Pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di

Sejalan dengan penelitian Juliani 2007, pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan menyimpulkan motivasi intrinsik berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana dan menyarankan perlunya penataan dan pengembangan sumber daya keperawatan serta diperlukan adanya imbalan reward untuk menimbulkan motivasi intrinsik yang disertai dengan implementasi motivasi ekstrinsik, demikian juga hasil penelitian Nelfiyanti 2009 di Rumah Sakit Haji Medan menyimpulkan bahwa motivasi intrinsik perawat berpengaruh signifikan terhadap kelengkapan pengisian dokumentasi asuhan keperawatan.

5.2.2 Pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di

Rumah Sakit Bhayangkara Medan Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi ekstrinsik lebih banyak pada kategori sedang, yaitu sebanyak 38 orang 53,5. Keadaan ini mencerminkan bahwa motivasi ekstrinsik responden tentang pelaksanaan asuhan keperawatan, seperti melakukan pelayanan keperawatan dengan kesadaran sendiri tanpa disuruh atasan kepala perawatan, kesadaran meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang asuhan keperawatan belum optimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat pelaksana diketahui bahwa perawat pelaksana maupun kordinator perawat memiliki anggapan tentang asuhan keperawatan sampai dengan pendokumentasian kurang jelas dan kurangnya ketegasan sehingga perawat menggangap bahwa hal tersebut hanya sebatas himbauan Universitas Sumatera Utara tapi bukan keharusan begitu juga dengan gaji yang diterima perawat pelaksana masih rendah dan belum sesuai dengan upah minimum propinsi. Berdasarkan hasil analisis statistik Chi Square, diketahui bahwa ada hubungan motivasi ekstrinsik dengan kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan p0,05. Setelah dilakukan uji multivariat regresi berganda menunjukkan motivasi ekstrinsik berpengaruh p0,05 terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Keadaan ini mencerminkan bahwa motivasi ekstrinsik secara parsial berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana, artinya semakin baik motivasi ekstrinsik perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan maka kinerja perawat semakin baik. Hal-hal yang menjadi hambatan dalam proses peningkatan motivasi ekstrinsik dalam penelitian ini adalah masalah kesesuaian yang dirasakan karyawan dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Hasibuan 2005, bahwa faktor yang berasal dari luar ekstrinsik seperti gaji, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja, hubungan kerja, prosedur kerja perusahaan dan status merupakan motivator secara ekstrinsik bagi pegawai dalam bekerja. Demikan juga dengan Gibson et.al. 1996, menyatakan bahwa manusia termotivasi untuk bekerja dengan bergairah ataupun bersemangat tinggi, apabila ia memiliki keyakinan akan terpenuhinya harapan-harapan yang didambakan serta tingkat manfaat yang akan diperolehnya. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi terpenuhinya akan harapan-harapan dan hasil kongkrit yang akan Universitas Sumatera Utara diperolehnya, maka semakin tinggi pula motivasi positif yang akan ditunjukkan olehnya. Sejalan dengan penelitian Anggraini 2007, tentang hubungan motivasi dengan kinerja petugas rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja dan prosedur kerja dengan kinerja petugas rekam medik, demikain juga hasil penelitian Amelia 2008, tentang Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang menyimpulkan bahwa motivasi ektrinsik promosi mempunyai pengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara serta hasil penelitian Nelfiyanti 2009, di Rumah Sakit Haji Medan menyimpulkan bahwa motivasi ekstrinsik tanggung jawab, prestasi, penghargaan, gaji, kondisi kerja perawat berpengaruh signifikan terhadap kelengkapan pengisian dokumentasi asuhan keperawatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa perawat yang bertugas di Rumah Sakit Bahayangkara Tingkat II Medan, pihak manajemen rumah sakit memiliki kriteria-kriteria tertentu bagi perawat untuk mendapatkan kesempatan promosi, seperti jenjang pendidikan dan lamanya bertugas, perawat yang memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan masa kerja lebih lama mempunyai peluang yang lebih besar untuk posisi tertentu. Tetapi perlu dipertimbangkan kriteria-kriteria lain seperti penilaian kinerja kerajinan, ketekunan serta tanggung jawab dalam Universitas Sumatera Utara melaksanakan tugas agar menjadi penilaian tambahan disamping kriteria yang telah ditetapkan diatas. Kondisi seperti ini cenderung perawat lebih lebih fokus untuk melanjutkan pendidikan karena berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perawat pelaksana mayoritas tamatan DIII keperawatan dengan kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 52,1 dan kurang perhatiannya tentang kriteria lain penilaian kinerja sebagai bahan pertimbangan untuk promosi jabatan. Hal ini terkait dengan hasil penelitian bahwa secara keseluruhan motivasi perawat pelaksana baik secara intrinsik dan ekstrinsik lebih banyak pada kategori sedang, yaitu sebanyak 38 orang 53,5, selebihnya kategori rendah dan tinggi. Memotivasi seseorang untuk bekerja utamanya berasal dari dalam diri bawahan yang sulit dilihat secara sekilas oleh pemimpin. Oleh karena itu, dalam memotivasi bawahan, seorang pemimpin keperawatan perlu mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat memotivasi bawahan baik secara internal maupun eksternal, termasuk didalamnya menetapkan insentif Swansburg, 2000. 5.3 Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Berdasarkan hasil uji statistik regresi berganda, diketahui bahwa variabel lingkungan kerja uraian tugas, target kerja, komunikasi, hubungan kerja, peluang berkarier dan fasilitas kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Universitas Sumatera Utara 5.3.1 Pengaruh Uraian Tugas terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan Hasil penelitian menunjukkan bahwa uraian tugas lebih banyak pada kategori baik, yaitu sebanyak 39 orang 54,9. Keadaan ini mencerminkan bahwa uraian tugas tentang pelaksanaan asuhan keperawatan yang dibuat oleh pihak manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan adalah cukup jelas, dapat dimengerti dan tidak memberatkan perawat, namun pengimplementasiannya belum seperti yang diharapkan dan perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil analisis statistik Chi Square, diketahui bahwa ada hubungan uraian tugas dengan kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan p0,05. Setelah dilakukan uji multivariat regresi berganda menunjukkan uraian tugas berpengaruh p0,05 terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Keadaan ini mencerminkan bahwa uaraian tugas secara parsial berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana, artinya semakin baik implementasi uraian tugas perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan maka kinerja perawat semakin baik. Rivai 2003, mendefinisikan uraian tugas adalah merupakan uraian tertulis dari apa yang diperlukan oleh suatu pekerjaan. Uraian Tugas dapat merupakan keseluruhan kajian ringkas informasi pekerjaan dan syarat-syarat pelaksanaannya sebagai hasil dari analisis yang biasanya berisi tugas pokok, pekerjaan, wewenang dan kewajiban, tanggung jawab, kriteria penilaian dan hasilnya. Demikan juga dengan pendapat Malthis dan Jackson 2001, menyatakan bahwa uraian tugas yang Universitas Sumatera Utara jelas, dapat dimengerti dan berat ringannya beban kerja dalam uraian tugas akan mempengaruhi kinerja perawat. Hasil peneletian ini sejalan dengan penelitian Parulian 2010, tentang Pengaruh Lingkungan Kerja Organisasi terhadap Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa uraian tugas berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan. 5.3.2 Pengaruh Target Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan Hasil penelitian menunjukkan bahwa target kerja lebih banyak pada kategori baik, yaitu sebanyak 36 orang 50,7. Keadaan ini mencerminkan bahwa target kerja tentang pelaksanaan asuhan keperawatan yang dibuat oleh pihak manajemen Rumah Sakit Bhayangkara tingkat II Medan sudah baik, namun implementasi dari target dan pencapaiannya masih belum optimal dibandingkan dengan target kerja yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil analisis statistik Chi Square, diketahui bahwa ada hubungan target kerja dengan kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan p0,05. Setelah dilakukan uji multivariat regresi berganda menunjukkan target kerja berpengaruh p0,05 terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Keadaan ini mencerminkan bahwa target kerja secara parsial berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana, artinya semakin baik Universitas Sumatera Utara pencapaian target kerja oleh perawat pelaksanan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan maka kinerja perawat semakin baik. Rivai 2003 mendefinisikan target kerja adalah sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai. Dengan memiliki sasaran yang jelas, para perawat akan lebih fokus untuk melakukan kegiatan asuhan keperawatan. Target kerja sebaiknya ditetapkan oleh karyawan dan penyelia untuk periode waktu tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Malthis dan Jackson 2001, yang menyatakan bahwa target kerja yang telah dicapai sebaiknya diinformasikan kepada karyawan agar mereka mengetahui baik buruknya pekerjaannya dan akan mempengaruhi kinerjanya. Hak ini didukung hasil penelitian Parulian 2010, tentang Pengaruh Lingkungan Kerja Organisasi terhadap Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa target kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan. 5.3.3 Pengaruh Komunikasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi lebih banyak pada kategori baik, yaitu sebanyak 31 orang 43,7. Keadaan ini mencerminkan bahwa sebagian besar perawat sudah dapat melakukan komunikasi yang baik dengan perawat lain, tim, kepala ruangan maupun dengan profesi lain. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil analisis statistik Chi Square, diketahui bahwa ada hubungan komunikasi dengan kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan p0,05. Setelah dilakukan uji multivariat regresi berganda menunjukkan komunikasi berpengaruh p0,05 terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Keadaan ini mencerminkan bahwa komunikasi secara parsial berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana, artinya semakin baik komunikasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan maka kinerja perawat semakin baik. Blais 2007 mengungkapkan komunikasi dalam perawatan merupakan suatu interaksi antara perawat dan pasien, perawat dengan profesi kesehatan lain serta perawat dan komunitas yang dilakukan secara verbal dan non verbal, tertulis dan tidak tertulis serta terencana dan tidak terencana. Komunikasi dalam kegiatan keperawatan dapat berupa komunikasi horizontal dan komunikasi vertikal. Komunikasi yang jelas akan membantu tim perawat kesehatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang efektif. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Damanik 2008, tentang Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Motivasi Berprestasi Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar yang menyimpulkan ada pengaruh komunikasi yang dikembangkan manajemen RSUD Dr. Djasamen Saragih terhadap motivasi berprestasi tenaga perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Demikian juga dengan hasil penelitian Parulian 2010, tentang Pengaruh Lingkungan Kerja Organisasi terhadap Kinerja Perawat dalam Universitas Sumatera Utara Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa komunikasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan. 5.3.4 Pengaruh Hubungan Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan kerja lebih banyak pada kategori tidak baik, yaitu sebanyak 32 orang 45,1. Keadaan ini mencerminkan bahwa sebagian besar perawat belum dapat melakukan hubungan kerja yang baik dengan perawat lain, tim, kepala ruangan maupun dengan profesi lain bekerja sendiri- sendiri dan saling menutupi kesalahan dalam bekerja. Berdasarkan hasil analisis statistik Chi Square, diketahui bahwa ada hubungan hubungan kerja dengan kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan p0,05. Setelah dilakukan uji multivariat regresi berganda menunjukkan hubungan kerja berpengaruh p0,05 terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Keadaan ini mencerminkan bahwa hubungan kerja secara parsial berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana, artinya semakin baik hubungan kerja dalam pelaksanaan asuhan keperawatan maka kinerja perawat semakin baik. Keliat 2002 mengungkapkan bahwa kerjasama yang baik sesama perawat dengan pasien, keluarga pasien dan masyarakat sangat diperlukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan menurut Blaisk 2002, hubungan kerja yang harmonis dalam profesi keperawatan mencakup adanya saling menghargai dan saling Universitas Sumatera Utara mempercayai, pengambilan keputusan yang bijaksana, mencegah konflik, interaksi yang positif dengan gaya komunikasi yang hangat. Rakhmat 2000 mengungkapkan bahwa hubungan interpersonal adalah kebutuhan akan kerjasama secara timbal balik antara perawat dengan atasan, teman sekerja, tim kesehatan lain dan pasien. Makin baik hubungan interpersonal seseorang maka makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya dan makin cermat mempersepsikan tentang orang lain dan diri sendiri, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung antara komunikan. Sejalan dengan penelitian Hikmet 2009, tentang Pengaruh Faktor Individual dan Organisasional terhadap Motivasi Perawat dalam Pengisian Rekam Medis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan, yang menyimpulkan bahwa hubungan kerja berpengaruh p0,05 terhadap kinerja perawat dalam pengisian rekam medis di ruang rawat inap Rumah Sakit Haji Medan. Berbeda dengan penelitian Parulian 2010, tentang Pengaruh Lingkungan Kerja Organisasi terhadap Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa hubungan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan. 5.3.5 Pengaruh Peluang Berkarier terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan Hasil penelitian menunjukkan bahwa peluang berkarier lebih banyak pada kategori tidak baik, yaitu 31 orang 43,7. Fenomena yang terjadi adalah kesempatan yang selektif diberikan oleh pihak manajer rumah sakit terhadap perawat Universitas Sumatera Utara dalam mengikuti pelatihan-pelatihan, kursus-kursus dan pendidikan lanjutan terkait dengan tugas rutin pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien yang dirawat, diharapkan perawat yang mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan, tidak menjadi beban bagi rumah sakit dalam penanganan pasien. Berdasarkan hasil analisis statistik Chi Square, diketahui bahwa ada hubungan peluang berkarier dengan kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan p0,05. Setelah dilakukan uji multivariat regresi berganda menunjukkan peluang berkarier berpengaruh p0,05 terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Keadaan ini mencerminkan bahwa peluang berkarier secara parsial berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana, artinya semakin baik peluang berkarier dalam pelaksanaan asuhan keperawatan maka kinerja perawat semakin baik. Rivai 2003 menungkapkan bahwa karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan, kursus-kursus dan melanjutkan jenjang pendidikannya oleh pimpinannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai rencana kariernya. Pimpinan dapat memberikan bimbingan dan informasi tentang karier yang ada dan juga didalam perencanaan karyawan tersebut Sejalan dengan Aditama 2004 mengungkapkan bahwa pengembangan karier perawat di rumah sakit perlu diperhatikan dan bisa menjadi masalah karena peluang berkarier yang “mentah” tentu akan mempengaruhi mutu kerja seorang perawat. Jenjang karier yang ada dalam bidang keperawatan adalah perawat Universitas Sumatera Utara pelaksana, pimpinan ruanganbangsal dan wakilnya, pimpinan perawat di tingkat instalasi, kepala seksi serta kepala bidang keperawatan. Selain jenjang struktural di atas ada pula Clinical nurse spesialis yang kemudian dapat pula menjadi Clinical specialist Consultant. Sesuai dengan pendapat Sinamo 2002, bahwa suatu satuan kerja dalam organisasi akan mampu mencapai sukses tertinggi apabila aonggota dalam satuan kerja atau organisasi tersebut memiliki daya inovasi yang kreatif yang berorientasi kepada mutu dan kesempurnaan, serta kemauan yang terus menerus belajar dan berubah untuk meningkatkan karir atau kemampuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Parulian 2010, tentang Pengaruh Lingkungan Kerja Organisasi terhadap Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa peluang berkarier merupakan faktor yang terbesar berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan. 5.3.6 Pengaruh Fasilitas Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitas kerja sesuai dengan pernyaatan responden lebih banyak pada kategori baik, yaitu sebanyak 33 orang 46,5. Hal ini mencerminkan bahwa fasilitas kerja di Rumah Sakit Bahyangkara Tingakt II Medan belum sepenuhnya mendukung peningkatan kinerja perawat, khususnya sarana gedung rawatan dan sarana ruang perawatan seperti kasur, bantal, sprei dan tempat tidur. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil analisis statistik Chi Square, diketahui bahwa tidak ada hubungan fasilitas kerja dengan kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan p0,05. Setelah dilakukan uji multivariat regresi berganda menunjukkan fasilitas kerja berpengaruh p0,05 terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Keadaan ini mencerminkan bahwa fasilitas kerja secara parsial berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana, artinya semakin baik fasilitas kerja dalam pelaksanaan asuhan keperawatan maka kinerja perawat semakin baik. Prasarana adalah mendukung bangunan gedung seperti listrik, air, dan lain- lain. Peralatan keperawatan termasuk alat keperawatan tensimeter, stetoskop, thermometer, fixer alat untuk memfiksasi pasien, alat rumah tangga tempat tidur, bantal, sprei, sapu, dan lain-lain, dan alat tulis kantor buku pencatatan dan pelaporan, dan lain-lain Sekretariat KARS Depkes RI, 2007. Hasil penelitian ini ejalan dengan hasil penelitian Parulian 2010, tentang Pengaruh Lingkungan Kerja Organisasi terhadap Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa fasilitas kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan. Secara keseluruhan lingkungan kerja perawat pada kategori cukup baik, yaitu sebanyak 36 orang 50,7, selebihnya kategori baik dan tidak baik, dan berpenagruh signifikan terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan kerja merupakan faktor yang Universitas Sumatera Utara penting bagi perawat dalam melaksanakan tindakan perawatan, karena dengan lingkungan kerja yang baik maka pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilakukan dengan lebih baik pula. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Bahayangkara Tingkat II Medan, bahwa kondisi kerja merupakan faktor yang penting bagi perawat dalam melaksanakan tindakan perawatan, karena dengan kondisi kerja yang baik maka dalam melaksanakan asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan lebih baik pula. Menurut mereka, tenaga perawat sebagai sumber daya manusia dalam pemberian asuhan keperawatan merupakan unsur yang terpenting sehingga pemeliharaan hubungan yang kontinu dan serasi menjadi sangat penting, namun pihak manajemen rumah sakit sangat minim perhatiannya. Seharusnya pihak manajemen rumah sakit meningkatkan perhatian kepada perawat pelaksana, memelihara kondisi kerja yang baik dan komunikasi yang efektif, karena melalui komunikasi berbagai hal yang menyangkut pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik dan kondisi kerja akan menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Westerman dan Simmons 2006, tentang efek lingkungan kerja terhadap hubungan kinerja dan kepribadian di Amerika Serikat bagian barat terhadap karyawan dari delapan organisasi perusahaan menunjukkan bahwa lingkungan kerja organisasi yang makin efektif akan meningkatkan kinerja karyawan. Demikian juga dengan pendapat Mangkunegara 2002, yang menyatakan bahwa faktor lingkungan kerja dalam suatu organisasi memengaruhi kinerja seseorang seperti uraian tugas, otonomi, target kerja, Universitas Sumatera Utara komunikasi, hubungan kerja, iklim kerja, peluang berkarier dan fasilitas kerja. Selanjutnya Sedarmayanti 2001, lingkungan kerja meliputi lingkungan kerja fisik dan non fisik. Lingkungan fisik meliputi suasana kerja dilihat dari faktor fisik seperti keadaan suhu, cuaca, kontruksi bangunan dan temperatur lokasi pekerjaan. tempat kerja. Sedangkan lingkungan kerja non fisik diantaranya adalah hubungan sosial di tempat kerja baik antara atasan dengan bawahan atau hubungan antara bawahan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Parulian 2010, tentang Pengaruh Lingkungan Kerja Organisasi terhadap Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, yang menyimpulkan bahwa lingkungan kerja organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan