABK kapal membersihkan dek kapal, palka, mengisi BBM, logistik, per air tawar, umpan, mengecek alat tangkap dan mengisi palka dengan es pada kapal pancing tonda. Kapal long line dan kapal pancing tonda akan kembali melaut kembali setelah semua persiapan telah lengkap. 3 Kondisi madidihang yang didaratkan kapal long line dan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu Madidihang yang didaratkan di PPN Palabuhanratu memiliki kondisi yang berbeda-beda, kondisi yang sering terjadi di laut setelah penangkapan dan penanganan dilakukan seperti masalah cacat yang sering timbul dari kondisi madidihang yang didaratkan di PPN Palabuhanratu adalah bob kurang dari 17 kg, warna daging coklat kemerahan, dan tekstur daging kurang kenyal. Setiap cacat pada hasil tangkapan yang yang didaratkan dapat ng tidak diketa permu mend edalaman pancing yang diturunkan dari masing-masing kapal perlu diperhatikan. Kapal long line di PPN Palabuhanratu line hauler dari d emudahkan ABK dalam menarik an menggunakan tenaga nusia tidak dim menurunkan pancing pada kedalaman seperti kapal long line tetapi menurunkan namun pena enggunakan tenaga manusia. sedik ng berukuran kecil permukaan perairan, sedangkan m endiami laut dalam, namun tertangkap dekat dengan perm kurang dari 17 kg tidak lepas dari laut, sehingga kem angkap oleh nelayan yang menggunakan kurang cermatnya ABK dalam penanganan awal saat berada di kapal dan juga berasal dari madidihang sendiri. Madidihang dengan bobot kurang dari 17 kg merupakan kendala ya dapat dihindari dalam penangkapan, namun dapat dicegah. Hal tersebut dapat hui dari habitat madidihang yang berukuran kecil yang sering mendiami kaan perairan jika dibandingkan dengan madidihang dewasa yang sering iami lautan dalam sehingga k biasanya mampu menurunkan pancing sampai kedalaman 50 m dan menggunakan sebagai alat yang digunakan untuk menarik pancing serta madidihang alam air, penggunaan line hauler sangat m pancing dan madidihang jika mengingat kedalaman pancing yang diturunkan sampai kedalaman 50 m yang dirasakan sangat berat dengan ditambah tekanan yang diberikan madidihang hidup sehingga penarik ma ungkinkan untuk diterapkan. Pada kapal pancing tonda tidak pancing sampai kedalaman 10 m karena pada kapal pancing tonda tidak menggunakan line hauler sebagai alat pembantu penarikan madidihang dari air, rikan hanya m Menurut Schultz 2004, pola hidup madidihang yang berukuran kecil it berbeda dengan madidihang dewasa, madidihang ya hidup secara bergerombol membentuk schooling ikan yang besar dan mendekati adidihang dewasa m terkadang mereka juga hidup pada permukaan perairan, dan madidihang sering ukaan perairan menggunakan pancing. Tertangkapnya madidihang yang berukuran kecil terutama memiliki bobot swimming layer yang dekat dengan permukaan ungkinan besar tert pancing. Pada Tabel 15 berikut terdapat pola swimming layer beberapa spesies tuna yang mendiami laut lepas. mutu, warna daginnya menjadi coklat eme amaan dengan penurunan Swimming Layer m Tabel 15 Swimming layer beberapa jenis tuna No Jenis Tuna 1 Bluefin 50 – 300 2 Bigeye 50 – 400 Sumber : Endroyono, 1983 3 Madidihang 0 – 200 Pada Tabel 15 menjelaskan bahwa kedalaman lautan yang menjadi habitat madidihang berada pada 0 m sampai 200 m yang mana bagian terdalam dari 50 m sampai 200 m menjadi habitat madidihang dewasa dan bagian permukaan menjadi habitat madidihang yang belum dewasa berukuran kecil. Cacat dominan berikutnya pada kapal long line adalah warna daging coklat kemerahan, hal tersebut merupakan reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh madidihang akibat perubahan pigmen darah. Menurut Endroyono 1983 warna daging tuna yang berkualitas bagus adalah merah cerah, namun pada beberapa tuna yang mengalami kemunduran k rahan. Warna daging tuna dibentuk oleh pigmen yang terdapat di dalam tubuh tuna. Pigmen merah pada daging tuna cenderung beroksidasi dengan udara sehingga warna daging menjadi coklat kemerahan. Pigmen daging tuna adalah myoglobin dan berada di dalam daging sebagai oxymyoglobin dan metmyoglobin. Metmyoglobin inilah yang menghasilkan disklorisasi kecoklatan. Kadar metmyoglobin meningkat sesuai dengan peningkatan waktu sesudah ikan mati. Tuna yang bermutu tinggi memiliki kandungan metmyoglobin tidak boleh lebih dari 30 dari myoglobin seluruhnya. Reaksi disklorosi berlangsung cepat pada daging ikan tuna yang sedang membeku dan sangat dipengaruhi oleh keasaman pH. Pada pH yang lebih rendah reaksi disklorisasi akan berlangsung lebih cepat. Pada kapal pancing tonda cacat dominan setelah bobot kurang dari 17 kg adalah tekstur daging kurang kenyal. Proses penguraian protein dan lemak oleh enzim protase dan lipase yang terdapat di dalam daging disebut proses autolisis. Hal ini disebabkan di dalam daging ikan mengandung protein, maka proses ini dapat disebut proteolisis. Enzim-enzim ini sebenarnya sudah aktif sejak ikan masih hidup, akan tetapi ketika aktivitasnya dimanfaatkan untuk menghasilkan energi dan pemeliharaan tubuh. Autolisis dimulai bers pH. Mula-mula protein terpecah menjadi molekul makro, yang menyebabkan peningkatan dehidrasi lalu terpecah menjadi pepton, polipeptida, dan akhirnya menjadi asam amino. Disamping asam amino, autolisis menghasilkan pula sejum irim rin, basa yang dibebas asam nukleat. Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak mengh sam lemak adidihang, ari beberapa madidihang yang didaratkan kapal ancing tonda masih seperti aslinya sehingga diberikan nilai penuh. Pengamatan adidihang yang didaratkan kapal long line memiliki kisaran ing perut madidihang pada kapal ersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa perut adid ang didaratkan kapal lah kecil p idin dan pu kan pada pemecahan asilkan a gliserol. Autolisis akan mengubah struktur daging sehingga kekenyalan menurun Dwiari et al., diacu dalam Wangsadinata, 2009. Pengamatan terhadap fisik madidihang jika didasari oleh uji organoleptik, maka pengamatan akan terfokus pada beberapa pengujian pada tubuh m diantaranya adalah mata, dinding perut, konsistensi, dan bau. Pada keempat komponen tersebut dapat menunjukkan kesegaran yang dimiliki madidihang. Parameter mata madidihang yang didaratkan kapal long line memiliki kisaran dari 7 sampai 8, dan kisaran yang dimiliki madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda yaitu 7 sampai 9, mata d p pada dinding perut m yang sangat baik yaitu 8-9, dan kisaran dind pancing tonda yaitu 7-8, hal t m ihang yang lembek dan bau isi perut yang netral. Pengujian konsistensi pada tubuh madidihang yang didaratkan kapal long line menunjukkan hasil yang sangat baik, yaitu 9, hal tersebut disebabkan tekstur dagingnya yang sangat padat, pengamatan pada konsistensi pada tubuh madidihang y pancing tonda agak padat, sehingga nilai yang diberikan yaitu 8. Bau yang tercium pada tubuh dan isi perut madidihang yang didaratkan kedua kapal masih tergolong baik, yaitu 8. Pengujian pada keempat komponen yang digunakan pada uji organoleptik pada kedua kapal memiliki rataan yang tidak jauh berbeda, 8,25 untuk kapal long line sedangkan 7,82 untuk kapal pancing tonda, nilai yang didapatkan dari kedua rataan tersebut menunjukkan bahwa madidihang yang didaratkan masih dalam keadaan segar jika mengacu pada Dewan Standardisasi Nasional tahun 1992. Pengamatan yang dilakukan pada sejumlah madidihang di PPN Palabuhanratu yang didaratkan oleh kapal long line memiliki tampilan lebih cemerlang pada bagian tubuh, mulus dan bebas goresan. pada madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda, madidihang yang didaratakan kapal pancing h aik. tonda memiliki tubuh kurang cemerlang serta kulit madidihang mudah terkelupas dan goresan yang tampak jelas pada beberapa tempat dibagian tubuh madidihang, namun beberapa diantaranya terdapat pada bagian mendekati ekor, dibawah tutup insang dan dekat sirip dada serta sirip lengan renang. Penanganan yang baik pada kapal long line dan sarana yang mendukung membuat madidihang memililki tampilan dan kesegaran yang baik, namun bukan berarti madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda memiliki kualitas yang buruk. Beberapa madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda memiliki mata sangat jernih dan pupil masih seperti aslinya, hal tersebut disebabkan oleh penyimpanan di dalam palka yang tidak begitu lama 3-4 hari jika dibandingkan dengan waktu penyimpanan pada kapal long line 7-10 hari dan madidihang tidak terendam dalam air seperti madidihang pada kapal long line, sehingga mata tetap jernih dan hal tersebut tidak ditemukan pada madidihang yang didaratkan kapal long line, namun indikator mata sering tidak digunakan dalam penentuan grade madidihang yang akan diekspor, cenderung pada tampilan tubuh dan kualitas daging. Bagian seperti dinding perut, dagingnya masih utuh, bau segar, konsistensi pada hasil tangkapan kedua kapal masi b Berdasarkan pengamatan menggunakan peta kendali np, didapatkan bahwa, pergerakan fluktuatif pada diagram peta kendali np berasal dari jumlah cacat madidihang yang didaratkan pada masing-masing kapal. Jumlah cacat pada setiap ulangan mempengaruhi pergerakan garis fluktuatif pada diagram peta kendali np, jika jumlah cacat melebihi batas atas maka penanganan tersebut berada diluar batas pengendalian. Diagram peta kendali np menunjukkan bahwa suatu penanganan berada pada pengendalian atau tidak, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah ulangan yang digunakan, jumlah sampel yang diambil dan jumlah cacat madidihang yang didaratkan. Tiga hal tersebut sering digunakan dalam pengujian pengendalian suatu proses penanganan, sehingga dari ketiga hal tersebut jika diolah lebih lanjut berdasarkan perhitungan peta kendali np dapat diketahui bahwa apakah suatu proses penanganan berada dalam pengendalian atau tidak. Pengamatan yang dilakukan pada kapal long line dan kapal pancing tonda menunjukkan pergerakan garis dari jumlah cacat yang tidak seragam, memiliki kisar 4,17, rata-rata ini didapatkan dari rasio total cacat acat pada kapal long line g line dengan 25 GT kecenderungan pergerakan yang berbeda-beda, namun masih berada pada tahapan yang aman dalam pengendalian. Pada kapal long line jumlah cacat madidihang adalah 50 ekor, sampel yang digunakan pada tiap ulangan adalah 91 ekor dengan 12 ulangan dan kapal pancing tonda memiliki madidihang yang cacat berjumlah 16 ekor, sampel yang digunakan pada tiap ulangan adalah 5 ekor dan menggunakan ulangan yang sama yaitu 12. Hasil yang didapatkan pada kapal long line jika mengacu pada rata-rata cacat madidihang ber dengan jumlah ulangan. Rata-rata cacat berhubungan dengan batas atas pengendalian, semakin tinggi rata-rata cacat 4,17 maka semakin tinggi pula batas atas pengendaliannya 10,14. Hal tersebut dikuatkan dengan rata-rata cacat madidihang pada kapal pancing tonda, nilai rata-rata cacatnya yaitu 1,33 dan batas atas pengendaliannya 4,33. Nilai rata-rata cacat dan batas atas pengendalian yang didapatkan pada masing-masing kapal masih berada pada batas pengendalian karena jumlah cacat dari masing-masing ulangan dari total 12 ulangan tidak melewati nilai dari batas atas pengendalian. Proporsi c dan kapal pancing tonda dipengaruhi oleh perbandingan rasio jumlah cacat yang didapatkan dengan jumlah sampel yang digunakan, kedua hal tersebut saling mempengaruhi secara linear, sehingga didapatkan bahwa nilai proporsi semakin mengecil jika rasio pada jumlah cacatnya lebih kecil daripada jumlah sampel yang digunakan. Proporsi cacat pada pada kapal long line lebih kecil 0,05 jika dibandingkan pada kapal pancing tonda 0.27, hal tersebut disebabkan penggunaan jumlah sampel yang digunakan pada pengujian madidihang di kapal long line lebih besar 91 daripada pengujian madidihang pada kapal pancing tonda 5, hal tersebut tidak terlepas dari hubungan antara total hasil tangkapan yang didaratkan pada masing-masing kapal dengan waktu yang dilaksanakan selama penelitian. Kapal long line dan kapal pancing tonda memiliki perbedaan yang mencolok dalam bobot kapalGross Ton GT, kapal lon dapat mengangkut ratusan ekor dalam setiap trip, sedangkan kapal pancing tonda dengan 10 GT dapat mengangkut puluhan ekor dalam setiap trip. Pengumpulan data yang dihimpun selama tujuh hari di kapal long line menghasilkan 1092 ekor N Palabuhanratu dapat menentukan harga yang dengan bobot sekitar 42.696,8 kg, sedangkan data dari kapal pancing tonda yang diperoleh selama 25 hari menghasilkan 60 ekor dengan bobot sekitar 2.370 kg, sehingga berdasarkan perhitungan matematis pada halaman Lampiran 14 menunjukkan bahwa setiap satu GT pada kapal long line akan menghasilkan 243,98 kg atau mendekati 244 kg setiap harinya, sehingga jika bobot madidihang yang terpancing sekitar 50 kg, maka kapal long line dapat menangkap 4-5 ekor madidihang dalam sehari. Berbeda dengan kapal pancing tonda pada setiap satu GT akan menghasilkan 9,48 kg atau mendekati 9,5 kg atau hanya satu ekor pada setiap harinya yang mana merupakan bobot madidihang yang belum dewasa. Berdasarkan masalah di atas dapat menunjukkan bahwa setiap satu GT kapal dapat menghasilkan sejumlah madidihang pada setiap harinya. Berdasarkan hasil wanwancara dengan pihak terkait, seperti petugas pelabuhan, bobot ikan tuna di PP akan di pasarkan. Harga berkisar dari Rp 14.000 sampai Rp 32.000 tergantung bobot dan tampilan tuna yang didaratkan. Bobot tuna diatas 30 kg dan memiliki tampilan yang baik dihargai Rp 30.000 - Rp 32.000, sedangkan bobot tuna di bawah 30 kg walaupun memiliki tampilan yang baik tetap dihargai dari harga Rp 14.000 – Rp 20.000. Harga yang berlaku di PPN Palabuhanratu tidak semahal yang berlaku di negara tujuan ekspor, hal tersebut disebabkan adanya perlakuan yang ketat mengenai pengecekan kualitas daging, tampilan tuna, bobot, tekstur daging, dan lain-lain, sehingga harga yang diterapkan menjadi lebih mahal di negara pengimpor. Menurut Tragistina 2011 harga ikan tuna di pasar Jepang berkisar antara ¥ 800 sampai ¥ 1000 per kilogram, harga tersebut jika dikonversikan ke dalam rupiah dengan asumsi satu yen adalah Rp 100, maka satu kilogram tuna berkisar Rp 80.000 - Rp 100.000. Ikan tuna yang diekspor ke Jepang memiliki permintaan dan harga yang tinggi daripada di dalam negeri, hal tersebut didukung dengan kebiasaan masyarakat Jepang yang makanan sehari- harinya tidak terlepas dari tuna, sehingga tuna di pasar Jepang sangat digemari jika dibandingkan dengan Amerika dan Uni Eropa. 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan