42 estimasi telah memenuhi kriteria ekometrik, dalam arti tidak ada penyimpangan yang
serius dari asumsi-asumsi yang telah dibuat. Uji asumsi klasik meliputi:
3.6.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti
diketahui bahwa uji t dan f mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak
valid untuk jumlah sampel kecil. Menurut Ghozali 2013, ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan
analisi grafik dan analisis statistik. a.
Analisis Grafik Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah
dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Namun demikian hanya
dengan melihat histogram hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal
probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan
ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya
akan mengikuti garis diagonalnya. b. Analisis Statistik
Uji statistik yang digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik Kolmogorov Smirnov K-S. Pedoman pengambialn keputusan
rentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov yaitu:
1. smirnov dapat dilihat dari nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal,
2. nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas 0,05 maka distribusi data adalah normal.
43
3.6.2.2 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1 sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi
yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain, masalah ini muncul karena residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya Erlina, 2008. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
Cara yang umum digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan uji Durbin Watson, terjadinya Autokorelasi jika nilai Durbin-
Watson
DW
memiliki nilai lebih dari 5, atau Durbin-Watson DW 5. Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut:
a Bila nilai Durbin Watson DW terletak antara batas atas atau Upper
Bound DU dan 4 – DU, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi
b Bila nilai DW lebih rendah dari pada batas bawah atau Lower Bound
DL, maka koefisien autokorelasi lebih besar dari nol, berarti ada autokorelasi positif.
c Bila nilai DW lebih besar dari pada 4-DL, maka koefisien
autokorelasi lebih kecil dari nol, berarti ada autokorelasi negatif,
44
d Bila nilai DW terletak di antara batas atas DU dan batas bawah DL
atau DW terletak antara 4-DU dan 4-DL, maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
Jika nilai Durbin-Watson tidak dapat memberikan kesimpulan apakah data yang digunakan terbebas dari autokorelasi atau tidak, maka perlu
dilakukan Run-Test. Pengambilan keputusan didasarkan pada acak atau tidaknya data, apabila bersifat acak maka dapat diambil kesimpulan bahwa
data tidak terkena autokorelasi. Menurut Ghozali 2013 acak atau tidaknya data didasarkan pada
batasan sebagai berikut : a apabila nilai probabilitas
≥ α = 0,05 maka observasi terjadi secar a acak.
bapabila nilai probabilitas ≤ α = 0,05 maka observasi terjadi secara
tidak acak.
3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas