tangkapan madidihang salah satu terbesar di PPN Palabuhanratu. Hasil tangkapan madidihang banyak didistribusikan ke Jakarta untuk dicek kualitasnya, sekaligus
diekspor ke berbagai negara. Hasil tangkapan madidihang membutuhkan penanganan yang tepat agar tetap terjaga kesegaran dan kualitasnya, hal ini
disebabkan karena madidihang segar mempunyai mutu yang sangat labil, namun permasalahanya adalah terdapat perbedaan dalam penanganan madidihang di PPN
Palabuhanratu, ini dapat dilihat dari beberapa kapal penangkap madidihang seperti kapal long line dan kapal pancing tonda. Pada setiap kapal memiliki cara masing-
masing dalam penanganan madidihang sehingga menghasilkan mutu yang berbeda pula.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut di atas, maka perlu untuk melakukan penelitian mengenai penanganan ikan tuna khususnya madidihang secara benar
dan berdasarkan standar penanganan yang telah baku. Oleh karena itu maka dilakukan penelitian tentang “Analisis Penanganan Madidihang di Pelabuhan
Perikanan Nusantara PPN Palabuhanratu, Jawa Barat, Sukabumi”.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan : 1
Mengidentifikasi penanganan yang diterapkan pada kapal penangkap madidihang di PPN Palabuhanratu.
2 Menentukan pengaruh penanganan terhadap mutu madidihang yang didaratkan di PPN Palabuhanratu.
3 Menentukan bentuk penanganan yang tepat pada kapal penangkap madidihang di PPN Palabuhanratu.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1
Memberikan gambaran proses penanganan madidihang saat di kapal dan saat di pelabuhan.
2 Memberikan informasi mengenai penanganan madidihang saat di kapal dan
di pelabuhan secara baik dan benar.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Umum Madidihang Thunnus albacares
2.1.1 Klasifikasi dan deskripsi
Ikan tuna sirip kuning atau madidihang Thunnus albacares merupakan ikan pengembara samudera, mengarungi samudera dengan bergerombol.
Madidihang merupakan perenang cepat karena bentuk tubuhnya yang dinamis. Madidihang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1 Ikan tuna sirip kuning Thunnus albacares Menurut Ditjen 1990 ikan tuna sirip kuning atau madidihang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom :
Animalia Filum :
Chordata Kelas :
Pisces Ordo :
Percomorphi Famili
: Scombridae Genus :
Thunnus Spesies :
Thunnus albacares Madidihang memiliki ciri-ciri yaitu bentuk badan yang memanjang, bulat
seperti cerutu. Tapisan insang 26-34 pada busur insang pertama. Memiliki dua cupinglidah di antara kedua sirip perutnya. Jari-jari keras sirip punggung pertama
13-14, dan 14 jari-jari lemah pada sirip punggung kedua, diikuti 8-10 jari sirip tambahan. Kemudian sirip dubur berjari-jari lemah 14-15, lalu 7-10 jari-jari sirip
tambahan. Satu lunas kuat pada batang sirip ekor diapit dua lunas kecil pada
Sumber: www.sbjfishing.wordpress.com
ujungnya. Untuk jenis-jenis dewasa, sirip punggung kedua dan dubur tumbuh sangat panjang, sirip dada cukup panjang. Badan bersisik kecil-kecil, korselet
jalur sisik khusus yang mengelilingi badan di daerah sekitar sirip dada bersisik agak besar tetapi tidak nyata. Termasuk ikan buas, predator, karnivor, dapat
mencapai 195 cm, umumnya 50-150 cm, hidup bergerombol kecil Ditjen, 1990. Warna tubuh madidihang bagian atas berpadu antara hitam dan keabu-
abuan, kuning perak pada bagian bawah, sirip-sirip punggung, perut. Sirip tambahan kuning cerah berpinggiran gelap. Pada perut terdapat kurang lebih 20
garis putus-putus warna putih pucat melintang Ditjen,1990.
2.1.2 Habitat dan daerah penyebaran
Setiap jenis ikan tuna mempunyai kebiasaankesukaan pada suhu air laut yang berbeda-beda, sehingga untuk menentukan daerah penangkapan tuna harus
disesuaikan dengan suhu air sesuai dengan jenis ikan tuna yang akan ditangkap, sedangkan madidihang menyukai suhu perairan yang hangat seperti laut tropis
Partosuwiryo, 2008. Beberapa jenis tuna lainnya seperti bluefin sering dijumpai pada laut
subtropis dan laut dengan suhu seperti di Samudera Pasifik Utara dan Samudera Atlantik Utara, sedangkan daerah ruaya bluefin biasanya melalui Samudera
Atlantik. Pada bigeye banyak ditemukan pada perairan bersuhu hangat di Atlantik dan Samudera Pasifik. Ikan tuna jenis ini memiliki sifat begerombol, ikan pelagis
besar, diperkirakan spesies ini pada musim migrasi dapat melakukan perjalanan yang panjang untuk mencapai tempat yang cocok untuk makan dan berkembang
biak. Gerombolan bigeye biasanya berenang pada lautan dalam pada siang hari, sedangkan gerombolan madidihang, bluefin, dan jenis tuna lainnya berenang pada
permukaan perairan tepatnya pada perairan bersuhu hangat Schultz, 2004. Menurut Laevastu 1981, daerah penangkapan tuna yang baik terdapat pada
samudera di sekitar garis khatulistiwa dengan kondisi laut yang memiliki pergolakan arus dari bawah laut menuju permukaan dimana banyak membawa
makanan untuk ikan-ikan kecil. Pada Gambar 2 akan disajikan hubungan antara suhu air laut
o
C dengan suhu adaptasi beberapa jenis tuna.
Keterangan : = Suhu
o
C penyebaran = Suhu
o
C penangkapan = Suhu
o
C optimum untuk penangkapan Gambar 2 Hubungan suhu air laut dengan suhu adaptasi beberapa jenis tuna
Penyebaran madidihang di Indonesia sendiri terletak pada bagian barat Samudera Pasifik Tengah, Laut Banda, kemudian Laut Sulawesi, Samudera
Indonesia, lalu Selat Sunda, Laut Maluku, Barat Sumatera, dan Samudera Hindia Ditjen,1990.
2.2 Sifat Alami Madidihang Segar
Sebagai sumber pangan, madidihang mengandung air dalam deret 70 sampai 80, protein antara 18 sampai 20, lemak antara 0,5 sampai lebih dari 20,
serta berbagai vitamin dan mineral. Sesudah ditangkap dan mati, secara keseluruhan madidihang akan mengalami proses penurunan mutu proses
deteriorasi, baik disebabkan oleh faktor-faktor intern dalam tubuh madidihang maupun faktor ekstern lingkungan yang menjurus pada penurunan mutu Ilyas,
1983. Mengingat ikan tuna segar khususnya madidihang mempunyai mutu yang
sangat labil, maka untuk mempertahankan kesegaran awal selama mungkin, maka penangananya harus tangkas, cepat dan teliti, kemudian ikan secepatnya
didinginkan dengan cara menyelimuti tubuh ikan dengan es hancuran crush iced atau es kepingan flake iced. Pada kapal-kapal yang yang dilengkapi sistem
10
o
C 15
o
C 20
o
C 25
o
C 30
o
C 35
o
C Bluefin
Bigeye
Madidihang Sumber : Laevastu, 1981
pendinginan air laut dingin chilled sea water ikan segera dicelupkan dan disimpan dalam palka air laut dingin. Biasanya setiap kapal dilengkapi dengan
alat pengontrol suhu sehingga suhu di palka dapat diatur sedemikian rupa sekitar
o
C Bahar Bahar,1991.
2.3 Definisi Mutu
Mutu merupakan totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan. Mutu sering
diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan terhadap persyaratan atau kebutuhan yang diberikan oleh pelanggan Gaspersz, 1997.
Menurut Nasution 2004, mutu adalah sesuatu yang memenuhi atau sama dengan persyaratan conformance to recuirements. Komoditas ikan yang sedikit
saja dari persyaratan, maka dapat dikatakan tidak berkualitas dan dapat ditolak oleh perusahaan yang menjadi tujuan distribusi. Persyaratan itu sendiri dapat
berubah sesuai dengan keinginan pelanggan, dan kebutuhan sebuah perusahaan.
2.3.1 Penentuan mutu tuna layak ekspor
Ikan tuna dalam perdagangannya dikelompokkan menurut standar atau mutu daging yang terbagi menjadi empat tingkat mutu yaitu grade A, B, C, dan D.
Pengujian tingkatan mutu ikan dilakukan dengan cara menusukkan coring tube yaitu suatu alat berbentuk batang, tajam, dan terbuat dari besi. Coring tube
dimasukkan pada kedua sisi ikan bagian belakang sirip atau ekor kanan dan kiri, sehingga didapatkan potongan daging ikan tuna. Mutu dengan grade A terbaik
diekspor ke Jepang, grade B dan C biasanya diekspor ke Amerika dan Uni Eropa, sedangkan grade C dan D dipasarkan lokal. Ciri-ciri untuk masing-masing grade
adalah sebagai berikut Fadly diacu dalam Cahya, 2010: 1 Grade A
Ciri-ciri ikan tuna grade A adalah sebagai berikut: 1 Warna daging untuk madidihang tuna adalah merah seperti darah segar dan
untuk bigeye tuna dagingnya berwarna merah tua seperti bunga mawar, serta tidak ada pelangi;
2 Mata bersih, terang, dan menonjol; 3 Kulit normal, warna bersih, dan cerah;
4 Tekstur daging untuk madidihang tuna keras, kenyal, dan elastis dan untuk bigeye
tuna dagingnya lembut, kenyal dan elastik; 5 Kondisi ikan penampakannya bagus dan utuh.
2 Grade B Ciri-ciri ikan tuna grade B adalah sebagai berikut:
1 Warna daging merah, terdapat pelangi otot daging agak elastis, jaringan daging tidak pecah;
2 Mata bersih, terang dan menonjol; 3 Kulit normal, bersih, dan sedikit berlendir;
4 Tidak ada kerusakan fisik. 3 Grade C
Ciri-ciri ikan tuna grade C adalah sebagai berikut: 1 Warna daging kurang merah dan ada pelangi;
2 Kulit normal dan berlendir; 3 Otot daging kurang elastis;
4 Kondisi ikan tidak utuh atau cacat, umumnya pada bagian punggung atau dada. 4 Grade D
Cirri-ciri ikan tuna grade D adalah sebagai berikut: 1 Warna daging agak kurang merah dan cenderung berwarna coklat dan pudar;
2 Otot daging kurang elastis, lemak sedikit dan ada pelangi; 3 Teksturnya lunak dan jaringan daging pecah;
4 Terjadi kerusakan fisik pada tubuh ikan, seperti daging ikan yang sudah sobek, mata ikan yang hilang, dan kulit terkelupas.
2.4 Kapal Penangkap Madidihang di PPN Palabuhanratu
Ikan tuna sirip kuning atau lebih dikenal dengan madidihang merupakan ikan komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi di pasar
internasional, hal ini karena madidihang sangat diminati oleh negara-negara maju, tidak terkecuali dengan negara yang berjulukan negeri sakura yaitu Jepang.
Penangkapan besar-besaran tidak dapat dihindari oleh kapal-kapal penangkap madidihang baik dari ukuran 10 GT maupun kapal yang berukuran 250 GT.
PPN Palabuhanratu memiliki dua kapal penangkap utama ikan tuna sirip kuning madidihang, yaitu kapal long line dan kapal pancing tonda. Kedua kapal
tersebut sangat mendominasi dalam mendaratkan hasil tangkapan seperti madidihang ke PPN Palabuhanratu.
2.4.1 Kapal long line 1 Deskripsi
kapal long line
Menurut Partosuwiryo 2008 kapal rawai tuna atau kapal long line adalah kapal yang dipergunakan untuk menangkap ikan tuna menggunakan pancing
Lampiran 4, seperti ikan tuna sirip kuning, tuna mata besar, marlin, albakor, tuna sirip biru, dan ikan layaran. Pengoperasian kapal long line dilakukan di
daerah perairan laut yang dalam dan lepas pantai atau samudera lautan lepas, selain melakukan kegiatan penangkapan, kapal rawai tuna juga berfungsi sebagai
kapal pengangkut ikan. Pengoperasian kapal long line berlangsung kurang lebih selama 40-70 hari
operasi atau lebih sehingga kapal long line memerlukan fasilitas anak kapal ruang akomodasi. Dalam rancang bangunan kapal ruang akomodasi. Dalam
rancang bangun kapal long line terdapat ruang gudang peralatan boatsman store di bagian haluan kapal, ruang akomodasi anak kapal di bagian buritan, dan ruang
penanganan hasil tangkapan ikan di bagian tengah kapal. Kapal long line dilengkapi dengan ruang pendingin atau penyimpan ikan bersuhu mencapai
– 60
o
C untuk menjamin kesegaran ikan dalam periode waktu yang cukup lama. Ukuran kapal-kapal rawai tuna yang beroperasi di daerah perkapan perairan laut
Indonesia berkisar 100-250 GT Partosuwiryo, 2008. Pada bagian kanan depan terdapat line hauler dan jembatan bertangga untuk
memudahkan pengangkatan ikan ke atas. Setelah penarikan gulungan tali ditempatkan pada dek bagian muka bersama pelampung. Meja ikan hasil
tangkapan diletakkan pada bagian buritan dimana tali dipasang Fyson, 1985.
2 Umpan dan alat tangkap
Sebelum kegiatan penangkapan dimulai yang perlu diperhatikan ialah adanya umpan. Umpan ini terdiri dari ikan-ikan berukuran sekitar 15 cm atau
kadang lebih, seperti lemuru Sardinella longicep, belanak Mullet, layang Decapterus spp, kembung Rastrelliger spp, bandeng Chanos-chanos, Pasifik
Saury Cololabis saira. Untuk umpan-umpan yang baik umumnya bercirikan penampang bulat atau gilik dan memiliki warna mengkilat menarik Subani
Barus, 1989. Menurut Partosuwiryo, 2008 bagian-bagian alat tangkap kapal long line
secara umum Lampiran 6 adalah sebagai berikut : 1 Tali
utama Tali utama adalah tempat bergantungnya tali cabang. Tali utama harus
dibuat dari bahan yang kuat. Biasanya dipergunakan kuralon atau kremon dengan ukuran garis tengah 8 mm.
Tali utama pada tiap-tiap pancing untuk rawai besar merupakan tali tersendiri yang nantinya disambung-sambung. Pada rawai kecil, panjang
satu tali utama dapat mencapai ratusan meter. Batas antartali cabang dapat dibuat simpul kupu-kupu sebagai tempat bergantungnya tiap-tiap tali
cabang. Pada rawai besar satu tali utama hanya berisi satu pancing, sedangkan pada rawai kecil, satu tali utama dapat berisi berpuluh-puluh tali
pancang pancing. 2 Tali
cabang Panjang tali cabang tidak boleh dari setengah kali panjang tali utama
atau jarak antara tali cabang yang menggantung pada tali utama. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi saling kait kekusutan antar tali cabang.
3 Pancing Ukuran pancing yang digunakan adalah pancing nomor 04, 05, dan 06
untuk rawai kecil, sedang rawai besar digunakan pancing nomor 01-03. Pancing terbuat dari baja dan dilapisi timah putih.
4 Tali pelampung
Panjang tali pelampung disesuaikan dengan kedalaman yang diinginkan selama operasi. Pada rawai besar yang operasinya di lapisan
permukaan, panjang tali pelampung kurang lebih 15-30 m. Pada rawai yang dioperasikan di lapisan dasar, biasanya digunakan rawai kecil, panjang tali
pelampunya disesuaikan dengan kedalaman perairan tempat rawai tersebut dioperasikan.
5 Pelampung Bahan pelampung yang baik terbuat dari bola kaca, oleh karena itu
biasanya disebut pelampung kaca atau glass buoy. Bahan pelampung lain yang digunakan, yaitu pelampung berbahan polyethylene PE. Ukuran garis
tengah untuk pelampung kaca 30-35 cm dan tebal kaca 5-7 mm. 6 Tiang
bendera Pada pelampung umunya diikatkan bendera yang berwarna kontras
dengan keadaan di laut biasanya merah untuk mengetahui keberadaan pelapung diperairan setelah rawai dioperasikan. Untuk mengikatkan bendera
tersebut diperluklan tiang, umunya dari bambu sehingga sering disebut tiang bendera atau bamboo pole. Panjang tiang bendera kurang lebih 5-7 m
dengan ukuran garis tengah pada pangkal bambu 3-3,5 cm. Bendera diikatkan pada ujung bambu.
7 Kili-kili Pemasangan kili-kili swivel pada rawai adalah suatu keharusan. Hal
tersebut bertujuan agar tali utama maupun rangkaian tali cabang tidak membelit kusut. Fungsi kili-kili sebagai pemberat dan tali cabang tidak
mudah putus. 8 Pemberat
Pemberat dipasang pada bagian bawah tiang bendera. Tujuan pemasangan pemberat agar bendera dan pelampung tanda dapat berdiri
tegak karena mengimbangi gaya apung yang ada.
3 Metode penangkapan
1 Pelepasan rawai
Sebelum melakukan operasi penangkapan, seluruh perlengkapan harus dipersiapkan. Basket-basket diatur dengan rapi dan ditempatkan sedemikian rupa,
begitu juga pelampung, bendera, umpan, dan perlengkapan lain. Umumnya, satu set rawai disebut dengan satu basket. Istilah basket telah menjadi istilah umum
alat penangkapan menggunakan rawai yang menyatakan jumlah rawai satu set dengan jumlah pancing tertentu. Kata basket dapat pula berarti keranjang, hal
tersebut mungkin karena setelah opersai selesai, rawai digulung dan diangkat, kemudian dimasukkan ke dalam keranjang. Tiap-tiap set diikat sehingga satu
ikatan rawai disebut satu basket Partosuwiryo, 2008. Setelah persiapan selesai, langkah selanjutnya adalah Anak Buah Kapal
ABK mengambil posisi masing-masing sesuai dengan tugasnya, sementara itu kecepatan kapal dikurangi 3-4 miljam, lalu diikuti dengan pelepasan pancing.
Secara garis besar kegiatan pelepasan pancing adalah sebagai berikut : mula-mula pelampung dan tiang bendera dilepas beserta tali pelampungnya, kemudian tali
utama dan akhirnya tali cabang yang diikuti mata pancing yang telah diberi umpan. Tali utama tersebut kemudian dilepas dan begitu seterusnya sampai yang
terakhir untuk disambungkan dengan satuan rawai berikutnya melalui tali sepotong Subani Barus, 1989.
2 Penarikan rawai
Penarikan rawai dilakukan 5-6 jam kemudian setelah pelepasan pancing. Biasanya dimulai jam 12.00 dan selesai menjelang matahari terbenam. Penarikan
pancing dilakukan dari bagian depan kapal dengan bantuan alat penarik line hauler
dalam melakukan penarikan ini dibagi juga menjadi beberapa kegiatan seperti halnya pada waktu pelepasan dan merupakan suatu sistem yang satu
dengan lainnya berkaitan erat dan seirama. Secara garis besar kegiatan penarikan pancing secara berurut dimulai dari tiang bendera, pelampung, tali pelampung
serta pemberat diangkat ke atas geladak kapal, lalu tali utama, tali cabang, beserta mata pancing dan begitu seterusnya sampai keseluruhan satuan pancing terangkat
ke atas geladak kapal. Pada mata pancing ada ikan yang tertangkap, pengambilan ikan ke geladak kapal biasanya dilakukan oleh tiga orang, tergantung besar
kecilnya ikan yang tertangkap Subani Barus, 1989.
2.4.2 Kapal pancing tonda 1
Dekripsi kapal pancing tonda
Perahu yang digunakan oleh nelayan pancing tonda di Palabuhanratu Lampiran 5 adalah perahu tempel dari jenis congkreng bercadik yang memiliki
panjang 6 m dan terbuat dari bahan kayu Nugroho, 2002. Sedangkan Pancing tonda umumnya dioperasikan dengan perahu kecil, jumlah nelayan yang
mengoperasikannya sebanyak 4-6 orang yang terdiri dari satu orang nahkoda merangkap fishing master, satu orang juru mesin 2-4 orang ABK yang masing-
masing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung. Pada umumnya panjang perahu berkisar antara 5-20 m, dengan
ruang kemudi di bagian haluan kapal dan dek tempat bekerja berada pada di bagian buritan kapal Sainsburry, 1971.
2 Umpan dan alat tangkap
Pada umumnya ikan mendeteksi mangsa melalui reseptor yang dimilkinya, dan hal ini bergantung pada jenis reseptor tertentu yang mendominasi pada jenis
ikan tersebut. Oleh karena itu, pemilihan umpan disesuaikan dengan kesukaan makan ikan sasaran, dengan mempertimbangkan kemampuan ikan mendeteksi
makanan Gunarso, 1985. Pada umumnya umpan pancing tonda menggunakan
umpan tiruan, umpan palsu imitation bait. Tetapi ada pula yang menggunakan umpan benar true bait yaitu: bulu ayam, bulu domba, kain-kain berwarna
menarik, bahan dari plastik, umpan berbentuk ikan seperti cumi-cumi, ikan- ikanan, dan lain-lain Subani Barus, 1989
Umpan pada pancing tonda dapat dibagi menjadi dua, umpan alami dan umpan buatan. Penggunaan umpan alami pada pancing tonda sangatlah jarang
sekali dilakukan, hal ini dikarenakan oleh sifat dari umpan alami yang mudah lepas dan mudah rusak oleh gerakan air selama operasi penangkapan ikan
berlangsung Gunarso, 1985. Menurut Handriana 2007 sifat umpan alami memiliki banyak kekurangan sehingga para nelayan lebih memilih menggunakan
umpan buatan dalam operasi penangkapan ikan dengan pancing tonda. Dasar pemikiran penggunaan umpan buatan adalah:
1 Harga relatif
murah; 2
Dapat dipakai berulang-ulang; 3
Dapat disimpan dalam waktu yang lama; 4
Warna dapat memikat ikan; 5
Ukuran dapat disesuaikan dengan bukaan mulut ikan.
Pancing tonda adalah alat tangkap ikan yang terdiri dari seutas tali panjang, mata pancing dan umpan. Pancing ditarik di belakang perahu motor atau kapal
yang sedang bergerak maju. Pancing yang ditarik umumnya dikenal dengan pancing tonda atau troll line. Penangkapan dengan menggunakan pancing tonda
dapat dilakukan dengan berlayar mencari kawanan ikan, atau dapat juga dilakukan sekitar rumpon Subani Barus, 1989.
Menurut Gunarso 1985 pancing tonda adalah alat penangkap ikan yang dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu motor atau kapal kecil.
Pancing tonda pancing tarik merupakan alat tangkap tradisional yang bertujuan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis seperti tuna, cakalang, dan tongkol yang
biasa hidup dekat dengan permukaan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan kualitas daging yang tinggi.
Menurut Handriana 2007 satu unit pancing tonda terdiri atas: 1
Tali pancing yang terbuat dari polyamide PA monofilament No. 60 dengan panjang 40 m per unit;
2 Mata pancing No. 7 atau 8 yang terbuat dari bahan besi sebanyak tiga buah
yang diikat menjadi satu, menggunakan simpul tipe doubel sheet band; 3
Penggulung tali dari bahan plastik dan kayu waru; 4 umpan
buatan.
3 Metode penangkapan
1 Operasi penangkapan diawali dengan scouting atau pencarian gerombolan
ikan dengan melihat tanda-tanda keberadaanya seperti warna perairan, lompatan ikan cakalang, buih diperairan, gerombolan ikan lumba-lumba bahkan pada
umumnya gerombolan ikan dijumpai bersama kayu-kayu maupun benda-benda yang terapung di atas permukaan air Handriana, 2007.
2 Pengoperasian pancing tonda dimulai dari pagi hingga sore tergantung
situasi dan kondisi alam yaitu sekitar pukul 0.5.00-17.00 yang diduga pada saat itu adalah saat dimana ikan cakalang dan tuna bermigrasi untuk mencari makan.
Pengoperasiannya dimulai dengan pemasangan alat tangkap setting yaitu mengulur alat tangkap perlahan-lahan ke perairan dan mengikat ujung tali pada
salah satu ujung kanan atau kiri perahu dengan jarak tertentu Handriana, 2007
3 Selama setting
, kecepatan kapal berkisar anatara 1-2 knot. Setelah setting berakhir, tali pancing yang telah direntangkan disisi kanan atau kiri perahu ditarik
terus menerus menyusuri daerah penangkapan dengan kecepatan 2-4 knot dengan tujuan umpan buatan yang dipakai bergerak-gerak seperti ikan mangsa. Untuk
membuat umpan lebih aktif melayang di perairan, perahu dapat dijalankan dengan arah zig-zag Handriana, 2007.
4 Setelah umpan dimakan ikan, pemancing memberitahu juru mudi atau
nahkoda untuk menaikkan kecepatan perahu. Nahkoda kapal ikan mempercepat laju perahu, dengan tujuan agar ikan yang memakan umpan cepat tersangkut pada
mata pancing dan mencegahnya terlepas kembali. Setelah diketahui dengan pasti bahwa ikan ikan tertangkap, nahkoda mengurangi kecepatan perahu kembali ke
kecepatan normal. Pada saat inilah penarikan tali pancing bisa dimulai. Salah satu ABK akan menarik pancing tersebut dan menggulung tali pancing pada
penggulung. Saat penarikan tali pancing harus sesuai dengan gerakan ikan, bila terlihat ikan melawan maka penarikan dihentikan sejenak, sebaliknya bila ikan
terlihat kelelahan maka penarikan dapat diteruskan. Setelah ikan diangkat ke atas perahu maka pancing segera dilepas dari ikan dan pancing tersebut diulurkan
kembali ke perairan. Langkah selanjutnya seperti pada setting telah berakhir dan
begitu seterusnya sampai mendapatkan ikan kembali Handriana, 2007.
2.4.3 Perawatan alat tangkap
Sebelum alat tangkap disimpan, dilakukan perawatan. Menurut Partosuwiryo 2008 kegiatan yang dilakukan dalam perawatan alat tangkap
sebagai berikut : 1
Bersihkan tali dan pancing dari sisa umpan, darah, maupun kotoran lain. 2
Periksa tali pancing, mungkin ada yang putus. Bila ada, segera diganti atau disambung, kemudian searah pintalan tali.
3 Alat disimpan di tempat terlindung atau tidak terkena sinar matahari
langsung serta terhindar dari minyak dan gangguan tikus, api, dan binatang lain.
4 Perawatan harus dilakukan secara rutin agar alat tangkap lebih awet atau
tahan lama dan selalu siap untuk dioperasikan.
3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN
Palabuhanratu, Sukabumi pada bulan Desember 2010.
3.2 Bahan dan Alat