Pengembangan Co-management dalam Konservasi Banteng

Tabel 22 Lanjutan-7 Bentuk kegiatan Tingkat kolaborasi Argumentasijustifikasi Programkegiatanupayatahun pencapaian Kendala Harapan Advokasi - Sudah terlibat bentuk kolaborasi dalam tingkat kooperatif - Stakeholders sudah bekerjasama dan berbagi peran dan tanggung jawab dengan TN - Kegiatan yang berjalan belum dapat meningkatkan ekonomi masyarakat secara optimal - Stakeholders berkeinginan mengusulkan peningkatan kewenangan dalam pemilihan jenis komoditi yang dikembangkan di zona rehabilitasi - Stakeholders sudah dapat meningkatkan kapasitasnya dalam diversifikasi produk seperti produk kripik nangka, pisang dan tanaman obat dengan kemasan yang lebih baik - Permenhut Nomor P.19 Menhut-II2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam - Prediksi waktu yang dibutuhkan dari tingkat kooperatif ke advokasi selama empat tahun dengan tahapan : - Stakeholders diberi kewenangan dalam menentukan jenis komoditi sesuai aturan yang lebih bernilai ekonomi dengan tetap mempertahankan kelestarian ekosistem TN - TN meningkatkan koordinasi dengan Dinas Perindustrian , Dinas Perdagangan dan LSM untuk meningkatkan keterampilan masyarakat selama satu tahun - Program kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan hasil panen tanaman semusim dan tanaman obat dan buah oleh penyuluh terkait Dinas Pertanian, Kehutanan dan Pertanian selama satu tahun - Peningkatan sarana pengolahan hasil panen, promosi dan pemasaran produk hasil panen selama dua tahun - Kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat masih rendahbelum optimal - Masih ada kekhawatiran dari TN jika stakeholder diberi kewenangan yang lebih tinggi 151 Tabel 22 Lanjutan-8 Bentuk kegiatan Tingkat kolaborasi Argumentasijustifikasi Programkegiatanupayatahun pencapaian Kendala Pengembangan tanaman obat dan buah di TNAP Faktual Instruktif - Kasus di TNAP: Kerjasama antara TN, masyarakat dan LSM dalam pengelolaan zona rehabilitasi kawasan bekas penyangga telah selesai. Tahun 2011, masyarakat dilarang berkegiatan di zona bekas penyangga - Belum dibangun kembali kolaborasi - Masyarakat masih sangat berkeinginan untuk kembali mengelola kawasan bekas penyangga dengan tanaman MPTS - Semua keputusan dalam pengelolaan zona rehabilitasi ada di TN - Status tanaman jati pada kawasan bekas penyangga masih dalam pembahasan dengan Perum Perhutani yang sebelumnya diberi tanggung jawab dan kewenangan sebagai pengelola kawasan bekas penyangga - Masih belum ada kesepakatan yang tertulis antara Perum dan TN 152 Berdasarkan hasil AHP dan hasil pengamatan di lapangan terhadap tingkat co-management program kegiatan terdapat sedikit perbedaan dalam menentukan tingkattipebentuk co-management. Berdasarkan AHP tingkat co-management untuk kegiatan pembinaan habitat berada pada tingkat instruktif padahal secara faktual berada pada tingkat konsultatif dan harapannya dapat ditingkatkan lagi sampai pada tingkat kooperatif. Selanjutnya program kegiatan pengembangan penangkaran dari instruktif dapat dilakukan secara kooperatif, bahkan pengembangan penangkaran dapat ditingkatkan pada tingkattipe informatif. Perbedaan dalam menentukan tingkat co-management tersebut terjadi karena dalam AHP hanya didasarkan pada definisi dan konsep dari masing-masing tingkat co-management tanpa melihat karakteristik dan faktual di lapangan. Tetapi hasil AHP tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan banteng pada prinsipnya harus dilakukan secara kolaboratif Dari hasil analisis stakeholders, AHP dan analisis SWOT di TNMB dan TNAP dihasilkan matrik teknis kelembagaan co-management konservasi banteng. Kepentingan stakeholders, fungsi dan mekanisme serta aturan yang dibutuhkan dalam kelembagaan co-management disajikan pada Tabel 23. Kesepakatan co-management yang akan dibangun dalam pelaksanaannya harus dikawal dan dievaluasi secara terus menerus. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki jika ada kekurangan karena co-management merupakan proses saling belajar yang hasilnya dapat diterapkan untuk perbaikan ke depan dalam pengelolaan sumberdaya alam Borrini-Feyerabend et al. 2000. Co-management tidak mudah diterapkan jika para stakeholders tidak konsisten dengan komitmen dan kesepakatan yang sudah dibangun, sehingga partisipasi penuh stakeholders akan menentukan keberhasilan co-management Rodgers et al. 2002. Lemahnya partisipasi dan komitmen dalam co-management seperti di TN Kayan Mentarang, menyebabkan pengelolaan kolaboratif yang dibangun selama sepuluh tahun belum berjalan secara optimal Rukman 2009. Tabel 23 Matrik teknis pengelolaan dalam kelembagaan co-management di TNMB dan TNAP No Stakeholder Kepentingan Utama PeranFungsi Mekanisme Aturan 1 Masyarakat Memenuhi kebutuhan hidup dari pemanfaatan SDA Taman Nasional Pemelihara sekaligus memanfaatkan SDA dari zona pemanfaatan • Melalui pendampingan oleh LSM dan BTN • Ikut dalam pembinaan habitat sebagai pelaksana di lapang, pengembangan tanaman obat dan buah melalui penanaman dan pemanfaatan, ekowisata sebagai pelaksana kegiatan guide dan penyedia cendera mata serta pemanfaat semen banteng melalui IB SK Dirjen PHKA, MOU, aturan kelompok masyarakat contoh : penentuan jenis tanaman yang ditanam di zona rehabilitasi 2. BTMB dan BTAP Mengelola kawasan TN dalam melestarikan Banteng • Pemegang otoritas dan tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan pelestarian banteng • Penyedia dana • Penyedia SDM • Melaksanakan KISS koordinasi, integrasi, sinergitas dan sinkronisasi dengan stakehoder s Rencana jangka pendek , menengah dan panjang dalam penyedia dana, SDM dan peraturan – peraturan teknis SK Dirjen PHKA, SK BTN, MOU 3 Perkebunan TNMB Menjaga kelangsungan produksi usaha perkebunan • Melaksanakan KISS dengan TN • Penyedia dana, mengelola kawasan kebun dengan memberdayakan masyarakat sekitar • Berkontribusi dalam pembinaan habitat • Pengembangan ekowisata yang terkait banteng Rencana jangka pendek , menengah dan panjang dalam penyedia dana, SDM, sarpras dan peraturan - peraturan teknis SK Direksi Perkebunan, MOU 4. Perum Perhutani TNAP Meningkatkan produktivitas hasil hutan dalam kawasan yang dikelolanya • Melaksanakan KISS dengan TN • Penyedia dana, mengelola kawasan hutan produksi dengan memberdayakan masyarakat Rencana jangka pendek , menengah dan panjang dalam penyedia dana, SDM dalam peraturan teknis SK Direksi Perum Perhutani, MOU Tabel 23 Lanjutan-1 No Stakeholder Kepentingan Utama PeranFungsi Mekanisme Aturan • Berkontribusi dalam pembinaan habitat • Pengembangan ekowisata yang terkait banteng 5. LSM Pendampingan advokasi masyarakat, Pelestarian SDA Mitra TN dalam pengelolaan kawasan dan banteng melalui penyuluhan untuk merubah sikap dan persepsi terhadap banteng, pendampingan dalam kegiatan ekowisata, pengembangan tanaman obat dan buah Melaksanakan koordinasi dalam menentukan rencana kerja BTN dan rencana LSM, dalam pemilihan jenis tanaman, penentuan luas lahan bagi masyarakat, memberikan informasi kepada TN MOU 6 BBIB Balai Besar Inseminasi Buatan Pengembangan genetik sapi bali • Mitra dalam pengembangan pemanfaatan genetik banteng • penyedia dana dan teknologi IB Inseminasi buatan Pemanfaatan genetik banteng dikoordinasi dengan BTN , Balai TN menyediakan indukan, teknologi dan pelaksanaan pengambilan semen serta pelaksanaan dan pemanfaatan semen dilakukan oleh BBIB SK Dirjen PHKA tentang Pemanfaatan banteng MOU 7 Instansi teknis PEMKAB Dinas Kehutanan Perkebunan, Pertanian, peternakan, pariwisata Menyelenggara kan pemerintahan sesuai sektornya masing-masing Melaksanakan pelayanan pada masyarakats di masing-masing- sektornya melalui penyuluhan, menyediakan informasi dan membantu pelaksanaan implementasi program kegiatan Co-management Melakukan koordinasi dengan BTN, LSM dan lembaga desa dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan, perijinan,penyediaan informasi dalam kegiatan co- management yang dilakukan oleh stakeholders terkait konflik Kesepakatan dengan stakeholders terkait konflik sesuai kebutuhan dalam implementasi program kegiatan Peran dan fungsi serta kewenangan stakeholders akan menghasilkan teknis manajemen kolaboratif untuk masing-masing program kegiatan yang telah ditentukan. Setiap pogram kegiatan harus dipayungi dengan Surat Keputusan SK Dirjen PHKA dan secara teknis ditindaklanjuti dengan surat keputusan tentang kelembagaan kolaboratif di taman nasional oleh kepala taman nasional dalam bentuk surat keputusan bersama dan dijabarkan dalam MOU antar stakeholders yang terlibat dengan kegiatan tertentu. Atas dasar SK bersama antar lembaga yang berkepentingan, dibuat MOU untuk masing-masing kegiatan, hal ini dikarenakan tidak semua stakeholders ikut dalam program kegiatan yang sama. Kelembagaan kolaboratif perlu dibentuk sebagai wadah organisasi yang berfungsi koordinatif dan konsultatif untuk kegiatan co-management agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat memberi kontribusi terhadap konservasi TN dan kesejahteraan masyarakat Purwanti et al. 2008. Matrik peran dan lembaga terkait dalam mengoptimalkan fungsi co-management untuk optimalisasi program kegiatan konservasi banteng disajikan dalam Tabel 24. Tabel 24 Matrik peran dan lembaga dan stakeholders dalam manajemen kolaborasi penyelesaian konflik banteng di TNMB dan TNAP No. Fungsi Manajemen ProgramKegiatan Peran dan Stakeholders Kerkait Konflik Tidak Terkait Konflik Balai Taman Nasio n al Mas y ara k at LSM Per hut an i p erk eb un an D ishu tbun B appe da Dinas Pertania n P ete rn ak an Dinas Pariwisata Balai Besar Inse minasi Buatan A. Perencanaan 1,2,3,5 1,5 4 1,3,5 3,5 1,2,5 4,5 2,4,5 1,2,4,5 B. Pengorganisasian 1,3,4 1,3,5 1,2,3,4 2,3,5 2,3,4,5 4 4 4 4 C. Pelaksanaan 1,2,5 5 4,5 2,5 2,5 - 2,4,5 2,4,5 2,4,5 D. Pengawasan 1,2,5 5 5 5 - - 5 5 5 Keterangan : 1. Inisiator, 2. Penyediaan dana, 3. Regulator, 4. Pendampingan, dan 5. Pelaksanaan Kegiatan Fungsi-fungsi manajemen untuk melaksanakan program kegiatan seperti perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan evaluasi dilakukan secara berulang-ulang sesuai dengan tingkatan capaian hasil pelaksanaan program dan merupakan siklus putaran yang berkelanjutan. Siklus ini tidak hanya terjadi dalam fungsi-fungsi manajemen namun dimungkinkani untuk meninjau program kegiatan yang sedang berlangsung sampai tercapainya pengelolaan ekosistem, biofisik dan sosial ekonomi, peningkatan populasi, fungsi dan pemanfaatan banteng dalam konteks pelestarian taman nasional yang berkelanjutan.

VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan

1. Pelestarian populasi banteng di taman nasional diantaranya ditentukan oleh keberadaan dan pengelolaan areal padang penggembalaan. Potensi habitat padang penggembalaan sebagai penyedia pakan banteng di TNMB dan TNAP termasuk rendah, baik dari aspek kualitas yaitu rendahnya kandungan nutrisi pakan maupun aspek kuantitas yaitu kecilnya luasan padang penggembalaan sehingga daya dukung habitat pakan pada musim kemarau juga rendah. Rendahnya daya dukung menjadi penyebab keluarnya banteng dari taman nasional ke areal perkebunan, lahan masyarakat dan ke kawasan hutan perhutani yang kemudian menjadi sumber konflik. 2. Kondisi ekonomi masyarakat sekitar TNMB yang diindikasikan dari pendapatan masyarakat dari hasil kebun berada di bawah Upah Minimum Regional UMR yaitu berkisar antara Rp. 332.000,- sampai Rp. 617.000,- per KK per bulan , sedangkan UMR regional Kabupaten Jember yaitu sebesar Rp. 875.000,-. Pendapatan masyarakat sekitar TNAP Rp. 885.000,- sampai Rp. 1.445.000,- per KK per bulan dengan UMR Kabupaten Banyuwangi sebesar Rp. 865.000,-. Gangguan banteng pada lahan masyarakat sekitar kawasan menyebabkan penurunan hasil tanaman sampai 50 . Gangguan tersebut juga menjadi pemicu konflik dalam konservasi banteng. 3. Persepsi masyarakat sekitar kawasan TNMB dan TNAP terhadap fungsi dan manfaat taman nasional adalah positif karena sebagian masyarakat masih memanfaatkan sumberdaya taman nasional seperti mengambil madu dan kayu. Persepsi masyarakat terhadap manfaat pelestarian banteng masih rendah, dimana lebih dari 60 menyatakan bahwa banteng belum dapat memberikan manfaat secara langsung. 4. Rendahnya daya dukung habitat pakan banteng , rendahnya pendapatan dan persepsi masyarakat sekitar kawasan TNMB dan TNAP terhadap konservasi banteng serta adanya enclave dalam kawasan menyebabkan terjadinya konflik masyarakat dengan pengelola taman nasional di dalam dan sekitar TN. Untuk menyelesaikan konflik tersebut diperlukan sistem pengelolaan secara kolaboratif antar pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan konservasi banteng dalam bentuk kelembagan kolaboratif. Kegiatan utama kelembagaan kolaboratif adalah membangun sumber-sumber ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan ekologis banteng melalui peningkatan kualitas habitat padang penggembalaan, pengembangan penangkaran, pengembangan ekowisata dan pengembangan tanaman obat dan buah. 5. Stakeholders inti yang terkait langsung dengan konflik konservasi banteng yaitu BTNMB, BTNAP sebagai key player, Perkebunan Bandealit sebagai context setter , Perum Perhutani key player, dan masyarakat sekitar kawasan sebagai subyek, serta LSM di TNAP sebagai context setter dan di TNMB sebagai key player. Aktor yang paling berperan dalam konservasi banteng yaitu pengelola BTN, karena taman nasional berfungsi sebagai ekosistem habitat banteng. Stakeholders tidak terkait langsung dengan konflik tetapi dapat berkontribusi dalam kegiatan co-management adalah Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Peternakan, Dinas Pariwisata serta Balai Besar Inseminasi Buatan BBIB. 6. Prioritas program kolaborasi dalam pengelolaan dan konservasi banteng di taman nasional secara berurutan adalah : 1 peningkatan kualitas habitat padang penggembalaan, dengan kondisi faktual berada dalam tingkat kolaborasi konsultatif. Sedangkan tingkat kolaborasi harapan dengan dibangunnya kegiatan kolaboratif akan meningkat menjadi kooperatif melalui strategi kegiatan pengamanan kawasan, pembinaan habitat, dan penyuluhan; 2 pengembangan penangkaran tingkat kolaborasi faktual adalah instruktif, sedangkan tingkat kolaborasi harapan dari hasil kolaboratif adalah berada di tingkat informatif dengan strategi kegiatan yaitu pemanfaatan sumberdaya banteng, teknologi dan pasar, pembuatan demplot, serta kerjasama para pihak; 3 pengembangan ekowisata secara faktual berada pada tingkat kolaborasi konsultatif dan harapan kedepan dapat mencapai tingkat kolaborasi advokatif dengan strategi kegiatan yaitu pembangunan sarpras, peningkatan pendanaan, koordinasi dan penyamaan persepsi; 4 pengembangan tanaman obat dan buah kondisi faktual berada pada tingkat kolaborasi kooperatif dan harapannya dapat meningkat menjadi advokatif dengan strategi kegiatan pemanfaatan SDA hayati, diversifikasi jenis tanaman, kerjasama para pihak.

6.2. Saran

1. Untuk meningkatkan daya dukung habitat padang penggembalaan sebagai salah satu teknik pengelolaan populasi dan konflik konservasi banteng disarankan untuk menanam jenis-jenis rumput lokal yang potensial dan disukai banteng seperti kolonjono Hierochloe horsfieldi Max., paitan Paspalum conjugatum Berg., grinting Paspalum longipolia Roxb, lamuran Andropogon coricocus L. dan putian Andropogon pertutus L. 2. Peningkatan sosial ekonomi masyarakat sebagai upaya pencegahan konflik dalam konservasi banteng dan taman nasional, perlu dilakukan peningkatan produktivitas lahan yang dikelola masyarakat sekitar TN. Peningkatan produktivitas lahan melalui pemupukan dan pemeliharaan tanaman, pemilihan jenis komoditas bernilai ekonomi seperti kemiri, kedawung, petai, cabe jawa, durian, nangka, kacang hijau dan kacang kedelai yang didukung oleh kelembagaan kolaboratif dalam hal pengolahan hasil pasca panen dan pemasaran. 3. Perlu segera membangun dan meningkatkan kelembagaan kolaboratif pembinaan habitat, pengembangan tanaman obat dan buah melalui SK KBTN, MOU dan aturan kelompok masyarakat. Pengembangan penangkaran banteng melalui SK Dirjen PHKA, MOU dan kesepakatan dengan stakeholders; pengembangan ekowisata melalui SK KBTN, SK Direksi Perkebunan, SK Direksi Perum Perhutani dan MOU. 4. Dalam membangun kelembagaan kolaboratif , para pihak harus melakukan kegiatan pokoknya yaitu mengatasi konflik konservasi banteng sesuai aturan yang disepakati serta melakukan sosialisasi kegiatannya kepada pihak lain yang menaruh perhatian terhadap konservasi banteng. Sosialisai harus dilakukan secara intensif untuk meningkatkan persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap konservasi banteng. DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 1979. Dasar-dasar Pengelolaan Margasatwa. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Alikodra HS. 1983. Ekologi Banteng Bos javanicus di Taman Nasional Ujung Kulon [disertasi]. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. Alikodra HS. 1987. Manfaat Taman Nasional Bagi Masyarakat di Sekitarnya. Media konservasi I 3:13-20. Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwaliar Jilid 1. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Alikodra HS. 2009. Manajemen Konflik Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan. Bahan Kuliah SECEM. Pusdiklat Bogor. Alikodra HS. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar Dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Institut Pertanian Bogor Press. Alikodra HS. 2011. Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Suatu Upaya untuk Menyelamatkan Bumi dari Kerusakan. Adhawati SS. 1997. Analisis Ekonomi Pemanfaatan Lahan Pertanian Dataran Tinggi di Desa Parigi Hulu DAS Malino Kabupaten Goa [tesis] . Program Pascasarjana Universitas Hasanudin. Makasar. Anonimous. 2006. Ekologi dan Konservasi Banteng Di Taman Nasional Meru Betiri. Laporan Tahunan Penelitian Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Tidak dipublikasikan. Anonimous. 2002. The Use of Economic Valuation for Protected area Management in The Lower Mekong : A review of lessons and experience :22pp Anggorodi R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Jakarta. Awang AS. 2006. Tiga Puluh Lima Persen Masyarakat Sekitar Hutan Miskin. http:www.tempointeraktif.comhgekbis20060819brk.20060819- 82218.id.html . Diakses 9 Agustus 2010. BTNGP Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2001. Menuju Pengelolaan Partisipatif dan Kolaboratif. BTNAP Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2005. Rencana Stratejik Taman Nasional Alas Purwo 2005 – 2009. Direktorat Jenderal Pelestarian Hutan Konservasi Alam. BTNMB Balai Taman Nasional Meru Betiri. 2007. Inventarisasi Populasi Banteng . Balai Taman Nasional Meru Betiri, Jember. BTNMB Balai Taman Nasional Meru Betiri. 2009. Identifikasi dan Inventarisasi Banteng Terpadu 3 SPTN. Balai Taman Nasional Meru Betiri. Jember BTNAP Balai Taman Nasional Alas Purwo 2006. www.ultimate.ungulate.com . Diakses 24 Februari 2012. Bismark M, Garsetiasih R, Iskandar S, Subiandono E, Sawitri R dan Heriyanto .NM. 2003. Daya Dukung Habitat Sebagai Parameter Dominan Dalam Pengelolaan Populasi Satwaliar Di Alam. Paket Teknologi. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam . Bogor Bismark M. 2008. Biologi Konservasi Bekantan Nasalis larvatus Wurmb. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. Borrini-Feyerabend G. 1996. Collaboratif Management of Protected Areas : Tailoring the Approach to the Context . Issues in Social Policy. IUCN. Gland Switzerland. Borrini-Feyerabend G, Farvar MT, Nguinguiri JC, Ndangang VA. 2000. Co- Managementof Natural Resources : Organising, Negotiating and Learning by-Doing. GTZ Germany and IUCN Regional Office for Central Afrika ROCA. http:www.mekonginfo.orgassetsmidocs0002162- environment-co-management-of-natural-resources-organising-negotiating- and-learning-by-doing.pdf . Diakses 19 Desember 2010. BPS Biro Pusat Statistik Indonesia. 2007. Tingkat Kemiskinan di Indonesia tahun 2007. Berita Resmi Statistik No .3807Th.X, 2 Juli 2007. BPS Biro Pusat Statistik Indonesia. 2010. Statistik Indonesia. Bungin B. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi , Ekonomi, Kebijakan Publik, dam Ilmu Sosial lainnya. Kencana Prenada Media Group Jakarta. Brown AJ. 2002. Collaborative Governance versus Constitutional Politics: Decicion Rules for Sustainability from Australia’s South East Queenland Forest Agreement [journal]. Environmental Science Policy 5:19-32. Bowen GA. 2005. Local Level Stakeholder Collaboration : A Substantive Theory of Community Driven Development . Journal of Community Development Society 362:73-87. Castro AP, Nielson E.2001. Indigenous People and Co-management : implication for conflict management [journal]. Environmental Science Policy 4:229- 239. Claridge G. dan O’Callaghan B.1995. Community Involvement in Wetland Management : Lesson from the field. Incorporating the Proceedings of Workshop 3: Wetlands, Local People and Development of International Conference on Wetlands and Development. Kuala Lumpur, Malaysia. 9 – 13 October 1995. Conley A, Moote A. 2001. Colaborative Conservation in Theory and Pratice : A Literature Review. Udall Centre for Studies in Public Policy. University of Arizona. Tuscon Arizona. Coser L. 1956. The Functions of Social Conflict. The Free Press. New York. Dashman RF. 1964. Wildlife Biology. John Wiley Sons Inc. New York. London. Sydney. pp 55-70. Dashman RF. 1981. Wildlife Biology. John Wiley Sons Inc. New York. Durand, M. and Kawashima R. 1980. Infuence of minerals in rumen microbial digestion, p.375-408. In : Digestive Physiology and Metabolism in Ruminant Y. Ruckebusch and P.Thivend eds. MIP Press Limited, Lancaster, England. Dunn WM. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Departemen Kehutanan. 1990. Undang-Undang Nomor 5, Tahun 1990. Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwaliar. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta : 88 hlm. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang pemanfaatann jenis tumbuhan dan satwaliar. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta : 88 hlm. Departemen Kehutanan. 2008. Peraturan Menteri Kehutanan No P.48Menhut- II2008 tentang Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwaliar. Departemen Kehutanan. 2006. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56 Menhut- II2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Departemen Kehutanan. 2004. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19Menhut- II2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. DFID UK Department for International Development. 2001. DFID Sustainable Livelihoods Guidance Sheets, London, DFID. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2007. Buku Informasi 50 Taman Nasional di Indonesia. Departemen Kehutanan, Jakarta. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2004. Analisa Standar Minimal Pengelolaan Kawasan Konservasi. Laporan Akhir. Direktorat PHKA. Departemen Kehutanan, Jakarta. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. 2010. Planologi Kehutanan Tahun 2009. Kementerian Kehutanan, Jakarta. Dixon JA. 1998. Teknik Penilaian Ekonomi Terhadap Lingkungan. Terjemahan UGM Press. Yogyakarta. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2009. Pedoman Pembangunan Model DAS Mikro MDM. Kementerian Kehutanan, Jakarta. Djuwantoko. 1986. Pemanfaatan Satwaliar di Hutan Tanaman Industri. Makalah Seminar. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Fennel DA. 1999. Ecotourism : An Introduction. New York : Routledge. Fisher RJ, Ludin S, Williams S, . Abdi ID dan Smith R. 2001. Mengelola Konflik Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak Edisi Bahasa Indonesia. SMK Grafika Desa Putra. Jakarta. Fisher RJ. 1995. Collaborative Management of Forest for Conservation and Development. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources IUCN and World Wide Fund For Nature WWF. Furze B, Lacy TD and Birckhead J. 1997. Culture, Conservation and Biodiversity. Chichester : John Wiley Sons. Heriyanto NM, Garsetiasih R dan Subiandono E.2006. Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Masyarakat Lokal di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 33:297- 308. Heriyanto NM. 2007. Keanekaragaman Jenis Pohon yang Berpotensi Obat di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan konservasi Alam 31:55-64. Heriyanto NM, dan Muhktar AS. 2011. Kerugian Masyarakat Akibat Gangguan Satwaliar Di Sekitar Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 81:55-63. Hibbard M and Tang CC. 2004. Sustainable Community Development: A Social Approach from Vietnam. Journal of Community Development Society 35 2:87-104. Hoogerwerf. 1970. Ujung Kulon, The Land of The Last Javan Rhinoceros. E. J Brill. Leaden. IUCN . International Union for th Conservation of Nature and Natural Resources. 2006. IUCN Red List of Threatened Species. http:redlist.orgsearchdetails.php?species= 2888 . Diakses 25 September 2010. Hermawan TT, Affianto A, Susanti A, Soraya E, Wardhana W dan Riyanto S. 2005. Pemanfaatan Ruang dan Lahan di Taman Nasional Gunung Ciremai. Suatu Rancangan Model. Pustaka Latin. Bogor . Indrawan M., Primack RB, Suprianto.J. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. IUCN International Union for Conservation of Nature and Natural resources, 1994. Guidelines for Protected Area Management Categories, IUCN and The Word Conservation Monitoring Centre, Gland, Switzerland and Cambridge.UK. IUCN International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 1997. Indigenous Peoples and Sustainability, IUCN Inter Commission Task Force on Indigenous Peoples, Gland –Switzerland. IUCN International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. The World Conservation Union. 2006. IUCN Red List of Threatened Species. http:www.redlist.org . Diakses tanggal 13 Juli 2011. Jum C and Oyono PR. 2005. Building Collaboration through Action Research: the case of Ottotomo Forest Reserve in Cameroon [journal]. International Forestry Review 71:37-43. Karyono OK. 2005. Dampak Pengelolaan Taman Nasional terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hutan Study Kasus Taman Nasional Gunung Halimun Sukabumi Jawa Barat. Info Sosial Ekonomi 51:9-23. Kartawinata K, Soenarko S, Tantra IGM dan Samingan T. 1976. Pedoman Inventarisasi Flora dan Ekosistem. Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam, Bogor. Knight M, Tighe S. 2003. Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003 Coastal Resources Center, University of Rhode Island. Narragansett, Rhode Island, USA. Komarudin H. 1993. Dietary Overlap Rusa, Banteng dan Kerbau Liar dengan Analisis Kotoran. FONC Project Communication. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kuswanda W. 2005. Analisis Karakteristik dan Pengelolaan Populasi Banteng Bos Javanicus d’Alton 1832 Di Padang Penggembalaan Cidaon, Taman Nasional Ujung Kulon. Buletin Info Hutan Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 23:193-204. Kuswanda W, Mukhtar AS. 2006. Strategi Pengembangan Kelembagaan Zona Penyangga Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 35:491-504. Lay Q. 2003. Community Participation in the Management of Nature Reserves: experiences and lessons from China. Journal Unisylva 214215, 54:51-58. Mantra IB. 2000. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. P.T. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Malik I, Wijardjo B, Fauzi N, dan Royo A. 2003. Menyeimbangkan Kekuatan :Pilihan Strategi Menyelesaikan Konflik atas Sumberdaya Alam. Yayasan Kemala. Jakarta. MacKinnon J.K, MacKinnon , Child G, Thorsell J. 1993. Pengelolaan kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. McIlroy R.J. 1964. An Introduction to Tropical Grassland Husbandry. Oxford Univ. Press. Diterjemahkan Soesetyo, S. 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita. Jakarta. 169 p. McIlroy RJ. 1977. Pengantar Budidaya padang rumput Tropika. Pradnya Paramita. Jakarta. Moffatt I and Hanley N. 2001. Modelling Sustainable Development : Systems Dynamic and Input-Output Approaches. Journal Environmental Modelling and Software 16:545-557. Moen AN. 1973. Wildlife Ecology. An Analitycal Approach, Cornell University, W.H, Freaman and Company, San Francisco. Munasinghe M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. World Bank Environmental Paper No.3. The World Bank, Washington DC, Washington. Mufti LT. 2009. Penilaian Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove di Pesisir Pulau Kaledupa Kabupaten Wakatobi. [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Surabaya. Murdyatmaka W. 2008. Analisis Spasial Homerange Banteng Bos javanicus Di Luar Kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Balai Taman Nasional Alas Purwo. National Round Table on the Environment and the Economy NRTEE. 1999. Sustainable Strategies for Oceans : Co-Management Guide. Canada. Nikijuluw VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional. PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. Njaya F. 2007. Governance Challenges for the Implementation of Fisheries Co- Management : Experiences from Malawi. International Journal of the Commons 11:137- 153. Nugroho RA. 2002. Studi Pakan Banteng dengan Metode Analisis Kotoran di Padang Penggembalan Sadengan Taman Nasional Alas Purwo. Skripsi. Program Studi Biologi Fakultas Biologi Universitas Atmajaya. Yogyakarta. Nyhus P, Tilson R. 2004. Agroforestry, elephants, and tigers : balancing conservation theory and practice in human-dominated landscapes of Southeast Asia. Journal Agriculture, Ecosystems and Environment 104: 87-97. Pairah. 2007. Tumpang Tindih Relung Ekologis Banteng Bos javanicus d’Alton 1832 dan Rusa Timor Rusa timorensis, Blainville 1822 di Padang Penggembalaan Sadengan, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur [tesis]. Program Studi Ilmu Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Purwanti F, Alikodra HS, Basuni S, Soedharma D. 2008. Pengembangan Co- Management Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Ilmu Kelautan 133:159 –166. Pudyatmoko S, Djuwantoko, Sabarno S. 2007. Evidence of Banteng Bos javanicus Decline in Baluran National Park, Indonesia. Journal of Biological Sciences 76:854-859. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Pleffer M.J, Schelhas JW, Leyla DA. 2001. Forest Conservation, Value Conflict, and Interest formation in Honduras National Park [journal]. Rural Sosiology 663:382-402. Primack RB, Supriatna J, Indrawan M dan Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Purnomo H. 2005. Teori Sistem Komplek, Pemodelan, dan Simulasi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Purwanti R. 2007. Pendapatan Petani Dataran Tinggi Sub DAS Malino Studi Kasus Kelurahan Gantarang Kabupaten Gowa. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan 43: 257-269. Pomeroy RS, Katon BM, Harkes I. 2001. Condition Affecting the Success of Fisheries Co-management : Lessons from Asia [journal]. Marine Policy 25:197-208. Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi konsep perencanaan strategis untuk menghadapi abad 21. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rodgers W.A, Nabanyumya R., Mupada E, Persha L. 2002. Community Conservation of Closed Forest Biodiversity in East Africa: can it work ?. Journal Unysilva 209, 53:41-47. Reed MS, Graves A, Dandy N, Posthumus H, Hubacek K, Morris J, Prell C, Quinn CH, Stringer LC. 2009. Who’s in and why ? A typology of stakeholder analysis methods for natural resource management. Journal of Environmental Management 30 2009 1-17. Reksohadiprojo S. 1982. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta . Rukman D. 2009. Pembangunan Taman Nasional Kayan Mentarang. Laporan Lokakarya Pengelolaan Kolaboratif Sumberdaya Alam [prosiding]. Kerjasama Fakultas Ekologi Manusia IPB, WWF dan GTZ. Hlm 13-27. Sekartjakrarini S. 2003. Pengelolaan dan Pengembangan Eco-tourism di Taman Nasional. Makalah Seminar dan Lokakarya Pengembangan Model Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun. LIPI-JICA-BTNGH. Bogor. Suharti S. 2004. Implementasi Sosial Forestry Dalam Rangka Rehabilitasi Lahan di Taman Nasional Meru Betiri- Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 13:345-355. Somerville P. 1998. “Explanations of Social Exclusion : where does housing fit in?” [journal]. Housing Study 136:761-780. Suratmo FG. 1980. Pengertian Dasar Taman Nasional. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Soerianegara, I dan Indrawan A. 1982. Ekologi Hutan Indonesia, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Suporahardjo, 2005. Manajemen Kolaborasi: Memahami Pluralisme Membangun Konsensus. Pustaka Latin. Bogor. Siubelan H, Garsetiasih R. 2003. Control of Invasive Species Acacia Nilotica in Baluran Nasional Park. Paper presented in Conference of The Asia Pacific Forest Invasive Species in Kunming-China. Slamet Y. 2008. Metode Penelitian Sosial. Lembaga Pengembangan Pendidikan LPP dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS UNS Press Universitas Sebelas Maret Surakarta. Saharia. 2009. Konsep Pengembangan Co-Management Untuk Melestarikan Taman Nasional Lore Lindu. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sawitri R dan Takandjandji M. 2010. Laporan Tahunan Kajian Keanekaragaman Genetik Banteng. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Bogor. Tidak Diterbitkan Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Semiadi G, Nugraha RTP. 2004. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. Setyowati, FM. 2007. Keanekaragaman Pemanfaatan Tumbuhan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuseur . http:ejournal.unud.ac.idabstraktngl_francisca20_sdh_20rtf.pdf.2007 Bidang Botani, Puslit. Biologi – LIPI Diakses 12 April 2012. Suyono, IM. Studi Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Dengan Tumbuhan Obat Di Taman Nasional Baluran. Online http:www.balurannationalpark.web.id?mod=developmentcmd=develo pment_detailprodetid=330 Diakses 12 April 2012. Suharto E. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial Pekerjaan Sosial. PT Refika Aditama. Bandung. Susetyo S, Hartini, Kismono dan Sudarmadi. 1970. Petunjuk Cara Pengukuran Daya Tampung. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor. Susetyo S. 1980. Padang Penggembalaan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Sutrisno E. 1990. Analisis Potensi dan Peranan Savana Sebagai Komponen Habitat Satwa di Taman Buru Pulau Moyo [jurnal]. Santalum 5 : 1-23. Syarif NR. 2010. Tipologi Habitat Kedawung Parkia timoriana DC. Merr Di Zona Rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur [tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tadjudin D. 2000. Manajemen Kolaborasi. Pustaka Latin. Bogor . Trippensee RE.1953. Wildlife Management. 2 Vols, New York : McGraw-Hill Books Co. World Commission on Environment and Development. 1988. Hari Depan Kita Bersama. Sumantri, B. Alihbahasa. PT Gramedia, Jakarta. Terjemahan dari :Our Common Future. Wulan YC, Yasmi C, Purba C, Wollenberg E. 2004. Analisa Konflik Sektor Kehutanan di Indonesia 1997–2003. Bogor. Center for International Forestry Research CIFOR. Wood ME, Gatz F and Lindberg K. 1991. The Ecotourism Society : An Action Agenda paper. Symposium of Ecotourism and Resources Conservation. Madison : Omnipress. Wood ME. 1998. Meeting the Global Challenge of Community Participation in Ecotourism : case studies and lessons from Ecuador. Arlington : The Nature Conservancy. Yatap H. 2008. Pengaruh Peubah Sosial Ekonomi terhadap Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Bogor [tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Zhang L and Wang N. 2003. An Initial Study on Habitat Conservation of Asian Elephant Elephas maximus, with a Focus on Human Elephant Conflict in Simao, China. Journal Biological Conservation 112:453-459. WWF-Indonesia, MFP Dephut DFID. 2006. Kemitraan dalam Pengelolaan Taman Nasional: Pelajaran untuk Transformasi Kebijakan. Prolog: Merajut Kesenjangan antara Konservasi Sumberdaya Alam dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. WWF-Indonesia, MFP Dephut DFID. Jakarta . Zuhud EAM dan Haryanto. 1991. Prosiding Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat dari Hutan Tropis Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Diterbitkan. Zuhud EAM. 2007. Sikap Masyarakat dan Konservasi. Suatu Analisis Kedawung Parkia timoriana DC Merr. Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri [disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.