Tabel 22 Lanjutan-7
Bentuk kegiatan Tingkat
kolaborasi Argumentasijustifikasi
Programkegiatanupayatahun pencapaian
Kendala
Harapan Advokasi
- Sudah terlibat bentuk kolaborasi dalam
tingkat kooperatif -
Stakeholders sudah bekerjasama dan berbagi peran dan tanggung jawab
dengan TN -
Kegiatan yang berjalan belum dapat meningkatkan ekonomi masyarakat
secara optimal -
Stakeholders berkeinginan mengusulkan peningkatan kewenangan
dalam pemilihan jenis komoditi yang dikembangkan di zona rehabilitasi
- Stakeholders sudah dapat meningkatkan
kapasitasnya dalam diversifikasi produk seperti produk kripik nangka, pisang dan
tanaman obat dengan kemasan yang lebih baik
- Permenhut Nomor P.19 Menhut-II2004
tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan
Pelestarian Alam -
Prediksi waktu yang dibutuhkan dari tingkat
kooperatif ke advokasi selama empat tahun dengan
tahapan :
- Stakeholders diberi
kewenangan dalam menentukan jenis komoditi
sesuai aturan yang lebih bernilai ekonomi dengan
tetap mempertahankan kelestarian ekosistem TN
- TN meningkatkan koordinasi
dengan Dinas Perindustrian , Dinas Perdagangan dan LSM
untuk meningkatkan keterampilan masyarakat
selama satu tahun
- Program kegiatan penyuluhan
untuk meningkatkan hasil panen tanaman semusim dan
tanaman obat dan buah oleh penyuluh terkait Dinas
Pertanian, Kehutanan dan Pertanian selama satu tahun
- Peningkatan sarana
pengolahan hasil panen, promosi dan pemasaran
produk hasil panen selama dua tahun
- Kegiatan peningkatan
kapasitas masyarakat masih rendahbelum
optimal -
Masih ada kekhawatiran dari TN
jika stakeholder diberi kewenangan yang lebih
tinggi
151
Tabel 22 Lanjutan-8
Bentuk kegiatan Tingkat
kolaborasi Argumentasijustifikasi
Programkegiatanupayatahun pencapaian
Kendala Pengembangan tanaman obat dan buah di TNAP Faktual
Instruktif - Kasus di TNAP: Kerjasama antara TN,
masyarakat dan LSM dalam pengelolaan zona rehabilitasi kawasan bekas
penyangga telah selesai. Tahun 2011, masyarakat dilarang berkegiatan di zona
bekas penyangga
- Belum dibangun kembali kolaborasi
- Masyarakat masih sangat berkeinginan
untuk kembali mengelola kawasan bekas penyangga dengan tanaman MPTS
- Semua keputusan dalam pengelolaan
zona rehabilitasi ada di TN -
Status tanaman jati pada kawasan bekas penyangga
masih dalam pembahasan dengan Perum Perhutani
yang sebelumnya diberi tanggung jawab dan
kewenangan sebagai pengelola kawasan bekas
penyangga -
Masih belum ada kesepakatan yang
tertulis antara Perum dan TN
152
Berdasarkan hasil AHP dan hasil pengamatan di lapangan terhadap tingkat co-management
program kegiatan terdapat sedikit perbedaan dalam menentukan tingkattipebentuk co-management. Berdasarkan AHP tingkat co-management
untuk kegiatan pembinaan habitat berada pada tingkat instruktif padahal secara faktual berada pada tingkat konsultatif dan harapannya dapat ditingkatkan lagi
sampai pada tingkat kooperatif. Selanjutnya program kegiatan pengembangan penangkaran dari instruktif dapat dilakukan secara kooperatif, bahkan
pengembangan penangkaran dapat ditingkatkan pada tingkattipe informatif. Perbedaan dalam menentukan tingkat co-management tersebut terjadi karena
dalam AHP hanya didasarkan pada definisi dan konsep dari masing-masing tingkat co-management tanpa melihat karakteristik dan faktual di lapangan. Tetapi
hasil AHP tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan banteng pada prinsipnya harus dilakukan secara kolaboratif
Dari hasil analisis stakeholders, AHP dan analisis SWOT di TNMB dan TNAP dihasilkan matrik teknis kelembagaan co-management konservasi banteng.
Kepentingan stakeholders, fungsi dan mekanisme serta aturan yang dibutuhkan dalam kelembagaan co-management disajikan pada Tabel 23.
Kesepakatan co-management yang akan dibangun dalam pelaksanaannya harus dikawal dan dievaluasi secara terus menerus. Hal ini dimaksudkan untuk
memperbaiki jika ada kekurangan karena co-management merupakan proses saling belajar yang hasilnya dapat diterapkan untuk perbaikan ke depan dalam
pengelolaan sumberdaya alam Borrini-Feyerabend et al. 2000. Co-management tidak mudah diterapkan jika para stakeholders tidak konsisten dengan komitmen
dan kesepakatan yang sudah dibangun, sehingga partisipasi penuh stakeholders akan menentukan keberhasilan co-management Rodgers et al. 2002. Lemahnya
partisipasi dan komitmen dalam co-management seperti di TN Kayan Mentarang, menyebabkan pengelolaan kolaboratif yang dibangun selama sepuluh tahun belum
berjalan secara optimal Rukman 2009.
Tabel 23 Matrik teknis pengelolaan dalam kelembagaan co-management di TNMB dan TNAP
No Stakeholder
Kepentingan Utama
PeranFungsi Mekanisme
Aturan
1 Masyarakat
Memenuhi kebutuhan
hidup dari pemanfaatan
SDA Taman Nasional
Pemelihara sekaligus
memanfaatkan SDA dari zona
pemanfaatan • Melalui
pendampingan oleh LSM dan BTN
• Ikut dalam pembinaan habitat
sebagai pelaksana di lapang,
pengembangan tanaman obat dan
buah melalui penanaman dan
pemanfaatan, ekowisata sebagai
pelaksana kegiatan guide dan penyedia
cendera mata serta pemanfaat semen
banteng melalui IB SK Dirjen
PHKA, MOU, aturan
kelompok masyarakat
contoh : penentuan
jenis tanaman yang ditanam
di zona rehabilitasi
2. BTMB dan
BTAP Mengelola
kawasan TN dalam
melestarikan Banteng
• Pemegang otoritas dan tanggung
jawab dalam pengelolaan
kawasan pelestarian
banteng
• Penyedia dana • Penyedia SDM
• Melaksanakan KISS koordinasi,
integrasi, sinergitas dan
sinkronisasi dengan
stakehoder
s Rencana jangka
pendek , menengah dan panjang dalam
penyedia dana, SDM dan peraturan –
peraturan teknis SK Dirjen
PHKA, SK BTN, MOU
3 Perkebunan
TNMB Menjaga
kelangsungan produksi usaha
perkebunan • Melaksanakan
KISS dengan TN • Penyedia dana,
mengelola kawasan kebun
dengan memberdayakan
masyarakat sekitar
• Berkontribusi dalam pembinaan
habitat • Pengembangan
ekowisata yang terkait banteng
Rencana jangka pendek , menengah
dan panjang dalam penyedia dana, SDM,
sarpras dan peraturan - peraturan teknis
SK Direksi Perkebunan,
MOU
4. Perum Perhutani
TNAP Meningkatkan
produktivitas hasil hutan
dalam kawasan yang dikelolanya
• Melaksanakan KISS dengan TN
• Penyedia dana, mengelola kawasan
hutan produksi dengan
memberdayakan masyarakat
Rencana jangka pendek , menengah
dan panjang dalam penyedia dana, SDM
dalam peraturan teknis SK Direksi
Perum Perhutani,
MOU
Tabel 23 Lanjutan-1
No Stakeholder
Kepentingan Utama
PeranFungsi Mekanisme
Aturan
• Berkontribusi dalam pembinaan
habitat • Pengembangan
ekowisata yang terkait banteng
5. LSM
Pendampingan advokasi
masyarakat, Pelestarian
SDA Mitra TN dalam
pengelolaan kawasan dan
banteng melalui penyuluhan untuk
merubah sikap dan persepsi terhadap
banteng, pendampingan
dalam kegiatan ekowisata,
pengembangan tanaman obat dan
buah Melaksanakan
koordinasi dalam menentukan rencana
kerja BTN dan rencana LSM, dalam
pemilihan jenis tanaman, penentuan
luas lahan bagi masyarakat,
memberikan informasi kepada TN
MOU
6 BBIB
Balai Besar Inseminasi
Buatan Pengembangan
genetik sapi bali • Mitra dalam
pengembangan pemanfaatan
genetik banteng • penyedia dana
dan teknologi IB Inseminasi
buatan Pemanfaatan genetik
banteng dikoordinasi dengan BTN , Balai
TN menyediakan indukan, teknologi
dan pelaksanaan pengambilan semen
serta pelaksanaan dan pemanfaatan semen
dilakukan oleh BBIB SK Dirjen
PHKA tentang
Pemanfaatan banteng
MOU
7 Instansi
teknis PEMKAB
Dinas Kehutanan
Perkebunan, Pertanian,
peternakan, pariwisata
Menyelenggara kan
pemerintahan sesuai
sektornya masing-masing
Melaksanakan pelayanan pada
masyarakats di masing-masing-
sektornya melalui penyuluhan,
menyediakan informasi dan
membantu pelaksanaan
implementasi program kegiatan
Co-management Melakukan
koordinasi dengan BTN, LSM dan
lembaga desa dalam pelaksanaan kegiatan
penyuluhan, perijinan,penyediaan
informasi dalam kegiatan co-
management
yang dilakukan oleh
stakeholders terkait
konflik Kesepakatan
dengan stakeholders
terkait konflik sesuai
kebutuhan dalam
implementasi program
kegiatan
Peran dan fungsi serta kewenangan stakeholders akan menghasilkan teknis manajemen kolaboratif untuk masing-masing program kegiatan yang telah
ditentukan. Setiap pogram kegiatan harus dipayungi dengan Surat Keputusan SK Dirjen PHKA dan secara teknis ditindaklanjuti dengan surat keputusan tentang
kelembagaan kolaboratif di taman nasional oleh kepala taman nasional dalam bentuk surat keputusan bersama dan dijabarkan dalam MOU antar stakeholders
yang terlibat dengan kegiatan tertentu. Atas dasar SK bersama antar lembaga yang berkepentingan, dibuat MOU untuk masing-masing kegiatan, hal ini dikarenakan
tidak semua stakeholders ikut dalam program kegiatan yang sama. Kelembagaan kolaboratif perlu dibentuk sebagai wadah organisasi yang
berfungsi koordinatif dan konsultatif untuk kegiatan co-management agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat memberi kontribusi terhadap konservasi TN
dan kesejahteraan masyarakat Purwanti et al. 2008. Matrik peran dan lembaga terkait dalam mengoptimalkan fungsi co-management untuk optimalisasi program
kegiatan konservasi banteng disajikan dalam Tabel 24. Tabel 24
Matrik peran dan lembaga dan stakeholders dalam manajemen kolaborasi penyelesaian konflik banteng di TNMB dan TNAP
No. Fungsi
Manajemen ProgramKegiatan
Peran dan Stakeholders Kerkait Konflik
Tidak Terkait Konflik
Balai Taman Nasio
n al
Mas y
ara k
at LSM
Per hut
an i
p erk
eb un
an D
ishu tbun
B appe
da Dinas
Pertania n
P ete
rn ak
an Dinas
Pariwisata Balai Besar
Inse minasi
Buatan A. Perencanaan
1,2,3,5 1,5 4 1,3,5 3,5 1,2,5 4,5 2,4,5 1,2,4,5
B. Pengorganisasian 1,3,4 1,3,5 1,2,3,4 2,3,5 2,3,4,5 4
4 4
4 C. Pelaksanaan
1,2,5 5
4,5 2,5 2,5
- 2,4,5 2,4,5 2,4,5
D. Pengawasan 1,2,5
5 5
5 -
- 5
5 5
Keterangan : 1. Inisiator, 2. Penyediaan dana, 3. Regulator, 4. Pendampingan, dan 5. Pelaksanaan Kegiatan
Fungsi-fungsi manajemen untuk melaksanakan program kegiatan seperti perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan evaluasi dilakukan secara berulang-ulang
sesuai dengan tingkatan capaian hasil pelaksanaan program dan merupakan siklus putaran yang berkelanjutan. Siklus ini tidak hanya terjadi dalam fungsi-fungsi
manajemen namun dimungkinkani untuk meninjau program kegiatan yang sedang berlangsung sampai tercapainya pengelolaan ekosistem, biofisik dan sosial
ekonomi, peningkatan populasi, fungsi dan pemanfaatan banteng dalam konteks pelestarian taman nasional yang berkelanjutan.
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan
1. Pelestarian populasi banteng di taman nasional diantaranya ditentukan oleh keberadaan dan pengelolaan areal padang penggembalaan. Potensi habitat
padang penggembalaan sebagai penyedia pakan banteng di TNMB dan TNAP termasuk rendah, baik dari aspek kualitas yaitu rendahnya kandungan nutrisi
pakan maupun aspek kuantitas yaitu kecilnya luasan padang penggembalaan sehingga daya dukung habitat pakan pada musim kemarau juga rendah.
Rendahnya daya dukung menjadi penyebab keluarnya banteng dari taman nasional ke areal perkebunan, lahan masyarakat dan ke kawasan hutan
perhutani yang kemudian menjadi sumber konflik. 2.
Kondisi ekonomi masyarakat sekitar TNMB yang diindikasikan dari pendapatan masyarakat dari hasil kebun berada di bawah Upah Minimum
Regional UMR yaitu berkisar antara Rp. 332.000,- sampai Rp. 617.000,- per KK per bulan , sedangkan UMR regional Kabupaten Jember yaitu sebesar
Rp. 875.000,-. Pendapatan masyarakat sekitar TNAP Rp. 885.000,- sampai Rp. 1.445.000,- per KK per bulan dengan UMR Kabupaten Banyuwangi
sebesar Rp. 865.000,-. Gangguan banteng pada lahan masyarakat sekitar kawasan menyebabkan penurunan hasil tanaman sampai 50 . Gangguan
tersebut juga menjadi pemicu konflik dalam konservasi banteng. 3. Persepsi masyarakat sekitar kawasan TNMB dan TNAP terhadap fungsi dan
manfaat taman nasional adalah positif karena sebagian masyarakat masih memanfaatkan sumberdaya taman nasional seperti mengambil madu dan
kayu. Persepsi masyarakat terhadap manfaat pelestarian banteng masih rendah, dimana lebih dari 60 menyatakan bahwa banteng belum dapat
memberikan manfaat secara langsung. 4. Rendahnya daya dukung habitat pakan banteng , rendahnya pendapatan dan
persepsi masyarakat sekitar kawasan TNMB dan TNAP terhadap konservasi banteng serta adanya enclave dalam kawasan menyebabkan terjadinya konflik
masyarakat dengan pengelola taman nasional di dalam dan sekitar TN. Untuk menyelesaikan konflik tersebut diperlukan sistem pengelolaan secara
kolaboratif antar pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan konservasi banteng dalam bentuk kelembagan kolaboratif. Kegiatan utama
kelembagaan kolaboratif adalah membangun sumber-sumber ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan ekologis banteng
melalui peningkatan kualitas habitat padang penggembalaan, pengembangan penangkaran, pengembangan ekowisata dan pengembangan tanaman obat
dan buah. 5. Stakeholders inti yang terkait langsung dengan konflik konservasi banteng
yaitu BTNMB, BTNAP sebagai key player, Perkebunan Bandealit sebagai context setter
, Perum Perhutani key player, dan masyarakat sekitar kawasan sebagai subyek, serta LSM di TNAP sebagai context setter dan di TNMB
sebagai key player. Aktor yang paling berperan dalam konservasi banteng yaitu pengelola BTN, karena taman nasional berfungsi sebagai ekosistem
habitat banteng. Stakeholders tidak terkait langsung dengan konflik tetapi dapat berkontribusi dalam kegiatan co-management adalah Dinas Pertanian
dan Kehutanan, Dinas Peternakan, Dinas Pariwisata serta Balai Besar Inseminasi Buatan BBIB.
6. Prioritas program kolaborasi dalam pengelolaan dan konservasi banteng di taman nasional secara berurutan adalah : 1 peningkatan kualitas habitat
padang penggembalaan, dengan kondisi faktual berada dalam tingkat kolaborasi konsultatif. Sedangkan tingkat kolaborasi harapan dengan
dibangunnya kegiatan kolaboratif akan meningkat menjadi kooperatif melalui strategi kegiatan pengamanan kawasan, pembinaan habitat, dan penyuluhan;
2 pengembangan penangkaran tingkat kolaborasi faktual adalah instruktif, sedangkan tingkat kolaborasi harapan dari hasil kolaboratif adalah berada di
tingkat informatif dengan strategi kegiatan yaitu pemanfaatan sumberdaya banteng, teknologi dan pasar, pembuatan demplot, serta kerjasama para
pihak; 3 pengembangan ekowisata secara faktual berada pada tingkat kolaborasi konsultatif dan harapan kedepan dapat mencapai tingkat
kolaborasi advokatif dengan strategi kegiatan yaitu pembangunan sarpras, peningkatan pendanaan, koordinasi dan penyamaan persepsi; 4
pengembangan tanaman obat dan buah kondisi faktual berada pada tingkat
kolaborasi kooperatif dan harapannya dapat meningkat menjadi advokatif dengan strategi kegiatan pemanfaatan SDA hayati, diversifikasi jenis
tanaman, kerjasama para pihak.
6.2. Saran
1. Untuk meningkatkan daya dukung habitat padang penggembalaan sebagai salah satu teknik pengelolaan populasi dan konflik konservasi banteng
disarankan untuk menanam jenis-jenis rumput lokal yang potensial dan disukai banteng seperti kolonjono Hierochloe horsfieldi Max., paitan
Paspalum conjugatum Berg., grinting Paspalum longipolia Roxb, lamuran Andropogon coricocus L. dan putian Andropogon pertutus L.
2. Peningkatan sosial
ekonomi masyarakat sebagai upaya pencegahan konflik
dalam konservasi banteng dan taman nasional, perlu dilakukan peningkatan produktivitas lahan yang dikelola masyarakat sekitar TN. Peningkatan
produktivitas lahan melalui pemupukan dan pemeliharaan tanaman, pemilihan jenis komoditas bernilai ekonomi seperti kemiri, kedawung, petai,
cabe jawa, durian, nangka, kacang hijau dan kacang kedelai yang didukung oleh kelembagaan kolaboratif dalam hal pengolahan hasil pasca panen dan
pemasaran. 3. Perlu segera membangun dan meningkatkan kelembagaan kolaboratif
pembinaan habitat, pengembangan tanaman obat dan buah melalui SK KBTN, MOU dan aturan kelompok masyarakat. Pengembangan penangkaran
banteng melalui SK Dirjen PHKA, MOU dan kesepakatan dengan stakeholders;
pengembangan ekowisata melalui SK KBTN, SK Direksi Perkebunan, SK Direksi Perum Perhutani dan MOU.
4. Dalam membangun kelembagaan kolaboratif , para pihak harus melakukan kegiatan pokoknya yaitu mengatasi konflik konservasi banteng sesuai aturan
yang disepakati serta melakukan sosialisasi kegiatannya kepada pihak lain yang menaruh perhatian terhadap konservasi banteng. Sosialisai harus
dilakukan secara intensif untuk meningkatkan persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap konservasi banteng.
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. 1979. Dasar-dasar Pengelolaan Margasatwa. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Alikodra HS. 1983. Ekologi Banteng Bos javanicus di Taman Nasional Ujung Kulon [disertasi]. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.
Alikodra HS. 1987. Manfaat Taman Nasional Bagi Masyarakat di Sekitarnya. Media konservasi I 3:13-20.
Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwaliar Jilid 1. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Alikodra HS. 2009. Manajemen Konflik Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan. Bahan Kuliah SECEM. Pusdiklat Bogor.
Alikodra HS. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar Dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Institut Pertanian
Bogor Press. Alikodra HS. 2011. Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Suatu Upaya
untuk Menyelamatkan Bumi dari Kerusakan. Adhawati SS. 1997. Analisis Ekonomi Pemanfaatan Lahan Pertanian Dataran
Tinggi di Desa Parigi Hulu DAS Malino Kabupaten Goa [tesis] . Program Pascasarjana Universitas Hasanudin. Makasar.
Anonimous. 2006. Ekologi dan Konservasi Banteng Di Taman Nasional Meru Betiri. Laporan Tahunan Penelitian Pusat Litbang Hutan dan Konservasi
Alam. Bogor. Tidak dipublikasikan. Anonimous. 2002. The Use of Economic Valuation for Protected area
Management in The Lower Mekong : A review of lessons and experience :22pp
Anggorodi R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Jakarta. Awang AS. 2006. Tiga Puluh Lima Persen Masyarakat Sekitar Hutan Miskin.
http:www.tempointeraktif.comhgekbis20060819brk.20060819- 82218.id.html
. Diakses 9 Agustus 2010.
BTNGP Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2001. Menuju Pengelolaan Partisipatif dan Kolaboratif.
BTNAP Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2005. Rencana Stratejik Taman Nasional Alas Purwo 2005 – 2009. Direktorat Jenderal Pelestarian Hutan
Konservasi Alam. BTNMB Balai Taman Nasional Meru Betiri. 2007. Inventarisasi Populasi
Banteng . Balai Taman Nasional Meru Betiri, Jember. BTNMB Balai Taman Nasional Meru Betiri. 2009. Identifikasi dan Inventarisasi
Banteng Terpadu 3 SPTN. Balai Taman Nasional Meru Betiri. Jember
BTNAP Balai Taman Nasional Alas Purwo 2006. www.ultimate.ungulate.com
. Diakses 24 Februari 2012.
Bismark M, Garsetiasih R, Iskandar S, Subiandono E, Sawitri R dan Heriyanto .NM. 2003. Daya Dukung Habitat Sebagai Parameter Dominan Dalam
Pengelolaan Populasi Satwaliar Di Alam. Paket Teknologi. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam . Bogor
Bismark M. 2008. Biologi Konservasi Bekantan Nasalis larvatus Wurmb. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Jakarta. Borrini-Feyerabend G. 1996. Collaboratif Management of Protected Areas :
Tailoring the Approach to the Context . Issues in Social Policy. IUCN. Gland Switzerland.
Borrini-Feyerabend G, Farvar MT, Nguinguiri JC, Ndangang VA. 2000. Co- Managementof Natural Resources : Organising, Negotiating and Learning
by-Doing. GTZ Germany and IUCN Regional Office for Central Afrika ROCA.
http:www.mekonginfo.orgassetsmidocs0002162- environment-co-management-of-natural-resources-organising-negotiating-
and-learning-by-doing.pdf . Diakses 19 Desember 2010.
BPS Biro Pusat Statistik Indonesia. 2007. Tingkat Kemiskinan di Indonesia tahun 2007. Berita Resmi Statistik No .3807Th.X, 2 Juli 2007.
BPS Biro Pusat Statistik Indonesia. 2010. Statistik Indonesia. Bungin B. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi , Ekonomi, Kebijakan Publik,
dam Ilmu Sosial lainnya. Kencana Prenada Media Group Jakarta. Brown AJ. 2002. Collaborative Governance versus Constitutional Politics:
Decicion Rules for Sustainability from Australia’s South East Queenland Forest Agreement [journal]. Environmental Science Policy 5:19-32.
Bowen GA. 2005. Local Level Stakeholder Collaboration : A Substantive Theory of Community Driven Development . Journal of Community Development
Society 362:73-87. Castro AP, Nielson E.2001. Indigenous People and Co-management : implication
for conflict management [journal]. Environmental Science Policy 4:229- 239.
Claridge G. dan O’Callaghan B.1995. Community Involvement in Wetland Management : Lesson from the field. Incorporating the Proceedings of
Workshop 3: Wetlands, Local People and Development of International Conference on Wetlands and Development. Kuala Lumpur, Malaysia. 9 –
13 October 1995.
Conley A, Moote A. 2001. Colaborative Conservation in Theory and Pratice : A Literature Review. Udall Centre for Studies in Public Policy. University of
Arizona. Tuscon Arizona. Coser L. 1956. The Functions of Social Conflict. The Free Press. New York.
Dashman RF. 1964. Wildlife Biology. John Wiley Sons Inc. New York. London. Sydney. pp 55-70.
Dashman RF. 1981. Wildlife Biology. John Wiley Sons Inc. New York. Durand, M. and Kawashima R. 1980. Infuence of minerals in rumen microbial
digestion, p.375-408. In : Digestive Physiology and Metabolism in Ruminant Y. Ruckebusch and P.Thivend eds. MIP Press Limited,
Lancaster, England.
Dunn WM. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Departemen Kehutanan. 1990. Undang-Undang Nomor 5, Tahun 1990. Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan
satwaliar. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta : 88 hlm. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang pemanfaatann jenis tumbuhan dan satwaliar. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta : 88 hlm.
Departemen Kehutanan. 2008. Peraturan Menteri Kehutanan No P.48Menhut- II2008 tentang Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwaliar.
Departemen Kehutanan. 2006. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56 Menhut- II2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional.
Departemen Kehutanan. 2004. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19Menhut- II2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam. DFID UK Department for International Development. 2001. DFID Sustainable
Livelihoods Guidance Sheets, London, DFID. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2007. Buku
Informasi 50 Taman Nasional di Indonesia. Departemen Kehutanan, Jakarta.
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2004. Analisa Standar Minimal Pengelolaan Kawasan Konservasi. Laporan Akhir.
Direktorat PHKA. Departemen Kehutanan, Jakarta. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. 2010. Planologi Kehutanan Tahun
2009. Kementerian Kehutanan, Jakarta. Dixon JA. 1998. Teknik Penilaian Ekonomi Terhadap Lingkungan. Terjemahan
UGM Press. Yogyakarta. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2009. Pedoman
Pembangunan Model DAS Mikro MDM. Kementerian Kehutanan, Jakarta.
Djuwantoko. 1986. Pemanfaatan Satwaliar di Hutan Tanaman Industri. Makalah Seminar. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Fennel DA. 1999. Ecotourism : An Introduction. New York : Routledge. Fisher RJ, Ludin S, Williams S, . Abdi ID dan Smith R. 2001. Mengelola
Konflik Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak Edisi Bahasa Indonesia. SMK Grafika Desa Putra. Jakarta.
Fisher RJ. 1995. Collaborative Management of Forest for Conservation and Development. International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources IUCN and World Wide Fund For Nature WWF. Furze B, Lacy TD and Birckhead J. 1997. Culture, Conservation and Biodiversity.
Chichester : John Wiley Sons. Heriyanto NM, Garsetiasih R dan Subiandono E.2006. Pemanfaatan Sumberdaya
Hutan oleh Masyarakat Lokal di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 33:297- 308.
Heriyanto NM. 2007. Keanekaragaman Jenis Pohon yang Berpotensi Obat di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan
konservasi Alam 31:55-64. Heriyanto NM, dan Muhktar AS. 2011. Kerugian Masyarakat Akibat Gangguan
Satwaliar Di Sekitar Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 81:55-63.
Hibbard M and Tang CC. 2004. Sustainable Community Development: A Social Approach from Vietnam. Journal of Community Development Society 35
2:87-104. Hoogerwerf. 1970. Ujung Kulon, The Land of The Last Javan Rhinoceros. E. J
Brill. Leaden. IUCN . International Union for th Conservation of Nature and Natural Resources. 2006. IUCN Red List of Threatened Species.
http:redlist.orgsearchdetails.php?species= 2888 . Diakses 25 September
2010. Hermawan TT, Affianto A, Susanti A, Soraya E, Wardhana W dan Riyanto S.
2005. Pemanfaatan Ruang dan Lahan di Taman Nasional Gunung Ciremai. Suatu Rancangan Model. Pustaka Latin. Bogor
. Indrawan M., Primack RB, Suprianto.J. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta. IUCN International Union for Conservation of Nature and Natural resources,
1994. Guidelines for Protected Area Management Categories, IUCN and The Word Conservation Monitoring Centre, Gland, Switzerland and
Cambridge.UK.
IUCN International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 1997. Indigenous Peoples and Sustainability, IUCN Inter Commission
Task Force on Indigenous Peoples, Gland –Switzerland. IUCN International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.
The World Conservation Union. 2006. IUCN Red List of Threatened Species.
http:www.redlist.org . Diakses tanggal 13 Juli 2011.
Jum C and Oyono PR. 2005. Building Collaboration through Action Research: the case of Ottotomo Forest Reserve in Cameroon [journal]. International
Forestry Review 71:37-43. Karyono OK. 2005. Dampak Pengelolaan Taman Nasional terhadap Sosial
Ekonomi Masyarakat Desa Hutan Study Kasus Taman Nasional Gunung Halimun Sukabumi Jawa Barat. Info Sosial Ekonomi 51:9-23.
Kartawinata K, Soenarko S, Tantra IGM dan Samingan T. 1976. Pedoman Inventarisasi Flora dan Ekosistem. Direktorat Perlindungan dan
Pengawetan Alam, Bogor. Knight M, Tighe S. 2003. Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003 Coastal
Resources Center, University of Rhode Island. Narragansett, Rhode Island, USA.
Komarudin H. 1993. Dietary Overlap Rusa, Banteng dan Kerbau Liar dengan Analisis Kotoran. FONC Project Communication. Fakultas Kehutanan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kuswanda W. 2005. Analisis Karakteristik dan Pengelolaan Populasi Banteng
Bos Javanicus d’Alton 1832 Di Padang Penggembalaan Cidaon, Taman Nasional Ujung Kulon. Buletin Info Hutan Pusat Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam 23:193-204.
Kuswanda W, Mukhtar AS. 2006. Strategi Pengembangan Kelembagaan Zona Penyangga Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam 35:491-504. Lay Q. 2003. Community Participation in the Management of Nature Reserves:
experiences and lessons from China. Journal Unisylva 214215, 54:51-58. Mantra IB. 2000. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. P.T. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Malik I, Wijardjo B, Fauzi N, dan Royo A. 2003. Menyeimbangkan Kekuatan :Pilihan Strategi Menyelesaikan Konflik atas Sumberdaya Alam. Yayasan
Kemala. Jakarta. MacKinnon J.K, MacKinnon , Child G, Thorsell J. 1993. Pengelolaan kawasan
yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
McIlroy R.J. 1964. An Introduction to Tropical Grassland Husbandry. Oxford Univ. Press. Diterjemahkan Soesetyo, S. 1977. Pengantar Budidaya
Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita. Jakarta. 169 p. McIlroy RJ. 1977. Pengantar Budidaya padang rumput Tropika. Pradnya
Paramita. Jakarta. Moffatt I and Hanley N. 2001. Modelling Sustainable Development : Systems
Dynamic and Input-Output Approaches. Journal Environmental Modelling and Software 16:545-557.
Moen AN. 1973. Wildlife Ecology. An Analitycal Approach, Cornell University, W.H, Freaman and Company, San Francisco.
Munasinghe M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. World Bank Environmental Paper No.3. The World Bank, Washington
DC, Washington. Mufti LT. 2009. Penilaian Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove di Pesisir
Pulau Kaledupa Kabupaten Wakatobi. [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Surabaya.
Murdyatmaka W. 2008. Analisis Spasial Homerange Banteng Bos javanicus Di Luar Kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Balai Taman Nasional Alas
Purwo. National Round Table on the Environment and the Economy NRTEE. 1999.
Sustainable Strategies for Oceans : Co-Management Guide. Canada. Nikijuluw VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat
Pemberdayaan dan Pembangunan Regional. PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta.
Njaya F. 2007. Governance Challenges for the Implementation of Fisheries Co- Management : Experiences from Malawi. International Journal of the
Commons 11:137- 153. Nugroho RA. 2002. Studi Pakan Banteng dengan Metode Analisis Kotoran di
Padang Penggembalan Sadengan Taman Nasional Alas Purwo. Skripsi. Program Studi Biologi Fakultas Biologi Universitas Atmajaya.
Yogyakarta.
Nyhus P, Tilson R. 2004. Agroforestry, elephants, and tigers : balancing conservation theory and practice in human-dominated landscapes of
Southeast Asia. Journal Agriculture, Ecosystems and Environment 104: 87-97.
Pairah. 2007. Tumpang Tindih Relung Ekologis Banteng Bos javanicus d’Alton 1832 dan Rusa Timor Rusa timorensis, Blainville 1822 di Padang
Penggembalaan Sadengan, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur [tesis]. Program Studi Ilmu Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Purwanti F, Alikodra HS, Basuni S, Soedharma D. 2008. Pengembangan Co- Management
Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Ilmu Kelautan 133:159 –166.
Pudyatmoko S, Djuwantoko, Sabarno S. 2007. Evidence of Banteng Bos javanicus
Decline in Baluran National Park, Indonesia. Journal of Biological Sciences 76:854-859.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Pleffer M.J, Schelhas JW, Leyla DA. 2001. Forest Conservation, Value Conflict, and Interest formation in Honduras National Park [journal]. Rural
Sosiology 663:382-402.
Primack RB, Supriatna J, Indrawan M dan Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Purnomo H. 2005. Teori Sistem Komplek, Pemodelan, dan Simulasi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Purwanti R. 2007. Pendapatan Petani Dataran Tinggi Sub DAS Malino Studi Kasus Kelurahan Gantarang Kabupaten Gowa. Jurnal Penelitian Sosial dan
Ekonomi Kehutanan 43: 257-269. Pomeroy RS, Katon BM, Harkes I. 2001. Condition Affecting the Success of
Fisheries Co-management : Lessons from Asia [journal]. Marine Policy 25:197-208.
Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi konsep perencanaan strategis untuk menghadapi abad 21. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta. Rodgers W.A, Nabanyumya R., Mupada E, Persha L. 2002. Community
Conservation of Closed Forest Biodiversity in East Africa: can it work ?. Journal Unysilva 209, 53:41-47.
Reed MS, Graves A, Dandy N, Posthumus H, Hubacek K, Morris J, Prell C, Quinn CH, Stringer LC. 2009. Who’s in and why ? A typology of
stakeholder analysis methods for natural resource management. Journal of Environmental Management 30 2009 1-17.
Reksohadiprojo S. 1982. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta .
Rukman D. 2009. Pembangunan Taman Nasional Kayan Mentarang. Laporan Lokakarya Pengelolaan Kolaboratif Sumberdaya Alam [prosiding].
Kerjasama Fakultas Ekologi Manusia IPB, WWF dan GTZ. Hlm 13-27. Sekartjakrarini S. 2003. Pengelolaan dan Pengembangan Eco-tourism di Taman
Nasional. Makalah Seminar dan Lokakarya Pengembangan Model Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun. LIPI-JICA-BTNGH.
Bogor.
Suharti S. 2004. Implementasi Sosial Forestry Dalam Rangka Rehabilitasi Lahan di Taman Nasional Meru Betiri- Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam 13:345-355. Somerville P. 1998. “Explanations of Social Exclusion : where does housing fit
in?” [journal]. Housing Study 136:761-780. Suratmo FG. 1980. Pengertian Dasar Taman Nasional. Sekolah Pasca Sarjana
IPB. Bogor. Soerianegara, I dan Indrawan A. 1982. Ekologi Hutan Indonesia, Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Suporahardjo, 2005. Manajemen Kolaborasi: Memahami Pluralisme Membangun
Konsensus. Pustaka Latin. Bogor.
Siubelan H, Garsetiasih R. 2003. Control of Invasive Species Acacia Nilotica in Baluran Nasional Park. Paper presented in Conference of The Asia Pacific
Forest Invasive Species in Kunming-China. Slamet Y. 2008. Metode Penelitian Sosial. Lembaga Pengembangan Pendidikan
LPP dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS UNS Press Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Saharia. 2009. Konsep Pengembangan Co-Management Untuk Melestarikan Taman Nasional Lore Lindu. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Sawitri R dan Takandjandji M. 2010. Laporan Tahunan Kajian Keanekaragaman
Genetik Banteng. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Bogor. Tidak Diterbitkan
Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. PT.
Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Semiadi G, Nugraha RTP. 2004. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis. Pusat
Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. Setyowati, FM. 2007. Keanekaragaman Pemanfaatan Tumbuhan Masyarakat di
Sekitar Taman Nasional Gunung Leuseur . http:ejournal.unud.ac.idabstraktngl_francisca20_sdh_20rtf.pdf.2007
Bidang Botani, Puslit. Biologi – LIPI Diakses 12 April 2012. Suyono, IM. Studi Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Dengan Tumbuhan Obat Di
Taman Nasional Baluran. Online http:www.balurannationalpark.web.id?mod=developmentcmd=develo
pment_detailprodetid=330 Diakses 12 April 2012.
Suharto E. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial Pekerjaan Sosial. PT
Refika Aditama. Bandung. Susetyo S, Hartini, Kismono dan Sudarmadi. 1970. Petunjuk Cara Pengukuran
Daya Tampung. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor.
Susetyo S. 1980. Padang Penggembalaan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Sutrisno E. 1990. Analisis Potensi dan Peranan Savana Sebagai Komponen Habitat Satwa di Taman Buru Pulau Moyo [jurnal]. Santalum 5 : 1-23.
Syarif NR. 2010. Tipologi Habitat Kedawung Parkia timoriana DC. Merr Di Zona Rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur [tesis].
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tadjudin D. 2000. Manajemen Kolaborasi. Pustaka Latin. Bogor .
Trippensee RE.1953. Wildlife Management. 2 Vols, New York : McGraw-Hill Books Co.
World Commission on Environment and Development. 1988. Hari Depan Kita Bersama. Sumantri, B. Alihbahasa. PT Gramedia, Jakarta. Terjemahan
dari :Our Common Future. Wulan YC, Yasmi C, Purba C, Wollenberg E. 2004. Analisa Konflik Sektor
Kehutanan di Indonesia 1997–2003. Bogor. Center for International Forestry Research CIFOR.
Wood ME, Gatz F and Lindberg K. 1991. The Ecotourism Society : An Action Agenda paper. Symposium of Ecotourism and Resources Conservation.
Madison : Omnipress. Wood ME. 1998. Meeting the Global Challenge of Community Participation in
Ecotourism : case studies and lessons from Ecuador. Arlington : The Nature Conservancy.
Yatap H. 2008. Pengaruh Peubah Sosial Ekonomi terhadap Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, Bogor [tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Zhang L and Wang N. 2003. An Initial Study on Habitat Conservation of Asian
Elephant Elephas maximus, with a Focus on Human Elephant Conflict in Simao, China. Journal Biological Conservation 112:453-459.
WWF-Indonesia, MFP Dephut DFID. 2006. Kemitraan dalam Pengelolaan Taman Nasional: Pelajaran untuk Transformasi Kebijakan. Prolog: Merajut
Kesenjangan antara Konservasi Sumberdaya Alam dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. WWF-Indonesia, MFP Dephut DFID. Jakarta .
Zuhud EAM dan Haryanto. 1991. Prosiding Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat dari Hutan Tropis Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Diterbitkan. Zuhud EAM. 2007. Sikap Masyarakat dan Konservasi. Suatu Analisis Kedawung
Parkia timoriana DC Merr. Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri [disertasi]. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.