Hubungan Basket/wadah Hasil Tangkapan terhadap Sanitasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi Jawa barat

(1)

HUBUNGAN BASKET/WADAH HASIL TANGKAPAN

TERHADAP SANITASI DI PELABUHAN PERIKANAN

NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT

ARHI EKA PRIATNA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Hubungan Basket/Wadah Hasil Tangkapan terhadap Sanitasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat adalah benar merupakan hasil karya saya, dan di dalam proses pembuatannya sejak mulai dari proposal penelitian sampai penulisan, saya diarahkan dan dibimbing oleh pembimbing skripsi. Skripsi ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2009 Arhi Eka Priatna


(3)

ABSTRAK

ARHI EKA PRIATNA. Hubungan Basket/wadah Hasil Tangkapan terhadap Sanitasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi Jawa barat. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE.

Fungsi Basket/wadah hasil tangkapan (BHT) di pelabuhan perikanan selain sebagai alat bantu untuk mengangkut dan menampung hasil tangkapan (HT) juga berfungsi untuk sanitasi. Sanitasi di pelabuhan perikanan penting untuk dijaga, karena dapat mempengaruhi mutu HT.

Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi HT, BHT dan sanitasi di PPN Palabuhanratu; mendapatkan hubungan BHT terhadap sanitasi di PPN Palabuhanratu. Penelitian dilakukan bulan November 2007 di PPN Palabuhanratu, menggunakan metode kasus dengan aspek diteliti adalah aspek HT (jenis, berat, panjang dan mutu) dan aspek penggunaan BHT dan dampak penggunaan/tidak digunakannya BHT terhadap sanitasi.

Kondisi empat jenis HT dominan, yaitu ikan layur, tembang, tongkol dan eteman memiliki karakteristik masing-masing ukuran panjang (600-920 mm, 140-200 mm, 205-370 mm, 140-255 mm); berat (300-880 g, 20-120 g, 140-800 g, 50-270 g); dan mutu (5,3-7,3, 4,0-7,3, 4,3-7,0, 4,3-6,8). Terdapat empat jenis wadah HT yang digunakan untuk aktivitas pendaratan dan pemasaran HT yaitu keranjang bambu, blong, jolang dan kotak styrofoam masing-masing berkapasitas 25 kg, 120 kg, 40 kg dan 20 kg. Kondisi sanitasi di dermaga pendaratan dan TPI masih terlihat kurang bersih, sedangkan di lingkungan sekitar dermaga pendaratan dan TPI secara umum cukup bersih.

Bentuk konstruksi dan bahan wadah BHT mempengaruhi sanitasi di dermaga pendaratan dan TPI. Dampak penggunaan BHT berupa keranjang bambu, blong dan jolang adalah lantai dermaga dan TPI menjadi kotor dan licin, sehingga kebersihan dan kenyaman menjadi terganggu; terlebih-lebih bila tidak digunakannya BHT sama sekali. Jenis limbah fisik akibat penggunaan basket/wadah berupa blong dan keranjang bambu adalah berupa ceceran potongan-potongan ikan, genangan berupa cairan, lendir dan atau darah ikan.


(4)

HUBUNGAN BASKET/WADAH HASIL TANGKAPAN

TERHADAP SANITASI DI PELABUHAN PERIKANAN

NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT

ARHI EKA PRIATNA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(5)

Judul Skripsi : Hubungan Basket/Wadah Hasil Tangkapan terhadap Sanitasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat

Nama : Arhi Eka Priatna

NRP : C54103062

Departemen : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Disetujui : Pembimbing

Dr. Ir. H. Anwar Bey Pane, DEA NIP. 130 814 494

Diketahui :

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131 578 799


(6)

KATA PENGANTAR

Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah Hubungan Basket/Wadah Hasil Tangkapan terhadap Sanitasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Program Hibah Kompetisi A3 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional; yang ketua pelaksana penelitiannya adalah Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan para anggota peneliti : DR. Ir. Ernani Lubis, DEA, Ir. Dinarwan, MS., dan Iin Solihin, S.Pi, M.Si.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA selaku dosen pembimbing atas pengarahan, bimbingan, curahan pemikiran dan motivasi yang telah diberikan sejak proses penulisan proposal, pelaksanaan penelitian sampai penulisan skripsi;

2. Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si. selaku wakil komisi pendidikan, Dr. Ir. Budhi Hascaryo, M.Si. dan Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si. selaku dosen penguji;

3. Program Hibah Kompetisi A3 yang telah memberikan kepercayaan untuk melaksanakan penelitian tersebut, dan Bagian Kepelabuhanan Perikanan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB yang telah memfasilitasi peralatan dan perlengkapan dalam menyusun skripsi ini;

4. Ayahanda Supriatna, Ibunda Nanan Sunarsih, dan semua keluarga yang senantiasa memotivasi dan mendukung ananda baik doa maupun materil, selama menjalani perkuliahan hingga menyesaikan skripsi;

5. Pihak PPN Palabuhanratu (Bapak Bustami, Bapak Lili, dan Ibu Imas) dan petugas TPI (Bapak Kosasih dan Bapak Supriadi) yang telah membantu dalam proses penelitian;


(7)

6. Ibu Anih (Ibunda Fariz dan Faras) sekeluarga di Palabuhanratu Sukabumi atas segala bantuannya selama penulis penelitian di PPN Palabuhanratu; 7. Teman-teman yang turut membantu dalam penelitian ini (Roif Hardani,

Rachmatullah, Indra Supiyono, Robby Mulyana, dan Topan Basuma), sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Mei 2009 Penulis


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 09 Agustus 1985, dari pasangan Bapak Supriatna dan Ibu Nanan Sunarsih, di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis, yaitu SD Negeri Poncol Bekasi dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 272 Jakarta Timur dan dinyatakan lulus pada tahun 2000. Penulis kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di SMU Negeri 62 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2003. Selanjutnya, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan mengambil Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB pada tahun 2003.

Selama menjadi mahasiswa FPIK IPB, penulis pernah menjadi Kepala Divisi Olahraga Departemen Pengembangan Minat dan Bakat HIMAFARIN FPIK IPB periode 2005 - 2006.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Basket/Wadah Hasil Tangkapan terhadap Sanitasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat” di bawah bimbingan Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian skripsi yang diselenggarakan oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 5 Mei 2009.


(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan Penelitian ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan 2.1.1. Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan ... 5

2.1.2. Penyortiran dan Pengangkutan Hasil Tangkapan... 7

2.1.3. Penanganan Hasil Tangkapan ... 8

2.2 Basket hasil Tangkapan, Peranan dan Pengelolaannya di Pelabuhan Perikanan ... 9

2.3 Sanitasi, Peranan dan Pengelolaannya di Pelabuhan perikanan ... 10

2.4 Basket Hasil Tangkapan dan Sanitasi di PPN Palabuhanratu... 13

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 16

3.2 Bahan dan Alat ... 16

3.3 Metode Penelitian... 16

3.4 Analisis Data ... 18

4 PERIKANAN TANGKAP DI PPN PALABUHANRATU 4.1 Unit Penangkapan Ikan dan Nelayan di PPN Palabuhanratu ... 20

4.2 Produksi dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu... 26

4.3 Fasilitas Terkait Pendaratan dan Pelelangan di PPN Palabuhanratu 29 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan... 35

5.2 Proses Pendaratan dan Pelelangan di PPN Palabuhanratu ... 43

5.3 Pemasaran dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu... 45


(10)

6 BASKET/WADAH HASIL TANGKAPAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

6.1 Macam-macam Basket/Wadah di PPN Palabuhanratu ... 50

6.2 Penggunaan Basket/wadah di PPN Palabuhanratu ... 52

7 KONDISI SANITASI DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 7.1 Sanitasi di Dermaga Pendaratan ... 56

7.2 Sanitasi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)... 58

7.3 Sanitasi di Lingkungan Sekitar Dermaga Pendaratan dan TPI... 60

8 HUBUNGAN BASKET/WADAH HASIL TANGKAPAN TERHADAP SANITASI DI PPN PALABUHANRATU 8.1 Pengaruh Basket/Wadah Hasil Tangkapan yang Ada di PPN Palabuhanratu terhadap Kondisi Sanitasi ... 62

8.1.1 Faktor-Faktor dari Penggunaan Wadah non Basket Hasil Tangkapan yang Berpotensi Mempengaruhi Sanitasi di PPN Palabuhanratu ... 62

8.1.2 Dampak dari Penggunaan /Tidak Digunakannya Basket/Wadah Hasil Tangkapan Terhadap Sanitasi di Dermaga Pendaratan, TPI dan Lingkungan Sekitarnya ... 64

8.2 Jenis Limbah Fisik Akibat Tidak Digunakannya Basket danWadah non Basket di PPN Palabuhanratu ... 67

8.3 Pengukuran Besaran Limbah Penggunaan Wadah non Basket di PPN Palabuhanratu ... 68

9 KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan ... 71

9.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA... 73


(11)

x

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jenis dan jumlah alat tangkap serta komposisinya di PPN

Palabuhanratu tahun 2006... 20 2 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah alat tangkap di PPN

Palabuhanratu periode 1997-2006... 21 3 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah armada penangkapan ikan di

PPN Palabuhanratu periode 1997-2006... 23 4 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah nelayan di PPN

Palabuhanratu periode 1997-2006... 25 5 Perkembangan produksi dan nilai produksi ikan laut di PPN

Palabuhanratu periode 1997-2006... 27 6 Produksi hasil tangkapan didaratkan menurut jenisnya di PPN

Palabuhanratu tahun 2006... 35 7 Kisaran ukuran panjang dan berat dari keempat jenis hasil tangkapan

dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu bulan November,

tahun 2007... 41 8 Distibusi hasil tangkapan segar menurut bulan dan kota tujuan

distribusi di PPN Palabuhanratu, tahun 2006... 45 9 Kisaran rata-rata mutu sampel hasil tangkapan dominan di PPN

Palabuhanratu bulan November, tahun 2007 ... 47 10 Fungsi pemindahan hasil tangkapan oleh basket dan wadah lainnya di

PPN Palabuhanratu ... 54 11 Jenis limbah akibat tidak digunakannya basket/wadah pada aktivitas

pendaratan, pemasaran dan pendistribusian ikan terhadap sanitasi di

PPN Palabuhanratu ... 67 12 Pengaruh penggunaan wadah (keranjang bambu dan blong) terhadap

sanitasi di dermaga pendaratan lama dan TPI berupa ceceran potongan-potongan ikan di PPN Palabuhanratu bulan November,

tahun 2007... 68 13 Pengaruh penggunaan wadah (keranjang bambu dan blong) terhadap

sanitasi di dermaga pendaratan lama dan TPI berupa genangan cairan, lendir dan atau darah ikan di PPN Palabuhanratu bulan November,


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Diagram komposisi alat tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun 2006 21 2 Grafik Perkembangan jumlah alat tangkap di PPN Palabuhanratu

periode 1997-2006... 22 3 Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPN

Palabuhanratu periode 1997-2006... 24 4 Grafik perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu periode

1997-2006 ... 26 5 Grafik perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi hasil

tangkapan di PPN Palabuhanratu periode tahun 1997-2006... 28 6 Fasilitas gerobak dorong di PPN Palabuhanratu ... 31 7 Komposisi jenis hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN

Palabuhanratu pada tahun 2006... 36 8 Histogram volume pendaratan hasil tangkapan dominan menurut jenis

dan bulan di PPN Palabuhanratu pada tahun 2006... 37 9 Sampel hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN

Palabuhanratu, bulan November 2007: (a). layur (Trichurus sp.); (b).eteman/semar (Mene maculata); (c). tembang (Clupea fimbriata);

(d). tongkol (Auxis sp.) ... 39 10 Histogram volume pendaratan empat jenis sampel hasil tangkapan

dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu bulan November,

tahun 2007... 40 11 Histogram frekuensi sebaran kelas ukuran panjang sampel hasil

tangkapan dominan di PPN Palabuhanratu bulan November, tahun

2007 ... 42 12 Histogram frekuensi sebaran kelas ukuran berat sampel hasil

tangkapan dominan di PPN Palabuhanratu bulan November, tahun

2007 ... 42 13 Grafik volume distribusi ikan segar dari PPN Palabuhanratu menurut

bulan, tahun 2006 ... 46 14 Diagram didistribusi ikan segar dari Palabuhanratu berdasarkan

tujuannya... 46 15 Aktivitas pencucian hasil tangkapan di dermaga pendaratan PPN

Palabuhanratu pada wadah : (a) keranjang bambu dan (b) blong ... 48 16 Basket (trays) hasil tangkapan kapasitas 50 kg di PPN Palabuhanratu. 50 17 Berbagai macam bentuk wadah hasil tangkapan di PPN

Palabuhanratu: (a) keranjang bambu; (b) blong; (c) jolang; (d) kotak


(13)

xii 18 Penggunaan wadah hasil tangkapan pada aktivitas pendaratan: (a)

keranjang bambu; (b) blong; dan pemasaran hasil tangkapan: (c)

jolang; (d) kotak styrofoamdi PPN Palabuhanratu ... 53 19 Penggunaan wadah hasil tangkapan pada aktivitas pendistribusian

hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu: (a) boxplastik; (b) mobil bak . 55 20 Kondisi sanitasi di gedung TPI PPN Palabuhanratu: (a)

potongan-potongan tubuh ikan di lantai TPI; (b) peletakan ikan tembang di

lantai TPI... 59 21 Kondisi sanitasi di selokan sekitar TPI PPN Palabuhanratu... 61 22 Aktivitas Pemasaran Hasil tangkapan tanpa wadah (meja kecil)... 67


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Peta lokasi penelitian... 76 2 LayoutPelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu ... 77 3 Spesifikasi dan nilai organoleptik ikan basah... 78


(15)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil tangkapan di pelabuhan perikanan berperan sebagai salah satu sumber utama pendapatan pelabuhan perikanan. Hal ini menjadi suatu dasar berjalannya aktivitas pendaratan, pemasaran, pendistribusian hasil tangkapan dan aktivitas terkait lainnya di pelabuhan perikanan tersebut. Akibat dari adanya aktivitas tersebut, para pelaku (pihak nelayan, pedagang, pengelola pelabuhan dan lain-lainnya) akan memperoleh pendapatan, baik itu dari transaksi hasil tangkapan maupun jasa.

Pada aktivitas pendaratan dan pemasaran/pelelangan hasil tangkapan diperlukan suatu alat bantu yang mampu menampung dan atau mengangkat hasil tangkapan. Alat bantu tersebut dapat berupa basket atau wadah untuk hasil tangkapan berukuran kecil/sedang, atau tali dan ganco untuk hasil tangkapan yang berukuran besar.

Ketersediaan basket/wadah hasil tangkapan di pelabuhan perikanan adalah penting, karena dapat membantu kelancaran aktivitas pembongkaran, pemindahan, dan pengakutan hasil tangkapan mulai dari dek kapal sampai ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Selain itu, digunakannya basket/wadah hasil tangkapan dalam proses aktivitas pendaratan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas pendaratan hasil tangkapan. Jika jumlah basket kurang mencukupi maka akan dapat menimbulkan antrian, sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan mutu ikan tersebut.

Penggunaan basket hasil tangkapan juga berfungsi untuk membantu mempertahankan mutu hasil tangkapan, karena dapat melindungi hasil tangkapan agar tidak tersentuh langsung dengan lantai TPI dan menahan tekanan tumpukan ikan atau basket di atasnya (Pane, 2007).

Fungsi basket selain yang telah dikemukakan diatas adalah untuk sanitasi, karena dapat mengurangi pencemaran (potongan ikan, ikan utuh yang rusak, genangan darah dan lendir) ke lingkungan sekitarnya. Akan tetapi, basket yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu masih belum memenuhi fungsi tersebut. Sebagai contoh wadah keranjang bambu tidak mampu


(16)

mencegah tetesan lendir dan darah ke lantai dermaga dan TPI, bahkan wadah ini sulit untuk dibersihkan (Pane et al, 2008).

Pada aktivitas pendaratan hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu, basket digunakan sebagai wadah untuk menampung, wadah hasil penyortiran dan wadah pengangkutan hasil tangkapan dari dek kapal ke TPI, sedangkan pada aktivitas pemasaran/pelelangan hasil tangkapan di TPI, basket digunakan sebagai wadah untuk menampung hasil tangkapan yang sifatnya sementara atau tetap selama proses pelelangan dan atau penjualan di TPI (Pane, 2007).

Selama proses pendaratan dan pemasaran, mutu hasil tangkapan haruslah diupayakan tidak mengalami penurunan. Untuk memperlambat penurunan mutu hasil tangkapan, dapat dilakukan penanganan hasil tangkapan berupa penggunaan basket/wadah, pencucian ikan dengan air bersih dan pemberian es (pengesan) atau pendinginan.

Sanitasi di pelabuhan perikanan penting untuk dijaga, karena akan mempengaruhi mutu hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan tersebut. Selain itu, juga mempengaruhi kenyamanan para pelaku pasar (nelayan, pedagang ikan dan pembeli/pengunjung) dalam beraktivitas di pelabuhan perikanan.

Akan tetapi, para pelaku (nelayan, pedagang ikan dan pembeli/pengunjung) dalam melakukan aktivitas pendaratan dan pemasaran/pelelangan di PPN Palabuhanratu masih belum memperhatikan kebersihan. Hal ini dapat dilihat dari banyak ikan utuh rusak, potongan-potongan ikan, genangan lendir dan darah, serta sampah yang berada di dermaga bongkar, TPI dan lingkungan sekitarnya. Apabila kondisi tersebut dibiarkan terus-menurus akan memperburuk mutu hasil tangkapan, bahkan citra dari pelabuhan perikanan itu sendiri. Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa dalam setiap melakukan aktivitas di pelabuhan perikanan harus selalu memperhatikan sanitasi/kebersihan.

Salah satu upaya sanitasi yang dilakukan oleh nelayan di PPN Palabuhanratu adalah dengan menggunakan basket/wadah. Penggunaan basket/wadah oleh nelayan membuat hasil tangkapan tertampung dengan baik tanpa harus bersentuhan langsung dengan lantai dermaga/TPI sehingga tidak ada ikan yang berceceran di lantai dan terhindar dari potongan tubuh, darah/lendir dari ikan tersebut.


(17)

3 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu merupakan salah satu pelabuhan perikanan terpenting dan terbesar di pantai selatan Jawa. Ditambah lagi, lokasinya yang relatif berdekatan dengan kota Bandung dan Jakarta sebagai tempat untuk memasarkan hasil tangkapannya, menjadikan nilai tambah tersendiri bagi pelabuhan perikanan ini. Pada tahun 2006 volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu adalah sebesar 9.934 ton dengan nilai produksi Rp. 61.648.109.620,- (Anonimus, 2007). Untuk mendukung hal tersebut diperlukan upaya untuk mempertahankan mutu ikan agar tetap terjaga melalui penggunaan basket/wadah hasil tangkapan yang benar dan kebersihan lingkungan di pelabuhan perikanan tersebut.

Berdasarkan hal-hal diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan basket/wadah hasil tangkapan terhadap sanitasi di PPN Palabuhanratu. 1.2 Permasalahan Penelitian

Belum diketahuinya faktor-faktor dari basket atau wadah non basket hasil tangkapan yang berpotensi mempengaruhi sanitasi serta dampak digunakan/tidak digunakaannya basket atau wadah hasil tangkapan terhadap sanitasi di PPN Palabuhanratu. Berdasarkan pengamatan awal peneliti, basket/wadah hasil tangkapan yang ada di PPN Palabuhanratu dalam proses penggunaannya menimbulkan kotoran berupa potongan-potongan ikan, lendir dan tetesan darah di dermaga pendaratan dan lantai TPI PPN Palabuhanratu.

1.3 Tujuan Penelitian

1) Mengetahui kondisi hasil tangkapan, basket/wadah hasil tangkapan dan sanitasi di PPN Palabuhanratu,

2) Mendapatkan hubungan basket/wadah hasil tangkapan terhadap sanitasi di PPN Palabuhanratu meliputi: a). Pengaruh penggunaan basket/wadah hasil tangkapan terhadap sanitasi (faktor-faktor yang mempengaruhi dan dampak penggunaannya); dan b). Jenis dan besaran limbah fisik yang ditimbulkannya.


(18)

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan dapat memberi masukan bagi nelayan, pedagang, dan pengelola TPI PPN Palabuhanratu akan pentingnya menggunakan basket/wadah hasil tangkapan yang baik untuk menjaga sanitasi di pelabuhan perikanan, terlebih-lebih untuk menjaga mutu ikan yang didaratkan di pelabuhan ini.


(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

Aktivitas pendaratan hasil tangkapan terdiri atas pembongkaran dari palkah kapal, penyortiran, penurunan dari dek ke dermaga dan pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke tempat pelelangan ikan. Oleh karena itu, proses pembongkaran harus dilakukan dengan cermat agar ikan hasil tangkapan tidak mengalami cacat fisik selama pembongkaran (Taiban, 1976 videHaririyah, 2002).

Mekanisme pembongkaran hasil tangkapan yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu adalah sebagai berikut (Djulaeti, 1994) :

a. Sebelum kapal melakukan pembongkaran, nakhoda kapal melapor untuk melakukan pembongkaran dengan membawa surat-surat kapal, yaitu pas biru, surat izin berlayar dan buku lapor kedatangan kapal; b. Petugas tambat labuh mencatat waktu dan kedatangan kapal di buku

lapor kapal serta memberi izin untuk melakukan pembongkaran;

c. Pembongkaran dari palkah diawali dengan pengeluaran hasil tangkapan ikan dari palkah ke geladak dengan diangkat satu persatu untuk ikan-ikan yang berukuran besar seperti cakalang, tuna, tongkol, dan dengan menggunakan keranjang untuk ikan yang berukuran kecil. Jenis ikan yang besar dan berat seperti cucut, pembongkaran ikan dibantu dengan menggunakan tali yang berdiameter dua sampai empat centimeter ke geladak kapal oleh dua sampai tiga orang Anak Buah Kapal (ABK). Proses pengakutan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI dengan menggunakan sarana pengangkut seperti lori dan gerobak. Di PPN Palabuhanratu menggunakan gerobak sebagai sarana pengangkut hasil tangkapan dari dermaga ke TPI.


(20)

2) Pelelangan Hasil Tangkapan

Pelelangan hasil tangkapan merupakan suatu sistem pemasaran ikan di pelabuhan perikanan didalamnya terdapat penjual (nelayan pemilik), juru lelang dan pembeli (bakul/peserta lelang) dimana pembeli/bakul dapat bertransaksi melalui proses lelang sesuai jenis dan mutu ikan yang ditransaksikan.

Fungsi PP/PPI dalam hal pemasaran adalah sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan bagi nelayan maupun pedagang. Adanya kegiatan pelelangan ikan di PP/PPI maka kegiatan tersebut merupakan kegiatan awal dari pemasaran ikan untuk mendapatkan harga yang layak (Lubis, 2005).

Tata cara proses dan pelaksanaan pelelangan ikan di TPI Palabuhanratu (Mahyuddin, 2007):

1) Setelah pemilik kapal/nakhoda melaporkan kedatanggannya ke petugas pelabuhan, maka pemilik kapal akan mendapatkan nomor urut pendaratan di dermaga.

2) Setelah ikan didaratkan di dermaga di depan TPI, pemilik kapal harus melapor kepada petugas TPI.

3) Ikan dicuci dengan air laut, kemudian dipisahkan menurut jenis dan ukuran untuk menentukan harga, dimasukkan ke dalam keranjang yang disediakan oleh pengelola TPI.

4) Ikan ditimbang oleh petugas TPI, kemudian ikan yang sudah ditimbang mendapat label/karcis yang berisikan nama pemilik dan nomor urut lelang.

5) Para bakul/pembeli diijinkan untuk melihat ikan-ikan yang akan dilelang.

6) Lelang dilaksanakan secara terbuka dan bebas. Penawaran dimulai dengan harga terendah. Penawaran tertinggi dinyatakan sebagai pemenang dan menjadi pembeli ikan yang dilelang. Pemenang lelang dicatat dalam karcis lelang.

7) Bakul sebagai pembeli membayar tunai hasil pembeliannya kepada petugas TPI ditambah biaya retribusi lelang sebesar 3 %. Apabila pembayaran tidak tunai, maka harus ada persetujuan dari manajer TPI.


(21)

7 8) Pihak TPI membayarkan hasil pelelangan kepada nelayan setelah

dipotong retribusi sebesar 2 %.

Setelah aktivitas pelelangan selesai, tenaga kerja bongkar muat membawa hasil tangkapan dari TPI ke tempat penampungan pembeli/bakul dan ada juga yang langsung diangkut dengan mobil bak untuk didistribusikan ke tempat pengolahan ikan dan pasar-pasar, baik di sekitar Palabuhanratu maupun di luar daerah Palabuhanratu seperti Sukabumi dan Jakarta.

2.1.2 Penyortiran dan Pengangkutan Hasil Tangkapan

Penyortiran hasil tangkapan adalah memisahkan hasil tangkapan menurut jenis, ukuran dan mutu, selanjutnya di masukkan ke dalam keranjang. Proses penyortiran dilakukan pada saat pembongkaran hasil tangkapan dari palkah ke dek kapal. Setelah proses penyortiran selesai dilakukan pencucian hasil tangkapan, bahkan pengesan ulang. Proses penyortiran ikan harus dilakukan secara cepat (Nilawati, 1995 vide Rahayu, 2000). Hal itu dimaksudkan agar hasil tangkapan yang telah dikeluarkan dari dalam palkah tidak terkena sinar matahari langsung dalam waktu lama, sehingga dapat menurunkan mutu hasil tangkapan (Mulyadi, 2007).

Hasil tangkapan yang berada di atas dek kapal seharusnya sesegera mungkin langsung dimasukkan ke dalam keranjang agar hasil tangkapan tidak bersentuhan langsung dengan dek kapal yang kotor. Kondisi dek kapal seringkali tidak diperhatikan kebersihannya, biasanya anak buah kapal (ABK) hanya sesekali saja mencuci dek kapal. Ditambah lagi, air yang digunakan untuk mencuci dek kapal oleh ABK adalah air kolam pelabuhan. Air tersebut sudah tidak bersih dan higienis lagi, karena sudah tercemar dengan sampah (limbah) dan genangan oli kapal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan mutu hasil tangkapan yang berada diatas dek kapal.

Pencucian hasil tangkapan dilakukan setelah hasil tangkapan dimasukkan ke dalam keranjang. Hasil tangkapan yang ada di dalam keranjang biasanya dicuci menggunakan air kolam pelabuhan. Seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf di atas, hasil tangkapan yang dicuci dengan air kolam pelabuhan yang kotor akan mengalami penurunan mutu.


(22)

Setelah proses penyortiran dan pencucian, hasil tangkapan dalam keranjang diatas dek di pindahkan ke dermaga dan selanjutnya diangkut ke TPI. Sarana pengangkut yang digunakan di pelabuhan perikanan dalam proses pendaratan hasil tangkapan adalah beragam, seperti gerobak dorong, lori atau dipikul. Di PPN Palabuhanratu, alat bantu yang digunakan dalam pengangkutan hasil tangkapan dapat berupa sarana pengangkut, seperti gerobak dorong dapat juga berupa wadah, diantaranya keranjang, trays (keranjang plastik atau blong) dan tong-tong plastik (Djulaeti, 1994).

Menurut Mulyadi (2007), alat bantu yang digunakan di PPN Pekalongan untuk mengangkut hasil tangkapan dari dermaga bongkar ke TPI adalah kereta dorong (lori). Setiap kereta dorong (lori) dapat memuat tiga unit basket atau dengan kapasitas angkut sekitar 90-120 kg hasil tangkapan.

2.1.3 Penanganan Hasil Tangkapan

Penanganan ikan merupakan suatu perlakuan yang dikenakan terhadap hasil tangkapan yang bertujuan mempertahankan tingkat kesegaran ikan atau memperlambat perkembangan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kebusukan ikan.

Ikan merupakan salah satu komoditas yang mudah rusak (high perishable food) sehingga penanganan ikan harus menggunakan suhu dingin mendekati 0 oC agar proses pembusukkan bisa diperlambat sehingga dapat mempertahankan mutu hasil tangkapan (Moeljanto, 1982).

Penanganan ikan di suatu pelabuhan perikanan sebaiknya dimulai ketika proses pembongkaran sampai ikan didistribusikan dan tiba ditangan konsumen (Rahayu, 2000). Penanganan ikan di pelabuhan perikanan biasanya dilakukan dengan cara pemberian es untuk ikan segar dan pemberian garam untuk ikan-ikan yang akan dibuat ikan asin.

Untuk menunjang penanganan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan adalah tersedianya sarana es dan air bersih. Penggunaan es dapat membantu menjaga suhu hasil tangkapan agar tetap segar dan air bersih untuk membersihkan hasil tangkapan dari kotoran, lendir dan darah yang menempel di tubuh ikan. Hal tersebut bertujuan agar mutu hasil tangkapan tidak cepat menurun.


(23)

9 2.2 Basket hasil Tangkapan, Peranan dan Pengelolaannya di Pelabuhan

Perikanan

(1) Basket Hasil Tangkapan

Basket hasil tangkapan merupakan wadah atau tempat untuk mengangkut ikan dari dek kapal ke dermaga atau tempat pembongkaran ikan dan selanjutnya ke TPI. Pihak-pihak yang menggunakan basket hasil tangkapan yang tersedia di pelabuhan perikanan ialah nelayan/pengusaha perikanan, pedagang dan pembeli (bakul).

Penyediaan basket hasil tangkapan di pelabuhan perikanan, biasanya disediakan oleh pihak pengelola TPI, namun ada juga yang disediakan sendiri oleh nelayan, pedagang dan pembeli (bakul). Basket yang disewakan oleh pihak pengelola kepada nelayan dikenakan harga sewa yang telah ditentukan sebelumnya oleh pihak pengelola.

Jumlah basket yang akan disewakan harus disesuaikan dengan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan yang dibagi dengan kapasitas satu basket. Hal ini berguna agar banyaknya basket yang disewa tidak kurang atau sangat berlebihan jumlahnya.

(2) Peranan Basket Hasil Tangkapan

Peranan basket hasil tangkapan selain sebagai wadah angkut, juga membantu mempertahankan mutu hasil tangkapan. Hal ini disebabkan karena basket dapat melindungi hasil tangkapan dari sentuhan langsung dengan lantai dermaga dan TPI yang umumnya kotor dan banyak genangan darah dan lendir, bahkan cemaran lainnya seperti sampah. Selain itu, penggunaan basket yang baik dapat membantu meningkatkan kebersihan lantai dermaga dan TPI.

Di tempat pelelangan, ikan tidak boleh diletakkan begitu saja diatas lantai atau dilangkahi, tetapi ikan harus diletakkan dalam sebuah tempat atau wadah/basket agar kebersihan ikan tetap terjaga, ikan tidak terkena kotoran atau mendapat pencemaran dari kotoran yang terdapat di TPI.

(3) Pengelolaan Basket Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan

Basket disewakan kepada nelayan untuk aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan. Nelayan membayar sewa basket ke pengelola TPI atau KUD


(24)

setelah selesai dipakai untuk proses pendaratan dan pelelangan. Dana hasil penyewaan tersebut nantinya digunakan oleh pengelola TPI atau KUD untuk biaya pemeliharaan basket. Keranjang atau basket ikan juga dibersihkan setiap kali selesai pemakaian, agar ikan yang dimasukkan tidak terkontaminasi oleh bakteri (Lubis, 2005).

Basket di pelabuhan perikanan umumnya dikelola oleh pengelola TPI atau KUD pelabuhan setempat. Pemeliharaan dan pengelola basket hasil tangkapan meliputi (Pane et al, 2008) 1). Kebersihan basket dengan tujuan agar basket-basket yang ada tetap bersih sehingga perlu pembersihan secara kontinu setelah dipakai; 2). Keamanan basket dengan tujuan agar basket-basket tersebut tidak hilang sehingga misalnya perlu adanya nama pelabuhan pada setiap basket dan perlu warna basket yang berbeda untuk setiap pelabuhan; 3). Sistem peminjaman yang mudah dan cepat agar pengguna tidak memerlukan banyak waktu untuk proses meminjam; 4). Harga sewa yang murah yang tidak memberatkan pengguna.

2.3 Sanitasi, Peranan dan Pengelolaannya di Pelabuhan perikanan (1) Sanitasi

Sanitasi adalah suatu upaya pengendalian (mencegah dan atau mengurangi) jasad renik patogen dari faktor lingkungan fisik sekitarnya yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sanitasi adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat; sanitasi lingkungan adalah cara menyehatkan lingkungan hidup manusia terutama lingkungan fisik, yaitu tanah, air, dan udara.

Pengertian sanitasi dalam industri pangan yaitu mencakup kebiasaan, sikap hidup, tindakan aseptik dan bersih terhadap benda termasuk manusia yang akan kontak langsung dengan bahan pangan. Dalam industri pangan sanitasi meliputi pengendalian pencemaran, pembersihan dan tindakan aseptik yang merupakan mata rantai dalam produksi (Suekarto, 1990 videHasibuan, 2000).

Pengertian sanitasi dalam industri perikanan adalah pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan-bahan baku, peralatan dan pekerja


(25)

11 untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah, mencegah terlanggarnya nilai estetika konsumen serta mengusahakan lingkungan kerja yang bersih dan sehat (Siswati, 2004).

Menurut Departemen Pertanian (2002) vide Rusmali (2004), dalam pengembangan industri perikanan, pelabuhan perikanan merupakan bagian dari rantai produksi yang harus memenuhi persyaratan kelayakan dasar sanitasi dan higiene yang meliputi : 1). Lokasi dan lingkungan; 2). Konstruksi bangunan; 3). Dinding, penerangan dan ventilasi; 4). Saluran Pembuangan; 5). Pasok air dan bahan bakar; 6). Es; 7). Penanganan limbah; 8). Toilet; 9). kontruksi dan pemeliharaan alat; 10). Peralatan untuk penanganan awal; 11). Pembersihan dan sanitasi; dan 12). Kontrol sanitasi.

Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa sanitasi mencakup berbagai aspek yaitu kebersihan, kesehatan dan keimbangan lingkungan serta pengelolaannya. Hasil yang diharapkan dengan dijalankannya sanitasi di lingkungan pelabuhan perikanan antara lain yaitu terciptanya lingkungan kerja yang bersih, mutu ikan tetap terjaga dan kebersihan pelaku di pelabuhan perikanan.

(2) Peranan Sanitasi

Peranan sanitasi sangat penting dalam menjaga mutu hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan. Selain itu, sanitasi dapat berperan meningkatkan kebersihan dan kenyamanan lingkungan pelabuhan perikanan.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga sanitasi di lingkungan pelabuhan, antara lain dengan membersihkan lantai TPI setiap aktivitas pelelangan selesai. Selain itu, dapat dilakukan pencegahan terhadap limbah atau buangan yang ditimbulkan oleh hasil tangkapan, yaitu dengan menggunakan basket hasil tangkapan yang memperhatikan kebersihan lingkungan. Hal ini untuk mencegah limbah hasil tangkapan berupa potongan-potongan ikan, tetesan darah dan lendir ikan terdapat di lantai dermaga dan TPI.

Oleh karena itu, dengan mengetahui peran penting sanitasi tersebut diatas, kiranya penjagaan dan pengelolaan terhadap kebersihan lingkungan pelabuhan (khususnya TPI) dapat ditingkatkan. Hal ini membutuhkan peran pengelola PPN Palabuhanratu dalam mengatur berbagai aktivitas pendaratan, pelelangan dan


(26)

pemasaran/pendistribusian hasil tangkapan serta kesadaran dari pelaku pasar (pedagang, pembeli dan pengunjung lainnya) dalam menjaga sanitasi di pelabuhan tersebut.

(3) Pengelolaan Sanitasi di Pelabuhan Perikanan

Pengelolaan sanitasi di pelabuhan perikanan sebaiknya dilakukan secara berkala dan teratur, karena dapat berperan untuk mencegah gangguan kesehatan, meningkatkan kebersihan dan kenyamanan lingkungan pelabuhan; yang nantinya bertujuan untuk menjaga mutu hasil tangkapan.

Pelabuhan perikanan umumnya memiliki bagian pengelola yang memanajemen sanitasi lingkungan pelabuhan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga kebersihan pelabuhan, antara lain membersihkan TPI dengan air bersih setelah pelelangan selesai. Menurut Lubis (2005), kebersihan fasilitas seperti TPI, seharusnya dibersihkan dengan air tawar setiap selesai di lakukan pelelangan ikan dan seminggu dua kali diberi desinfektan. Sebaliknya jangan mencuci dengan air kolam dari pelabuhan yang umumnya sudah terpolusi.

Penanganan polusi di pelabuhan perikanan harus ditangani dengan cara pengelolaan limbah yang sesuai dan tepat, peraturan yang mendukung dan pendidikan para pengguna. Selain itu, faktor kepedulian dan kesadaran pelaku (nelayan, pedagang ikan dan pembeli/pengunjung) dalam mengontrol sumber pencemaran memiliki peranan yang cukup besar.

Penerapan penanganan kebersihan dan sanitasi di lingkungan pelabuhan perikanan menurut Departemen (2002) vide Rusmali (2004) dibagi ke dalam dua hal, yaitu (1) penerapan kegiatan pembuatan perangkat lunak yang terdiri aspek hukum dan peraturan, aspek pengelolaan kebersihan dan sanitasi dan aspek peran serta masyarakat dan (2) pengadaan sarana dan prasarana, penerapan kegiatan rehabilitasi sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat sanitasi dan higienis yang meliputi penanganan rehabilitasi sarana dan prasarana air cuci atau penanganan ikan, air bersih/air tawar, penanganan pengolahan air limbah, drainase, dan persampahan serta kegiatan lainnya yang dilakukan bersama-sama bidang perawatan.

Pembuatan perangkat lunak (peraturan dan hukuman) tersebut perlu diterapkan untuk menciptakan lingkungan pelabuhan perikanan yang bersih dan


(27)

13 nyaman. Upaya tersebut antara lain pemberian sanksi hukum bagi yang melanggar ketentuan, membuat slogan atau spanduk yang mendukung terciptanya kebersihan dan melakukan kegiatan yang turut melibatkan masyarakat sekitar pelabuhan seperti gotong-royong bersama membersihkan lingkungan pelabuhan untuk menciptakan lingkungan pelabuhan perikanan yang bersih dan nyaman.

2.4 Basket Hasil Tangkapan dan Sanitasi di PPN Palabuhanratu (1) Pengguna Basket/wadah Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu

Penggunaan basket hasil tangkapan merupakan salah satu cara untuk membantu mempertahankan mutu hasil tangkapan. Apabila hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan perikanan tidak menggunakan basket akan berdampak hasil tangkapan bersentuhan langsung dengan lantai TPI; terlebih-lebih dilangkahi dan diinjak-injak. Hal ini akan menyebabkan mutu hasil tangkapan menurun.

Jenis wadah yang digunakan di PPN Palabuhanratu antara lain blong, keranjang bambu, styrofoam danjolang. Wadah-wadah tersebut berfungsi sebagai alat bantu mengangkut dan menampung hasil tangkapan baik pendaratan maupun pemasaran.

Wadah blong digunakan oleh nelayan payang sebagai pengganti palkah dalam operasi penangkapan ikan. Setelah kembali ke fishing base, blong yang berisi hasil tangkapan didaratkan ke dermaga, lalu diangkut dengan gerobak ke TPI atau ke tempat pengolahan ikan (pengasinan/pemindangan). Satu gerobak dapat mengangkut tiga unit blong.

Wadah keranjang bambu digunakan oleh nelayan bagan untuk menampung hasil tangkapan saat operasi penangkapan. Pengangkutan keranjang bambu dari dermaga ke TPI atau ke tempat pengolahan ikan dengan cara dipikul, satu pikulan terdapat dua unit keranjang bambu. Selain dipikul, pengakutan keranjang bambu juga bisa menggunakan gerobak. Satu gerobak dapat mangangkut sekitar empat unit keranjang bambu.

Wadah jolangdan styrofoamdigunakan untuk menampung hasil tangkapan oleh pedagang ikan di TPI atau di pasar ikan. Jolang menampung hasil tangkapan berukuran kecil seperti ikan tembang dan eteman. Kotak styrofoam menampung hasil tangkapan seperti tongkol, layur dan tuna.


(28)

(2) Kondisi Sanitasi di PPN Palabuhanratu

Pada saat penelitian awal kondisi sanitasi di dermaga pendaratan dan TPI di PPN Palabuhanratu kurang bersih. Hal ini dapat dilihat banyak ikan utuh yang rusak, potongan-potongan ikan, sampah, campuran genangan darah dan lendir yang tercecer di lantai dermaga dan TPI.

Penggunaan basket/wadah yang tidak sesuai ditambah lagi tidak digunakannya basket/wadah menjadi penyebab pencemaran tersebut terjadi. Basket/wadah yang ada belum dapat menampung berbagai ukuran dan jenis hasil tangkapan yang dominan ada. Bentuk basket/wadah yang ada mengakibatkan darah dan lendir ikan di dalam basket/wadah, menetes membasahi bahkan menggenangi lantai dermaga dan TPI. Apalagi hasil tangkapan yang ditangani dengan tidak menggunakan basket/wadah seperti cucut, limbah dari cucut (darah, isi perut dan lendir) berserakan dilantai dermaga dan TPI.

Kondisi selokan di TPI yang mampat karena limbah potongan ikan dan sampah, membuat aliran pembuangan limbah (darah dan lendir) ikan menjadi tidak lancar.

Kesadaran pelaku (nelayan dan pedagang ikan) akan pentingnya kebersihan masih kurang sehingga mencemari lingkungan pelabuhan. Pelaku masih banyak yang membuang sampah (bungkusan nasi, puntung rokok dan plastik) tidak pada tempatnya.

Lokasi Pelabuhan perikanan yang dekat dengan pasar ikan yang kotor menambah kotornya lingkungan pelabuhan perikanan. Orang (pengunjung) bebas masuk ke dermaga dan TPI tanpa adanya pengawasan kebersihan terhadap pengunjung tersebut.


(29)

3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian lapangan dilakukan pada bulan November 2007 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat. Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah hasil tangkapan didaratkan dan basket/wadah hasil tangkapan Adapun alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner (untuk nelayan, pedagang, petugas kebersihan dan pengelola TPI), alat timbang, alat ukur panjang berupa penggaris, dan kamera. 3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kasus. Aspek yang diteliti yaitu 1) aspek hasil tangkapan yang meliputi jenis, berat, panjang dan mutu dari jenis hasil tangkapan dominan yang didaratkan selama periode penelitian, 2) aspek penggunaan basket/wadah hasil tangkapan dan dampak penggunaan/tidak digunakannya basket/wadah hasil tangkapan pada aktivitas pendaratan dan pemasaran di PPN Palabuhanratu terhadap sanitasi di dermaga pendaratan dan TPI. Penelitian dibatasi pada penggunaan wadah oleh nelayan dan pedagang ikan di dermaga pendaratan dan tempat pelelangan ikan (TPI) PPN Palabuhanratu.

Adapun parameter-parameter yang diamati dan atau diukur dalam penelitian ini meliputi :

a). Pengamatan dan pengukuran terhadap sampel hasil tangkapan dominan didaratkan di PPN Palabuhanratu

b). Pengamatan bentuk dan penggunaan basket/wadah hasil tangkapan yang ada

c). Pengamatan dan pengukuran limbah fisik berupa buangan limbah padat (ikan utuh yang rusak, ceceran potongan-potongan ikan) dan buangan cair (genangan darah dan lendir) dari dampak penggunaan/tidak digunakannya basket/wadah dalam aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan.


(30)

Pengamatan dan pengukuran sampel-sampel diatas dilakukan dalam kurun waktu satu bulan pengamatan. Untuk itu secara acak ditetapkan tiga hari pengamatan dan pengukuran, yaitu pada minggu awal, minggu tengah, minggu akhir dari bulan tersebut.

Pengamatan hasil tangkapan untuk mengetahui jenis hasil tangkapan yang ditangani menggunakan dan tidak menggunakan basket/wadah, serta mutu hasil tangkapannya. Adapun pengukuran panjang dan berat hasil tangkapan didaratkan masing-masing dengan cara diukur menggunakan penggaris dan ditimbang menggunakan timbangan dengan kemampuan timbangan maksimum 2 kg dan simpangan 10 gram. Panjang ikan diukur menurut panjang total yaitu dari ujung kepala sampai ke ujung sirip ekor. Mutu hasil tangkapan diukur berdasarkan acuan organoleptik yang meliputi mata, insang, daging perut dan konsistensi, kemudian dari empat nilai tersebut dirata-ratakan (Lampiran 3).

Pengukuran sampel hasil tangkapan dilakukan terhadap 15 ekor ikan per jenis yang menggunakan wadah dan 15 ekor ikan per jenis yang tidak menggunakan wadah, serta pengukuran mutunya. Banyak sampel diatas diambil secara purposive dan acak dari jenis-jenis hasil tangkapan dominan yang didaratkan pada tiap hari pengamatan. Total jumlah sampel hasil tangkapan yang diukur selama penelitian sejumlah 360 ekor ikan.

Pengamatan bentuk dan penggunaan basket dan wadah (non basket) hasil tangkapan untuk mencari penyebab pencemaran selama aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan berlangsung di dermaga pendaratan dan TPI PPN Palabuhanratu.

Pengambilan sampel untuk pengamatan dan pengukuran besaran limbah dilakukan dengan cara meng-“kotak-kotakkan” lantai dermaga dan TPI secara imajiner per m2. Pengamatan dan pengukuran diambil secara acak untuk setiap kotakan dan dilihat berapa banyak kotakan tersebut tercemar ikan utuh yang rusak, ceceran potongan-potongan ikan (potongan/m2) dan genangan cairan darah bercampur lendir ikan (luas genangan/m2). Pencemaran yang terjadi difoto dengan menggunakan kamera. Banyak sampel kotakkan diatas diambil secara purposive

dari luas areal pengamatan aktivitas pendaratan dan pemasaran pada tiap hari pengamatan.


(31)

17 Wawancara tentang penggunaan basket dan mengenai sanitasi di PPN Palabuhanratu dengan kuisioner ditujukan pada pihak-pihak terkait. Pemilihan responden dilakukan secara purposive, yaitu kepada : nelayan (6 orang), pedagang ikan (6 orang), petugas kebersihan (3 orang) dan pengelola PP/TPI/KUD (3 orang).

Data yang Dikumpulkan (1) Data Utama

a. Data utama primer, meliputi :

a1. Aktivitas pendaratan dan pemasaran/pelelangan hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu;

a2. Panjang dan berat hasil tangkapan per jenis ikan; a3. Mutu organoleptik per jenis ikan;

a4. Pengamatan Penggunaan/tidak digunakannya basket hasil tangkapan dan dampaknya terhadap sanitasi di PPN Palabuhanratu;

a5. Besaran limbah hasil tangkapan berupa ceceran potongan ikan, darah dan lendir ikan di dermaga dan TPI; dan

a6. Gambar basket/wadah hasil tangkapan, aktivitas pendaratan dan pemasaran HT, serta kondisi sanitasi di PPN Palabuhanratu; b. Data utama sekunder, meliputi :

b1. Produksi hasil tangkapan yang didaratkan per bulan tahun 2006 dan data produksi tahunan selama 10 tahun terakhir (1997-2006); b2. Jenis dan jumlah basket/wadah yang tersedia di PPN

Palabuhanratu; (2) Data Tambahan

a. Data tambahan primer, meliputi :

a1. Gambar/foto-foto proses pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan;

a2. Pemeliharaan dan pengelolaan basket hasil tangkapan, serta sanitasi di PPN Palabuhanratu;


(32)

b. Data tambahan sekunder, meliputi : b1. Kondisi umum Palabuhanratu;

b2. Kondisi umum perikanan tangkap di PPN Palabuhanratu; b3. Letak geografis dan luas wilayah;

b4. Fasilitas-fasilitas di PPN Palabuhanratu; b5. Peta daerah penelitian; dan

b6. Lay outPPN Palabuhanratu.

3.4 Analisis Data

Analisis data ukuran panjang dan berat hasil tangkapan dilakukan dengan perhitungan statistik sederhana yaitu rata-rata, sebaran kelas dan analisis grafik untuk mengetahui karakteristik ukuran panjang dan berat hasil tangkapan.

Analisis mutu hasil tangkapan dilakukan dengan perhitungan statistik sederhana yaitu kisaran rata-rata mutu hasil tangkapan untuk mendapatkan kategori mutu hasil tangkapan.

Analisis bentuk dan penggunaan basket/wadah hasil tangkapan dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi.

Analisis dampak penggunaan/tidak digunakannya basket HT terhadap sanitasi dianalisis secara deskriptif (kualitatif) dan besaran limbah (kuantitatif) dengan perhitungan statistik sederhana yaitu rata-rata, standar deviasi dan kisaran.


(33)

4 PERIKANAN TANGKAP DI PPN PALABUHANRATU

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten pesisir di wilayah selatan Jawa Barat. Kabupaten Sukabumi berjarak 123 km dari ibukota Provinsi Jawa Barat, Bandung dan 180 km dari ibukota negara, Jakarta.

Provinsi Jawa Barat secara keseluruhan mempunyai 9 kecamatan pesisir di wilayah selatannya (Elier, 2007), yaitu kecamatan yang sebagian atau seluruh wilayahnya berbatasan langsung dengan laut. Laut yang dimaksud dalam hal ini adalah Samudra Hindia. Kecamatan pesisir tersebut meliputi Kecamatan Simpenan, Palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Ciemas, Ciracap, Surade, Cibitung dan Tegalbuleud. Selain sebagai kecamatan pesisir, Palabuhanratu juga merupakan ibukota kabupaten Sukabumi.

Teluk Palabuhanratu terletak di desa Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Palabuhanratu terletak di Pantai Selatan Jawa yang berhadapan dengan Samudera Hindia, yang secara tidak langsung terlindung dari gelombang laut, karena wilayah Palabuhanratu berbentuk teluk. Teluk Palabuhanratu secara geografis berada pada posisi 6o 54’ 12” – 7o 5’ 57,48” LS dan 106o 20’ 57,48” – 106o 36’ 0,36” BT. Luas wilayah Palabuhanratu sekitar 27.210,130 ha atau 6,59 % dari total luas wilayah Kabupaten Sukabumi yaitu 412.779,54 ha (Astrini vide Yundari, 2005). Adapun batas wilayah administratif kecamatan Palabuhanratu adalah :

(1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cikidang; (2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpenan; (3) Sebelah Barat berbatasan dengan Cikakak dan Samudra Hindia;

(4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Warung Kiara dan Lengkong. Palabuhanratu memiliki panjang garis pantai kurang lebih 105 km (Elier, 2007). Di daerah tersebut sekarang telah banyak dibangun rumah makan dan hotel, menjadikan Palabuhanratu sebagai salah satu daerah wisata pantai terkenal di Pantai Selatan Jawa. Banyaknya wisatawan yang datang ke daerah tersebut, menyebabkan sebagian hasil tangkapan diserap oleh wisatawan baik langsung maupun melalui ke rumah makan dan hotel.


(34)

4.1 Unit Penangkapan Ikan dan Nelayan di PPN Palabuhanratu

Salah satu faktor penentu keberhasilan operasi penangkapan ikan adalah unit penangkapan ikan. Unit penangkapan ikan merupakan kesatuan teknis yang terdiri atas alat tangkap dan armada penangkapan (kapal ikan). Selain itu nelayan juga memiliki peran penting dalam operasi penangkapan ikan.

(1) Alat Tangkap

Jenis alat tangkap yang ada di PPN Palabuhanratu antara lain pancing ulur, payang, bagan, rampus, trammel net, gill net, tuna longline, pancing tonda, rawai, pancing layur dan Purse Seine(Anonimus, 2007).

Jumlah total frekuensi kumulatif alat tangkap yang ada di PPN Palabuhanratu tahun 2006 adalah 8.465 kali. Berdasarkan komposisi masing-masing alat tangkap tahun 2006 tersebut, didapatkan alat tangkap paling dominan di PPN Palabuhanratu adalah pancing ulur (30,9 %), bagan (27,6 %) dan payang (21,4 %). Selain pancing ulur juga terdapat alat tangkap lainnya yang cukup penting yaitu gill net, rampus dan tuna longline dan purse seine (Tabel 1 dan Gambar 1).

Tabel 1 Jenis dan jumlah kumulatif alat tangkap serta komposisinya di PPN Palabuhanratu tahun 2006

No. Jenis alat tangkap Jumlah frekuensi

kumulatif *)(kali) Komposisi (%)

1 Pancing Ulur 2.613 30,9

2 Bagan 2.333 27,6

3 Payang 1.812 21,4

4 Gill Net 581 6,9

5 Rampus 476 5,6

6 Tuna Longline 204 2,4

7 Trammel Net 185 2,2

8 Pancing Tonda 150 1,8

9 Rawai 61 0,7

10 Pancing Layur 44 0,5

11 Purse Seine 6 0,1

Jumlah 8.465 100,0

Keterangan: *) Jumlah bulanan kumulatif alat tangkap selama setahun Sumber: Anonimus, 2007 (diolah kembali)


(35)

21 Pancing Ulur 30.9% Payang 21.4% Bagan 27.6% Tuna Longline 2.4% Gill Net 6.9% Trammel Net 2.2% Rampus 5.6% Rawai 0.7% Pancing Layur 0.5% Purse Seine 0.1% Pancing Tonda 1.8%

Gambar 1 Diagram komposisi alat tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun 2006. Jumlah alat tangkap yang beroperasi selama periode 1997-2006 tiap tahunnya cenderung meningkat dengan persentase pertumbuhan rata-rata sebesar 6,4 % per tahun atau rata-rata 636 unit per tahun. Jumlah alat tangkap pada periode tersebut berkisar antara 497-846 unit dan kisaran persentase pertumbuhan tiap tahunnya antara negatif 14,9-1,2 %. Perkembangan dan pertumbuhan jumlah alat tangkap bulanan tertinggi di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006 disajikan secara lengkap pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Tabel 2 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah alat tangkap bulanan tertinggi di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006

Tahun Jumlah alat tangkap*

)

(Unit)

Pertumbuhan (%)

1997 528

-1998 497 -5,9

1999 652 31,2

2000 555 -14,9

2001 674 21,4

2002 577 -14,4

2003 609 5,6

2004 693 13,8

2005 733 5,8

2006 846 15,4

Kisaran 497 - 846 (-14,9) - 31,2

Rata-rata 636 6,4

Keterangan: *) Dihitung dari jumlah alat tangkap tertinggi per bulan selama 12 bulan (setahun) Sumber: Anonimus, 2007 (diolah kembali)


(36)

Jumlah alat tangkap terendah terjadi pada tahun 1998, yaitu sebanyak 497 unit atau menurun sebesar 5,9 % dari tahun sebelumnya. Berdasarkan informasi dari pihak PPN Palabuhanratu, hal ini disebabkan pada tahun tersebut, banyak alat tangkap yang tidak beroperasi akibat kondisi ekonomi yang tidak menentu pada saat itu (krisis moneter). Jumlah alat tangkap yang memiliki tingkat operasional paling tinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak 846 unit dengan persentase pertumbuhan sebesar 15,4 % dari tahun sebelumnya.

-150 300 450 600 750 900

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

J

u

m

la

h

A

la

t

T

a

n

g

k

a

p

(U

n

it

)

Gambar 2 Grafik Perkembangan jumlah alat tangkap di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006.

(2) Armada Penangkapan Ikan

Kapal penangkapan ikan selain digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan, juga berguna sebagai alat transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground atau daerah penangkapan tempat alat tangkap akan dioperasikan, serta membawanya pulang kembali ke fishing baseatau pangkalan beserta hasil tangkapan yang didapat.

Armada penangkapan di Palabuhanratu terdiri dari dua jenis, yaitu perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Perahu motor tempel adalah perahu yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor tempel (outboard engine) yang biasanya digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap dengan usaha perikanan skala kecil. Kapal motor adalah kapal yang pengoperasiannya


(37)

23 menggunakan mesin yang disimpan di dalam badan kapal (inboard engine) dan umumnya digunakan oleh nelayan skala menengah dan besar.

Kapal motor di PPN Palabuhanratu digunakan untuk mengopersikan alat tangkap tuna longline, purse seine, dan rawai; sedangkan perahu motor tempel digunakan pada alat tangkap jaring rampus, payang, pancing, dan gill net (Anonimus, 2007).

Tabel 3 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah armada penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006

Armada Penangkapan*)(Unit)

Tahun

PMT Pertumbuhan

(%) KM

Pertumbuhan (%)

Jumlah Armada

Penang-kapan (unit)

Pertumbuhan (%)

1997 290 - 116 - 406

-1998 275 -5,2 146 25,9 421 3,7

1999 278 1,1 181 24,0 459 9,0

2000 235 -15,5 181 0,0 416 -9,4

2001 343 46,0 186 2,8 529 27,2

2002 317 -7,6 135 -27,4 452 -14,6

2003 253 -20,2 128 -5,2 381 -15,7

2004 266 5,1 264 106,3 530 39,1

2005 428 60,9 248 -6,1 676 27,5

2006 511 19,4 287 15.7 798 18,0

Kisaran 235 - 511 (-20,2) - 60,9 116 - 287 (-27,4) - 106,3 381 - 798 (-15,7) - 39,1

Rata-rata 320 9,3 187 15,1 507 9,4

Keterangan: *) Dihitung dari jumlah armada penangkapan tertinggi per bulan selama 12 bulan (setahun) Sumber: Anonimus, 2007 (diolah kembali)

Armada kapal/perahu di PPN Palabuhanratu terdiri atas armada dengan fishing basedi PPN Palabuhanratu dan armada pendatang.

Jumlah armada penangkapan diatas selama periode 1997-2006 mengalami fluktuasi. Namun, pada periode tersebut, secara keseluruhan jumlah armada penangkapan cenderung mengalami peningkatan dengan persentase pertumbuhan tiap tahunnya rata-rata sebesar 9,4 % atau rata-rata 507 unit per tahun. Perkembangan dan pertumbuhan jumlah armada penangkapan periode 1997-2006 disajikan secara lengkap pada Tabel 3 dan Gambar 3.

Berdasarkan Tabel 3, jumlah armada penangkap ikan pada tahun 2006 di PPN Palabuhanratu sebanyak 798 unit dengan komposisi perahu motor tempel (PMT) berjumlah 511 unit (64,0 %) dan kapal motor (KM) sebanyak 287 unit


(38)

(36,0 %). Hal ini menunjukkan bahwa perahu motor tempel (perahu kincang, payang dan dogol) merupakan armada penangkapan ikan yang paling dominan di PPN Palabuhanratu pada tahun tersebut. Peningkatan jumlah armada juga terjadi pada tahun yang sama tersebut, yaitu sebesar 18 % dari tahun sebelumnya.

-100 200 300 400 500 600 700 800 900

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun J u m la h A r m a d a P e n a n g k a p a n (U n it )

Perahu Motor Tempel Kapal Motor Jumlah Armada Penangkapan

Gambar 3 Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006.

Penurunan pertumbuhan jumlah armada penangkapan terendah terjadi pada tahun 2003, yaitu sebesar negatif 15,7 % dari tahun sebelumnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak PPN Palabuhanratu, penurunan jumlah perahu motor tempel dan kapal motor pada tahun tersebut disebabkan oleh terjdinya kenaikan harga BBM dan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Hal tersebut diduga menyebabkan jumlah armada pendatang di PPN Palabuhanratu menjadi menurun.

Peningkatan jumlah seluruh jenis armada PMT dan KM tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar 39,1 % dibanding tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan pertumbuhan jumlah kapal motor (KM) sebesar 106,3 % dari tahun sebelumnya. Selain itu, pada tahun tersebut juga merupakan peningkatan tertinggi jumlah kapal motor (KM) dibanding tahun-tahun lainnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak PPN Palabuhanratu, peningkatan ini disebabkan adanya upaya untuk menambah jumlah


(39)

25 unit armada penangkapan agar upaya penangkapan (effort) dapat menjangkau wilayah daerah penangkapan ikan yang lebih luas lagi. Selain itu, kondisi tesebut didukung dengan stabilnya perekonomian di indonesia sehingga mendorong pengusaha penangkapan untuk menambah unit armada penangkapannya. Peningkatan jumlah unit armada penangkapan terus berlanjut setelah tahun 2004 hingga tahun 2006.

(3) Nelayan

Di PPN Palabuhanratu nelayn dapat dibagi menjadi dua kelompok nelayan yaitu nelayan buruh dan nelayan pemilik. Nelayan buruh adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, sedangkan nelayan pemilik atau biasa juga disebut juragan adalah orang yang memiliki armada penangkapan ikan dan tidak selalu ikut dalam operasi penangkapan ikan.

Mayoritas nelayan di kecamatan Palabuhanratu adalah penduduk asli daerah tersebut, selain itu terdapat juga nelayan pendatang. Nelayan pendatang ada yang berasal dari pulau Jawa, seperti dari Cilacap, Cirebon dan Indramayu; dan juga dari luar pulau Jawa, seperti dari Bungus, Bengkulu dan Makasar.

Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu periode tahun 1997-2006 disajikan secara lengkap pada Tabel 4 dan Gambar 4.

Tabel 4 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu periode tahun 1997-2006

Tahun Jumlah Nelayan (orang) Pertumbuhan (%)

1997 2.589

-1998 2.694 4,1

1999 2.565 -4,8

2000 2.354 -8,2

2001 2.377 1,0

2002 2.519 6,0

2003 3.340 32,6

2004 3.439 3,0

2005 3.498 1,7

2006 4.363 24,7

Kisaran 2.354 - 4.363 (-8,2) - 32,6

Rata-rata 2.975 6,7

Sumber: Anonimus, 2007 (diolah kembali)

Pada tahun 2006 jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu (Tabel 4) sebanyak 4.363 orang dengan persentase pertumbuhan sebesar 24,7 % dari tahun


(40)

sebelumnya. Pada tahun tersebut juga merupakan jumlah nelayan tertinggi selama periode 1997-2006. Hal ini mengindikasikan bahwa makin banyaknya masyarakat sekitar Palabuhanratu yang memilih berusaha di bidang perikanan tangkap baik itu sebagai nelayan buruh maupun nelayan pemilik.

1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

J

u

m

la

h

N

e

la

y

a

n

(o

r

a

n

g

)

Gambar 4 Grafik perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006.

Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu 1997-2006 cenderung mengalami peningkatan dengan persentase pertumbuhan sebesar rata-rata 6,7 % per tahun atau berkisar negatif 8,2 %-32,6 %.

4.2 Produksi dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Jenis-jenis ikan laut di PPN Palabuhanratu didominasi oleh ikan cakalang, cucut, layaran, tongkol, tuna, layur, peperek dan tembang (Anonimus, 2007). Ikan laut tersebut berasal dari pendaratan hasil tangkapan dari laut dan dari darat seperti Jakarta, Cisolok, Ujung Genteng, Binuangeun, Loji, Indramayu, Pamengpeuk, dan Juwana ke PPN Palabuhanratu.

Pada tahun 2006 volume produksi ikan di pelabuhan tersebut sebesar 9.934 ton dan nilai produksinya sebesar Rp.61.648.110.000,- (subbab 1.1). Pada tahun tersebut produksi mengalami penurunan sebesar 20,4 % dan nilai produksinya turun sebesar 6,9 % dari tahun sebelumnya (Tabel 5). Kondisi tersebut diduga disebabkan oleh cukup banyak nelayan yang tidak melaut, karena adanya isu


(41)

27 tsunami yang terjadi pantai selatan Jawa. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak PPN Palabuhanratu, pada saat itu dapat dilihat pula banyak kapal yang berlabuh di kolam pelabuhan sehingga selama kondisi tersebut nelayan banyak yang beralih profesi sementara seperti menjadi buruh tani, tukang ojek dan pedagang.

Nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu selama periode 1997-2006 cenderung mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan jumlah produksi perikanan laut (Tabel 5 dan Gambar 5). Rata-rata pertumbuhan volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu selama periode tersebut adalah sebesar 14,6 % atau dengan kisaran negatif 22,9-94,8 % per tahun, sedangkan rata-rata pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapannya sebesar 51 % atau berada pada kisaran negatif 35,4-219,9 % per tahun.

Tabel 5 Perkembangan produksi dan nilai produksi ikan laut di PPN Palabuhanratu periode 1997-2006*)

Tahun Produksi (ton) Pertumbuhan

(%)

Nilai Produksi (Rp. 1.000.000)

Pertumbuhan (%)

1997 4.135 - 3.784

-1998 3.188 -22,9 3.892 2,8

1999 3.802 19,2 5.971 53,4

2000 3.515 -7,5 3.857 -35,4

2001 3.504 -0,3 4.793 24,2

2002 3.875 10,6 15.335 219,9

2003 4.626 19,4 18.154 18,4

2004 6.404 38,4 31.566 73,9

2005 12.473 94,8 66.185 109,7

2006 9.934 -20,4 61.648 -6,9

Rata-rata 5.546 14,6 21.519 51

Kisaran 3.188 - 12.473 (-22,9) - 94,8 3.784 - 66.185 (-35,4) - 109,7

Keterangan: *) Berasal dari pendaratan dari laut dan dari darat (Jakarta, Cisolok, dll) Sumber: Anonymous, 2007 (diolah kembali)

Penurunan volume produksi yang besar terjadi pada tahun 1998, yaitu sebesar negatif 22,9 %. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari nelayan setempat, hal ini diduga karena tingginya biaya operasional penangkapan ikan akibat krisis moneter yang terjadi mulai tahun 1997 sehingga banyak nelayan lebih memilih untuk tidak melaut. Walaupun demikian, persentase pertumbuhan


(42)

nilai produksinya meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 2,8 %. Hal ini diduga terjadi karena jumlah hasil tangkapan yang ditawarkan tidak seimbang dengan jumlah permintaan menyebabkan harga hasil tangkapan menjadi meningkat, bahkan juga untuk hasil tangkapan yang diekspor.

Hasil tangkapan untuk tujuan ekspor tersebut diatas dijual atau ditransaksikan dalam mata uang dollar, dimana pada kondisi tahun tersebut nilai tukar mata uang dollar sedang tinggi terhadap mata uang rupiah, sehingga keseluruhannya berujung-ujung kepada peningkatan nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu.

Gambar 5 Grafik perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu periode tahun 1997-2006.

Pada tahun 2005 terjadi persentase pertumbuhan volume produksi hasil tangkapan tertinggi, yaitu sebesar 94,8 % dari tahun sebelumnya. Kenaikan volume produksi hasil tangkapan ini seiring dengan meningkatnya jumlah unit penangkapan ikan (alat tangkap, armada penangkapan dan nelayan; Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4).

Persentase pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapan terendah terjadi pada tahun 2000, yaitu sebesar negatif 35,4 % dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena volume produksi hasil tangkapan mengalami penurunan dari 3.802 pada tahun 1999 menjadi 3.515 pada tahun 2000 atau sebesar negatif 7,5 %.

0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun P r o d u k si (t o n ) 0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 N il a i P r o d u k si (R p . 1 .0 0 0 .0 0 0 )


(43)

29 Persentase pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 219,9 % dari tahun sebelumnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh pihak PPN Palabuhanratu, hal ini diduga juga disebabkan oleh tingginya permintaan ikan oleh masyarakat, tetapi tidak didukung oleh jumlah produksi hasil tangkapan yang banyak pula; sehingga menyebabkan harga hasil tangkapan tersebut menjadi tinggi.

Jumlah hasil tangkapan didaratkan mempengaruhi nilai produksi hasil tangkapan, sehingga mempengaruhi nilai jual hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. Jadi dapat dikatakan, ketika Jumlah produksi hasil tangkapan sedikit sedangkan permintaan konsumen tinggi maka harga ikan menjadi tinggi. Akan tetapi bila sebaliknya, ketika Jumlah produksi hasil tangkapan banyak sedangkan permintaaan konsumen sedikit maka harga hasil tangkapan menjadi rendah.

4.3 Fasilitas Terkait Pendaratan dan Pelelangan di PPN Palabuhanratu Fasilitas untuk mendukung aktivitas pendaratan dan pelelangan di PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut (Lampiran 2) :

1). Fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas pendaratan a). Dermaga

Dermaga adalah suatu bangunan di pantai yang berfungsi sebagai tempat labuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbekalan untuk keperluan penangkapan ikan di laut (Lubis, 2005). Dermaga dapat terdiri dari berbagai macam sesuai dengan fungsinya, untuk dermaga bongkar berfungsi membongkar (unloading) muatan, dermaga muat untuk mengisi perbekalan (out fitting), dermaga labuh untuk berlabuh (idle berthing).

Di PPN Palabuhanratu terdapat dua dermaga, yaitu dermaga satu dan dua. Berdasarkan informasi dari pihak PPN Palabuhanratu dermaga satu memiliki luas total 500 m2, yang terdiri atas areal tambat labuh (310 m2), areal tempat pendaratan ikan (94 m2) dan areal tempat perbekalan (106 m2), sedangkan dermaga dua memiliki luas sebesar 410 m2.


(44)

Dermaga satu dimanfaatkan untuk kapal berukuran kurang dari 20 GT (Gross Tonage) mendaratkan hasil tangkapan, sedangkan dermaga dua untuk kapal-kapal berukuran lebih dari sama dengan 20 GT.

b). Kolam Pelabuhan

Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga (Lubis, 2005). Kolam pelabuhan menurut fungsinya dibagi menjadi dua, yaitu sebagai tempat untuk alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga dan sebagai kolam putar, artinya daerah perairan untuk berputarnya kapal (turning basin).

Di PPN Palabuhanratu kini telah tersedia dua kolam pelabuhan. Kolam pertama digunakan untuk kapal yang berukuran lebih kecil dari 20 GT dan Kolam kedua digunakan untuk kapal yang berukuran lebih dari sama dengan 20 GT (Anonimus, 2007).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak PPN Palabuhanratu, ukuran luas total kolam pelabuhan satu sebesar 23.035 m2 dan kolam pelabuhan dua sebesar 13.340 m2.

c). Alat Bantu

Peranan alat bantu dalam proses pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan sangat penting, terutama dalam membantu proses pendaratan, pengangkutan dan pendistribusian hasil tangkapan. Pane (2005) mengemukakan bahwa alat bantu yang biasa digunakan dalam pendaratan hasil tangkapan yaitu alat bantu yang dapat mempercepat dan membantu proses pendaratan hasil tangkapan. Alat bantu tersebut terdiri dari sarana pengangkutan, wadah angkut (basket) dan alat bantu lainnya. Alat bantu ini haruslah bersifat tidak merusak, bersih, tahan lama serta mudah dalam pemeliharaannya.


(45)

31 Selain basket hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu ada pula alat bantu lainnya seperti gerobak dorong (Gambar 6). Gerobak digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan dari dermaga ke TPI dan atau digunakan untuk mengangkut langsung hasil tangkapan ke tempat pengolahan di sekitar PPN Palabuhanratu.

Gambar 6 Fasilitas gerobak dorong di PPN Palabuhanratu.

Alat bantu yang digunakan untuk mengangkat ikan-ikan yang berukuran besar yaitu ganco, cara menggunakannya adalah dengan cara mengaitkannya di daerah sekitar kepala ikan. Ganco umumnya digunakan untuk memindahkan ikan dari palkah ke dek kapal, dan selanjutnya ke dermaga dan atau langsung ke tempat perusahaan pengolahan ikan.

2). Fasilitas Penanganan

Fasilitas penanganan hasil tangkapan mempengaruhi upaya meminimalisir penurunan mutu oleh bakteri di dalam tubuh ikan. Kebersihan dan pemeliharaan fasilitas tersebut harus dilakukan secara rutin. Fasilitas-fasilitas yang terkait dengan penanganan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan meliputi:

a). Instalasi Air Bersih

Air yang dipergunakan untuk kebutuhan melaut dan penanganan ikan harus memenuhi syarat sanitasi dan higienis. Sumber air bersih di suatu pelabuhan dapat berasal dari bergai sumber seperti sungai, setu, waduk, sumur artesis, PAM, air laut olahan, dan waduk buatan (Pane, 2005).


(46)

Air yang berasal dari sumber air tersebut tidak dapat langsung dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih karena masih memerlukan pengolahan lebih lanjut agar air yang dihasilkan memenuhi syarat kebersihan. Instalasi pengolahan air bersih di suatu pelabuhan perikanan harus mampu memenuhi kebutuhan air bersih seluruh fasiitas yang ada di pelabuhan perikanan tersebut.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak PPN Palabuhanratu, penyaluran kebutuhan air bersih untuk kapal perikanan di PPN Palabuhanratu dipenuhi oleh PT. Eko Mulyo. Air yang disalurkan berasal dari air PDAM dan dialirkan ke kapal perikanan melalui jaringan pipa dan slang plastik dengan ukuran penjualan dalam bentuk “blong” (drum plastik) yang berkapasitas 250 liter dan 120 liter serta dalam bentuk jerigen plastik (30 liter) untuk kolam satu, sedangkan untuk kolam dua menggunakan jaringan pipa dan slang langsung sampai ke dalam kapal.

Kemampuan mensuplai air bersih di PPN Palabuhanratu masih cukup besar dengan tersedianya tangki air yang berkapasitas 400 m3 (Anonimus, 2007). Disamping itu telah terpasang instalasi baru air bersih khusus untuk kegiatan masyarakat perikanan, baik untuk nelayan maupun pihak investor dalam rangka meningkatkan pelayanan air bersih kepada masyarakat perikanan.

b). Pabrik Es atau Unit Pelayanan Es

Es penting digunakan untuk menjaga mutu hasil tangkapan agar tetap segar, baik ketika operasi penangkapan maupun selama proses pendaratan dan pemasaran hingga didistribusikan ke konsumen. Ciri-ciri es balok yang berkualitas baik adalah bening dan padat. Es balok yang berwarna putih juga baik, namun cepat mencair dan rapuh. Ciri-ciri es balok yang rusak adalah yang berwarna agak kehijauan, asin dan mudah rapuh. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak PPN Palabuhanratu, di Pelabuhan ini tidak memiliki pabrik es sendiri, tetapi bekerjasama dengan KUD Mina Mandiri Sinar Laut yang melaksanakan kemitraan dengan perusahaan swasta, yaitu pabrik es Ratu Tirta, Sari


(47)

33 Petojo dan Tirta Jaya. Dengan demikian, berkat kemitraan harga es yang diperoleh oleh nelayan dan pedagang ikan menjadi lebih terjangkau.

3). Fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas pelelangan a). Gedung TPI

Syarat-syarat gedung TPI yang baik menurut Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan vide Rahadiansyah (2003), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

 Mempunyai persediaan air bersih,

 Mempunyai wadah untuk melelang hasil tangkapan,

 Tidak terdapat genangan air di lantai pelelangan ikan,

 Ruangan yang ada pada gedung TPI dibagi menjadi (Lubis, 2005) : 1. Ruang sortir, yaitu tempat membersihkan, menyortir dan

memasukkan hasil tangkapan ke dalam wadah atau keranjang; 2. Ruang pelelangan, yaitu tempat menimbang, memperagakan dan

melelang hasil tangkapan;

3. Ruang pengepakan, yaitu tempat memindahkan hasil tangkapan ke dalam peti lain dengan diberi es dan atau garam, selanjutnya siap untuk di kirim;

4. Ruang administrasi pelelangan terdiri dari loket-loket untuk pembayaran transaksi hasil pelelangan, gedung peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum. Letak dan pembagian ruang di gedumg pelelangan harus direncanakan agar aliran produk (flow of product) berjalan dengan cepat. Hal ini dengan pertimbangan bahwa produk perikanan merupakan produk yang cepat mengalami penurunan mutu sehingga aliran produk ini terganggu akan menyebabkan terjadinya penurunan mutu ikan (Lubis, 2005).

Luas gedung TPI ditentukan oleh faktor-faktor jumlah produksi yang harus ditampung oleh gedung pelelangan, jenis hasil tangkapan yang dilelang dan cara peragaan hasil tangkapan saat dilelang. Lantai gedung pelelangan harus miring kira-kira 20. Hal ini dimaksudkan, air dari penyemprotan kotoran sisa-sisa hasil tangkapan setelah selesai aktivitas pelelangan dapat mengalir ke


(48)

saluran pembuangan dengan mudah sehingga kebersihan tempat pelelangan senantiasa terpelihara (Lubis, 2005).

Berdasarkan informasi dari pihak PPN Palabuhanratu, luas gedung TPI sebesar 864 m2. Hasil pengamatan peneliti memperlihatkan bahwa pemanfaatan gedung TPI oleh nelayan, pedagang ikan dan pembeli (bakul) hanya sepertiga dari luas seluruh gedung untuk melakukan aktivitas pemasarana hasil tangkapan, sisanya digunakan untuk parkir motor dan aktivitas berdagang oleh beberapa pedagang lain.


(49)

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN

PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan

Pada tahun 2006, jenis hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu mencapai lebih dari 54 jenis dengan jumlah volume produksi 5.461,6 ton. Beragamnya jenis alat tangkap yang dioperasikan di PPN ini (subbab 4.1 Tabel 1) menghasilkan beragamnya jenis hasil tangkapan tersebut.

Tabel 6 Produksi hasil tangkapan didaratkan menurut jenisnya di PPN Palabuhanratu tahun 2006*)

No. Jenis Ikan Jumlah (ton) Komposisi (%)

1 Cakalang 1.001,3 18,3

2 Tuna Madidihang 677,8 12,4

3 Tuna Mata Besar 562,0 10,3

4 Tongkol Abu-abu 506,5 9,3

5 Eteman/ Semar 485,8 8,9

6 Tongkol Lisong 454,3 8,3

7 Tembang 369,6 6,8

8 Layur 222,6 4,1

9 Udang Rebon 214,5 3,9

10 Tongkol Banyar 152,0 2,8

11 Peperek 144,0 2,6

12 Tuna Albakora 143,8 2,6

13 Deles 106,0 1,9

14 Ikan Lainnya 421,2 7,7

Jumlah 5.461,6 100,0

Keterangan: *) Pendaratan asal dari laut Sumber: Anonimus, 2007 (diolah kembali)

Jenis hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu pada tahun 2006, yang diperoleh dengan melihat persentase volume produksi per jenis hasil tangkapan yang memiliki komposisi lebih besar atau sama dengan 5%, adalah cakalang dengan volume produksi 1.001,3 ton (18,3%), tuna madidihang dengan volume produksi 677,8 ton (12,4%), tuna mata besar dengan volume produksi 562,0 ton (10,3%), tongkol abu-abu dengan volume produksi 506,5 ton (9,3%), eteman/semar dengan volume produksi 485,8 ton (8,9%), tongkol lisong dengan volume produksi 454,3 ton (8,3%), dan tembang dengan volume produksi


(1)

Menurut Pane (2007), kurangnya kemampuan sumberdaya manusia (SDM) untuk mengelola dan mengawasi pelelangan menjadi faktor penyebab tidak terselenggaranya pelelangan di TPI Palabuhanratu.

Akibat dari hal tersebut diatas retribusi dari nelayan tidak ada, sehingga KUD tidak memiliki pemasukan untuk mendanai biaya operasional dan pembayaran gaji pengurus. Silalahi (2006) menambahkan, faktor yang menjadi alasan ketidakberfungsinya KUD Mina Sinar Laut adalah keterbatasan dana yang tersedia.

5.3 Pemasaran dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu Daerah pemasaran dan pendistribusian ikan segar dari PPN Palabuhanratu, seperti Palabuhanratu, Sukabumi, Jakarta, bahkan ada pula yang diekspor. Untuk jenis ikan, seperti tembang, tongkol, eteman/semar didistribusikan baik ke daerah sekitar Palabuhanratu maupun keluar daerah Palabuhanratu antara lain Sukabumi dan Jakarta. Ikan layur dan tuna kualitas sangat baik didistribusikan ke Jakarta untuk kemudian diekspor ke negara Jepang dan Korea Selatan. Volume ikan segar yang distribusikan ke kota Palabuhanratu, Sukabumi, Jakarta dan untuk di ekspor dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Distibusi hasil tangkapan segar menurut bulan dan kota tujuan distribusi di PPN Palabuhanratu, tahun 2006

Kota Tujuan Distribusi Ikan Segar Bulan

Pl. Ratu Sukabumi Jakarta Ekspor

Jumlah (kg)

Januari 25.693 3.649 215.675 7.200 252.217

Februari 38.827 - 161.571 8.500 208.898

Maret 20.566 1.640 209.122 5.000 236.328

April 18.709 1.550 94.966 4.327 119.552

Mei 29.006 - 210.386 5.450 244.842

Juni 37.904 - 244.572 - 282.476

Juli 31.115 1.813 132.130 5.400 170.458

Agustus 68.349 - 112.015 25.000 205.364

September 214.913 5.700 86.127 25.600 332.340

Oktober 38.751 10.550 60.789 5.000 115.090

November 72.599 - 117.059 6.110 195.768

Desember 78.949 1.296 296.615 12.500 389.360

Jumlah 675.381 26.198 1.941.027 110.087 2.752.693 Rata-rata 56.282 2.183 161.752 9.174 229.391


(2)

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 Janu ari Febr uari Mar et Apr il

Mei Juni Juli Agu stus Sept embe r Okt ober Nov embe r Des embe r Bulan V o lu m e Ik a n S eg a r (t o n )

Gambar 13 Grafik volume distribusi ikan segar dari PPN Palabuhanratu menurut bulan, tahun 2006.

Pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan relatif lebih banyak terjadi pada bulan-bulan Januari, Juni, September dan Desember dimana jumlah hasil tangkapan yang didistribusikan berada pada “posisi” diatas 250 ton per bulan (Gambar 13).

Pemasaran dan pendistribusian yang relatif rendah terjadi pada bulan April dan Oktober dengan hasil tangkapan yang didistribusikan dibawah 120 ton. Kondisi tersebut diduga adanya pengaruh musim-musim penangkapan yang terjadi di Palabuhanratu.

Pl Ratu 25% Sukabumi 1% Jakarta 70% Ekspor 4%

Gambar 14 Diagram didistribusi ikan segar dari Palabuhanratu berdasarkan tujuannya.


(3)

Wilayah yang menjadi tujuan utama pemasaran ikan segar dari Palabuhanratu adalah wilayah Jakarta (Gambar 14) yang mencapai 70 % dari jumlah ikan segar yang didistribusikan. Hal ini dapat diduga karena Jakarta dengan jumlah penduduk yang banyak merupakan pasar potensial bagi ikan segar. Beberapa daerah di Jakarta yang menjadi tujuan pemasaran adalah pasar ikan Muara Baru dan Muara Angke. Dimungkinkan pula bahwa dari Jakarta ini sebagian ikan segar dari Palabuhanratu dikirim keluar negeri (ekspor) baik dalam bentuk segar maupun setelah mengalami pengolahan. Namun demikian ikan segar yang tercatat di Palabuhanratu yang diekspor mencapai 4 % dari jumlah ikan segar yang didistribusikan (Anonimus, 2007).

5.4 Mutu Hasil Tangkapan Didaratkan di PPN Palabuhanratu

Mutu hasil tangkapan merupakan faktor penting yang harus dipenuhi untuk kebutuhan konsumen. Mutu hasil tangkapan berkaitan dengan tingkat kesegaran hasil tangkapan tersebut, semakin segar maka mutu ikan semakin bagus. Pengujian mutu ikan dapat dilakukan secara organoleptik, yaitu berdasarkan

scoresheet ikan basah bernilai 1-9 (mata, insang, perut dan konsistensi). Kisaran

rata-rata mutu hasil tangkapan sampel didaratkan di PPN Palabuhanratu yang diuji secara organoleptik dapat lihat secara lengkap disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Kisaran rata-rata mutu sampel hasil tangkapan dominan di PPN Palabuhanratu bulan November, tahun 2007

Kisaran Rata-rata Mutu*) Bulan November Jenis Sampel Hasil

Tangkapan Dominan

Min - Max

Layur 5,3 - 7,3

Tembang 4,0 - 7,3

Tongkol 4,8 - 7,0

Eteman/Semar 4,3 - 6,8

Keterangan: *) Pengujian mutu secara organoleptik Sumber: Data Primer Penelitian 2007

Berdasarkan Tabel 9, mutu sampel hasil tangkapan selama penelitian menunjukkan kisaran rata-rata nilai organoleptik (5,3-7,3) untuk ikan layur, (4,0-7,3) untuk ikan tembang, (4,8-7,0) untuk ikan tongkol dan (4,3-6,3) untuk ikan eteman/semar. Hal ini mengindikasikan secara keseluruhan bahwa sampel hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu berada pada kategori cukup segar (6-7) sampai


(4)

dengan segar (7-8) dan kategori tidak segar untuk nilai organoleptik 4 sampai dengan 6.

Untuk menjaga mutu hasil tangkapan agar tetap baik perlu dilakukan penanganan hasil tangkapan yang baik. Pengamatan terhadap penanganan hasil tangkapan yang dilakukan oleh peneliti mulai dari dermaga sampai dengan TPI masih kurang baik. Secara keseluruhan hasil tangkapan didaratkan sudah menggunakan wadah mulai dari atas dek kapal sampai dengan TPI. Akan tetapi, wadah hasil tangkapan yang digunakan belum mampu mengatasi menetesnya cairan lendir/mukus, darah ikan dan tetesan air (yang berasal dari pencucian ikan) dari dalam wadah ke lantai dermaga pendaratan dan TPI, dan tidak banyak hasil tangkapan yang ditangani dengan pemberian es. Menurut Moeljanto (1982), penanganan ikan harus menggunakan suhu dingin mendekati 00 C, agar proses pembusukkan bisa diperlambat sehingga dapat mempertahankan mutu (subsubbab 2.1.3). Mutu hasil tangkapan akan lebih baik apabila ditangani dengan pemberian es, karena es dapat menjaga suhu hasil tangkapan agar tetap dingin.

(a) (b)

Gambar 15 Aktivitas pencucian hasil tangkapan di dermaga pendaratan PPN Palabuhanratu pada wadah : (a) keranjang bambu dan (b) blong. Pencucian hasil tangkapan baik yang dilakukan oleh nelayan di atas dek kapal/di dermaga (Gambar 15) maupun pedagang di TPI tidak menggunakan air bersih. Mereka menggunakan air dari kolam pelabuhan, dimana air tersebut umumnya sudah tercemar dengan polusi seperti sampah, tumpahan oli kapal dan cemaran lainnya. Hal ini akan dapat mengakibatkan menurunnya mutu hasil tangkapan.


(5)

Berdasarkan hal diatas, menurut pengamatan peneliti di lapangan, pada umumnya sampel hasil tangkapan yang ditangani dengan menggunakan wadah mutu hasil tangkapannya relatif lebih baik daripada yang tidak menggunakan wadah. Bahkan, akan lebih baik lagi apabila mutu hasil tangkapan, ditangani dengan pengesan ulang dan pencucian menggunakan air bersih.


(6)

HUBUNGAN BASKET/WADAH HASIL TANGKAPAN

TERHADAP SANITASI DI PELABUHAN PERIKANAN

NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT

ARHI EKA PRIATNA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009